Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN GROSS HEMATURI

A. KONSEP MEDIS HEMATURIA


1. Definisi
Hematuria adalah kehadiran sel-sel darah merah (eritrosit) dalam urin.
Hematuri adalah suatu gejala yang ditandai dengan adanya darah atau sel
darah merah dalam urin. Secara klinis, hematuri dapat dikelompokkan
menjadi hematuri makroskopis (gross hematuria) adalah suatu keadaan urin
bercampur darah dan dapat dilihat dengan mata telanjang. Keadaan ini dapat
terjadi bila 1 liter urin bercampur dengan 1 ml darah. Gross hematuria bisa
disertai dengan clot/bekuan darah, dimana dapat berasal dari perdarahan di
ureter/ginjal, buli-buli dan prostat. Hematuri mikroskopis yaitu hematuri
yang hanya dapat diketahui secara mikroskopis atau tes kimiawi. hematuria
yang secara kasat mata tidak dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah
tetapi pada pemeriksaan mikroskopik diketemukan lebih dari 2 sel darah
merah per lapangan pandang (Sunarka, 2002).

Hematuria adalah didapatkannya sel-sel darah merah di dalam urine.


Penemuan klinis sering di dapatkan pada populasi orang dewasa, dengan
prevalensi yang mulai dari 2,5% menjadi 20,0%. Secara visual terdapatnya
sel-sel darah merah di dalam urine dibedakan dalam 2 keadaan, yaitu:
 Hematuria makroskopik
Hematuria makroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata
dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah, mungkin tampak
pada awal miksi atau pada akhirnya yang berasal dari daerah posterior
uretra atau leher kandung kemih. (Wim de Jong, dkk, 2004) Hematuria
makroskopik yang berlangsung terus menerus dapat mengancam jiwa
karena dapat menimbulkan penyulit berupa: terbentuknya gumpalan
darah yang dapat menyumbat aliran urine, eksanguinasi sehingga
menimbulkan syok hipovolemik/anemi, dan menimbulkan urosepsis.
(Mellisa C Stoppler, 2010)
 Hematuria mikroskopik.
Hematuria mikroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata tidak
dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah tetapi pada
pemeriksaan mikroskopik diketemukan lebih dari 2 sel darah merah
per lapangan pandang. (Mellisa C Stoppler, 2010). Meskipun gross
hematuria didefinisikan didapatkannya sel-sel darah merah di dalam
urine, ada kontroversi mengenai definisi yang tepat dari hematuria
mikroskopik. American Urological Association (AUA)
mendefinisikan hematuria mikroskopis klinis yang signifikan karena
terdapat lebih dari 3 sel darah merah (sel darah merah) pada lapangan
pandang besar pada 2 dari 3 spesimen urin dikumpulkan dengan
selama 2 sampai 3 minggu. Namun, pasien yang berisiko tinggi untuk
penyakit urologi harus dievaluasi secara klinis untuk hematuria jika
urinalisis tunggal menunjukkan 2 atau lebih sel darah merah pada
lapangan pandang besar.
2. Klasifikasi
a. Initial hematuria, jika darah yang keluar saat awal kencing.
b. Terminal hematuria, jika darah yang keluar saat akhir kencing. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh adanya tekanan pada akhir kencing yang
membuat pembuluh darah kecil melebar.
c. Total hematuria, jika darah keluar dari awal hingga akhir kencing. Hal
ini kemungkinanakibat darah sudah berkumpul dari salah satu organ
seperti ureter atau ginjal.
3. Etiologi
Hematuria dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan yang berada di
