Seorang Laki – laki dengan Kelelahan, Nafas Pendek Saat Aktivitas dan
Berkeringat pada Malam Hari
KELOMPOK VII
1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. 1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Brian
Umur : 32 Tahun
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Alamat :-
Pekerjaan :-
Kewarganegaraan : -
Status :-
Keluhan tambahan :
- Pasien merasa nyeri pada kuadran kiri atas dan penurunan nafsu makan
karena merasa perutnya penuh
2
sebagai penyebab keluhan, misalnya splenomegali karena anemia hemolitik, atau
karena ada infiltrasi sel leukemia.
A. 3 PEMERIKSAAN FISIK
I. Keadaan Umum
a. Tingkat kesadaran : Compos mentis
b. Kesan sakit : Fatig
c. Terlihat : Pucat wajah dan kulit
II. Status Antropometri
a. Tinggi badan : 167 cm
b. Berat badan : 54 kg
c. BMI : 16,17 (menurun)
III. Tanda Vital
Kepala
Hidung Tidak diketahui
3
Mulut dan Kesehatan Gigi Pucat di bibir dan lidah
4
Kedua, infeksi TBC karena ada keringat pada malam hari, limfadenopati
dan sesak saat beraktifitas. Kemungkinan ini kami coret karena adanya
hepatosplenomegali.
Ketiga, gagal jantung. Dari anamnesis kelompok kami sudah
menyingkirkan berdasarkan keterangan pasien. Pemeriksaan fisik juga
menguatkan pendapat kami karena ada tanda yang lebih khas untuk penyakit lain.
Selain itu pada pasien tidak terdapat oedema pada ekstremitas.
Dari hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk menunjang anamnesis,
kami meyimpulkan kemungkinan adanya keganasan pada pasien ini yang bias
disebabkan oleh limfoma Hodgkin dan leukemia kronis. Kami berpendapat
leukemia kronis karena pada suhu tubuh pasien tidak terlalu tinggi. Berbeda
dengan yang akut yang didominasi oleh sel blast, suhu tubuh pasien bias tinggi
karena rentan terhadap infeksi.
B. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko yang kami maksudkan adalah faktor resiko untuk penyakit
leukemia. Dari kasus, kami menemukan beberapa faktor resiko, yaitu :
- umur yang semakin tua
- pria
Untuk faktor resiko lain yang tidak kami dapatkan pada kasus yaitu :
- riwayat radiasi, misalnya untuk terapi kanker sebelumnya.3
5
splenomegali. Limfoma Hodgkin
Hipermetabolisme akibat Limfoma non-
proliferasi sel-sel Hodgkin
leukemia. Anemia aplastik
Nafas pendek RR : 22 x/menit Leukemia myeloid
ketika beraktivitas takipneu. kronis
Hipermetabolisme akibat Leukemia limfositik
proliferasi sel-sel kronis
leukemia. Limfoma Hodgkin
Limfoma non-
Hodgkin
Anemia aplastik
Keringat malam Hipermetabolisme akibat Leukemia myeloid
proliferasi sel-sel kronis
leukemia. Leukemia limfositik
kronis
Limfoma Hodgkin
Limfoma non-
Hodgkin
Anemia aplastik
Nyeri di kuadran Pada palpasi teraba massa Leukemia myeloid
kiri atas di kuadran kiri atas sampai kronis
10 cm di batas bawah kosta Leukemia limfositik
kiri splenomegali kronis
menimbulkan nyeri seperti Limfoma Hodgkin
di remas. Limfoma non-
Hodgkin
Penurunan nafsu Splenomegali Leukemia myeloid
makan mengakibatkan desakan kronis
lambung terhadap limpa Leukemia limfositik
6
perut terasa penuh.4 kronis
Pada pemeriksaan Limfoma Hodgkin
antropometri gizi Limfoma non-
kurang. Hodgkin
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
HASIL NILAI
PEMERIKSAAN KETERANGAN
PEMERIKSAAN RUJUKAN
Hb 8,6 g/dl 13-16 g/dl Anemia
9
4,5-11 x 109
Leukosit 115 x 10 sel/l Leukositosis
sel/l
150-350 x 109
Trombosit 840 x 109 sel/l Trombositosis
sel/l
Basofilia. Netrofilia
0-1/1-3/2-6/50-
5/1/-/80/2/2 Limfositopenia.
