Anda di halaman 1dari 11

FILE 1

Adam Malik
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Jump to navigationJump to search

H.
Adam Malik Batubara

Wakil Presiden Indonesia ke-3 Masa jabatan


1977–1978

Masa jabatan
23 Maret 1978 – 11 Maret 1983 Presiden Soeharto

Presiden Soeharto Pendahulu Idham Chalid

Pendahulu Hamengkubuwono IX Pengganti Daryatmo

Pengganti Umar Wirahadikusumah Menteri Luar Negeri Indonesia 11

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat 7


Masa jabatan Masa jabatan
28 Maret 1966 – 23 Maret 1978 29 Agustus 1945 – Februari 1950

Presiden Soekarno Presiden Soekarno

Soeharto

Ketua KNIP Kasman Singodimedjo

Pendahulu Soebandrio

Informasi pribadi

Pengganti Mochtar Kusumaatmadja

Lahir 22 Juli 1917

Menteri Perdagangan Indonesia 15 Pematangsiantar, Sumatera Utara, Hindia

Belanda

Masa jabatan
13 November 1963 – 27 Agustus 1964 Meninggal 5 September 1984 (umur 67)

dunia Bandung, Jawa Barat, Indonesia

Presiden Soekarno

Kebangsaan Indonesia

Pendahulu Suharto

Partai politik Golongan Karya

Pengganti Achmad Yusuf

Tanda tangan

Wakil Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat

Adam Malik Batubara (lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 22 Juli 1917 – meninggal
di Bandung, Jawa Barat, 5 September1984 pada umur 67 tahun) adalah mantan
Menteri Indonesia pada beberapa Departemen, antara lain ia pernah menjabat menjadi Menteri
Luar Negeri. Ia juga pernah menjadi Wakil Presiden Indonesia yang ketiga. Adam Malik
ditetapkan sebagai salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 6 November 1998
berdasarkan Keppres Nomor 107/TK/1998.[1]

Latar belakang kehidupan[sunting | sunting sumber]


Adam Malik adalah anak dari pasangan Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis.[2][3] Ayahnya,
Abdul Malik, adalah seorang pedagang kaya di Pematangsiantar.[2] Adam Malik adalah anak
ketiga dari sepuluh bersaudara.[2] Adam Malik menempuh pendidikan dasarnya di Hollandsch-
Inlandsche School Pematangsiantar. Ia melanjutkan di Sekolah Agama Madrasah Sumatera
Thawalib Parabek di Bukittinggi, namun hanya satu setengah tahun saja karena kemudian
pulang kampung dan membantu orang tua berdagang.[2]
Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa mendorong Adam Malik untuk pergi
merantau ke Jakarta. Pada usia 20 tahun, ia bersama dengan Soemanang, Sipahutar, Armijn
Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna memelopori berdirinya Kantor Berita Antara.[3]
Karier[sunting | sunting sumber]

Menteri Utama Bidang Politik/Menteri Luar Negeri Adam Malik sedang berbicara di mimbar PBB pada
tahun 1966.

Menteri Luar Negeri Adam Malik mendampingi Presiden Soehartomengadakan pertemuan dengan
Perdana Menteri Takeo Miki di Jepang pada tahun 1975.

Pengambilan sumpah jabatan Adam Malik sebagai Wakil Presiden RI pada 24 Maret 1978.
Adam Malik sudah resmi menjadi Wakil Presiden RI. Sri Sultan Hamengku Buwono IX memberi ucapan
selamat kepadanya.

Suasana Pelantikan Adam Malik sebagai Wakil Presiden RI di Gedung DPR/MPR RI.

