PENDAHULUAN
BAB 2. PEMBAHASAN
Gambar kurva tegangan regangan pada baja karbon rendah (atas) dan baja
karbon tinggi (bawah).
Pada baja karbon rendah deformasi plastis tidak akan terjadi sampai regangan
melebihi X1, regangan ini dikaitkan dengan batas elastis, titik a pada kurva tegangan
regangan. Deformasi plastis berlanjut sampai regangan mencapai nilai X4, dimana material
putus. Dari sisi pandang cold working dua tampilan sangat signiffkan: (1) besar dari titik
yield yang menentukan gaya yang diperlukan untuk memulai deformasi permanen, dan (2)
sejauh mana daerah regangan dari X1 ke X4, yang menunjukkan jumlah deformasi plastis
(atau keuletan) yang bisa dicapai tanpa patah. Bila jumlah deformasi yang menjadi
pertimbangan, material seperti baja karbon rendah lebih disukai daripada baja karbon tinggi.
Keuletan yang lebih besar akan tersedia dan gaya yang lebih kecil diperlukan untuk memulai
dan melanjutkan deformasi. Kurva sebelah kanan memiliki koefisien regangan lebih besar.
Bila strain hardening digunakan untuk memasukkan kekuatan, material jenis ini akan
mengalami kenaikan kekuatan yang lebih besar untuk sejumlah cold work yang sama.
Sebagai tambahan material sebelah kanan akan lebih menarik untuk operasi pemotongan dan
lebih mudah untuk di machining.
Spring back adalah fenomena lain dari proses cold work yang dapat dijelaskan
dengan diagram tegangan regangan. Bila logam dideformasi dengan pemberian sejumlah
beban, sebagian dari deformasi adalah elastis.
Pada proses cold work, spring back sangatlah penting. Bila menginginkan
ukuran tertentu, deformasi harus dilebihkan sejumlah yang sama dengan spring back. Setiap
material memiliki modulus elastisitas yang berlainan maka pemberian kelebihan untuk tipe
material juga berbeda. Spring back adalah fenomena yang diperkirakan dan pada hal yang
lebih sulit dicegah dengan prosedur desain yang lebih layak.
2.2 STRAIN HARDENING
Strain hardening adalah peristiwa naiknya kekuatan material yang ditunjukkan
oleh kekerasan karena adanya deformasi plastis. Pada saat terjadi deformasi plastis akan
timbul dislokasi (slip) dan akibatnya kekuatan material akan naik.
2.4 DISLOKASI
Dislokasi adalah suatu pergeseran atau pegerakan atom-atom di dalam sistem kristal
logam akibat tegangan mekanik yang dapat menciptakan deformasi plastis (perubahan
dimensi secara permanen). Kekuatan (strength) dan keuletan (ductility) atom di dalam
melalui tingkat kesulitan atau kemudahan gerakan dislokasi di dalam sistem kristal logam.
Misalya pada proses pengerjaan dingin (cold work) terjadi peningkatan dislokasi di dalam
kristal logam sehingga kekuatan logam meningkat, namun keuletan menurun.
Pada dasarnya dislokasi ada 2 yaitu edge dislocation and screw dislocation. Dislokasi
ulir menyerupai spiral dengan garis cacat sepanjang sumbu ulir. Vektor gesernya sejajar
dengan garis cacat. Atom-atom disekitar dislokasi ulir mengalami gaya geser, oleh karena itu
terdapat energi tambahan di sekitar dislokasi tersebut.
Kedua jenis dislokasi garis terjadi karena adanya ketimpangan dalam orientasi
bagian-bagian yang berdekatan dalam kristal yang tumbuh sehingga ada suatu deretan atom
tambahan ataupun deretan yang kurang.
gambar (B) adalah dislokasi garis. Terjadi cacat linear pada sisi bidang atom tambahan.
Semua cacat diatas dapat digeser dalam suatu lattice, baik karena pengaruh
thermodinamik maupun gaya mekanik.