70/20-40/3-8
Monositopenia
Hitung jenis Blast 2 ↑
Tidak
Promielosit 4 ↑
ditemukan di
Mielosit 20 ↑
darah tepi
Metamielosit 4 ↑
Retikulosit 2% 0,5-1,5% Retikulositosis
Asam urat 9,5 mg/dl 2,5-9 mg/dl ↑
SGOT 31 IU/l 0-40 IU/l Normal
SGPT 26 IU/l 5-40 IU/l Normal
Kreatinin 0,9 mg/dl 0,7-1,5 mg/dl Normal
7
Ureum 32 mg/dl 10-38 mg/dl Normal
Kalium 5,2 mEq/l 3,5-5,2 mEq/l Normal
Natrium 141 mEq/l 135-145 mEq/l Normal
8
limfositik kronik. Pada leukemia limfositik kronik justru nilai trombosit
rendah karena produksi trombosit dihambat oleh seri limfosit yang
berproliferasi dengan cepat oleh karena itu berdasarkan nilai trombosit
maka leukemia limfositik kronik dapat disingkirkan dari hipotesis.
4. Hitung jenis: Hasil hitung jenis pada pasien ini sesuai dengan hitung jenis
yang biasa didapatkan pada pasien penderita leukemia mielositik kronik.
Yaitu, pada pasien ini dapat ditemukan peningkatan sel seri granulosit
(basofil dan netrofil) dan juga ditemukan sel-sel mielosit yang muda yang
seharusnya dalam keadaaan normal tidak didapatkan pada darah tepi.
Sesuai dengan hitung jenis pada pasien, pada penderita leukemia
mielositik kronik dapat ditemukan <10% sel blast dan promielosit serta sel
mielosit yang dominan. Hasil hitung jenis pasien tidak sesuai dengan
leukemia limfositik kronik karena pada penyakit ini dapat ditemukan
limfositosis sedangkan pada pasien yang didapatkan ialah limfositopenia,
sehingga memperkuat kelompok kami menyingkirkan hipotesis ini.
5. Asam urat ↑: Peningkatan asam urat pada pasien ini ialah akibat
pemecahan sel-sel darah yang meningkat. Pemecahan sel dapat
menghasilkan asam urat akibat degradasi nukleotida di dalam sel yang
terdiri dari purin. Sel-sel darah muda yang berada di dalam darah tepi
gampang pecah karena ukurannya yang besar sehingga dapat
menghasilkan asam urat.
6. Retikulositosis: Retikulositosis ringan yang didapatkan pada pasien ini
terjadi akibat peningkatan sintesis eritrosit, yang juga berasal dari myeloid
stem cell. Hal ini juga menyingkirkan anemia aplastik.
9
E. SEDIAAN APUS DARAH TEPI
mielosit
mieloblast
basofil
Netrofil
segmen
metamielosit
promielosit
Netrofil
batang Hipersegmen
tasi netrofil
Anomali
pelger huet
10
d) Metamielosit bentuk oval atau bulat, warna sitoplasma
merah muda, ada lekukan kurang dari setengah diameter inti.
e) Neutrofil batang Inti berbentuk huruf U, lekukannya
lebih dari setengah diameter inti, warna sitoplasma merah
muda, kromatin kasar dan padat dan granula tersebar merata.
f) Neutrofil segmen Inti terdiri dari 2-5 lobus yang
dihubungkan oleh filament, sitoplasma merah muda, kromatin
kasar padat dan granula tersebar merata.
g) Basofil Sitoplasma mengandung granula dengan
ukuran berbeda, bentuk tak selalu bulat, warna biru hitam dan
ada yang menutup inti.
3. Adanya anomali Pelger-Huet. Hal ini terjadi akibat kegagalan
pemisahan inti pada neutrofil segmen sehingga dijumpai neutrofil
dengan inti hanya 2 lobus atau kurang (mirip gagang telepon).
Biasanya ditemukan dalam leukemia kronik.
4. Bentuk eritrosit normositik normokrom dan tampak eritrosit mulai
membentuk rouleaux. Hal ini dapat dilihat pada hasil laboratorium
dimana terjadi peningkatan LED.