Kariernya diawali sebagai wartawan dan tokoh pergerakan kebangsaan yang dilakukannya
secara autodidak. Pada masa mudanya, ia sudah aktif ikut pergerakan nasional
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, antara lain melalui pendirian Kantor
Berita Antara yang berkantor pada waktu itu di Buiten Tijgerstraat 38 Noord Batavia (Jl.
Pinangsia II Jakarta Utara) kemudian pindah JI. Pos Utara 53 Pasar Baru, Jakarta Pusat.
Sebagai Direktur diangkat Mr. Soemanang, dan Adam Malik menjabat Redaktur merangkap
Wakil Direktur. Dengan modal satu meja tulis tua, satu mesin tulis tua, dan satu mesin roneo tua,
mereka menyuplai berita ke berbagai surat kabar nasional. Sebelumnya, ia sudah sering menulis
antara lain di koran Pelita Andalas dan Majalah Partindo. Tahun 1941 sebagai utusan Mr.
Soemanang bersama Djohan Sjahroezah datang ke rumah Sugondo Djojopuspito minta agar
Soegondo bersedia menjadi Direktur Antara, dan Adam Malik tetap sebagai Redaktur
merangkap Wakil Direktur.
Pada tahun 1934-1935, ia memimpin Partai Indonesia (Partindo) Pematang Siantar dan Medan.
Pada tahun 1940-1941 menjadi anggota Dewan Pimpinan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo)
di Jakarta. Pada 1945, menjadi anggota Pimpinan Gerakan Pemuda untuk persiapan
Kemerdekaan Indonesia di Jakarta.
Di zaman penjajahan Jepang, Adam Malik juga aktif bergerilya dalam gerakan pemuda
memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni, Chaerul Saleh,
dan Wikana, ia pernah membawa Bung Karno dan Bung
Hatta ke Rengasdengklokuntuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Demi mendukung
kepemimpinan Soekarno-Hatta, ia menggerakkan rakyat berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta.
Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih sebagai
Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat(1945-1947) yang bertugas menyiapkan susunan
pemerintahan. Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan anggota Partai Rakyat, pendiri Partai
Murba, dan anggota parlemen. Tahun 1945-1946 ia menjadi anggota Badan Persatuan
Perjuangan di Yogyakarta. Kariernya semakin menanjak ketika menjadi Ketua II Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP), sekaligus merangkap jabatan sebagai anggota Badan Pekerja KNIP.
Pada tahun 1946, Adam Malik mendirikan Partai Rakyat, sekaligus menjadi anggotanya. 1948-
1956, ia menjadi anggota dan Dewan Pimpinan Partai Murba. Pada tahun 1956, ia berhasil
memangku jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) yang lahir dari
hasil pemilihan umum.
Karier Adam Malik di dunia internasional terbentuk ketika diangkat menjadi Duta Besar luar biasa
dan berkuasa penuh untuk negara Uni Soviet dan Polandia. Pada tahun 1962, ia menjadi Ketua
Delegasi Republik Indonesia untuk perundingan Indonesia dengan Belanda mengenai
wilayah Irian Barat di Washington D.C, Amerika Serikat. Yang kemudian pertemuan tersebut
menghasilkan Persetujuan Pendahuluan mengenai Irian Barat. Pada bulan September 1962, ia
menjadi anggota Dewan Pengawas Lembaga di lembaga yang didirikannya,yaitu Kantor Berita
Antara. Pada tahun 1963, Adam Malik pertama kalinya masuk ke dalam jajaran kabinet, yaitu
Kabinet yang bernama Kabinet Kerja IV sebagai Menteri Perdagangan sekaligus menjabat
sebagai Wakil Panglima Operasi ke-I Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE). Pada
masa semakin menguatnya pengaruh Partai Komunis Indonesia, Adam Malik bersama Roeslan
Abdulgani dan Jenderal Abdul Haris Nasution dianggap sebagai musuh PKI dan dicap sebagai
trio sayap kananyang kontra-revolusi.
Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik yang
berseberangan dengan kelompok kiri justru malah menguntungkannya. Tahun 1966, Adam
disebut-sebut dalam trio baru Soeharto-Sultan-Malik. Pada tahun yang sama, lewat televisi, ia
menyatakan keluar dari Partai Murba karena pendirian Partai Murba, yang menentang masuknya
modal asing. Empat tahun kemudian, ia bergabung dengan Golkar. Pada tahun 1964, ia
mengemban tanggung jawab sebagai Ketua Delegasi untuk Komisi Perdagangan dan
Pembangunan di PBB. Pada tahun 1966, kariernya semakin gemilang ketika menjabat sebagai
Wakil Perdana Menteri II (Waperdam II) sekaligus sebagai Menteri Luar Negeri Republik
Indonesia di kabinet Dwikora II.
Karier murninya sebagai Menteri Luar Negeri dimulai di kabinet Ampera I pada tahun 1966. Pada
tahun 1967, ia kembali memangku jabatan Menteri Luar Negeri di kabinet Ampera II. Pada tahun
1968, Menteri Luar Negeri dalam kabinet Pembangunan I, dan tahun 1973 kembali memangku
jabatan sebagai Menteri Luar Negeri untuk terakhir kalinya dalam kabinet Pembangunan II. Pada
tahun 1971, ia terpilih sebagai Ketua Majelis Umum PBB ke-26, orang Indonesia pertama dan
satu-satunya sebagai Ketua SMU PBB. Saat itu dia harus memimpin persidangan PBB untuk
memutuskan keanggotaan RRC di PBB yang hingga saat ini masih tetap berlaku. Karier
tertingginya dicapai ketika berhasil memangku jabatan sebagai Wakil Presiden RI yang diangkat
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat(MPR) pada tahun 1978. Ia merupakan Menteri Luar
Negeri RI di urutan kedua yang cukup lama dipercaya untuk memangku jabatan tersebut setelah
Dr. Soebandrio. Sebagai Menteri Luar Negeri dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik
berperanan penting dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain termasuk
penjadwalan ulang utang Indonesia peninggalan Orde Lama. Bersama Menteri Luar Negeri
negara-negara ASEAN, Adam Malik memelopori terbentuknya ASEAN tahun 1967.
Sebagai seorang diplomat, wartawan bahkan birokrat, Adam Malik sering mengatakan “semua
bisa diatur”. Sebagai diplomat ia memang dikenal selalu mempunyai 1001 jawaban atas segala
macam pertanyaan dan permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Tapi perkataan “semua
bisa diatur” itu juga sekaligus sebagai lontaran kritik bahwa di negara ini “semua bisa di atur”
dengan uang.