Gerakan dari edge dislocation dimulai dari tepi kristal dengan terbentuknya
dislocation line, sebagai akibat dari gaya geser (shear force). Garis dislokasi ini berupa garis
lurus sepanjang kristal dan tegak lurus sepanjang kristal dan tegak lurus terhadap arah gaya
geser. Gaya geser seterusnya akan mendorong garis dislokasi ini dari satu baris atom ke baris
atom berikutnya. Baris atom yang telah tergeser ini dikatakan telah mengalami slip dan
bidang tempat terjadinya pergeseran ini dinamakan bidang slip (slip plane). Slip plane selalu
merupakan bidang yang padat atom. Dari gambar juga tampak bahwa baris atom yang telah
bergeser akan kembali memiliki ikatan antar atom seperti semula, hanya saja ikatan ini
sekarang terjadi dengan baris atom yang berbeda.
Pengertian mengenai dislokasi ini akan bermanfaat untuk menjelaskan berbagai sifat
logam antara lain deformasinya, penguatan dan lain lain.
Cacat bidang yang selalu terdapat pada kristal logam adalah grain boundary (batas
butir). Pada batas butir selalu terdapat distorsi baik karena pengaruh tegangan permukaan
maupun akibat dari interaksi dengan atom-atom kristal tetangganya. Karena setiap butir
kristal mempunyai orientasi yanga berbeda satu sama lain, maka pada batas antara satu butir
dengan butir lain akan terjadi ketidakaturan susunan atom.
2.5 DEFORMASI
Deformasi ada 2 yaitu :
- deformasi plastik
- deformasi elastik
2.5.a Deformasi plastik pada kristal
Bila suatu kristal mengalami tegangan maka susunan atom pada kristal itu akan
mengalami perubahan posisi, perubahan ini bersifat sementara bila tegangan yang bekerja
tidak cukup besar dan akan bersifat permanen bila tegangan sudah melampaui yield. Bila
tegangan telah melampaui yield maka garis dislokasi sudah bergeser dan mungkin telah
mencapai batas butir, sehingga butir kristal mengalami perubahan bentuk yang permanen.
Perubahan bentuk pada butir kristal akibat terjadinya hal ini akan menyebabkan terjadinya
perubahan bentuk pada bentuk luar benda. Deformasi (perubahan bentuk) dapat terjadi
dengan terjadinya slip atau twinning atau kombinasi keduanya.
Gambar efek cold working pada tensile dan yield strength dari tembaga .
Dari gambar tersebut tampak bahwa laju kenaikan yield strength lebih tinggi daripada
tensile strength, dan pada derajat deformasi yang tinggi perbedaan antara yield strength
dengan tensile strength hanya sedikit sekali. Ini berarti deformasi yang akan terjadi sebelum
patah sedikit sekali (keuletannya rendah). Ini juga berarti akan sangat berbahaya
mendeformasi logam yang telah mengalami derajat deformasi cukup tinggi karena sewaktu-
waktu dapat putus. Hal ini perlu diperhatikan dalam operasi pembentukan dengan pengerjaan
dingin seperti cold rolling, cold drawing dan lain lain.
Juga sifat penghantaran listrik akan mengalami penurunan dengan naiknya derajat
deformasi dingin. Hal ini terutama akan sangat terasa pada logam yang bukan logam murni
(paduan).
Sebagai akibat dari cold working, kekerasan, kekuatan tarik dan tahanan listrik akan
naik, sedang keuletan akan menurun. Juga terjadi peningkatan jumlah dislokasi yang besar
dan bidang-bidang kristalografi tertentu akan mengalami distorsi yang hebat.
Sebagian energi yang diberikan untuk mendeformasi logam itu dikeluarkan lagi
sebagai panas dan sebagian lagi tetap tersimpan dalam struktur kristal sebagai energi dalam
(tegangan dalam) yang dikaitkan dengan cacat kristal yang terjadi sebagai akibat dari
deformasi. Dengan kata lain logam yang mengalami pengejaan dingin akan menyimpan
sejumlah tegangan dalam sebagai akibat terjadinya sejumlah besar dislokasi.
