PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Tuberkulosis
A. Definisi
Tuberkulosis adalahpenyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis (kadang-kadang disebabkan oleh M. bovis dan
africanum), yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru dengan cara
penularan melalui udara.1.2.7.8
B. Epidemiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang masih menjadi permasalahan
di dunia hingga saat ini. Diperkirakan pada tahun 2011 insidens kasus TB mencapai
8,7 juta (termasuk 1,1 juta dengan koinfeksi HIV) dan 990 ribu orang meninggal
karena TB. Secara global diperkirakan insidens TB resisten obat adalah 3,7% kasus
baru dan 20% kasus dengan riwayat pengobatan. Sekitar 95% kasus TB dan 98%
kematian akibat TB di dunia terjadi di Negara berkembang.1
Pada tahun 2011 Indonesia (dengan 0,38-0,54 juta kasus) menempati urutan
keempat setelah India, Cina, Afrika Selatan. Diperkirakan jumlah pasien TB
Indonesia sekitar 5,7% dari total jumlah pasien TB dunia, dengan setiap tahun ada
450.000 kasus baru dan 65.000 kematian. Penemuan kasus TB apusan dahak basil
tahan asam (BTA) positif sejumlah 19.797 pada tahun 2011. Indonesia merupakan
Negara dengan beban tinggi TB pertama di Asia Tenggara yang berhasil mencapai
target Millenium Development Goals (MDG) untuk penemuan kasus TB diatas 70%
dan angka kesembuhan 85% pada tahun 2006.1
3
C. Etiologi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.3
Secara umum Mycobacterium tuberculosis antara lain berbentuk batang dengan
panjang 1-10 mikron, lebar0,2-0,6 mikron, bersifat tahan asam dalam pewarnaan
dengan metode Ziehl Neelsen, berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan
dibawah mikroskop, memerlukan media khusus untuk biakan lain Lowestein Jensen,
Ogawa, tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka
waktu yang lama pada suhu 40 C sampai minus 700C, kuman sangat peka terhadap
panas, sinar matahari dan sinar ultraviolet. Paparan langsung terhadap sinar
ultraviolet, sebagian besar kuman akan mati dalam waktu beberapa menit. Dalam
dahak pada suhu antara 30-370 C akan mati dalam waktu lebih kurang 1 minggu,
kuman dapat bersifat dorman.3
D. Penularan
Proses terjadinya infeksi oleh mycobacterium tuberculosis biasanya secara
inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering
dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil
yang mengandung droplet nuclei, khusunya yang didapat dari pasien TB paru dengan
batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA).4
Sebagian besar dinding kuman terdiri asam lemak (lipid), kemudian
peptidoglikan dan arabinomamanna.Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam (asam alcohol) sehingga disebut bakteri tahan asam dan juga lebih
tahan terhadap gangguan kimia maupun dalam keadaan dingin.Hal ini terjadi kuman
berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan penyakit tuberculosis menjadi aktif lagi.4
4
Didalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam
sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudiam
disenanginya karena banyak mengandung lipid.4
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan
oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian
apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis.4
E. Klasifikasi TB Paru
a. Tersangka pasien Tb
Tersangka pasien TB adalah seseorang yang mempunyai keluhan atau gejala
klinis mendukungTB ( sebelumnya dikenal sebagai suspek TB).1
a) Pasien TB berdasarkan konfirmasi hasil pemeriksaan bakteriologis
Seorang pasien TB yang hasil pemeriksaan sediaan biologinya positif dengan
pemeriksaan mikroskopis, biakan atau diagnostic cepat yang diakui oleh WHO,
misalnya genexpert. Semua pasien yang memenuhi definisi ini harus dicatat tanpa
memandang apakah pengobatanTB sudah dimulai ataukah belum. Termasuk dalam
tipe pasien tersebut adalah :1
1) Pasien TB paru BTApositif :
Pasien TB yang hasil pemeriksaan sediaan dahaknya positif dengan cara
pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes diagnostik cepat (misalnya
GeneXpert)1
2) Pasien TB berdasarkan diagnosis klinis :
Pasien TB berdasaran diagnosis klinis adalah seseorang yang memulai
pengobatan sebagai pasien TB namun tidak memenuhi definisi dasar diagnosis
berdasarkan konfirmasi hasil pemeriksaan bakteriologis. Termasuk dalam tipe pasien
ini adalah :1
5
Pasien TB paru BTA negative dengan hasil foto toraks sangat mendukung
gambaranTB
Pasien TB ekstra paru tanpa hasil konfirmasi pemeriksaan laboratorium
Catatan :1
I. Pasien TB dengan diagnosis klinis apabila kemudian terbukti hasil pemeriksaan
laboratorium BTA positif (sebelum atau setelah menjalani pengobatan) harus
diklasifikasikan kembali sebagai pasien TB dengan konfirmasi hasil pemeriksaan
bakteriologis sebagaimana deinisi pasien tersebut diatas.
II.Guna menghindari terjadinya over diagnosis dan situasi yang merugikan pasien,
pemberian pengobatan TB berdasarkan diagnosis klinis hanya dianjurkan pada
pasien dengan dengan pertimbangan sebagai berikut :
Keluhan, gejala dan kondisi klinis sangat kuat mendukung TB.
Kondisi pasien perlu segera diberikan pengobatan, misalnya pada TB
meningen, TB milier, pasien dengan HIV positif dsb.
Tindakan pengobatan untuk kepentingan pasien dan sebaiknya diberikan atas
persetujuan tertulis dari pasien atau yang diberi kuasa.
Apabila fasilitas memungkinkan, segera diupayakan pemeriksaan penunjang
yang sesuai misalnya pemeriksaan biakan, pemeriksaan diagnostik cepat dsb.
untuk memastikan diagnosis.
Diagnosis TB dengan konirmasi bakteriologis atau klinis dapat
diklasiikasikanberdasarkan:1
a) Klasikasi berdasarkan lokasi anatomi
TB paruadalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau trakeobronkial. TB
milier diklasifikasikan sebagai TB paru dan ekstraparu harus diklasifikasikan
sebagai kasus TB paru.
TB ekstraparu adalah kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim paru
seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran genitourinaria, kulit, sendi
dan tulang, selaput otak. Kasus TB ekstraparu dapat ditegakkan secara klinis atau
6
histiologis setelah diupayakan semaksimal mungkin dengan konfirmasi
bakteriologis.
b) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan
1) Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat OAT sebelumnya atau
riwayat mendapatkan OAT kurang dari 1 bulan.
2) Kasus dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang pernah
mendapatkan OAT 1 bulan atau lebih. Kasus ini diklasifikasikan lebih lanjut
berdasarkan hasil pengobatan terakhir sebagai berikut:
Kasus kambuh adalah pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap pada akhir pengobatan dan saat
ini ditegakkan diagnosis TB episode rekuren (baik untuk kasus yang benar-
benar kambuh atau episode baru yang disebabkan reinfeksi).
Kasus pengobatan setelah gagal adalah pasien yang sebelumnya pernah
mendapatkan OAT dan dinyatakan gagal pada akhir pengobatan.
Kasus setelah putus obat adalah pasien yang pernah menelan OAT 1 bulan
atau lebih dan tidak meneruskannya selama lebih dari 2 bulan berturut-turut
atau dinyatakan tidak dapat dilacak pada akhir pengobatan. (pada revisi
guideline WHO tahun 2013 klasifikasi ini direvisi menjadi pasien dengan
perjalanan pengobatan tidak dapat dilacak (loss to follow up) yaitu pasien
yang pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan tidak dapat dilacak pada akhir
pengobatan).
Klasifikasi berikut ini baru ditambahkan pada revisi guidline WHO tahun
2013 yaitu: kasus dengan riwayat pengobatan lainnya adalah pasien
sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan hasil akhir pengobatannya tidak
diketahui atau tidak didokumentasikan.
Pasien pindah adalah pasien yang dipindah dari register TB (TB 03) lain
untuk melanjutkan pengobatan. (klasifikasi ini tidak lagi terdapat dalam revisi
guidline WHO tahun 2013).
7
Pasien yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien
yang tidak dimasukkan dalam salah satu kategori diatas.
Penting diidentifikasi riwayat pengobatan sebelumnya karena terdapatnya risiko
resisten obat. Sebelum dimulai pengobatan sebaiknya dilakukan pemeriksaan biakan
spesimen dan uji resistensi obat atau metode diagnostik cepat yang telah disetujui
WHO (Xpert MTB/RIF) untuk semua pasien dengan riwayat pemakaian OAT.1
8
Bila HIV negatif (atau status HIV tidak diketahui tetapi tinggal di daerah
dengan prevalensi HIV rendah), tidak respons dengan antibiotik spektrum luas
(di luar OAT dan fluorokuinolon dan aminoglikosida).
Kasus TB paru tanpa pemeriksaan apusan dahak tidak diklasifikasikan apusan
negatif tetapi dituliskan sebagai apusan tidak dilakukan.
d) Klasifikasi berdasarkan status HIV1
Kasus TB dengan HIV positif adalah kasus TB konfirmasi bakteriologis atau
klinis yang memiliki hasil positif untuk tes infeksi HIV yang dilakukan pada
saat ditegakkan diagnosis TB atau memiliki bukti dokumentasi bahwa pasien
telah terdaftar register HIV atau obat antiretroviral (ARV) atau praterapi
ARV.