dalam sistem urogenitalia atau kelainan yang berada di luar sistem
urogenitalia. Penyebab paling umum dari hematuria pada populasi orang
dewasa termasuk saluran kemih infeksi, batu saluran kemih, pembesaran
prostat jinak, dan keganasan dalam urologi. Namun, diferensial lengkap
sangat luas, beberapa insiden khusus kondisi yang berhubungan dengan
hematuria bervariasi dengan umur pasien, jenis hematuria (gross atau
mikroskopis, gejala atau tanpa gejala), dan adanya faktor risiko keganasan.
Secara keseluruhan, sekitar 5% pasien dengan hematuria
mikroskopis dan sampai dengan 40% pasien dengan gross hematuria
ditemukan pada neoplasma dari urinary tract. genitourinari. Sebaliknya,
pada hingga 40% pasien dengan asimptomatik mikrohematuria, sulit di
identifikasikan penyebabnya. Akibatnya, dokter harus mempertimbangkan
hematuria yang tidak jelas penyebabnya dari tingkat mana pun dan mampu
mempertimbangkan kemungkinan suatu keganasan.
Beberapa penyebab terjadinya darah dalam urin (hematuria) adalah:
a. Batu ginjal (atau kencing batu)
b. Kanker kandung kemih
c. Karsinoma sel ginjal, kadang-kadang disertai perdarahan
d. Infeksi saluran kemih dengan beberapa spesies termasuk bakteri strain
EPEC dan Staphylococcus saprophyticus.
e. Sifat sel sabit dapat memicu kerusakan sejumlah besar sel darah merah,
tetapi hanya sejumlah kecil individu menanggung masalah ini
f. Varises kandung kemih, yang mungkin jarang mengembangkan
obstruksi sekunder dari vena kava inferior.
g. Alergi mungkin jarang menyebabkan hematuria gross episodik pada
anak-anak.
h. Hipertensi vena ginjal kiri, juga disebut "pemecah kacang fenomena"
atau "sindrom alat pemecah buah keras," adalah kelainan vaskular yang
jarang terjadi, yang bertanggung jawab atas gross hematuria.
4. Patofisiologi
Berdasarkan lokasi yang mengalami kelainan atau trauma,
dibedakan glomerulus dan ekstra glomerulus untuk memisahkan bidang
neflogi dan urologi. Darah yang berasal dari nefron disebut hematuria
glomerulus. Pada keadaan normal, sel darah merah jarang ditemukan pada
urin. Adanya eritrosit pada urin dapat terjadi pada kelainan hereditas atau
perubahan struktur glomerulus dan integritas kapiler yang abnormal.
Perlu diperhatikan dalam pengambilan contoh urine: pada
perempuan harus disingkirkan penyebab hematuria lain misalnya
menstruasi, adanya laserasi pada organ genitalia, sedangkan pada laki-laki
apakah disirkumsisi atau tidak.
Bila pada urinalisis ditemukan eritrosit, leukosit dan silinder
eritrosit, merupakan tanda sugestif penyakit ginjal akut atau penyakit ginjal
kronik, perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut. Diagnosis banding hematuria
persisten antara lain glomerulonefritis, nefritis tubulointerstisial atau
kelainan urologi. Adanya silinder leukosit, leukosituria menandakan
nefritis tubulointerstisial. Bila disertai hematuria juga merupakan variasi
dari glomerulonefritis. Pada kelompok faktor resiko penyakit ginjal kronik
harus di lakukan evaluasi pemeriksaan sedimen urin untuk deteksi dini.
Sebagai prosedur diagnostic pada penyakit ginjal salah satunya
adalah uji dipstick untuk mengetahui adanya darah samar merupakan uji
penapisan yang baik untuk hematuria. Uji dipstick mudah dilakukan sendiri
oleh pasien untuk mengikuti perjalanan hematuria selama pengobatan.
5. PATHWAY
Hematuria