Bila logam yang telah mengalami pengerjaan dingin ini dipanaskan kembali maka
atom-atom akan menerima sejumlah energi panas yang dapat dipakai untuk bergerak
menuju/membentuk sejumlah kristal yang lebih bebas cacat, bebas tegangan dalam. Peristiwa
perubahan yang terjadi selama proses pemanasan kembali terbagi menjadi tiga tahapan yaitu
recovery,recrystallization, dan grain growth.
Recovery terjadi pada awal pemanasan kembali, pada temperatur yang agak rendah,
dan perubahan yang terjadi tidak diikuti dengan perubahan struktur mikro, dan belum terjadi
perubahan sifat mekanik. Perubahan yang terjadi haanyalah berkurangnya tegangan dalam.
Pengurangan tenaga dalam bertujuan untuk mencegah terjadinya distorsi pada benda
kerja yang mengalami cold work sebagai akibat tegangan sisa itu, dan juga untuk mencegah
stress corrosion cracking (retak karena korosi logam yang mengalami tegangan). Proses laku
panas yang memanfaatkan ini dinamakan stress relief annealing.
Rekristalisasi terjadi melalui pengintian pengintian (nucleation) dan pertumbuhan
(growth). Untuk memulai suatu proses rekristalisasi diperlukan masa inkubasi. Masa inkubasi
ini diperlukan sebagai waktu utuk pengumpulan sejumlah energi yang cukup untuk memulai
rekristalisasi. Rekristalisasi dapat terjadi pada temperatur tertentu yang dinamakan
temperatur rekristalisasi, yaitu temperatur dimana logam yang dideformasi dingin akan
mengalami rekristalisasi yang tepat selesai dalam satu jam. Tingginya temperatur
rekristalisasi ini dipengaruhi oleh besarnya deformasi dingin sebelumnya.
Butir (grain) kristal yang besar mempunyai free energi yang lebih rendah, karenanya
butir kristal cenderung untuk tumbuh lebih besar hingga mencapai ukuran maksimum untuk
temperatur tersebut. Makin tinggi temperatur pemanasan makin besar juga ukuran butir yang
terjadi. Bahkan laju pertumbuhan butir ini makin tinggi dengan makin tingginya temperatur
pemanasan.
Bila setelah pemanasan hingga temperatur yang dianggap cukup lalu logam
didingiinkan kembali dengan lambat maka besar butir setelah mencapai temperatur kamar
tidak berbeda banyak dengan besarnya pada saat sebelum didinginkan.
3.1 Kesimpulan
Dislokasi berhubungan dengan deformasi dan strain hardening. Pengerjaannya
dalam cold working. Akibat dari cold working, kekerasan, kekuatan tarik dan tahanan listrik
akan naik, sedang keuletan akan menurun, juga terjadi peningkatan jumlah dislokasi yang
besar dan bidang-bidang kristalografi tertentu. Deformasi plastis dapat menyebabkan
kenaikan energi pada logam atau dikenal dengan energi aktivasi dalam bentuk kerapatan
logam yang lebih tinggi. Pada strain hardening, terjadi peningkatan densitas dislokasi.
Semakin besar reduksi ketebalan, semakin banyak pula jumlah dislokasi yang dihasilkan.
3.2 Saran
Makalah ini masih jauh dari unsur kesempurnaan, maka dari itu mohon kritik
dan saran dari berbagai pihak. Tak ada gading yang tak retak, semua pasti ada kesalahan.
Semoga proses pembelajaran ini dapat menjadi acuan untuk menuju yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Siswosuwarno, M. 1985. Diktat Teknik Pembentukan Logam Jilid 1. Jurusan Teknik Mesin,
ITB, Bandung.
Djaprie, Sriati. 1992. Ilmu dan teknologi Bahan Edisi 5. Erlangga, Jakarta
Wahid, Suherman. 1987. Diktat Pengetahuan Bahan. Jurusan Teknik Mesin, ITS, Surabaya.
De Garmo, P.E. 1998. Material and Processes in Manufacturing. 7th Edition. Macmillan Publishing
Company.
Darsin, Mahros. 2007. Proses Pembentukan Logam. Jurusan Jeknik Mesin, Unej, Jember.