Kasus TB dengan HIV negatif adalah kasus TB konfirmasi bakteriologis atau
klinis yang memiliki hasil negative untuk tes HIV yang dilakukan pada saat
ditegakkan diagnosis TB. Bila pasien ini diketahui HIV positif di kemudian
hari harus disesuaikan klasifikasinya.
Kasus TB dengan status HIV tidak diketahui adalah kasus TB konfimasi
bakteriologis atau klinis yang tidak memiliki hasil tes HIV dan tidak memiliki
bukti dokumentasi telah terdaftar register HIV. Bila pasien ini diketahui HIV
positif dikemudian hari harus disesuaikan klasifikasinya.
Menentukan dan menuliskan status HIV adalah penting untuk mengambil
keputusan pengobatan, pemantauan dan menilai kinerja program. Dalam kartu
berobata atau register TB, WHO mencatumkan tanggal pemeriksaan HIV, dimulainya
terapi profilaksis kotrimoksazol, dimulainya terapi antiretroviral.1
F. Patogenesis
Penyakit tuberkulosis ditularkan melalui udara secara langsung dari penderita
tuberkulosis kepada orang lain. Droplet yang mengandung basil tuberkulosis yang
dihasilkan dari taha melayang di udara hingga kurang lebih dua jam tergantung pada
9
keadaan ventilasi ruangan.Droplet akan masuk terdampar pada saluran pernapasan
bagian atas, droplet kecil akan masuk ke dalamm alveoli di lobus mana pun. Pada
tempat terdamparnya, basil tuberkulosis akan membentuk suatu focus infeksi primer
berupa tempat pembiakan basil tuberkulosis tersebut dan tubuh penderita akan
memberikan reaksi inflamasi. Basil tuberkulosis yang masuk tadi akan mendapatkan
perlawanan dari tubuh, jenis perlawanan tubuh tergantung kepada pengalaman tubuh,
yaitu pernah mengenal basil tuberkulosis atau belum.4
1. Infeksi Tuberkulosis Primer
Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet nucleidalam udara sekitar kita.Partikel ini dapat menetap dalam
udara bebas selama 1-2 jam tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi
yang buruk dan kelembapan.Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat bertahan
berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang yang
sehat, maka ia akan menempel pada saluran nafas atau jaringan paru. Partikel bisa
masuk ke alveolar paru bila ukurannya < 5 um.Karena ukurannya yang sangat kecil,
kuman TB dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi
oleh mekanisme imunologik tubuh yang non spesifik. Makrofag alveolus akan
melakukan fagositosis terhadap kuman TB dan biasanya sanggup meghancurkan
sebagian besar kuman TB. Sebagian orang yang terinfeksi kuman TB akan menjadi
sakit primer (infeksi primer) yang biasanya terlokalisir di paru dan limfonodi regional
dalam cavum thoracis. Pada infeksi primer biasanya pasien tidak mengeluh terhadap
infeksi primernya, namun hasil tes tuberkulinnya positif. Pada sebagian kecil kasus,
makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi
dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya
akan membentuk koloni di tempat tersebut. Kuman membelah diri setiap 25-32 jam
didalam makrofag dan tumbuh selama 2-12 minggu hingga jumlahnya cukup untuk
menginduksi respon imun. Lokasi pertama kolonii kuman TB di jaringan paru disebut
fokus primer GOHN.4
10
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus
primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer
terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah
kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang
akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan
antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran
limfe yang meradang (limfangitis).4
Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang
waktu 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai
jumlah > 100 kuman, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas
seluler.4
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi terjadi pertumbuhan logaritmik
pada kuman TB, sehingga jaringan tubuh yang awalnya bekum tersensitasi terhadap
tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks
primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi.Hal tersebut ditandai oleh
terbentuknya hipersensitifitas terhadap tuberkulo-protein, yaitu timbulnya respons
positif terhadap uji tuberculin.Selama masa inkubasi, uji tuberculin masa
negative.Infeksi primer menyebabkan perubahan tes tuberculin menjadi positif sekitar
3-8 minggu setelah terinfeksi.Sesudah kompleks primer terbentuk imunitas seluler
tubuh terhadap TB juga telah terbentuk.Ada sebagaian besar individu dengan sistem
imunitas seluler berkembang, proliferasi kuman TB dapat tetap hidup dalam
granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB paru yang masuk ke
dalam alveoli akan segera dimusnahkan.4
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna menjadi fibrosis atau klasifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga
11
akanmengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.4
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi
dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Focus primer di
paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Focus Ghon
akan membesar dan bisa pecah kedalam kavum pleura menyebabkan pleurisy,
sementara itu limfonodi hilar juga dapat membesar hingga menyebabkan penekanan
pada bronkus. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan
mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru
(kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat
awal infeksi, akan membesar karena infalamasi yang berlanjut. Bronkus dapat
terganggu. Penekanan ini menyebabkan lobus paru kolaps atau erosi limfonodi
kedalam kavum pericardial atau kedalam bronkus sehingga menyebabkan
penyebaran kuman TB ke kavum endobronkial. Infeksi primer ini dapat menimbulkan
klasifikasi pada limfonodi hilar dan luka parut pada parenkim paru.Namun,
komplikasi jarang terjadi pada infeksi primer ini. Sebanyak 95% infeksi primer akan
membaik sendiri tanpa pengobatan, dan hanya 5% saja yang menjadi sakit TB.4
Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan
atelectasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak
dan menimbulkan erosi dinding bronkus,sehingga menyebabkan TB endobronkial
atau membentuk fistula. Massa keju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada
bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelectasis, yang sering
disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.Selama masa inkubasi, sebelum
terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan
hematogen.Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional
membentuk kompleks primer.Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB
masuk kedalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.Adanya penyebaran
12
hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik
tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara
sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman
TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya
dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal,
dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Diberbagai lokasi tersebut,
kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebekum terbentuk
imunitas seluler yang membatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat
terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap
hidup dalam bentuk dormant. Focus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi
penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus reaktivasi. Focus potensial di apeks
paru disebut sebagai focus SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh
pejamu menurun, focus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB
di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.4
Bentuk penyebaran yang lain adalah pnyebaran hematogenik generalisata akut.
Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju
ke seluruh tubuh.Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit
TB secara akut, yang disebut TB diseminata.TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-
6 bulan setelah terjadi infeksi.Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan
virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran.
Tuberculosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host)
dalam mengatasi infeksi TB.4
2. Tuberculosis Pasca Primer
Kuman yang bersifat dormant (tidur) pada TB primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi TB dewasa (TB sekunder). TB sekunder
terjadi karena imunitas tubuh menurun seperti pada penyakit malnutrisi, DM,
HIV/AIDS, kanker, gagal ginjal, alkoholisme dll.TB sekunder ini dimulai dengan
13
sarang dini yang berlokasi di region atas paru (bagian apical-posterior lobus superior
atau inferior).Invasinya adalah ke daerah parenkim paru dan tidak ke nodul hilus
paru.Sarang dini ini mula-mula juga terbentuk sarang pneumonia kecil.Dalam 3-10
minggu sarang ini menjadi tuberkel yaitu suatu granuloma yang teriri dari sel-sel
histiosit dan datia langhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai
jaringan ikat. TB sekunder juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda
menjadi TB usia tua).4
Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas pasien, sarang dini
dapat menjadi:4
a. Diabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
b. Sarang yang mula-mula meluas tetapi dapat segera menyembuh dengan serbukan
jaringan fibrosis. Ada yang membungkus dini menjadi keras menimbulkan
perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang
menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami
nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju
dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis,
lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah
besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan
kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang
diproduksi oleh makrofag dan proses yang berlebihan dari sitokin dengan TNF-
nya. Bentuk perkijuan lain yang jarang terjadi adalah cryptic disseminate TByang
terdpat pada imunodefisiensi dan usia lanjut. Disini lesinya sangat kecil, tetapi
berisi kuman yang sangat banyak.
Nasib kavitas ada TB paru selanjutnya dapat:4
a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini
masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Isi kavitas-
kavitas dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk kedalam
14
lambung terus ke usus menjadi TB usus. Bisa juga terjadi TB endobronkial
atau TB endotrakeal atau empyema bila rupture ke pleura.
b. Memadat dan membungkus diri sehingga terjadilah tuberkuloma.
Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali
mejadi cair dan menjadi kavitas lagi.
c. Berkomplikasi secara kronik dengan terbentuknya kolonisasi oleh fungkus
seperti Aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma.
d. Menyembuh dan menjadi bersih, disebut open healed cavity. Dapat juga
menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir
sebagai kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang
disebut stellate shaped.
Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang TB paru yakni:4
a. Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi.
b. Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan
sempurna.
c. Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh
spontan, tetapi mengingat kemungkinan bisa terjadi eksaserbasi kembali,
sebaiknya diberi pengobatan yang lengkap dan sempurna juga.