Meninggal dunia[sunting | sunting sumber]


Setelah mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, H.Adam Malik meninggal
di Bandung pada 5 September 1984 karena kankerlever. Jenazahnya dikebumikan di Taman
Makam Pahlawan Kalibata. Kemudian, isteri dan anak-anaknya mengabadikan namanya dengan
mendirikan Museum Adam Malik. Pemerintah juga memberikan berbagai tanda kehormatan.
Atas jasa-jasanya, Adam Malik dianugerahi berbagai macam penghargaan, di antaranya adalah
Bintang Mahaputera kl. IV pada tahun 1971, Bintang Adhi Perdana kl.II pada tahun 1973, dan
diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1998.
FILE 2

Informasi Biografi: Biografi Adam Malik

Adam Malik yang dijuluki ''si kancil” ini dilahirkan di Pematang Siantar, Sumatra Utara, 22 Juli 1917 dari
pasangan Haji Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis. Semenjak kecil ia gemar menonton film koboi,
membaca, dan fotografi. Setelah lulus HIS, sang ayah menyuruhnya memimpin toko 'Murah', di seberang
bioskop Deli. Di sela-sela kesibukan barunya itu, ia banyak membaca berbagai buku yang memperkaya
pengetahuan dan wawasannya.

Ketika usianya masih belasan tahun, ia pernah ditahan polisi Dinas Intel Politik di Sipirok 1934 dan
dihukum dua bulan penjara karena melanggar larangan berkumpul. Adam Malik pada usia 17 tahun telah
menjadi ketua Partindo di Pematang Siantar (1934- 1935) untuk ikut aktif memperjuangkan kemerdekaan
bangsanya. Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa mendorong Adam Malik merantau ke
Jakarta.

Pada usia 20 tahun, Adam Malik bersama dengan Soemanang, Sipahutar, Armin Pane, Abdul Hakim, dan
Pandu Kartawiguna, memelopori berdirinya kantor berita Antara tahun 1937 berkantor di JI. Pinangsia 38
Jakarta Kota. Dengan modal satu meja tulis tua, satu mesin tulis tua, dan satu mesin roneo tua, mereka
menyuplai berita ke berbagai surat kabar nasional. Sebelumnya, ia sudah sering menulis antara lain di
koran Pelita Andalas dan Majalah Partindo.

