Disusun Oleh :
DETTY FITRIYANTI
201210461011028
A. Definisi
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,
reversible dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli
tertentu.
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara
spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society).
Asma Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh
spame akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara
dan penurunan ventilasi alveolus.
B. Fisiologi
Trakea
Menyediakan jalan bagi udara yang
masuk dan keluar paru-paru
Saluran bronkus yang masih Bronkus
sehat terkena alergen
Paru-paru
Saluran
bronkus radang Alveoli
Mukus >>
Obstruksi jalan
Obstruksi jalan nafas Sesak nafas Kerja nafas meningkat
nafas
Pemenuhan
kebutuhan O2 Pemenuhan kebutuhan
terganggu nutrisi terganggu
C. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial.
a. Faktor predisposisi
Genetik : Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.
Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas
saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contohnya: debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contohnya: makanan dan obat-
obatan.
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contohnya
perhiasan, logam dan jam tangan
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma.
Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Lingkungan kerja
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Infeksi saluran napas, terutama oleh virus seperti Respiratory syncitial,
parainfluensa, dsb.
Obat-obatan seperti beta blocker, salisilat, kodein, dsb.
Polusi udara atau bau yang merangsang seperti asap rokok, semprot
nyamuk, parfum, asap industri, dsb.
D. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu:
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus
yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan
(antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan
dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga
disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma
ini menjadi lebih berat dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.
Alergen atau Antigen yang telah terikat oleh IgE yang menancap
pada permukaan sel mast atau basofil
MK: Asidosis
Asidosis respiratori Gangguan metabolik
pertukaran
gas
G. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih
nyaman dalam posisi duduk.
2. Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi.
3. Paru :
Inspeksi : dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke
bawah.
Auskultasi : terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang.
Perkusi : hipersonor
Palpasi : Vokal Fremitus kanan=kiri
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinopil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabangbronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka
kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen
akan semakin bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen
pada paru-paru.
b. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
c. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu :
Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi
dan clock wise rotation.
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
(Right bundle branch block).
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES,
dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
d. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
e. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang
paling cepat dan sederhana untuk diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan
sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak
lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol
bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting
untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
I. Penatalaksaan Umum
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah:
Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
Mengenal dan menghindari faktro-faktor yang dapat mencetuskan serangan
asma.
Edukasi kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik
pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita
mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter
atau perawat yang merawatnnya.
Pelepaasan Bronkospasme
Pencetus: Imun mediator Edema
Alergen respon humoral mukosa
Olahraga menjadi Histamine Sekresi
Cuaca aktif SRS-A meningkat
Emosi Serotonin Inflamasi
Kinin
Penghambat
kortikosteroid
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Riwayat kesehatan yang lalu:
Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
Kaji riwayat pekerjaan pasien.
Aktivitas
Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari.
Tidur dalam posisi duduk tinggi.
Pernapasan
Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu,
melebarkan hidung.
Adanya bunyi napas whezing (mengi).
Adanya batuk berulang.
Sirkulasi
Adanya peningkatan tekanan darah.
Adanya peningkatan frekuensi jantung.
Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
Kemerahan atau berkeringat.
Integritas ego
Ansietas
Ketakutan
Peka rangsangan
Gelisah
Asupan nutrisi
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
Penurunan berat badan karena anoreksia.
Hubungan sosal
Keterbatasan mobilitas fisik.
Susah bicara atau bicara terbata-bata.
Adanya ketergantungan pada orang lain.
Seksualitas
Penurunan libido
2. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi.
2) Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar-kapiler.
3) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebuutuhan tubuh b.d faktor
biologis (asma bronkial)
4) Intervensi
No Tgl/ NOC NIC TTD
Jam
1 Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas:
keperawatan 1x24 jam 1. Auskultasi bunyi nafas, catat
status pernafasan: jalan adanya bunyi nafas tambahan.
nafas paten dengan kriteia 2. Monitor pernafasan dan status
hasil sbb: oksigenasi
No NOC Score 3. Instruksikan pasien untuk
1 RR dbn. 5 melakukan batuk efektif.
2 Irama nafas 5 4. Posisikan pasien dengan tepat;
dbn. posisi untuk mengurangi
3 Jalan nafas 4 dispnea.
bebas dari 5. kaji derajat dispnea, ansietas,
sputum distress pernafasan, penggunaan
4 Tidak ada 4 obat bantu, batuk.
suara nafas 6. Atur intake cairan untuk
tambahan mengoptimalkan balance cairan.
7. Pertahankan polusi lingkungan
minimum, contoh: debu, asap
dll.
8. Kolaborasi: Berikan obat sesuai
dengan indikasi bronkodilator.