G. Gejala Klinis
Keluhan yang dirasakan pasien TB dapat bermacam-macam atau malah
ditemukan tidak ada keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan
yang terbanyak adalah4
1. Gejala Respiratorik meliputi :4
a) Batuk atau batuk darah
Gejala ini banyak ditemukan.Merupakan batuk yang berlangsung 3 minggu
atau lebih. Batuk terjadi akibat iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar.Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non
15
produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum).Penyakit ini berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-
minggu atau berbulan-bulan peradangan semula. Awal peradangan paru hingga
akhirnya terjadi destruksi paru nantinya akan berupa jaringan dan sel-sel mati yang
akan dikeluarkan sebagai reflek batuk.Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah
(hemoptisis) akibat pembuluh darah yang pecah.Kebanyakan disebakan oleh
tuberkulosis dan terjadi kavitas, tetapi dapat terjadi juga pada ulkus dinding
bronchus.Hemoptosis dapat berupa garis merah pada dahak yang berdarah. Batuk
terjadi karena adanya iritas bronkus.4
b) Sesak napas
Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak napas tetapi pada penyakit
yang sudah lanjut terjadi sesak napas akibat infiltrasi sudah meliputi setengah bagian
paru-paru.4
c) Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis akibat gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik atau melepaskan napasnya.4
d) Sering terserang flu
Gejala batuk-batuk lama kadang disertai pilek sering terjadi karena daya tahan
tubuh pasien yang rendah sehingga mudah terserang infeksi virus seperti influenza.4
2. Gejala Sistemik, meliputi :
a) Demam
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza, tetapi kadang-kadang panas
dapat mencapai 40-410C.Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali.Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam
seperti influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan
demam. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat
ringannya infeksi kuman TB yang masuk.4
16
b) Malaise
Penyakit TB bersifat radang yang menahun.Gejala malaise sering ditemukan
berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat
malam, dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul
secara tidak teratur.4
c) Berat badan turun
Biasanya pasien tidak merasakan berat badannya turun. Sebaiknya kita tanyakan
berat badan sekarang dan beberapa waktu sebelum pasien sakit.4
H. Diagnosis tuberkulosis
Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan terdapatnya paling sedikit satu spesimen
konirmasi M.tuberculosis atau sesuai dengan gambaran histologi TB atau bukti klinis
sesuaiTB.1
WHO merekomendasi pemeriksaan uji resistensi rifampisin dan/atau isoniazid
terhadap kelompok pasien berikut ini pada saat mulai pengobatan:1
a) Semua pasien dengan riwayat OAT TB resisten obat banyak didapatkan pada
pasien dengan riwayat gagal terapi.
b) Semua pasien dengan HIV yang didiagnosis TB aktif khususnya mereka yang
tinggal di daerah dengan prevalensi sedang atau tinggi TB resisten obat.
c) Pasien denganTB aktif setelah terpajan dengan pasien TB resisten obat.
d) Semua pasien baru di daerah dengan kasus TB resisten oba tprimer >3%. WHO
juga merekomendasi uji resistensi obat selama pengobatan berlangsung pada
situasi berikut ini:1
Pasien baru atau riwayat OAT dengan apusan dahak BTA tetap positif pada akhir
fase intensif maka sebaiknya melakukan apusan dahak BTA pada bulan
berikutnya. Jika hasil apusan BTA tersebut masih positif maka biakan M.
Tuberculosis dan uji resistensi obat atau pemeriksaan XpertMTB/RIF harus
dilakukan.
17
1) Metode konvensional uji resistensi obat
WHO mendukung penggunaan metode biakan media cair dan identifikasi M.
tuberculosis cara cepat dibandingkan media padat saja. Metode cair lebih sensitif
mendeteksi mikobakterium dan meningkatkan penemuan kasus sebesar 10%
dibandingkan media padat di samping lebih cepat memperoleh hasil sekitar 10 hari
dibandingkan 28-42 hari dengan media padat.1
2) Metode cepat uji resistensi obat (uji diagnostik molekular cepat)
Xpert assay dapat mengidentifikasi M. tuberculosis dan mendeteksi resisten
rifampisin dari dahak yang diperoleh dalam beberapa jam. Akan tetapi konfirmasi TB
resisten obat dengan uji kepekaan obat konvensional masih digunakan sebagai baku
emas (gold standard). Penggunaan Xpert MTB/RIF tidak menyingkirkan kebutuhan
metode biakan dan uji resistensi obat konvensional yang penting untuk menegakkan
diagnosis definitif TB pada pasien dengan apusan BTA negatif dan uji resistensi obat
untuk menentukan kepekaan OAT lainnya selain rifampisin.1
18
Gambar 1. Alur Diagnosis TB dan TB resisten Obat di Indonesia
Keterangan alur:3
Prinsip penegakan diagnosis TB:
a) Diagnosis TB Paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan
pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah
pemeriksaan mikroskopis, tes cepat molekuler TB dan biakan.
19
b) Pemeriksaan TCM digunakan untuk penegakan diagnosis TB, sedangkan
pemantauan kemajuan pengobatan tetap dilakukan dengan pemeriksaan
mikroskopis.
c) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks
saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik pada TB paru,
sehingga dapat menyebabkan terjadi overdiagnosis ataupun underdiagnosis.
d) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan serologis.
20
5) Pasien dengan hasil Mtb Resistan Rifampisin tetapi bukan berasal dari kriteria
terduga TB RO harus dilakukan pemeriksaan TCM ulang. Jika terdapat perbedaan
hasil, maka hasil pemeriksaan TCM yang terakhir yang menjadi acuan tindakan
selanjutnya.
6) Jika hasil TCM indeterminate, lakukan pemeriksaan TCM ulang. Jika hasil tetap
sama, berikan pengobatan TB Lini 1, lakukan biakan dan uji kepekaan.
7) Pengobatan standar TB MDR segera diberikan kepada semua pasien TB RR,
tanpa menunggu hasil pemeriksaan uji kepekaan OAT lini 1 dan lini 2 keluar. Jika
hasil resistensi menunjukkan MDR, lanjutkan pengobatan TB MDR. Bila ada
tambahan resistensi terhadap OAT lainnya, pengobatan harus disesuaikan dengan
hasil uji kepekaan OAT.
8) Pemeriksaan uji kepekaan menggunakan metode LPA (Line Probe Assay) Lini-2
atau dengan metode konvensional
9) Pengobatan TB pre XDR/ TB XDR menggunakan paduan standar TB pre XDR
atau TB XDR atau menggunakan paduan obat baru.
10) Pasien dengan hasil TCM M.tb negatif, lakukan pemeriksaan foto toraks. Jika
gambaran foto toraks mendukung TB dan atas pertimbangan dokter, pasien dapat
didiagnosis sebagai pasien TB terkonfirmasi klinis. Jika gambaran foto toraks
tidak mendukung TB kemungkinan bukan TB, dicari kemungkinan penyebab
lain.
Faskes yang tidak mempunyai Alat Tes Cepat Molukuler (TCM) TB3
1) Faskes yang tidak mempunyai alat TCM dan kesulitan mengakses TCM,
penegakan diagnosis TB tetap menggunakan mikroskop.
2) Jumlah contoh uji dahak untuk pemeriksaan mikroskop sebanyak 2 (dua) dengan
kualitas yang bagus. Contoh uji dapat berasal dari dahak Sewaktu-Sewaktu atau
Sewaktu-Pagi.
3) BTA (+) adalah jika salah satu atau kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil
pemeriksaan BTA positif. Pasien yang menunjukkan hasil BTA (+) pada
21
pemeriksaan dahak pertama, pasien dapat segera ditegakkan sebagai pasien
dengan BTA (+).
4) BTA (-) adalah jika kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil BTA negatif.
Apabila pemeriksaan secara mikroskopis hasilnya negatif, maka penegakan
diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis
dan penunjang (setidak-tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan
ditetapkan oleh dokter.
5) Apabila pemeriksaan secara mikroskopis hasilnya negatif dan tidak memilki akses
rujukan (radiologi/TCM/biakan) maka dilakukan pemberian terapi antibiotika
spektrum luas (Non OAT dan Non kuinolon) terlebih dahulu selama 1-2 minggu.
Jika tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian antibiotik, pasien perlu dikaji
faktor risiko TB. Pasien dengan faktor risiko TB tinggi maka pasien dapat
didiagnosis sebagai TB Klinis. Faktor risiko TB yang dimaksud antara lain:
23
Panduan OAT di Indonesia :
- Kategori I : 2HRZE/4H3R3
- Kategori II : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
- Kategori III : 2HRZ/4H3R3
- Obat sisipan : HRZE
1) Obat kategori I ditujukan untuk :
- Penderita baru TB paru BTA (+)
- Penderita TB paru BTA (-), Ro (+) ringan/berat
- TB ekstraparu ringan/berat
2) Obat kategori II ditujukan untuk :
- Penderita TB BTA (+) kambuh
- Penderita TB BTA (+) gagal
- Penderita drop out
3) Obat kategori III ditujukan untuk :
- Penderita TB paru BTA (-), Ro (+) sakit ringan
- Penderita TB ekstraparu (limfadenitis TB, pleuritis eksudativa unilateral, TB kutis,
TB tulang, sendi dan kelenjar adrenal)
4) Obat sisipan digunakan untuk penderita yang bila pada akhir tahap intensif dari
pengobatan kategori I atau II hasil pemeriksaan BTA (+).
