Makalah Resiko Bunuh Diri
Makalah Resiko Bunuh Diri
DOSEN PEMBIMBING
DISUSUN OLEH:
Agung Prassetia Aji 151.0001
Aida Berlian 151.0002
Aisyah Putri Aritami 151.0003
Aril Eki Kriswanti 151.0004
Asmaul Husna 151.0005
Brahmayda Wiji Lestari 151.0006
Cahyani Tri Fajarwati 151.0007
PRODI S1 KEPERAWATAN
2016
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini yang berkenaan dengan Resiko Bunuh Diri.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu metode pembelajaran pada mata
kuliah JIWA 1 di Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Hang Tuah Surabaya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah memberikan masukan, dorongan dan bimbingan kepada penulis dalam
menyusun makalah ini baik dari segi moril dan materil. Ucapan terimakasih tersebut
ditujukan kepada :
1. Ns. Sukma Ayu Candra K. M.Kep., Sp.Kep.J. Selaku penanggung jawab dan dosen
mata kuliah Jiwa 1 STIKES Hang Tuah Surabaya.
2. Ns. Dya Sustrami, S.Kep., M.Kes. Selaku dosen mata kuliah Jiwa 1 STIKES Hang
Tuah Surabaya.
3. Rekan-Rekan Angkatan 21 Prodi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Hang Tuah
Surabaya.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik yang sifatnya konstruktif
dari semua pihak untuk perbaikan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi yang
membaca dan bagi pengembangan ilmu keperawatan.
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara dengan angka kematian dalam kasus bunuh diri yang
cukup tinggi. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2005,
sedikitnya 50.000 orang Indonesia melakukan tindak bunuh diri tiap tahunnya. Dengan
demikian, diperkiraan 1.500 orang Indonesia melakukan bunuh diri per harinya. Namun
laporan di Jakarta menyebutkan sekitar 1,2 per 100.000 penduduk dan kejadian bunuh
diri tertinggi di Indonesia adalah Gunung Kidul, Yogyakarta mencapai 9 kasus per
100.000 penduduk. Posisi Indonesia hampir mendekati negara-negara bunuh diri, seperti
Jepang, dengan tingkat bunuh diri mencapai lebih dari 30.000 orang per tahun dan China
yang mencapai 250.000 per tahun.
Kelompok yang beresiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri adalah
mahasiswa, penderita depresi, para lansia, pecandu alkohol, orang-orang yang berpisah
atau bercerai dengan pasangan hidupnya, orang-orang yang hidup sebatang kara, kaum
pendatang, para penghuni daerah kumuh dan miskin, kelompok professional tertentu,
seperti dokter, pengacara, dan psikolog. Adapun kejadian bunuh diri tertinggi berada
pada kelompok usia remaja dan dewasa muda (15-24 tahun).
Percobaan bunuh diri dan bunuh diri yang berhasil dilakukan, memiliki hubungan
yang kompleks (Maris dkk.,2000). Hal tersebut ada interaksi dan komorbid antara
etiologi kedua perilaku tersebut. Pada umumnya pelaku bunuh diri melakukan beberapa
percobaan bunuh diri sebelum akhirnya berhasil bunuh diri. Beck (dalam Salkovskis,
1998) mendefinisikan percobaan bunuh diri sebagai situasi dimana seseorang telah
melakukan sebuah perilaku yang tampak mengancam hidup dengan menghabisi
hidupnya, tetapi belum berakibat pada kematian.
Perawat ataupun tenaga kesehatan lain hendaknya memberikan saran, motivasi
bahkan cara yang dapat meminimalkan dan mencegah terjadinya bunuh diri pada klien
sehingga klien dapat menyalurkan kemarahan pada tempat dan situasi yang benar dan
positif sehingga tidak membahayakan pasien sendiri. Perawat juga bisa memberikan
aktivitas ataupun kegiatan yang dapat mengurangi dari tingkat depresi dan resiko bunuh
diri klien sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi. Oleh sebab itulah peran
dari setiap aspek dan orang terdekat klien sangat berpengaruh pada timbulnya risiko
bunuh diri yang dilakukan.
1.4 Manfaat
1.
BAB 2
LANDASAN TEORI
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian (Stuart, 2007, dikutip Dez, Delicious, 2009). Bunuh diri adalah berisiko
menyakiti diri sendiri dan cedera yang mengancam jiwa (Nanda-1, 2012). Bunuh diri
adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan
(Wilson dan Kneils, 1988).