11
hiperseluler dengan M:E ratio yang meningkat. Hasil pemeriksaan aspirasi sum-
sum tulang yang didapatkan untuk pasien ini ialah:
12
Setelah dilakukan pemeriksaan sitogenetik, kelompok kami semakin yakin
bahwa pasien menderita Leukemia Myelositik Kronik (LMK). Pada hasil
sitogenetik dapat dilihat bahwa pasien juga mempunyai kromosom Philadelphia
(Ph) yang khas. Sebagian besar penderita kromosom Ph memang mempunyai
factor resiko lebih tinggi terkena LMK. Kromosom ini dihasilkan dari translokasi
t(9;22)(q23;q11) antara kromosom 9 dan 22, akibatnya bagian dari protoonkogen
Abelson (ABL) dipindahkan pada gen BCR di kromosom 22 dan bagian
kromosom 22 pindah ke kromosom 9. Setelah terjadi pemindahan, terbentuklah
fusi protein BCR-ABL yang nantinya akan membentuk tirosin kinase dan
akhirnya mengarah pada leukemia mielositik kronik.5
H. DIAGNOSIS
Diagnosa pasti kelompok kami adalah Leukemia Mielositik Kronik,
yang menjadi dasar kelompok kami menegakan diagnosa ini adalah sebagai
berikut :
Anamnesis :
Terdapat gejala cepet lelah sebagai manifestasi anemia serta
hipermetabolisme yang terdapat pada leukemia mielositik kronik.
Terdapat gejala sering berkeringat malam hari sebagai manifestasi
dari hipermetabolisme yang terdapay pada leukemia mielositik
kronik.
Adanya riwayat nyeri pada perut kiri atas dimana sebagai
kemungkinan splenomegali yang sering terjadi pada leukemia
mielositik kronik. (splenomegali telah dikonfirmasi dengan
pemeriksaan fisik)
Pemeriksaan fisik :
Pucat sebagai manifestasi anemia,
Frekuensi nafas yang meningkat sebagai kompensasi dari anemia.
Frekuensi nadi yang meningkat sebagai kompensasi dari anemia.
Pemebesaran limpa (splenomegali)
13
Limfadenopati
Pemeriksaan penunjang :
Hemoglobin yang rendah : anemia
Trombosit meningkat
Peningkatan basofil dan netrofil (seri granulosit)
Ditemukan sel imatur seri granulosit pada pemeriksaan darah tepi
dimana secara normal hanya terdapat pada sum-sum tulang
Peningkatan asam urat
Aspirasi dan biopsi sum-sum tulang, dimana menunjukan diagnosa
pasti leukemia mielositik krinik fase kronik.
14
I. PATOFISIOLOGI
J. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi pada leukemia granulositik kronis adalah mencapai remisi
lengkap, baik remisi hematologi, remisi sitogenetik, maupun remisi
biomolekular.
15
>300.000/mm3, dosis menjelaskan dilakukan cangkok
boleh ditinggikan tentang sumsum tulang dapat
sampai maksimal 2,5 penyakit yang memungkinkan
gram/hari diderita pasien terjadinya
Penggunaan kepada pasien penyembuhan. Jika
dihentikan dulu jika dan keluarganya pada fase akselerasi dan
leukosit <8.000/mm3 Penjelasan fase krisis dilakukan
atau trombosit < tentang efek cangkok sumsum tulang
100.000/mm3 samping dari hasilnya tidak sebaik
Menurut literature terapi yang pada fase kronis.
penggunaan obat ini akan diberikan.
dapat memberikan
harapan hidup
selama 4 tahun.
2. Busulfan
Dosis 4 – 8 mg/hari
per oral, dapat
dinaikkan sampai 12
mg/hari.
Bila leukosit sangat
tinggi sebaiknya
pemberian busulfan
ini disertai dengan
alopurinol dan
hidrasi yang baik.
Hati – hati dengan
efek samping
fibrosis paru dan
supresi sumsum
tulang yang
berkepanjangan.
3. Imatinib mesylate
Bekerja dengan
16
menghambat
aktivitas tirosin
kinase dari fusi gen
BCR-ABL
Digunakan pada
pasien ini karena
pasien terbukti dari
hasil pemeriksaan
cytogenetikanya
adalah kromosom
Philadelphia.