Di zaman Jepang, Adam Malik aktif bergerilya dalam gerakan pemuda memperjuangkan kemerdekaan.
Menjelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana, Adam Malik pernah melarikan
Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk memaksa mereka memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia.

Demi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, ia menggerakkan rakyat berkumpul di lapangan Ikada,


Jakarta. Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih sebagai Ketua
III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang bertugas menyiapkan susunan pemerintahan.
Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan anggota Partai Rakyat, pendiri Partai Murba, dan anggota
parlemen.

Akhir tahun lima puluhan, atas penunjukan Soekarno, Adam Malik masuk ke pemerintahan menjadi duta
besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk Uni Soviet dan Polandia. Karena kemampuan diplomasinya,
Adam Malik kemudian menjadi ketua Delegasi RI dalam perundingan Indonesia-Belanda, untuk
penyerahan Irian Barat di tahun 1962. Selesai perjuangan Irian Barat (Irian Jaya), Adam Malik memegang
jabatan Menko Pelaksana Ekonomi Terpimpin (1965). Pada masa semakin menguatnya pengaruh Partai
Komunis Indonesia, Adam bersama Roeslan Abdulgani dan Jenderal Nasution dianggap sebagai musuh
PKI dan dicap sebagai trio sayap kanan yang kontra-revolusi.

Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik yang berseberangan dengan
kelompok kiri justru malah menguntungkannya. Tahun 1966, Adam disebut-sebut dalam trio baru
Soeharto-Sultan-Malik. Pada tahun yang sama, lewat televisi, ia menyatakan keluar dari Partai Murba
karena pendirian Partai Murba, yang menentang masuknya modal asing. Empat tahun kemudian, ia
bergabung dengan Golkar. Sejak 1966 sampai 1977 ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II / Menlu
ad Interim dan Menlu RI.

Sebagai Menlu dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik berperanan penting dalam berbagai
perundingan dengan negara-negara lain termasuk rescheduling utang Indonesia peninggalan Orde Lama.
Bersama Menlu negara-negara ASEAN, Adam Malik memelopori terbentuknya ASEAN tahun 1967. Ia
bahkan dipercaya menjadi Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26 di New York. Ia orang Asia kedua yang
pernah memimpin sidang lembaga tertinggi badan dunia itu. Tahun 1977, ia terpilih menjadi Ketua
DPR/MPR. Kemudian tiga bulan berikutnya, dalam Sidang Umum MPR Maret 1978 terpilih menjadi Wakil
Presiden Republik Indonesia yang ke-3 menggantikan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang secara tiba-
tiba menyatakan tidak bersedia dicalonkan lagi.

Beberapa tahun setelah menjabat wakil presiden, ia merasa kurang dapat berperan banyak. Maklum, ia
seorang yang terbiasa lincah dan aktif tiba-tiba hanya berperan sesekali meresmikan proyek dan
membuka seminar. Kemudian dalam beberapa kesempatan ia mengungkapkan kegalauan hatinya tentang
feodalisme yang dianut pemimpin nasional. Ia menganalogikannya seperti tuan-tuan kebon.

Sebagai seorang diplomat, wartawan bahkan birokrat, ia seing mengatakan ‘semua bisa diatur”. Sebagai
diplomat ia memang dikenal selalu mempunyai 1001 jawaban atas segala macam pertanyaan dan
permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Tapi perkataan ‘semua bisa diatur’ itu juga sekaligus sebagai
lontaran kritik bahwa di negara ini ‘semua bisa di atur’ dengan uang.

Setelah mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, H.Adam Malik meninggal di Bandung pada 5
September 1984 karena kanker lever. Kemudian, isteri dan anak-anaknya mengabadikan namanya
dengan mendirikan Museum Adam Malik. Pemerintah juga memberikan berbagai tanda kehormatan.
FILE 3

Adam Malik
muhamad nurdin fathurrohman Tuesday, December 17, 2013 Indonesia, pahlawan nasional

Tokoh yang bernama lemngkap Adam Malik Batubara adalah mantan Menteri Indonesia pada
beberapa Departemen, antara lain ia pernah menjabat menjadi Menteri Luar Negeri. Ia juga
pernah menjadi Wakil Presiden Indonesia yang ketiga.