Fixed Dose Combination (FDC)
4 FDC : 75 mg INH + 150 mg Rifampisin + 400 mg pirazinamid + 275 mg etambutol
2 FDC : 150 mg INH + 150 mg Rifampisin
24
Tabel 3.Dosis untuk kategori I
25
Tabel 5.Efek samping OAT
26
Tabel 6.Evaluasi Pasien TB
27
Paduan 2 RHZE/6HE didapatkan lebih banyak menyebabkan kasus kambuh
dan kematian dibandingkan paduan 2RHZE/4RH. Berdasarkan hasil penelitian
metaanalisis ini maka WHO merekomendasikan paduan 2RHZE/4RH.1.12
Pasien yang menerima OAT tiga kali seminggu memiliki angka resistensi
obat yang lebih tinggi dibandingkan dengan menerima pengobatan harian.Oleh
sebab itu WHO merekomendasikan pengobatan dengan paduan harian sepanjang
periode pengobatan OAT (2RHZE/4RH) pada pasien dengan TB paru kasus baru
dengan alternatif paduan 2 RHZE/4R3H3 yang harus disertai pengawasan ketat
secara langsung oleh pengawas menelan obat (PMO).Obat program yang berasal
dari pemerintah Indonesia memilih menggunakan paduan 2RHZE/4R3H3 dengan
pengawasan ketat secara langsung oleh PMO. Paduan obat standar untuk pasien
dengan riwayat OAT sebelumnya.1.12
Global Plan to Stop TB 2006-2015 mencanangkan target untuk semua pasien
dengan riwayat pengobatan OAT harus diperiksa uji resistensi OAT pada awal
pengobatan. Uji resistensi obat dilakukan sedikitnya untuk isoniazid dan rifampisin
dan tujuannya adalah mengidentifikasi TB resisten obat sedini mungkin sehingga
dapat diberikan pengobatan yang tepat.1
Jenis pengobatan OAT ulang bergantung pada kapasitas laboratorium daerah
setempat. Bila terdapat laboratorium yang dapat melakukan uji resistensi obat
berdasarkan uji molekular cepat dan mendapatkan hasil dalam 1-2 hari maka hasil ini
digunakan untuk menentukan paduan OAT pasien. Bila laboratorium hanya dapat
melakukan uji resistensi obat konvensional dengan media cair atau padat dan
mendapatkan hasil dalam beberapa minggu atau bulan maka daerah tersebut
sebaiknya menggunakan paduan empiris sambil menunggu hasil uji resistensi obat.1
Pasien dengan kasus seperti ini dapat menerima kembali paduan OAT lini
pertama (2RHZES/1RHZE/5RHE). Perlu dicatat bahwa pengobatan ulang dengan
paduan OAT lini pertama ini tidak didukung oleh bukti uji klinis. Metode ini
didesain untuk digunakan pada daerah dengan prevalens rendah TB resisten obat
28
primer dan bagi pasien yang sebelumnya diobati dengan paduan yang mengandung
rifampisin pada fase 2 bulan pertama.1
29
f) Pasien memiliki M.tuberculosis resisten obat yang tidak memberikan respons
terhadap terapi OAT lini pertama;
g) Bakteri mati yang terlihat oleh mikroskop.
Foto toraks untuk memantau respons pengobatan tidak diperlukan, tidak dapat
diandalkan.
30
3) Menilai respons OAT lini pertama pada pasien TB dengan riwayat pengobatan
sebelumnya
Pada pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya bila spesimen yang
diperoleh pada akhir fase intensif (bulan ketiga) adalah BTA positif, maka biakan
dahak dan uji resistensi obat sebaiknya dilakukan.1
Bila apusan dahak BTA positif pada akhir fase intensif maka sebaiknya
dilakukan kembali apusan dahak BTA padaa khir bulan kelima dan akhir pengobatan
(bulan kedelapan). Bila hasil apusan dahak bulan kelima tetap positif maka
pegobatan dinyatakan gagal. Bila laboratorium yang tersedia sudah memiliki
kapasitas yang cukup maka biakan dahak dan uji resistensi obat dilakukan pada awal
pengobatan dan bila hasil apusan dahak BTA positif saat pengobatan.1
Semua kasus TB dengan konfirmasi bakteriologis dan klinis harus
ditempatkan dalam kelompok hasil pengobatan kecuali TB resisten rifampisin (TB-
RR) atau TB resisten obat ganda, yang ditempatkan dalam kelompok paduan obat
lini kedua.1
31
Tabel 7. Pengobatan pasien TB dengan riwayat putus obat (perjalanan pengobatan tidak
dapat dilacak)
32
mencegah efek samping induksi obat. Neuropati perifer seperti kebas atau rasa seperti
terbakar pada tangan atau kaki sering terjadi pada perempuan hamil, infeksi HIV,
penyalahgunaan alkohol, malnutrisi, diabetes, penyakit hati kronik, gagal ginjal.2
Pada pasien seperti ini sebaiknya diberikan pengobatan pencegahan dengan
piridoksin 25 mg/ hari bersama dengan OAT.1.13
Efek tidak diinginkan OAT dapat diklasifikasikan mayor dan minor. Pasien
yang mengalami efek samping OAT minor sebaiknya melanjutkan pengobatan dan
diberikan terapi simptomatik. Pada pasien yang mengalami efek samping mayor
maka paduan OAT atau OAT penyebab sebaiknya dihentikan pemberiannya.1.13
33
Tabel 8.Pendekatan berdasarkan gejala untuk mengobati efek tidak diinginkan OAT
34
6) Pengawasan dan ketaatan pasien dalam pengobatan OAT
Ketaatan pasien pada pengobatan TB sangat penting untuk mencapai
kesembuhan, mencegah penularan dan menghindari kasus resisten obat. Pada “Stop
TB Strategy” mengawasi dan mendukung pasien untuk minum OAT merupakan
landasan DOTS dan membantu mencapai target keberhasilan pengobatan 85%.
Kesembuhan pasien dapat dicapai hanya bila pasien dan petugas pelayanan
kesehatan berkerjasama dengan baik dan didukung oleh penyedia jasa kesehatan dan
masyarakat.1
Pengobatan dengan pengawasan membantu pasien untuk minum OAT secara
teratur dan lengkap. Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) merupakan
metode pengawasan yang direkomendasikan oleh WHO dan merupakan paket
pendukung yang dapat menjawab kebutuhan pasien. Pengawas menelan obat (PMO)
harus mengamati setiap asupan obat bahwa OAT yang ditelan oleh pasien adalah
tepat obat, tepat dosis dan tepat interval, disamping itu PMO sebaiknya adalah orang
telah dilatih, yang dapat diterima baik dan dipilih bersama dengan pasien.
Pengawasan dan komunikasi antara pasien dan petugas kesehatan akan memberikan
kesempatan lebih banyak untuk edukasi, identifikasi dan solusi masalah-masalah
selama pengobatan TB. Directly Observed Treatment Short Course sebaiknya
diterapkans ecara fleksibel dengan adaptasi terhadap keadaan sehingga nyaman bagi
pasien.1
35
Formulir yang digunakan dalam pencatatan TB di fasilitas pelayanan
kesehatan yang meliputi puskesmas, rumah sakit, balai pengobatan penyakit paru,
klinik dan dokter praktek swasta, dll. adalah:1
a) Daftar tersangka pasien (suspek) yang diperiksa dahak SPS (TB.06)
b) Formulir permohonan laboratoriumTB untuk pemeriksaan dahak (TB.05)
c) Kartu pengobatan pasienTB (TB.01)
d) Kartu identitas pasienTB (TB.02)
e) RegisterTBsaranapelayanankesehatan(TB.03saranapelayanankesehatan)
f) Formulir rujukan/pindah pasien (TB.09)
g) Formulir hasil akhir pengobatan dari pasienTB pindahan (TB.10)
h) Register LaboratoriumTB (TB.04)
J. Komplikasi
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas:4
a) Komplikasi dini: pleuritid, efusi pleura, empyema, laryngitis, TB usus, Poncet’’s
arthropaty.
b) Komplikasi lanjut: obstruksi jalan nafas (sindrom obstruksi pasca TB), kerusakan
parenkim berat (fibrosis paru), kor-pulmonal, amyloidosis paru, sindrom gagal
nafas dewasa (ARDS), TB milier, jamur paru (aspergillosis) dan kavitas.
K. Prognosis
Menurut Gryzbowski (1976) menyimpulkan bahwa prognosis penderita TB paru
baru, yang tidak menerima pengobatan spesifik adalah sebagai beribut :4
25% akan meninggal 18 bulan
50% akan meninggal dalam 5 tahun
8-12,5% akan menjadi sumber penularan. Kedua kelompok diatas juga akan
menjadi sumber penularan.
36
Bila diberikan pengobatan yang spesifik sesuai dosis pemberian maka hampir
semua penderita TB dapat disembuhkan, meskipun ada beberapa kasus akan kambuh.