sistem urogenitalia Luar sistem urogenitalia

Glomerular Non-glomerular Hematologik Iatrogenik

Pielonefritis, tumor prostat, Koagulopati Obat-obatan


glomerulonefritis,ureteritis, hiperplasia prostat Hemolysis (aspirin, penisilin
sistitis, dan urethritis jinak, BPH dan siklofosfamid)

bakteri memasuki kelenjar


ginjal dari aliran membesar
darah atau naik dari
ureter ke ginjal mengkompres uretra

Infeksi
Perdarahan dalam urine
menghalangi aliran urin

Nyeri Akut
Resiko
kesulitan
Hipovolemia
buang air kecil

Gangguan
eliminasi urine
6. Manifestasi Klinik
Terjadi retensi urin akibat sumbatan di vesika urinaria oleh bekuan
darah.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah yang dilakukan yakni penentuan kadar kreatinin,
ureum dan elektrolit untuk mengetahui faal ginjal; fosfatase asam yang
mungkin meningkat pada metastase prostat, dan fosfatase alkali yang
dapat meningkat pada setiap jenis metastase tulang. Kadar kalsium,
fosfat, asam urat dan hormon paratiroid ditentukan bila terdapat
kemungkinan urolithiasis.
b. Pemeriksaan urine dilakukan untuk pemeriksaan mikroskopik,
bakteriologik dan sitologik. Pemeriksaan urinalisis dapat mengarah
kepada hematuria yang disebabkan oleh faktor glomeruler ataupun non
glomeruler. Pemeriksaan hapusan darah tepi dapat menunjukkan proses
mikroangiopati yang sesuai dengan sindrom hemolitik-uremik,
trombosis vena ginjal, vaskulitis, atau SLE. Pada keadaan terakhir,
adanya autoantibodi dapat ditunjukkan dengan reaksi Coombs positif,
adanya antibodi antinuclear, leukopenia dan penyakit multisistem.
Trombositopenia dapat diakibatkan oleh berkurangnya produksi
trombosit (pada keganasan) atau peningkatan konsumsi trombosit
(SLE, purpura trombositopenik idiopatik, sindrom hemolitik-uremik,
trombosis vena ginjal). Walaupun morfologi SDM urin dapat normal
pada perdarahan saluran kemih bawah dan dismorfik pada perdarahan
glomerular, morfologi sel tidak secara pasti berhubungan dengan lokasi
hematuria.
c. Pada pemeriksaan pH urine yang sangat alkalis menandakan adanya
infeksi organisme pemecah urea di dalam saluran kemih, sedangkan pH
urine yang sangat asam mungkin berhubungan dengan batu asam urat.
d. Sitologi urine diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya
keganasan sel-sel urotelial.
e. IVP adalah pemeriksaan rutin yang dianjurkan pada setiap kasus
hematuria & sering digunakan untuk menentukan fungsi ekskresi
ginjal. Umumnya, menghasilkan gambaran terang saluran kemih dari
ginjal sampai dengan kandung kemih, asal faal ginjal memuaskan.
Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu saluran kemih, kelainan
bawaan saluran kemih, tumor urotelium, trauma saluran kemih, serta
beberapa penyakit infeksi saluran kemih.
f. USG berguna untuk menetukan letak dan sifat massa ginjal dan prostat
(padat atau kista), adanya batu atau lebarnya lumen pyelum, penyakit
kistik, hidronefrosis, atau urolitiasis ureter, kandung kemih dan uretra,
bekuan darah pada buli-buli/pielum, dan untuk mengetahui adanya
metastasis tumor di hepar. Ultrasonografi dari saluran kemih sangat
berguna pada pasien dengan hematuria berat, nyeri abdomen, nyeri
pinggang, atau trauma. Jika hasil penelitian awal ini tetap normal,
disarankan dilakukan pemeriksaan kreatinin dan elektrolit serum.
g. Endoultrasonografi, yaitu ekografi transurethral sangat berguna untuk
pemeriksaan prostat dan buli-buli
h. Arteriografi dilakukan bila ditemukan tumor ginjal nonkista untuk
menilai vaskularisasinya walaupun sering digunakan CT-Scan karena
lebih aman dan informative. Bagian atas saluran kemih dapat dilihat
dengan cara uretrografi retrograd atau punksi perkutan.
i. Payaran radionuklir digunakan untuk menilai faal ginjal, misalnya
setelah obstruksi dihilangkan
j. Pemeriksaan endoskopi uretra dan kandung kemih memberikan
gambaran jelas dan kesempatan untuk mengadakan biopsy
k. Sistometrografi biasanya digunakan untuk menentukan perbandingan
antara isi dan tekanan di buli-buli
l. Sistoskopi atau sisto-uretero-renoskopi (URS) dikerjakan jika
pemeriksaan penunjang di atas belum dapat menyimpulkan penyebab
hematuria. (Wim de Jong, dkk, 2004)