Adam Malik yang lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 22 Juli 1917 adalah anak ketiga dari
sepuluh bersaudara dari pasangan Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis. Ayahnya adalah
seorang pedagang kaya di Pematangsiantar. Adam Malik menempuh pendidikan dasarnya di
Hollandsch-Inlandsche School Pematangsiantar. Ia melanjutkan di Sekolah Agama Madrasah
Sumatera Thawalib Parabek di Bukittinggi, namun hanya satu setengah tahun saja karena
kemudian pulang kampung dan membantu orang tua berdagang.

Adam Malik pergi merantau ke Jakarta karena didorong oleh keinginannya untuk maju dan
berbakti kepada bangsa. Pada usia 20 tahun, ia bersama dengan Soemanang, Sipahutar, Armijn
Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna memelopori berdirinya Kantor Berita Antara.

Karier

Kariernya diawali sebagai wartawan dan tokoh pergerakan kebangsaan yang dilakukannya secara
autodidak. Di masa mudanya, ia sudah aktif ikut pergerakan nasional memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia, antara lain melalui pendirian Kantor Berita Antara yang pada waktu itu
berkantor di Buiten Tijgerstraat 38 Noord Batavia (Jl. Pinangsia II Jakarta Utara) kemudian pindah
JI. Pos Utara 53 Pasar Baru, Jakarta Pusat. Sebagai Direktur diangkat Mr. Soemanang, dan Adam
Malik menjabat Redaktur merangkap Wakil Direktur. Dengan modal satu meja tulis tua, satu mesin
tulis tua, dan satu mesin roneo tua, mereka menyuplai berita ke berbagai surat kabar nasional.
Sebelumnya, ia sudah sering menulis antara lain di koran Pelita Andalas dan Majalah Partindo.
Tahun 1941 sebagai utusan Mr. Soemanang bersama Djohan Sjahroezah datang ke
rumah Sugondo Djojopuspito minta agar Soegondo bersedia menjadi Direktur Antara, dan Adam
Malik tetap sebagai Redaktur merangkap Wakil Direktur.

Pada tahun 1934-1935, ia memimpin Partai Indonesia (Partindo) Pematang Siantar dan Medan.
Pada tahun 1940-1941 menjadi anggota Dewan Pimpinan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo)
di Jakarta. Pada 1945, menjadi anggota Pimpinan Gerakan Pemuda untuk persiapan
Kemerdekaan Indonesia di Jakarta.

Di zaman penjajahan Jepang, Adam Malik juga aktif bergerilya dalam gerakan pemuda
memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni, Chaerul Saleh,
dan Wikana, ia pernah membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Demi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta,
ia menggerakkan rakyat berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta.

Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih sebagai
Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang bertugas menyiapkan susunan
pemerintahan. Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan anggota Partai Rakyat, pendiri Partai
Murba, dan anggota parlemen. Tahun 1945-1946 ia menjadi anggota Badan Persatuan
Perjuangan di Yogyakarta. Kariernya semakin menanjak ketika menjadi Ketua II Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP), sekaligus merangkap jabatan sebagai anggota Badan Pekerja KNIP.
Pada tahun 1946, Adam Malik mendirikan Partai Rakyat, sekaligus menjadi anggotanya. 1948-
1956, ia menjadi anggota dan Dewan Pimpinan Partai Murba. Pada tahun 1956, ia berhasil
memangku jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) yang lahir dari hasil
pemilihan umum.