Dosis 400 mg/hari
setelah makan
(karena fase kronik).
Dosis dapat
ditingkatkan sampai
600 mg/hari bila
tidak mencapai
respons hematologik
setelah 3 bulan
pemberian atau
pernah mencapai
respon yang baik
tetapi terjadi
perburukan secara
hematologik yakni
Hb rendah dan/atau
leukosit meningkat
dengan/tanpa
perubahan jumlah
trombosit
Jika terjadi netropeni
berat <500/mm3 atau
17
trombositopenia
berat <50.000/mm3
atau peningkatan
SGOT/SGPT dan
bilirubin.
Menurut literature
dapat memberikan
harapan hidup
selama 5 tahun.
4. Interferon alfa-2a atau
Interferon alfa-2b
Dosis 5 juta
IU/m2/hari subkutan
sampai tercapai
remisi sitogenetik,
biasanya setelah 12
bulan terapi. Tetapi
berdasarkan data
penelitian di
Indonesia dosis yang
dpat ditoleransi
adalah 3 juta
2
IU/m /hari
Atau memakai
sediaan pegilasi
interferon sehingga
penyuntikan cukup
sekali seminggu,
tidak perlu tiap hari.
Diperlukan
premedikasi dengan
analgetik dan
antipiretik sebelum
18
pemberian interferon
untuk mencegah atau
mengurangi efek
samping interferon
berupa flue-like
7
syndrome.
K. KOMPLIKASI
1. Masalah metabolic
Masalah metabolik terjadi akibat cepatnya sitolisis (penghancuran sel-sel
tubuh), yang akan mengakibatkan terjadinya hiperurikemia, hiperkalemia dan
hiperfosfatemia. Hal tersebut harus di antisipasi, dan di terapi dengan pemberian
cairan yang cukup, alkalinisasi dan pemberian allupurinol.
2. Hiperleukositosis
Peningkatan ekstrim dari leukosit pada LMK dapat menyebabkan
komplikasi leukostatik pada beberapa organ khususnya otak, paru, retina dan
penis. Sejak leukosit kurang seimbang dengan eritrosit akan terjadi peningkatan
viskositas darah akibat peningkatan fraksi leukosit tersebut. Myeloblas merupakan
sel yang lebih kaku dibandingkan sengan leukosit lain, juga meningkatkan
viskositas tersebut. Jika hiperleukositosis mencapai > 200 000/mm3 atau > 50
000/mm3, penderita harus diterapi secara simultan dengan obat sitotoksik seperti
hidroksiurea 50-75 mg/kgbb/hari dengan infus intravena, transfusi tukar dan
transfusi eritrosit.
3. Hepatosplenomegali
Hepatosplenomegali disebabkan oleh karena terjadinya hiperleukositosis,
dimana terdapat akumulasi leukosit yang berinfiltrasi ke dalam hepar dan limpa,
lalu terkumpul di sana dan menyebabkan pembesaran kedua organ tersebut.
4. Priapism
19
Nyeri persisten pada penis mungkin merupakan akibat obstruksi oleh
leukemia, adanya penyumbatan pada korpora kavernosa akibat tertekannya saraf
dan vena oleh pembesaran lien. Aterapi mencakup pemberian analgetik,
pemberian cairan yang cukup, kompres hangat, radioterapi (pada penis atau lien)
dan pemberian kemoterapi dosis tinggi (50-74 mg/kgbb/hari intravena).
5. Leukemia Meningeal
Leukemia meningeal pada LMK fase kronis sering tidak diketahui dan
jarang dijumpai pada stadium blas. Kejadian komplikasi ini akan meningkat bila
penderita bertahan hidup lama pada fase blas. Gejala yang dijumpai berupa
paralysis saraf pusat dan udema papil. Diagnosis dibantu dengan ditemukannya
sel blas pada cairan cerebrospinal. Terapi adalah dengan memberikan metotreksat,
walaupun hasilnya kurang memuaskan
6. Myelofibrosis
LMK sering terjadi bersama-sama dengan myelofibrosis dan akan
meningkatkan produksi kolagen pada sumsum tulang atau terjadi penurunan
degradasi kolagen.