Sebagian sudah berhasil dibunuh walaupun masih ada tersisa atau sedang tidur.4
Yang perlu diperhatikan bahwa pengobatan yang spesifik hanya bekerja membunuh
TB. Kelainan paru yang sudah ada pada saat pengbatan spesifik dimulai tampak
proses fibrotik, kavitas tak akan hilang. Maka perlu pengobatan terapi spesifik
sebagaimana mestinya sedini mungkin, sebelum terjadi kerusakan paru yang bersifat
tidak dapat sembuh kembali.4
L. Pencegahan
Pencegahan pada anak agar tidak terjadi infeksi basil tuberkulosis pada anak,
mencegah kontak antara penderita TB yang menular dan sebagai perlindungan bagi
anak terhadap TB primer serta komplikasi-komplikasinya.4
Harus diperhatikan tuberkulosis sulit diberantas dan harus diperhatikan
apakah ada hubungan dengan keluarga yang masih erat.Pada orang dewasa system
imunitas selular memegang peranan sangat penting untuk menentukan anak tersebut
menderita TB atau tidak setelah mendapat infeksi.Karena itu gizi mempunyai peranan
penting seperti protein dan Fe yang cukup. Untuk menghindari factor-faktor lain yang
dapat menurunkan system imun selular.4
Sedangkan pencegahan pada orang dewasa mempertahankan system imunitas
selular dalam keadaan optimal, untuk menghindari factor-faktor yang
melemahkan.Bagi penderita dengan resiko tinggi TB (seperti diabetes melitus,
morbus Hansen, orang yang mendapat pengobatan rutin dengan kortikosteroid,
penderita AIDS, dll) pemberian profiklaksis INH dapat
dipertimbangkan.Padapenderita yang belum sempat mendapat pengobatan, pemberian
profilaksis perlu demi mencegah kekambuhan di kemudian hari. Untuk profilaksis
dapat diberikan INH dengan dosis 300-400 mg/hari selama 12 bulan.4
37
Diperlukan kerjasama institusi kesehatan dengan lintas sektoral untuk
meningkatkan keteraturan dan lama berobat penderita sehingga mencegah
penyebaran TB yang resisten OAT.4
2. Tuberkulosis MDR
A. Definisi
Multidrug Resistance Tuberculosis(TB MDR) adalah salah satu jenis resistensi
bakteri TB terhadap minimal dua obat anti TB lini pertama, yaituisoniazid dan
rifampisin yang merupakan dua obat TB yang paling efektif.2.5.6.7.8.10
B. Epidemiologi
Prevalensi resistensi OAT terdiri dari 4,1% kasus baru dan 19% kasus
sebelumnya di Dunia dengan estimasi TB MDR/RR.8
Pada tahun 2016 estimasi 600.000 kasus baru MDR/RR-TB global. Kasus TB
MDR/RR 240.000 kematian pada tahun 2016. Kasus paling banyak di Asia. Kasus
TB MDR 6,2% dengan tambahan resistensi obat, TB-XDR.8
Insiden kasus TB MDR di tahun 2016 sebanyak 490.000 (dengan lainnya
110.000 kasus TB resisten rifampisin dengan pengobatan lini kedua.Insiden kasus TB
MDR/RR di tahun 2016 sebanyak 153.000.Pasien mulai pengobatan TB MDR
130.000. Sukses pengobatan pada TB MDR/RR yang mulai pengobatan pada tahun
2014 sebanyak 54%.8
Proporsi kasus TB dengan resistensi obat sebanyak 3,7% dari pasien TB baru
di Dunia dengan TB MDR.8
Pada tahun 2013 WHO memperkirakan di Indonesia terdapat 6.800 kasus TB
dengan Multi Drug Resistance (TB MDR) setiap tahun. Diperkirakan 2% dari kasus
TB baru dan 12% dari kasus TB pengobatan ulang merupakan kasus TB MDR.
Diperkirakan pula lebih dari 55% pasien MDR TB belum terdiagnosis atau mendapat
pengobatan dengan baik dan benar.9
38
Sumber: PUSADATIN, 2015
Gambar 2. Penemuan kasus TB RR/ TB MDR, Indonesia tahun 2009-2014
39
C. Faktor penyebab resistensi obat TB
Beberapa penyebab utama resistensi obat TB di Indonesia telah diidentifikasi,
antara lain:5
1) Implementasi DOTS rumah sakit dn fasilitas pelayanan kesehatan lain yang masih
rendah kualitasnya
2) Peningkatan ko-infeksi TB-HIV
3) Sistem surveilans yang lemah
4) Penanganan kasus TB resisten obat yang belum memadai
D. Klasifikasi
Resistensi kuman M.tuberculosis terhadap OAT adalah keadaan dimana kuman
sudah tidak dapat lagi dibunuh dengan OAT.3
Terdapat 5 kategori resistensi terhadap obat anti TB, yaitu:3.8
a) Monoresisten: resistensi terhadap salah satu OAT lini pertama, misalnya isoniazid
(H)
b) Poliresisten: resistensi terhadap lebih dari satu OAT lini, selain kombinasi
isoniazid(H) dan rifampisin (R), misalnya resistan isoniazid dan etambutol (HE),
rifampisin etambutol (RE), isoniazid etambutol dan streptomisin (HES),
rifampisin etambutol dan streptomisin(RES).
c) Resisten obat ganda atau dikenal dengan multidrug-resistance tuberculosis
(MDR- TB): resistan terhadap isoniazid dan rifampisin, dengan atau tanpa OAT
lini pertama yang lain, misalnya resistan HR, HRE, HRES.
d) Resisten berbagai OAT/extensively drug-resistance tuberculosis (XDR-TB):
adalah TB MDR disertai resisten terhadap salah satu obat golongan
fuorokuinolon dan salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin,
kanamisin dan amikasin).
40
e) TB resisten rifampisin: resisten terhadap rifampisin (monoresisten, poliresisten,
TB MDR, TB XDR)yang terdeteksi menggunakan metode fenotip dan genotip
dengan atau tanpa resisten terhadap OAT lain.
f) Resisten OAT total/totally drug-resistant tuberculosis (TDR-TB): TB resisten
dengan semua OAT lini I dan lini II.
Pasien TB resisten obat ganda diobati dengan OAT lini kedua atau obat
cadangan. Obat lini kedua ini tidak seefektif OAT lini pertama dan menyebabkan
lebih banyak efek samping.1.3
Kriteria suspek TB resisten obat berdasarkan Program Nasional adalah:1.3
a) Kasus kronik atau pasien gagal pengobatan dengan OAT kategori II,
b) Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah bulan ketiga dengan
OAT kategori II,
c) Pasien yang pernah diobati TB secara substandar di fasyankes tanpa DOTS,
termasuk penggunaan OAT lini kedua seperti kuinolon dan kanamisin,
d) Pasien gagal pengobatan dengan OAT kategori I,
e) Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan dengan OAT
kategori I,
f) Kasus TB kambuh,
g) Pasien yang kembali setelah lalai pada pengobatan kategori I dan/atau kategori
II,
h) Pasien suspek TB dengan keluhan yang tinggal dekat pasien TB resisten obat
ganda konirmasi termasuk petugas kesehatan yang bertugas di bangsal TB
resisten obat ganda,
i) Pasien koinfeksi TB-HIV, yang tidak memberikan respons klinis terhadap
pengobatan TB dengan OAT lini pertama.
41
Kasifikasi pasien TB MDR mengikuti klasifikasi baku untuk pasien TB, yaitu:1.3
a) Klasifikasi berdasarkan lokasi penyakit:1.3
- Paru
Apabila kelainan ada di dalam parenkim paru.
- Ekstra Paru
Apabila kelainan ada pada organ di luar parenkim paru dibuktikan dengan
hasil pemeriksaan bakteriologis resistan obat untuk sampel pemeriksaan yang
diambil diluar parenkim paru.
b) Pasien TB MDR diregistrasi sesuai dengan klasifikasi pasien berdasar riwayat
pengobatan sebelumnya.
42
Tabel 9.Definisi kasus TB tersebut diatas mengacu kepada Buku Pedoman Nasional
Pengendalian TB tahun 20111.3
a. Pasien baru Pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau pernah diobati dengan menggunakan OAT
kurang dari 1 bulan
b. Pengobatan Pasien yang mendapatkan pengobatan ulang karena:
ulang a. kasus gagal pengobatan yaitu pasien yang hasil
pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan. Hal itu ditunjang dengan rekam medis
dan atau riwayat pengobatan TB sebelumnya
b. kasus kambuh (relaps) yaitu pasien TB yang
sbelumnya pernah mendapatkan pengobatan TB dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan hasil pemeriksaan dahak
mikroskopik dan biakan positif.
c. Pasien kembali setelah loss yo follow-up (lalai
berobat/default) yaitu pasien yang kembali berobat
setelah loss to follow up/berhenti berobat paling
sedikit 2 bulan dengan pengobatan kategori 1 atau 2
serta hasil pemeriksaan dahak menunjukkan BTA
positif.
d. Tidak diketahui yaitu pasien yang telah mendapatkan
pengobatan TB lebih dari 1 bulan tetapi hasil
pengobatannya tidak diketahui atau tidak
tercatat/terdokumentasi
c. Lain-lain Pasien TB yang dirawat pengobatan sebelumnya tidak
jelas atau tidak dapat dipastikan
43
Diagnosis TB resisten obat ganda dipastikan berdasarkan hasil uji resistensi
dari laboratorium dengan jaminan mutu eksternal. Semua suspek TB resisten obat
ganda diperiksa dahaknya untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan biakan dan uji
resistensi. Jika hasil uji kepekaaan terdapat M.tuberculosis yang resisten minimal
terhadap rifampisin dan isoniazid maka dapat ditegakkan diagnosis TB resisten obat
ganda.1.3
E. Penegakan Diagnosis
a. Strategi Diagnosis TB MDR
Pemeriksaan laboratorium untuk uji kepekaan M.tuberculosis dilakukan dengan
metode standar yang tersedia di Indonesia:3.12
a) Metode konvensional
Menggunakan media padat (LowensteinJensen/LJ) atau media cair(MGIT).
b) Tes Cepat (Rapid Test)
Saat ini dibatasi menggunakan metode yang sudah mendapat persetujuan dari
WHO(WRD:WHO approved Rapid Diagnostic methods) yaitu metode Hain
test(Genotype MTBDR Plus) dan XpertMTB/RIFtest.3.12
Pemeriksaan uji kepekaan M.tuberculosis yang dilaksanakan adalah
pemeriksaan untuk obat lini pertama dan lini kedua.
b. Prosedur dasar diagnostik untuk suspek TBMDR3
a) Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan M.tuberculosis untuk OAT lini kedua
bersamaan dengan OAT lini pertama3
1) Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB dengan menggunakan
OAT lini kedua minimal selama 1 bulan (kuinolon dan obat injeksi lini kedua)
2) Suspek TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan kasus TB XDR
konfirmasi.