Karier Adam Malik di dunia internasional terbentuk ketika diangkat menjadi Duta Besar luar biasa
dan berkuasa penuh untuk negara Uni Soviet dan Polandia. Pada tahun 1962, ia menjadi Ketua
Delegasi Republik Indonesia untuk perundingan Indonesia dengan Belanda mengenai wilayah
Irian Barat di Washington D.C, Amerika Serikat. Yang kemudian pertemuan tersebut menghasilkan
Persetujuan Pendahuluan mengenai Irian Barat. Pada bulan September 1962, ia menjadi anggota
Dewan Pengawas Lembaga di lembaga yang didirikannya, yaitu Kantor Berita Antara. Pada tahun
1963, Adam Malik pertama kalinya masuk ke dalam jajaran kabinet, yaitu Kabinet yang bernama
Kabinet Kerja IV sebagai Menteri Perdagangan sekaligus menjabat sebagai Wakil Panglima
Operasi ke-I Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE). Pada masa semakin menguatnya
pengaruh Partai Komunis Indonesia, Adam Malik bersama Roeslan Abdulgani dan Jenderal Abdul
Haris Nasution dianggap sebagai musuh PKI dan dicap sebagai trio sayap kanan yang kontra-
revolusi.

Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik yang berseberangan
dengan kelompok kiri justru malah menguntungkannya. Tahun 1966, Adam disebut-sebut dalam
trio baru Soeharto-Sultan-Malik. Pada tahun yang sama, lewat televisi, ia menyatakan keluar dari
Partai Murba karena pendirian Partai Murba, yang menentang masuknya modal asing. Empat
tahun kemudian, ia bergabung dengan Golkar. Pada tahun 1964, ia mengemban tanggung jawab
sebagai Ketua Delegasi untuk Komisi Perdagangan dan Pembangunan di PBB. Pada tahun 1966,
kariernya semakin gemilang ketika menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II (Waperdam II)
sekaligus sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia di kabinet Dwikora II.

Karier murninya sebagai Menteri Luar Negeri dimulai di kabinet Ampera I pada tahun 1966. Pada
tahun 1967, ia kembali memangku jabatan Menteri Luar Negeri di kabinet Ampera II. Pada tahun
1968, Menteri Luar Negeri dalam kabinet Pembangunan I, dan tahun 1973 kembali memangku
jabatan sebagai Menteri Luar Negeri untuk terakhir kalinya dalam kabinet Pembangunan II. Pada
tahun 1971, ia terpilih sebagai Ketua Majelis Umum PBB ke-26, orang Indonesia pertama dan
satu-satunya sebagai Ketua SMU PBB. Saat itu dia harus memimpin persidangan PBB untuk
memutuskan keanggotaan RRC di PBB yang hingga saat ini masih tetap berlaku.

Karier tertingginya dicapai ketika berhasil memangku jabatan sebagai Wakil Presiden RI yang
diangkat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di tahun 1978. Ia merupakan Menteri Luar
Negeri RI di urutan kedua yang cukup lama dipercaya untuk memangku jabatan tersebut setelah
Dr. Soebandrio. Sebagai Menteri Luar Negeri dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik
berperanan penting dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain termasuk
penjadwalan ulang utang Indonesia peninggalan Orde Lama. Bersama Menteri Luar Negeri
negara-negara ASEAN, Adam Malik memelopori terbentuknya ASEAN tahun 1967.

Sebagai seorang diplomat, wartawan bahkan birokrat, Adam Malik sering mengatakan “semua
bisa diatur”. Sebagai diplomat ia memang dikenal selalu mempunyai 1001 jawaban atas segala
macam pertanyaan dan permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Tapi perkataan “semua bisa
diatur” itu juga sekaligus sebagai lontaran kritik bahwa di negara ini “semua bisa di atur” dengan
uang.

H.Adam Malik meninggal di Bandung pada 5 September 1984 karena kanker lever. Kemudian,
isteri dan anak-anaknya mengabadikan namanya dengan mendirikan Museum Adam Malik.
Pemerintah juga memberikan berbagai tanda kehormatan. Atas jasa-jasanya, Adam Malik
dianugerahi berbagai macam penghargaan, diantaranya adalah Bintang Mahaputera kl. IV pada
tahun 1971, Bintang Adhi Perdana kl.II pada tahun 1973, dan Adam Malik ditetapkan sebagai
salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 6 November 1998 berdasarkan
Keppres Nomor 107/TK/1998

Anda mungkin juga menyukai