8. Penatalaksanaan
Jika terdapat gumpalan darah pada buli-buli yang menimbulkan
retensi urine, coba dilakukan kateterisasi dan pembilasan buli-buli dengan
memakai cairan garam fisiologis, tetapi jika tindakan ini tidak berhasil,
pasien secepatnya dirujuk untuk menjalani evakuasi bekuan darah
transuretra dan sekaligus menghentikan sumber perdarahan. Jika terjadi
eksanguinasi yang menyebabkan anemia, harus dipikirkan pemberian
transfusi darah. Demikian juga jika terjadi infeksi harus diberikan
antibiotika. (Mellisa C Stoppler, 2010). Setelah hematuria dapat
ditanggulangi, tindakan selanjutnya adalah mencari penyebabnya dan
selanjutnya menyelesaikan masalah primer penyebab hematuria. (Mellisa
C Stoppler, 2010).
Tidak ada pengobatan spesifik untuk hematuria. Pengobatannya
tergantung pada penyebabnya:
a. Infeksi saluran kemih, biasanya diatasi dengan antibiotik.
b. Batu ginjal, dengan banyak minum. Jika batu tetap tidak keluar, dapat
dilakukan ESWL atau pembedahan.
c. Pembesaran prostat, diatasi dengan obat-obatan atau pembedahan.
d. Kanker, dilakukan pembedahan, untuk mengangkat jaringan kanker,
atau kemoterapi.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Pemeriksaan fisik harus fokus pada deteksi hipertensi yang hadir
bersamaan dengan sindrom nefritik dan penyakit pembuluh darah ginjal,
edema terkait dengan sindrom nefrotik, massa perut atau panggul teraba
menyarankan ginjal neoplasma, dan adanya nyeri ketok kostovertebral atau
nyeri tekan suprapubik berhubungan dengan infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan rektal pada pria dapat mengungkapkan nodularitas prostat
atau pembesaran sebagai penyebab potensial.
Pada pemeriksaan diperhatikan adanya hipertensi yang mungkin
merupakan manifestasi dari suatu penyakit ginjal. Syok hipovolemik dan
anemia mungkin disebabkan karena banyak darah yang keluar.
Ditemukannya tanda-tanda perdarahan di tempat lain adalah petunjuk
adanya kelainan sistem pembekuan darah yang bersifat sistemik.
1. Pucat pada kulit dan konjungtiva sering terlihat pada pasien dengan
anemia.
2. Periorbital, skrotum, dan edema perifer, mungkin menunjukkan
hipoalbuminemia dari glomerulus atau penyakit ginjal.
3. Cachexia  mungkin menunjukkan keganasan.
4. Nyeri tekan dari sudut kostovertebral, dapat disebabkan oleh
pielonefritis atau dengan perbesaran massa seperti tumor ginjal.
5. Nyeri suprapubik  sistitis, baik yang disebabkan oleh infeksi,
radiasi, atau obat sitotoksik.
6. Kandung kemih tidak teraba ketika didekompresi, kandung kemih
diisi dengan 200 mL urin percussible. Dalam retensi urin akut,
biasanya terlihat dalam kasus-kasus BPH atau obstruksi oleh
bekuan, kandung kemih bisa diraba dan dapat dirasakan hingga
tingkat umbilikus.
7. Palpasi bimanual pada ginjal perlu diperhatikan adanya pembesaran
ginjal akibat tumor, obstruksi, ataupun infeksi ginjal. Massa pada
suprasimfisis mungkin disebabkan karena retensi bekuan darah pada
buli-buli.
8. Pada colok dubur, ukuran, bentuk dan konsistensi prostat dinilai
mengetahui adanya pembesaran prostat benigna maupun karsinoma
prostat. Setelah prostatektomi enukleasi maupun endoskopik, simpai
prostat dibiarkan sehingga pada colok dubur memberikan kesan
prostat masih membesar. Lobus medial prostat yang mungkin
menonjol ke kandung kemih umumnya tidak dapat dicapai dengan
jari. Karsinoma prostat menyebabkan asimetri dan perubahan
konsistensi setempat. Diagnosis dipastikan melalui biopsy jarum
transrektal.
9. Pemeriksaan dengan menggunakan berbagai kateter yang dahulu
dibuat dari karet dan sekarang lateks, politen atau silicon. Ujung
kateter dibuat dalam berbagai bentuk supaya tidak dapat tercabut;
yang biasa ialah bentuk Foley yang pada ujungnya berbentuk balon
yang dapat dikembangkan. Untuk ukurannya digunakan skala
Charriere, berdasarkan skala Prancis yang menyatakan ukuran
lingkaran di luarnya dan bukan diameternya. Diameter didapat
dengan membagi ukuran Charriere dengan tiga. (Wim de Jong, dkk,
2004).
Dalam mencari penyebab hematuria perlu dicari data yang terjadi
pada saat episode hematuria, antara lain:
1. Bagaimanakah warna urine yang keluar?
2. Apakah diikuti dengan keluarnya bekuan-bekuan darah?
3. Di bagian manakah pada saat miksi urine berwarna merah?
4. Apakah diikuti dengan perasaan sakit ? (Mellisa C Stoppler, 2010)
Perlu ditanyakan juga, beberapa faktor risiko untuk kanker
urothelial pada pasien dengan hematuria mikroskopis
1. Riwayat merokok
2. Kerja paparan bahan kimia atau pewarna (benzenes atau aromatic
amine)
3. Riwayat gross hematuria sebelumnya
4. Usia di atas 40 tahun
5. Riwayat gangguan berkemih, nyeri saat berkemih, dan infeksi
saluran kemih
6. Penyalahgunaan analgetik
7. Riwayat radiasi panggul.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
b. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan kesulitan buang air
kecil
c. Resiko hypovolemia dibuktikan dengan pendarahan pada urine
INTERVENSI
IMPLEMENTASI
EVALUASI

Anda mungkin juga menyukai