2 Setelah dilakukan tindakan Monitor pernafasan:
keperawatan 2x24 jam 1. Monitor, kecepatan, irma,
status pernafasan: ventilasi kedalaman dan usaha nafas.
adekuat dengan kriteria 2. Kaji secara rutin kulit dan
hasil sebagai berikut: membrane mukosa.
No NOC Score 3. Palpasi fremitus
1 Kemudahan 5 4. Kaji tanda vital
bernafas 5. Kolaborasi: Berikan oksigen
2 Ekspansi 4 tambahan sesuai dengan
indikasi.
dada .
simetris
3 Tidak ada 4
dispnea saat
istirahat
4 Tidak ada 4
dispnea saat
aktivitas
3 Setelah dilakukan tindakan Terapi nutrisi:
keperawatan 2x24 jam 1. Kaji kebiasaaan diet.
status nutrisi: intake 2. Monitor intake makanan dan
makanan dan cairan cairan setiap hari.
terpenuhi dengan kriteria 3. Lakukan perawatan mulut
hasil: sebelum makan.
No NOC Score 4. Kolaborasi: Berikan oksigen
1 Intake 5 tambahan selama makan sesuai
makanan indikasi.
oral
2 Intake 5 Monitor nutrisi:
cairan 1. Monitor berat badan.
2. Monitor, lever energi,
kelemahan, dan kelemahan
LP OKSIGENASI
A. Definisi
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen sebagai intervensi medis, yang
dapat untuk berbagai tujuan di kedua perawatan pasien kronis dan akut. Oksigen
sangat penting untuk metabolisme sel, dan pada gilirannya, oksigenasi jaringan
sangat penting untuk semua fungsi fisiologis normal.
B. Tujuan
1. Mengatasi kedaan hipoksemia.
2. Menurunkan kerja nafas dan kerja miokard
D. Macam-macam terapi
a. Terapi oksigenasi
1. Nasal kanula
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 secara kontinu
dengan aliran 1 – 6 L/menit dengan konsentrasi 24% - 44%.
Keuntungan
Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,
klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan
nyaman.
Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2
berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam
kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lendir.
2. Sungkup muka sederhana
Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 – 8 L/menit
dengan konsentrasi O2 40 – 60%.
Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal,
sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup
berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat
menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah.
3. Rebreathing mask
Suatu tehinik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 65–90%
dengan aliran 8 – 12 L/menit
Keuntungan
Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lendir
Kerugian
Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih
rendahdapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat
4. Non Rebreathing mask
Merupakan tehinik pemberian O2 dengan Konsentrasi O2 mencapai 99%
dengan aliran 8 – 12 L/menit dimana udara inspirasi tidak bercampur
dengan udara ekspirasi
Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak
mengeringkan selaput lendir.
Kerugian
Kantong O2 bisa terlipat.
b. Nafas dalam
Nafas dalam yaitu bentuk latihan nafas yang terdiri atas pernafasan abdominal
(diafragma) dan purs lips breathing. Tujuan pernafasan abdominal
memungkinkan nafas dalam secara penuh dengan sedikit usaha. Pursed lips
breathing membantu klien mengontrol pernafasan yang berlebihan.
c. Batuk efektif
Batuk efektif yaitu latihan batuk untuk mengeluarkan sekret. Tujuannya yaitu
untuk mengeluarkan sekret pada saluran nafas.
d. Postural drainage
Postural drainage adalah suatu intervensi untuk melepaskan sekresi dari
berbagai segmen paru-paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi.
e. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada dalah suatu rangkaian tindakan keperawatan yang terdiri atas
perkusi,vibrasi,dan postural drainage. Tujuannya yaitu secara mekanik dapat
melepaskan sekret yang melekat pada dinding bronkus dan meningkatkan
efisiensi pola pernafasan.
f. Vibrasi
Vibrasi adalah getaran kuat secara serial yang dihasilkan oleh tangan perawat
yang diletakkan datar pdaa dinding dada klien. Vibrasi digunakan setelah
perkusi untuk meningkatkan turbelensi udara ekspirasi dan melepaskan mukus
yang kental.
g. Terapi Inhalasi
terapi inhalasi yaitu terapi dengan memanfaatkan uap hasil kerja mesin
nebulizer. Uap air yang berasal dari campuran obat dan pelarutnya dipercaya
dapat langsung mencapai saluran pernafasan, sehingga efektif untuk mengatasi
masalah di daerah tersebut. Terapi inhalsi dianjurkan diberikan kepada
penderita asma.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.
Ikhsanuddin Ahmad harahaf. (2004). Terapi Oksigen Dalam Asuhan Keperawatan.
Universitas Sumatera Utara.
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Volume 1. Jakarta:
EGC.
Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Johnson, Marion, et.al. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC). United states
of America: Mosby.
Dochterman, Joanne McClaskey. (2004). Nursing Interventions Classification (NIC).
United states of America: Mosby