3) Pemeriksaan uji kepekaan M.tuberculosis untuk OAT lini kedua atas indikasi
khusus:
44
4) Setiap pasien yang hasil biakan tetap positif pada atau setelah bulan keempat
pengobatan menggunakan paduan obat standar yang digunakan pada
pengobatan TBMDR.
5) Pasien yang mengalami reversi biakan (menjadi positif kembali) pada fase
awal atau fase lanjutan.
Secara global telah disepakati bahwa semua pasien yang sudah terkonfirmasi TB
MDR direkomendasikan untuk menjalani pemeriksaan uji kepekaan untuk lini kedua.
Tetapi mengingat keterbatasan kapasitas laboratorium saat ini maka untuk sementara
kebijakan tersebut belum bisa diterapkan sepenuhnya di Indonesia, sebagai gantinya
Program Nasional setiap tahun akan melaksanakan uji sampling secara acak bagi
pasien yang sudah terkonfirmasi TBMDR untuk diperiksa dengan uji kepekaan OAT
lini kedua. Hal ini akan dilaksanakan sampai tersedianya pemeriksaan uji kepekaan
OAT lini kedua secara rutin.3
Sambil menunggu hasil uji kepekaan M.tuberculosis dilaboratorium rujukan TB
MDR maka suspek TB MDR akan diobati dengan pengobatan standar TBMDR bila
hasil tes cepat menunjukkan hasil M.tuberculosis positif dan resistan terhadap
rifampisin.3
45
Pemeriksaan laboratorium
Semua fasyankes yang terlibat dalam pelaksanaan Manajemen Terpadu
Pengendalian TB Resistan Obat akan merujuk semua suspek TB MDR keRS Rujukan
TB MDR untuk selanjutnya akan dirujuk ke laboratorium rujukan yang diaturoleh
Kementerian Kesehatan RI.3.11
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:3.11
a. Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis BTA dengan pewarnaan Ziehl Neelsen yang
untuk:3.11
- Pemeriksaan pendahuluan pada suspek TB MDR yang dilanjutkan denganbiakan
dan uji kepekaan M.tuberculosis.
- Pemeriksaan dahak lanjutan (follow-up) dalam waktu-waktu tertentu selama masa
pengobatan diikuti dengan pemeriksaan biakan untuk memastikan bahwa
M.tuberculosis sudah tidak adalagi.
b. Biakan M.Tuberculosis
Biakan M.tuberculosis dapat dilakukan pada media padat maupun media cair.
Masing-masing metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Biakan menggunakan media padat relatif lebih murah dibanding media cair tetapi
memerlukan waktu yang lebih lama yaitu 3-8 minggu. Sebaliknya bila menggunakan
media cair hasil biakan sudah dapat diketahui dalam waktu 1-2 minggu tetapi
memerlukan biaya yang lebih mahal.3.11
Hasil pemeriksaan biakan dengan media padat dicatat sesuai dengan
pertumbuhan koloni mengikuti standar nasional sebagai berikut.
46
Tabel 10.Hasil biakan
Pembacaan Pencatatan
Pertumbuhan merata pada seluruh +++
permukaan media
>100 koloni ++
20–100 koloni +
1–19 koloni Jumlah koloni
Tidak ada pertumbuhan Negatif
47
Saat ini pemeriksaan uji kepekaan M.tuberculosis secara cepat (rapid test)
sudah direkomendasikan oleh WHO untuk digunakan sebagai penapisan. Metode
yang tersedia adalah:3.11
1) Line probeassay(LPA)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari M. Tuberculosis
yang resistan terhadap rifampisin (R) ternyata juga resistan terhadap isoniazid (H)
sehingga tergolong TB-MDR. Hasil pemeriksaan dapat diperoleh dalam waktu
kurang lebih 24-48 jam tergantung ketersediaan sarana dan sumber daya yang
ada.3.11
2) GeneXpert
Merupakan tesamplifikasi asam nukleat secara otomatis sebagai sarana deteksi
TB dan uji kepekaan untuk rifampisin.3.11
Hasil pemeriksaan dapat diketahui dalam waktu kurang lebih 2 jam.3.11
G. Pengobatan
A. Strategi pengobatan pasien TB MDR
Pada dasarnya strategi pengobatan pasien TB MDR mengacu kepada strategi
DOTS.3
a. Semua pasien yang sudah terbukti sebagai TB MDR ataupun resisten R
berdasarkan pemeriksaan uji kepekaan M. tuberculosis secara cepat (yang
dilakukan pada suspek TB MDR) dipastikan dapat mengakses pengobatan TB
MDR yang baku dan bermutu.
b. Paduan OAT untuk pasien TB MDR adalah paduan standar yang mengandung
OAT lini kedua. Paduan OAT tersebut dapat disesuaikan bila terjadi perubahan
hasil ujikepekaan M.tuberculosis dengan paduan baru yang ditetapkan oleh
TAK.
Bila diagnosis TB MDR telah ditegakkan maka sebelum memulai
pengobatan harus dilakukan persiapan awal. Pada persiapan awal yang dilakukan
48
adalah melakukan pemeriksaan penunjang yang bertujuan untuk mengetahui data
awal berbagai fungsi organ (ginjal, hati dan jantung) dan elektrolit.3
Persiapan sebelum pengobatan dimulai adalah
a) Pemeriksaan fisis:3
1) Anamnesa ulang untuk memastikan kemungkinan terdapatnya riwayat dan
kecenderungan alergi obat tertentu, riwayat penyakit terdahulu seperti
hepatitis, diabetes mellitus, gangguan ginjal, gangguan kejiwaan, kejang,
kesemutan sebagai gejala kelainan saraf tepi (neuropati perifer).
2) Pemeriksaan fisis diagnostic termasuk berat badan, fungsi penglihatan,
pendengaran, tanda-tanda kehamilan. Bila perlu dibandingkan dengan
pemeriksaan sebelumnya saat pasien berstatus sebagai suspek TB MDR.
b) Pemeriksaan kejiwaan
Pastikan kondisi kejiwaan pasien sebelum pengobatan TB MDR dimulai.3
c) Pemeriksaan penunjang3
1) Pemeriksaan darah tepi lengkap (kadar hemoglobin, jumlah leukosit)
2) Pemeriksaan kimia darah:
- Faal ginjal: ureum, kreatinin
- Faal hati: SGOT, SGPT
- Serum kalium
- Asam urat
- Gula darah
- Tes kehamilan
- Foto thoraks
- Tes pendengaran
- Pemeriksaan EKG
- Tes HIV (bil status HIV belum diketahui)
d) PMO untuk pasien TB MDR haruslah seorang petugas kesehatan terlatih.3
49
B. Penetapan pasien TB MDR yang akan diobati
Tabel 11.Kriteria untuk penetapan pasien TB MDR yang akan diobati3
Kriteria Keterangan
Kasus TB MDR Berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan yang
dilakukan oleh laboratorium yang tersertifikasi
menunukkan TB MDR atau pasien yang terbukti TB
MDR atau resisten terhadap rifampisin berdasarkan
pemeriksaan tes cepat (Xpert MTB/RIF)
Pendudukan dengan Dinyatakan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
alamat yang jelas dan
mempunyai akses
serta bersedia untuk
dating setiap hari ke
fasyankes TB MDR
Bersedia menjalani Pasien dan keluarga menandatangani informed consent
pengobatan TB MDR setelah mendapat penjelasan yang cukup dari TAK
dengan
menandatangai
informed consent
50
Tabel12 . Pasien TB MDR dengan kondisi khusus3
Penyakit penyerta yang berat Kondisi berat karena penyakit utama atas
(ginjal, hati, epilepsy dan psikosis) dasar riwayat dan pemerksaan laboratorium
Kelainan fungsi hati Kenaikan SGOT/SGPT > 3 kali nilai normal
atau terbukti menderita penyakit hati kronik
Kelainan fungsi ginjal Kadar kreatinin >2,2 mg/dl
Ibu hamil Anita dalam keadaan hamil
51
namun tidak termasuk obat paduan standar, bila telah terbukti resisten maka
etambutol tidak diberikan.3
Pengobatan TB resisten obat ganda dibagi menjadi dua fase yaitu fase
intensif dan lanjutan. Lama fase intensif paduan standar Indonesia adalah
berdasarkan konversi biakan .Obat suntik diberikan selama fase intensif diteruskan
sekurang-kurangnya 6 bulan atau minimal 4 bulan setelah konversi biakan. Namun
rekomendasi WHO tahun 2011 menyebutkan faseintensif yang direkomendasikan
paling sedikit 8bulan. Pendekatan individual termasuk hasil biakan, apusan dahak
BTA, fototoraks dan keadaan klinis pasien juga dapat membantu memutuskan
menghentikan pemakaian obat suntik. Sedangkan total lamanya pengobatan paduan
standar yang berdasarkan konversi biakan adalah meneruskan pengobatan minimal
18 bulan setelah konversi biakan. Namun WHO tahun 2011 merekomendasikan total
lamanya pengobatan adalah paling sedikit 20 bulan.3
a. OAT untuk pengobatan TB MDR
Pengobatan pasien TB MDR menggunaakan paduan OAT yang terdiri dari OAT
lini pertama dan lini kedua, yang dibagi dalam 5 kelompok berdasar potensi dan
efikasinya, yaitu:3.14
52
Tabel 13. Pengelompokkan OAT3.14
54
Jika moksifloksasin tidak tersedia maka dapat digunakan levofloksasin dengan
dosis tinggi. Pada penggunaan levofloksasin dosis tinggi harus dilakukan
pemantauan ketat terhadap kondisi jantung pasien dan kemungkinan terjadi
tendinitis/ruptur tendon.
