Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan

oleh bakteri salmonella typhi atau salmonella paratyphi A, B dan C. Penularan

demam tifoid melalui fecal dan oral yang masuk kedalam tubuh manusia melalui

makanan dan minuman yang terkontaminasi (Widoyono, 2012). Demam tifoid

merupakan penyakit yang rawan terjadi di Indonesia, karena karateristik iklim

yang sangat rawan dengan penyakit yang mempengaruhi musim. Terjadinya

penyakit yang bekaitan dengan musim yang ada di Indonesia dapat dilihat dari

meningkatnya kejadian penyakit pada musim hujan. Penyakit yang harus

diwaspadai pada saat musim hujan adalah ISPA, leptospirosis, penyakit kulit,

diare, demam berdarah dan demam tifoid (KementerianKesehatan RI,2012).

Penyakit demam tifoid termasuk penyakit menular yang tercantum dalam

Undang- undang No 6 tahun 1962 tentang wabah. Penyakit demam tifoid

merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang,

sehingga dapat menimbulkan wabah. Pada daerah endemic penyebab utama

penularan penyakit demam tifoid adalah air yang tercemar sedangkan di daerah

non-endemik makanan yang terkontaminasi oleh carrier merupakan hal yang

paling bertanggungjawab terhadap penularan demam t ifoid (Nurvina, 2013).

Secara epidemiologis, penyebaran penyakit berbasis lingkungan

dikalangan anak sekolah di Indonesia tergolong sangat tinggi. Terjadinya infeksi,

seperti diare, demam berdarah dengue, cacingan, demam tifoid serta berbagai

1
2

dampak negative akibat buruknya sanitasi. Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21

hari walaupun pada umunya adalah 10-12 hari. Demam tifoid dapat mengganggu

aktivitas sehari-hari sebab dalam interaksi setiap hari banyak terjadi kontak secara

langsung maupun tidak langsung yang dapat menyebabkan terjadinya penularan

dan penyebab penyakit (Rakhman, 2012).

Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam

tifoid di seluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian tiap

tahunnya. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi

pada anak maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam

tifoid, walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan dari dewasa, dihampir

semua daerah endemic insiden demam thypoid banyak terjadi pada anak usia 5-

19 tahun. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di

berbagai Negara sedang berkembang. Besarnya angka pasti demam tifoid di dunia

sangat sukar ditentukan, sebab penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan

spectrum klinisnya sangat luas.Di perkirakan angka kejadian dari 150/100.000/

tahun (Hadinegoro, 2013).

Di Indonesia penyakit demam tifoid bersifat endemik. Penyakit ini

tersebar diseluruh wilayah dengan jumlah yang tidak berbeda jauh antar daerah.

Menurut data WHO tahun 2013, penderita demam tifoid di Indonesia cenderung

meningkat setiap tahun dengan rata-rata 800 per 100.000 penduduk (Depkes RI, .

2013).

Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2012 melaporkan bahwa

proporsi demam tifoid dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah
3

sakit yaitu 8,5 % (1.681 kasus) dari 19.870 kasus. Menurut laporan surveilan

terpadu penyakit berbasis rumah sakit di Sumatera Utara tahun 2011, jumlah

kasus demam tifoid rawat inap yaitu 1.364 kasus. Berdasarkan profil kesehatan

propinsi Sumatera Utara tahun 2011, demam tifoid yang rawat jalan di rumah

sakit menempati urutan ke-5 dari 10 penyakit terbesar yaitu 661 penderita dari

12.876 pasien rawat jalan (5.1%), sedangkan rawat inap di rumah sakit menempati

urutan ke-2 dari 10 penyakit terbesar yaitu sebanyak 1.276 penderita dari 11.182

pasien rawat inap (11.4 %) (Harahap, 2013).

Cepat tidaknya proses penyembuhan penyakit demam tifoid dapat dilihat

dari lama hari rawat di rumah sakit. Lama hari rawat merupakan salah satu

indicator dari penilaian mutu dan efisiensi rumah sakit. Lama hari rawat

merupakan salah satu unsure atau aspek asuhan dan pelayanan di rumah sakit

yang dapat dinilai atau diukur. Bila seseorang dirawat di rumah sakit, maka yang

diharapkan tentunya ada perubahan akan derajat kesehatanya. Bila yang

diharapkan baik oleh tenaga medis maupun oleh penderita itu sudah tercapai maka

tentunya tidak ada seorangpun yang ingin berlama-lama di rumah sakit. Lama hari

rawat secara signifikan berkurang sejak adanya pengetahuan tentang hal-hal yang

berkaitan dengan diagnosa yang tepat. Untuk menentukan apakah penurunan

lama hari rawat itu meningkatkan efisiensi atau perawatan yang tidak tepat,

dibutuhkan pemeriksaaan lebih lanjut mempengaruhi keparahan atas penyakit dan

hasil dari perawatan. Standar lama hari rawat adalah 6-9 hari (Indradi, 2012).