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat
menyebutkan bahwa bunuh diri adalah kematian dengan cara melukai, meracuni, atau
mencekik atau menenggelamkan diri (mati lemas) dan ada fakta yang menunjukan hal
tersebut (apakah jelas ataupun tidak jelas) dimana hal-hal tersebut menyebabkan
penderitaan pada diri sendiri (self-inflicted) dan hal-hal tersebut secara pasti dilakukan
untuk membunuh diri sendiri (Hoeksema, 2001).
Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan
bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah
penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai
perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan.
Menurut Fitria (2009), tanda dan gejala dari resiko bunuh diri adalah:
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusan
d. Impulsif
e. Menunjukan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh)
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kemtian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan)
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah, dan
mengasingkan diri)
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikois
dan menyalah gunakan alkohol)
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronik atau terminal)
k. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karir)
l. Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun
m. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)
n. Pekerjaan
o. Konflik interpersonal
p. Latar belakang keluarga
q. Orientasi seksual
r. Sumber-sumber personal
s. Sumber-sumber sosial
t. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil
Setiap upaya percobaan bunuh diri selalu diawasi dengan adanya motivasi untuk
bunuh diri dengan berbagai alasan, berniat melaksanakan bunuh diri, mengembangkan
gagasan sampai akhirnya melakukan bunuh diri. Oleh karena itu, adanya percobaan
bunuh diri merupakan masalah keperawatan yang harus mendapatkan perhatian serius.
Sekali pasien mencoba bunuh diri, maka selesai riwayat pasien.
Menurut Shneidman (dalam Barlow dan Durand, 2002), tipe-tipe bunuh diri adalah:
TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian
a. Kaji keluhan utama klien.
b. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan.
c. Konsep diri : Harga diri rendah. (umumnya pasien mengatakan hal yang negatif tentang
dirinya, yang menunjukkan harga diri yang rendah)
d. Alam perasaan:
( ) sedih ( ) putus asa
( ) ketakutan ( ) gembira berlebihan
(pasien pada umumnya merasakan kesedihan dan keputusasaan yang sangat mendalam)
e. Interaksi selama wawancara:
( ) bermusuhan ( ) Tidak kooperatif
( ) Defensi ( ) Kontak mata kurang
( ) mudah tersinggung ( ) curiga
(pasien biasanya menunjukkan kontak mata yang kurang)
f. Afek:
( ) Datar ( ) Labil
( ) Tumpul ( ) Tidak sesuai
(pasien biasanya menunjukkan afek yang datar atau tumpul)
g. Mekanisme koping maladaptive:
( ) minum alkohol ( ) bekerja berlebihan
( ) reaksi lambat ( ) mencederai diri
( ) menghindar ( ) lainnya
(pasien biasanya menyelesaikan masalahnya dengan cara menghindar dan mencederai
diri)
h. Masalah psikososial dan lingkungan:
( ) masalah dengan dukungan keluarga
( ) masalah dengan perumahan
Tabel 1. Pengkajian tingkat resiko bunuh diri
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko bunuh diri
3. Rencana Keperawatan
TUM: Klien tidak mencederai diri sendiri.
TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria Evaluasi:
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat
tangan,mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan
perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Rencana Tindakan:
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik:
1) Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.
2) Perkenalkan diri dengan sopan.
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
4) Jelaskan tujuan pertemuan.
5) Jujur dan menepati janji.
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar.
Rencana Tindakan:
Rencana Tindakan:
Rencana Tindakan:
Rencana Tindakan:
Rencana Tindakan:
Rencana Tindakan:
5. Evaluasi: Evaluasi dilakukan terhadap kemampuan pasien resiko bunuh diri dan
keluarganya serta kemampuan perawat dalam merawat pasien resiko bunuh diri.
BAB 4
PEMBAHASAN
Tn. B berusia 35 tahun, bekerja di sebuah perusahaan swasta bernama PT. Bagindo.
Status menikah, tapi belum memiliki anak. Perusahaan tempatnya bekerja mengalami
masalah, akibatnya sebagian besar para pekerjanya terkena pemutusan hubungan kerja
(PHK), termasuk salah satunya Tn. B. Akibatnya kondisi keuangan Tn. B memburuk,
sehingga membuat istrinya meminta cerai karena Tn. B tidak bisa memberikan nafkah lagi
kepada istrinya. Dan Tn. B pun menjadi putus asa dan ingin mengakhiri hidupnya dengan
cara bunuh diri.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Aditama.
Yusuf, AH dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.