8) Jika pada pengobatan TB MDR tidak dapat menggunakan sikloserin makan
penggunaan sikloserin dapat diganti dengan PAS.
9) Jika terbukti resistan terhadap kanamisin dan kuinolon (TBXDR) atau pasien
TBMDR/HIV maka akan memerlukan penatalaksanaan khusus. Pasien yang
berdasarkan uji kepekaan ulangan menunjukkan resistansi tambahan terhadap
kanamisin dan kuinolon maka pengobatan standar MDR dianggap gagal dan
pasien akan memulai pengobatan untuk TB XDR yaitu
Cm- Mfx- Eto- Cs- PAS- Z- (E)/ Mfx- Eto- Cs- PAS- Z- (E)
c. Pemberian Obat
Pada fase awal: obat oral ditelan setiap hari (7 hari dalam 1 minggu), suntikan
diberikan 5 hari dalam seminggu (senin-jumat)
Pada fase lanjutan: obat per oral ditelan selama 6 hari dalam seminggu (hari
minggu pasien tidak minum obat)
Obat suntikan harus diberikan oleh petugas kesehatan.
Pada pengobatan TBMDR dimungkinkan terjadinya pemberian obat dengan
dosis naik bertahap (ramping dose/incremental dose)yang bertujuan untuk
meminimalisasi kejadian efek samping obat. Tanggal pertama pengobatan adalah
haripertama pasien bisa mendapatkan obat dengan dosis penuh.
Pemberian obat oral selama periode pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan
menganut prinsip DOT=Directly Observed Treatment dengan PMO diutamakan
adalah tenaga kesehatan atau kader kesehatan terlatih.
Piridoksin (vit. B6) ditambahkan pada pasien yang mendapat sikloserin
dengan dosis 50 mg untuk setiap 250mg sikloserin.
55
Berdasar sifat farmakokinetiknya pirazinamid, etambutol dan fluoroquinolon
diberikan sebagai dosis tunggal. Sedang kanetionamid, sikloserin dan PAS dapat
diberikan sebagai dosis terbagi untuk mengurangi efek samping jika terjadi efek
samping yang beratatau pada kasus TBMDR/HIV.
Dosis Obat
1) Dosis OAT ditetapkan oleh TAK dan diberikan berdasarkan berat badan pasien.
Penentuan dosis dapat dilihat tabel 14.
2) Obat TB MDR akan disediakan dalam bentuk paket (disiapkan oleh petugas
farmasi RS Rujukan TB MDR untuk 1 bulan mulai dari awal sampai akhir
pengobatan sesuai dosis yang telah dihitung oleh TAK. Jika pasien diobati diRS
Rujukan TB MDR maka paket obat yang sudah disiapkan untuk 1 bulan tersebut
akan disimpan di Unit TB MDR RS RujukanTB MDR.
3) Jika pasien meneruskan pengobatan di RS Sub Rujukan/fasyankes satelit TB
MDR maka paket obat akan diambil oleh petugas farmasi RS Sub
Rujukan/fasyankes satelit TB MDR dari unit farmasi RS RujukanT B MDR
setiap 3 bulan sesuai ketentuan yang berlaku. Pasien tidak diijinkan untuk
menyimpan obat.
4) Perhitungan dosis OAT dapat dilihat pada tabel 14 dibawah ini.
56
Tabel 14. Dosis obat3
OAT Berat Badan (BB)
PAS 8 mg/kg/hari 8 g 8g 9g
58
6) Indikasi perpanjangan pengobatan sampai dengan 24 bulan berdasarkan
terdapatnya kasuskronikdengankerusakanparuyang luas.
Lama pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan paling sedikit 18 bulan setelah
terjadi konversi biakan.3
59
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama :Tn. D
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 48 tahun
Alamat : Dusun II Batui
Pekerjaan : Petani
Pendidikan Terakhir : SMP
Tanggal Masuk RS : 16 Agustus 2018
Tanggal Pemeriksaan : 16 Agustus 2018
Ruangan ` : Dahlia
B. Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk RS dibawa oleh keluarganya dengan keluhan sesak napas sejak
kurang lebih 2 minggu, memberat kemarin dulu, sesak muncul tiba-tiba, sesak
tidak berkurang bila minum obat, disertai batuk berdahak kadang-kadang
muncul dahaknya warna putih tidak ada darah, nyeri dada muncul bila batuk,
nyeri ulu hati, sering keringat malam, penurunan berat badan dalam 3 bulan
terakhir dari 63 kg menjadi 50 kg dan pasien rasa lemas.BAB keras dan BAK
lancar.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien memiliki riwayat masuk RS 2 kali dengan keluhan yang sama
60
Tanggal 6 -24 Juli 2018: diagnosis TB MDR dengan hasil Genexpert MTB
detected low resistence detected.
Tanggal 27 Juli -6 Agustus 2018 dirawat di RSUD Undata Palu
Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus tidaka ada
Riwayat penyakit dalam keluarga:
Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum :
SP : sakit sedang/ composmentis
BB: 40 Kg TB: 171cm IMT: Kg/m2
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 70 x/menit
Pernapasan : 36 x/menit
Suhu : 36,2oC
Kepala :
Bentuk :Normocephal
Rambut :Warna hitam, tidak mudah dicabut
Mata :Konjungtiva anemis (-/-), skleraikterik (-/-), isokor (+/+),
Hidung : Rhinorrhea (-/-)
Telinga :Otorrhea (-/-)
Mulut :Bibir sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), stomatitis (-)
Leher :
Kelenjar GB : pembesaran (-)
Tiroid : pembesaran (-)
JVP : tidak dilakukan pemeriksaan
Massa lain : tidak didapatkan
61
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : bentuk dada kiri dan kanan simetris, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : krepitasi (-), vocal fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Rhonki (+/+), Wh (-/-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicula sinistra
Perkusi :
Batas Atas : SIC II linea parasternal dextra et sinistra
Batas Kanan : SIC IV linea parasternal dextra
Batas Kiri : SIC IV linea midclavicular sinistra
Auskultasi : BJ S1 dan S2 murni regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : perut tampak datar
Auskultasi : peristaltic (+) kesan normal
Perkusi : tympani (+)
Palpasi : Nyeri tekan region epigasterium (+)
Anggota Gerak :
Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), tidak ada hambatan gerak
Batas :Akral hangat (+/+), edema (-/-),tidak ada hambatan gerak
62
D. Hasil Pemeriksaan Penunjang
DARAHLENGKAP NILAIRUJUKAN
(16Agustus 2018)
WBC 6,3 x 103/mm3 4,0 – 10.0
RBC 3,80 x 106/uL 4,5 – 6,5
HGB 12,3 g/dL 13-17
HCT 37,1 % 40– 54
MCV 98 um3 80-100
MCH 32,5 27 – 32
MCHC 33,2 g/dL 32 – 36
RDWsd 58 um3 39-52
PLT 223x 103/mm3 150 -500
Eusinofil 0,75 0-0,5
63
Radiologi :
Foto thoraks tanggal 14/7/2018
Foto thoraks AP :
Kesan :
Bronchopneumonia ec.KP Duplex
Batas cor normal
Segmen tulang intak
E. Resume
Pasien laki-laki usia 48 tahun dibawa ke rumah sakit dengan keluhan dispneu
sejak kurang lebih 2 minggu, batuk berdahak kadang-kadang muncul dahaknya warna
putih, angina muncul bila batuk, nyeri epigastrium, nausea, malaise, keringat malam
64
(+), penurunan berat badan dalam 3 bulan terakhir dari 63 kg menjadi 50 kg. Defekasi
keras dan miksi lancar.Riwayat TB MDR (+) minum obat 7 macam dan 1
suntikan.Dari pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 100/60 mmHg, nadi
70 x/menit, pernapasan 36 x/menit dan suhu 36,2 0C. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan adanya rhonki +/+ pada auskultasi di seluruh lapang paru. Pada
pemeriksaan laboratorium RBC 3,80 106/mm3, HGB 12,3 mg/dl, HCT 37,1%, MCH
32,5 pg, RDWsd 58 um3, eosinofil 0,75. Pemeriksaan serum glukosa 134 mg/dl.