Lama rawat pasien di rumah sakit secara garis besar ditentukan oleh faktor

internal dan eksternal. Faktor internal meliputi kondisi medis pasien yang
4

bersangkutan dan segala hal yang mempengaruhi masalah administrasi, misalnya

seperti prosedur penerimaan pasien maupun pemulangan pasien. Sedangkan

masalah medis pasien dibagi menjadi problem medis yang berkaitan dengan

penyakit, berkaitan dengan tenaga medis atau dokter yang merawat serta masalah

teknis medis yang diterapkan dalam menangani pasien tersebut. Hal-hal yang

mempengaruhi penyakit meliputi jenis atau diagnose penyakit, apakah penyakit

dengan diagnose tunggal atau diagnose ganda. Dari sisi administrasi rumah sakit,

prosedur penerimaan serta pemulangan pasien diperkirakan bisa menjadi

hambatan yang mengarah pada lambatnya kepulangan pasien dari rumah sakit.

Diluar faktor internal diatas, terdapat beberapa faktor lain yang menyangkut

kondisi pasien yang berkaitan dengan faktor sosio ekonomi, seperti; kelas

perawatan penanggung jawab biaya dan status kepulangan pasien. Semua kondisi

ini termasuk dalam faktor eksternal (Wartawan, 2012).

Hasil penelitian Mazidah (2014) lama dirawat untuk pasien BPJS dengan

kasusTypoid di RSUD Dr. M. Ashari Kabupaten Pemalang yaitu minimal 3 hari

dan maksimal 11 hari. Penelitian Rizka (2015) di RSUD Sultan Syarif Mohamad

Alkadrie Pontianak dengan kasus demam typoid diperoleh data bahwa minimal 3

hari dan maksimal 8 hari. Lama rawat pasien yang bervariasi dapat dikarenakan

oleh penggunaan antibiotic yang berbeda-beda, sehingga dokter memperbolehkan

pasien untuk pulang dan menjalani pengobatan rawat jalan. Demikian juga

penelitian Nainggolan (2012) di Rumah Sakit Tentara Pematang Siantar dengan

kasus demam typoid diperoleh data bahwa lama rawat minimal adalah 1 hari dan

maksimal 10 hari.
5

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan terhadap 5 orang pasien

di RSUD Salak, dari hasil wawancara diperoleh data bahwa 3 orang pasiendengan

lama rawat inap lebih dari 9 hari, dengan keterangan masih merasa kurang sehat

serta urusan administrasi yang masih belum selesai. Sedangkan 2 orang pasien

adalah pasien yang masih baru dirawat yakni sekitar 2 dan 3 hari.

Berdasarkan fenomena dan hasil penelitian yang dijelaskan diatas, maka

peneliti tertarik untuk meneliti‘’Faktor Yang Mempengaruhi Lama Hari Rawat

Inap Pasien Demam Typoid di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah

Salak Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2017”.

1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah faktor apa saja yang

mempengaruhi lama hari rawat inap pasien demam typoid di ruang rawat inap

Rumah Sakit Umum Daerah Salak Kabupaten Pakpak Bharat tahun 2017?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi lama hari rawat inap pasien

demam typoid di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Salak Kabupaten

Pakpak Bharat Tahun 2017.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus pada penelitian ini adalah:

1. Mengetahui hubungan faktor komplikasi typoid terhadap lama rawat inap.


6

2. Mengetahui hubungan faktor jenis kasus atau penyakit terhadap lama

rawat inap.

3. Mengetahui hubungan faktor hari masuk rumah sakit terhadap lama rawat

inap.

4. Mengetahui hubungan faktor hari pulang dari rumah sakit terhadap lama

rawat inap.

5. Mengetahui hubungan faktor jenis penanggung jawab biaya terhadap lama

rawat inap.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Tenaga Kesehatan (Rumah Sakit)

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi rumah sakit untuk

lebih meningkatkan mutu dan upaya pelayanan.

1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi atau

kepustakaan untuk menambah pengetahuan mahsiswa/i keperawatan

STIKes SU.

1.4.3. Bagi Peneliti

Hasil Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis

tentang kejadian demam typoid dan pemahaman dalam metodologi

penelitian.

Anda mungkin juga menyukai