L. PROGNOSIS
20
Ad Sanationam : Dubia ad Malam
Pada kasus CML, untuk terjadinya relaps atau kekambuhan
memiliki angka yang cukup besar, kecuali jika dilakukan transplantasi
stem cell yang akan memberikan kesembuhan total bagi pasien.
21
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari skenario kasus yang diberikan, informasi yang kami dapatkan masih
minim pada sesi awal, sehingga untuk menentukan diagnosis pasien ini menjadi
agak sulit. Oleh karena itu kami perlu melakukan anamnesis tambahan terkait
riwayat penyakit, dan kami pun memerlukan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan.
Hal tersebut dilakukan untuk membandingkan informasi yang kami dapatkan pada
pasien ini dengan informasi yang tercantum dalam literature dan pada sesi kedua
sudah terdapat hasil pemeriksaan yang kami anjurkan.
22
Apakah sudah mengkonsumsi obat untuk mengatasi keluhannya?
Riwayat kebiasaan :
Bagaimana aktivitas sehari-hari?
Apa pekerjaan pasien?
Bagaimana intake makanannya?
Masih aktif berolahraga atau tidak?
Apakah mengonsumsi alkohol?
Diagnosis
23
Patofisiologi/ Patogenesis
Pada translokasi ini, bagian dari 2 kromosom (9 dan 22) bertukar tempat.
Akibatnya, bagian dari gen BCR (breakpoint cluster region) dari kromosom 22
bercampur dengan gen ABL dari kromosom 9. Dari penggabungan abnormal ini
terjadi sintesis protein berat p210 atau p185 (p merupakan ukuran berat protein
selular dalam kDa). Karena ABL membawa domain yang dapat menambahkan
gugus phosphat ke residu tirosin (suatu tirosin kinase), produk penggabungan gen
BCR-ABL juga berupa tirosin kinase.
Klasifikasi
LGK dapat dibagi atas 3 fase berdasarkan karakteristik klinis dan hasil
pemeriksaan laboratorium. Dengan tidak adanya intervensi, LGK berawal dari
fase kronik, dan beberapa tahun kemudian berkembang menjadi fase terakselerasi
(accelerated) dan akhirnya terjadi krisis blast (blast crisis). Krisis blast
24
merupakan fase terminal dari LGK dan secara klinis mirip dengan leukemia akut.
Beberapa pasien telah berada pada fase terakselerasi atau krisis blast saat
didiagnosis.
Fase Kronik
Sekitar 85% pasien penderita LGK berada pada fase kronik saat
didiagnosis. Selama fase ini, pasien seringkali asimptomatik atau hanya menderita
gejala-gejala lemah yang ringan, dan rasa tidak nyaman pada abdomen. Durasi
dari fase kronik bervariasi dan bergantung pada seberapa cepat penyakit
didiagnosis dan seberapa efektif terapi yang diberikan.
Fase Terakselerasi
Pasien dikatakan berada dalam fase terakselerasi jika terdapat salah satu keadaan
diatas.
Krisis Blast
25
Krisis blast merupakan fase akhir dari LGK, dan terlihat seperti leukemia
akut dengan perkembangan sangat cepat. Krisis blast didiagnosis jika terdapat
salah satu tanda berikut pada pasien LGK:
> 20% myeloblast atau limfoblast pada darah atau sum-sum tulang
Persebaran luas sel-sel blast pada biopsi sum-sum tulang
Terjadi perkembangan kloroma (inti padat dari leukemia diluar sum-sum
tulang)
Pemeriksaan Penunjang
- Hematologi rutin.
Pada fase kronis, kadar Hb umumnya normal atau sedikit menurun,
leukosit antara 20.000-60.000/mm3. Persentasi eusinofil dann atau basofil
meningkat. Trombosit biasanya meningkat antara 500-600.000/mm3.
Walaupun sangat jarang, pada beberapa kasus dapat normal atau
trombositopenia.
- Apus Darah Tepi.
Erotrosit sebagian besar normositik normokrom, sering ditemukan adanya
prolikromasi eritroblas asidofil atau plorikromatofil. Tampak seluruh
tingkatan diferensiasi dan maturasi sel granulosit, presentasi sel mielosit
dan metamielosit meningkat, demikian juga presentasi eusinofil dan atau
basofil.
- Apus Sumsum Tulang.