F. Diagnosis Kerja
TB MDR
G. Diagnosis Banding
Bronkitis
Pneumonia
H. Penatalaksanaan
- O2 2 lpm
- IVFD RL 20 tpm
- Injeksi omeprazole vial 1/12 jam/IV
- Sucralfat syr 3x2 cth
- OAT
I. Anjuran Pemeriksaan
Pemeriksaan SGOT dan SGPT
J. Prognosis
a. Qua ad vitam: dubia ad bonam
b. Qua ad sonationem: dubia ad bonam
65
Follow Up hari 1
66
Follow Up Hari ke 2
67
Follow Up Hari ke 3
68
Follow Up Hari ke 4
69
Follow Up Hari ke 5
70
Follow Up Hari ke 6
71
Follow Up Hari ke 7
72
Follow Up Hari ke 8
73
Follow Up Hari ke 9
74
Follow Up Hari ke 10
75
Follow Up Hari ke 11
76
Follow Up Hari ke 12
77
Follow Up Hari ke 14
78
Follow Up Hari ke 15
79
Follow Up Hari ke 16
80
Follow Up Hari ke 17
81
Follow Up Hari ke 18
R. Dahlia ( 02 September2018)
S O A P
Lemas - KU:sakitsedang TB MDR dan - IVFD RL 20 tpm
- Kesadaran: composmentis gangguan - Omeprazole 20
- Tanda vital fungsi hati mg 2x1
TD:90/60mmHg - Sucralfat syr 3x2
N:76x/menit cth
R:20x/menit - Hepa Q 3x1
S:36,5 C - Farbion
- PemeriksaanFisik: ampul/drips
Mata:konjungtiva anemis -
/-, sclera ikterus-/-, pupil
isokor (+/+)
Thoraks:
Paru-paru:
Auskultasi:Rh+/+,Wh-/-
Jantung: normal
Abdomen:normal
Ekstremitas: akral hangat
ekstremitas superior &
inferior (+/+), edema(-/-)
82
Follow Up Hari ke 19
83
BAB IV
PEMBAHASAN
Hasil laboratorium WBC 6,3 x 103/mm3, RBC 3,80 x 106/uL, HGB 12,3 g/dL,
HCT 37,1 %, PLT 223x 103/mm, glukosa 134 mg/dl, urea 27,6 mg/dl, creatinin 1,26
mg/dl. Hasil foto thoraks didapatkan kesan bronchopneumonia ec. KP duplex. Hasil
genexpert didapatkan hasil MTB detected low, rifampicin resistance detected.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
maka diagnosisnya adalah penyakit TB multi drug resistance.
Tuberkulosis adalahpenyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis (kadang-kadang disebabkan oleh M. bovis dan
africanum), yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru dengan cara
penularan melalui udara.1.2.7.8
84
Multidrug Resistance Tuberculosis (TB MDR) adalah salah satu jenis
resistensi bakteri TB terhadap minimal dua obat anti TB lini pertama, yaitu isoniazid
dan rifampisin yang merupakan dua obat TB yang paling efektif.2.5.6.7.8.10
Proses terjadinya infeksi oleh mycobacterium tuberculosis biasanya secara
inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering
dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil
yang mengandung droplet nuclei, khusunya yang didapat dari pasien TB paru dengan
batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA).4 Dari
anamnesis didalam keluarga tidak ada yang mengalami penyakit seperti ini,
kemungkinan penularannya didapatkan dari temannya.
Klasifikasi TB paru dibagi atas pasien berdasarkan konfirmasi hasil
pemeriksaan bakteriologis, berdasarkan riwayat pengobatan dan hasil pemeriksaan
bakteorologis dan uji resistensi obat.3Dari pemeriksaan bakteoriologis dan uji
resistensi obat menggunakan metode genexpet maka hasilnya MTB detected low,
rifampicin resistace low.
Keluhan yang dirasakan pasien TB dapat bermacam-macam atau malah
ditemukan tidak ada keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan
dibagi atas dua yaitu gejala respiratorik dan gejala sistemik. Gejala respiratorik antara
lainbatuk atau batuk berdarah, sesak napas, nyeri dada dan sering terserang flu.
Sedangkan gejala sistemik antara lain demam, malaise, berat badan turun, rasa lelah
dan keringat malam hari.4Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan sesak napas,
batuk berdahak, nyeri dada, keringat malam, berat badan turun dan lemas.
Terdapat 5 kategori resistensi terhadap obat anti TB antara lain monoresisten
resistensi terhadap salah satu OAT lini pertama, misalnya isoniazid (H), poliresisten:
resistensi terhadap lebih dari satu OAT lini, selain kombinasi isoniazid(H) dan
rifampisin (R), misalnya resistan isoniazid dan etambutol (HE), rifampisin etambutol
(RE), isoniazid etambutol dan streptomisin (HES), rifampisin etambutol dan
streptomisin (RES), resisten obat ganda atau dikenal dengan multidrug-resistance
85
tuberculosis (MDR- TB): resistan terhadap isoniazid dan rifampisin, dengan
atau tanpa OAT lini pertama yang lain, misalnya resistan HR, HRE, HRES,
resisten berbagai OAT/extensivelydrug-resistance tuberculosis(XDR-TB): adalah TB
MDR disertai resisten terhadap salah satu obat golongan fuorokuinolon dan salah satu
dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin dan amikasin), TB
resistenrifampisin: resisten terhadap rifampisin (monoresisten, poliresisten, TB MDR,
TB XDR) yang terdeteksi menggunakan metode fenotip dan genotip dengan atau
tanpa resisten terhadap OAT lain dan resisten OAT total/totallydrug-resistant
tuberculosis (TDR-TB): TB resisten dengan semua OAT lini I dan lini II.3.8
Diagnosis TB resisten obat ganda dipastikan berdasarkan hasil uji resistensi
dari laboratorium dengan jaminan mutu eksternal. Semua suspek TB resisten obat
ganda diperiksa dahaknya untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan biakan dan uji
resistensi. Jika hasil uji kepekaaan terdapat M.tuberculosis yang resisten minimal
terhadap rifampisin dan isoniazid maka dapat ditegakkan diagnosisTB resisten obat
ganda.1.3Pada kasus ini pasien telah dilakukan pemeriksaan genexpert atau TMC di
RSUD Luwuk tanggal 30/5/2018 hasilnya MTB detected medium, rif resistance
detected dan hasil foto thoraks tanggal 28/5/2018 kesan TB paru aktif.
Penetapan pasien TB MDR yang akan diobati, pasien TB MDR dengan
kondisi khusus termasuk golongannya antara lain kelainan fungsi hati yaitu kenaikan
SGOT/SGPT > 3 kali nilai normal atau terbukti menderita penyakit hati kronik.3Pada
kasus ini pasien dilakukan pemeriksaan enzim hati pada 18 Agustus 2018 didapatkan
hasilnya SGOT 406,2 U/L dan SGPT 506,5 U/L hiperaktifitas enzim transaminase,
tanggal 24 Agustus 2018 hasil SGOT 385,4 U/L dan SGPT 300,5 U/L hiperaktifitas
enzim transaminase, tanggal 29 Agustus 2018 nilai SGOT 40,8 U/L dan SGPT 93,5
U/L. Maka dapat disimpulkan pasien ini termasuk golongan TB MDR dengan
kelainan fungsi hati.
86
Pengobatan pasien TB MDR menggunaakan paduan OAT yang terdiri dari
OAT lini pertama dan lini kedua, yang dibagi dalam 5 kelompok berdasar potensi
dan efikasinya, yaitu:
PAS 8 mg/kg/hari 8 g 8g 9g
88
Pada kasus ini pasien memiliki berat badan 50 kg jadi dosis obat yang diberikan
- Kanamisin (Kn) : 500-750 mg ambil dosis maksimal yaitu 750 mg
- Moksifloksasin (Mfx): 400 mg
- Etionamid (Eto): 500 mg tetapi diambil setengahnya jadi 250 mg
- Isoniazid (INH): 300 mg memakai dosis maksmum untuk dosis harian
- Pirazinamid (Z): 750 mg-1500 mg dibagi dosis maksimal lalu dibagi 3 yaitu 500
mg
- Etambutol (E): 800-1200 mg diambil dosis maksimal lalu dibagi 3 yaitu 400 mg
Pengobatan yang diberikan pada pasien ini juga berupa omeprazole, sucralfat
sirup, hepa Q, dan farbion.Omeprazole diberikan karena untuk mencegah efek samping
dari obat TB MDR yaitu gangguan gastrointestinal.Sucralfat diberikan karena melapisi
mukosa dari lambung.Farbion mengandung vitamin B1, B6 dan B12 diberikan karena
pasien kurang asupan makanan dan badan terasa lemas.Hepa Q diberikan untuk
membantu fungsi hati.
Prognosis pada pasien ini qua ad vitam dan sonationem yaitu dubia ad
bonamPasien prognosisnya bisa ragu-ragu kalau pasien tidak patuh minum obat dan
tidak sesuai pengobatan spesifiknya sehingga bisa mengakibatkan komplikasi
sedangkan prognosis baik bila mengikuti semua aturan strategi pengobatan yang
diberikan.
89
BAB V
KESIMPULAN
91
11. Teran R, Waard JH. Recent advances in the laboratory diagnosis of tuberculosis.
EJIFCC [serial online] 2015 [cited 2018 Aug 31]; 295-309. Available from:
URL: http://www.ifcc.org/media/334114/eJIFCC2015Vol26No4pp295-309.pdf
12. WHO. Treatment of tuberculosis guidelines for treatment of drug-susceptible
tuberculosis and patient care. Geneva: World Health Organization, 2017. URL:
http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/255052/9789241550000eng.pdf;jse
ssionid=493B05B379281C52B46BAEC8CE72312B?sequence=1
13. USAID. International standards for tuberculosis care. ISTC 3RD edition, 2014.
http://www.who.int/tb/publications/ISTC_3rdEd.pdf
14. WHO. WHO treatment guidelines for drug-resistant tuberculosis. Geneva: World
Health Organization, 2016. www.who.int/entity/tb/areas-of -work/drug-resistant-
tb/treatment/MDRTBguidlines_OnlineAppendices.pdf.
92