Selularitas meningkat (hiperselular) akibat proliferasi dari sel-sel
leukemia, sehingga rasio myeloid:eritroid meningkat. Megakariosit juga
tampak lebih banyak. Dengan pewarnaan retikulin, tampak bahwa stroma
susum tulang mengalami fibrosis.
- Karyotipik.
Dahulu dikerjakan dengan teknik pemitaan (G-binding technique), saat ini
teknik ini sudah mulai ditinggalkan dan perannya digantiksn oleh metode
FISH (Fluoresen Insitu Hybridization) yang lebih akurat. Beberapa aberasi
26
kromososm yang sering ditemukan pada LGK, antara lain: +8, +9, +21,
i(17).
- Laboraturium Lain.
Sering ditemukan hiperurikemia.
Pengobatan
Tujuan terapi pada LGK adalah mencapai remisi lengkap, baik remisi
hematologi, remisi siogenik, maupun remisi biomolekular. Untuk mencapai remisi
hematologis digunakan obat-obat yang bersifat mielosupresif. Begitu tercapai
remisi hematologis, dilanjutkan dengan terapi interferon dan atau cangkok
sumsum tulang. Indikasi cangkok sumsum tulang: 1. Usia tidak lebih dari 60
tahun, 2. Ada donor yang cocok, 3. Termasuk golongan resiko rendah menurut
perhitungan Sokal.
Hydroxyurea (Hydrea)
o Merupakan terapi terpilih untuk indikasi remisi hematologik pada
LGK
o Lebih efektif disbanding busulfan, melfalan (Alkaren), dan
klorambusil
o Efek mielosupresif masih berlangsung beberapa hari sampai 1
minggu setelah pengobatan dihentikan. Tidak seperti busulfan yang
dapat menyebabkan anemi aplastik dan fibrosis paru.
o Dosis 30mg/kgBB/hari diberikan sebagai dosis tunggal maupun
dibagi 2-3 dosis. Apabila leukosit > 300.000/mm3, dosis boleh
ditinggikan sampai maximal 2.5 gram/hari
Busulfan (Myleran)
o Termasuk golongan alkil yang sangat kuat
o Dosis 4-8mg/hari per oral, dapat dinaikan sampai 12mg/hari. Harus
dihentikan bila lekosit antara 10-20.000/mm3, dan baru dimulai
kembali setelah lekosit >50.000/mm3.
o Tidak boleh diberikan pada wanita hamil
27
o Interaksi obat : asetaminofen, siklofosfamid, dan intrakonazol akan
meningkatkan efek busulfan, sedangkan fenitonin akan
menurunkan efeknya.
o Bila lekosit sangat tinggi, sebaiknya busulfan disertai dengan
alopurinol dan hidrasi yang baik.
o Dapat menyebabkan hidrasi paru dan supresi sumsum tulang yang
berkepanjangan.
Imatinib mesylate (Gleevec = Glyvec)
o Tergantung antibody monoclonal yang dirancang khusus untuk
menghambat aktivitas tirosin kinase dari fungsi gen BCR-ABL.
o Diabsorbsi secara baik oleh mukosa lambung pada pemberian per
oral
o Untuk fase kronik, dosis 400mg/hari setelah makan. Dosis dapat
ditingkatkan sampai 600mg/hari bila tidak mencapai respon
hematologic setelah 3 bulan pemberian, atau pernah mencapai
respon yang baik tetapi terjadi perburukan secara hematologic,
yakni Hb menjadi rendah dan/atau leukosit meningkat
dengan/tanpa perubahan jumlah trombosit.
o Dosis harus diturunkan apabila terjadi netropeni berat (<500/mm3)
atau trombositopenia berat (<50.000/mm3) atau peningkatan
SGOT/SGPT dan bilirubin.
o Untuk fase akselerasi atau krisis blas, dapat diberikan langsung
800mg/hari (400mg b.i.d)
o Dapat timbul reaksi hipersensitivitas, walaupun sangat jarang
o Tidak boleh diberikan pada wanita hamil
o Interaksi obat : ketokonazol, simvastatin, dan fenitoin akan
meningkatkan efek imatimib mesilat
o Selain remisi hematologic, obat ini dapat menghasilkan remisi
sitogenetik yang ditandaki dengan hilangnya/berkurangnya
kromosom Ph dan juga remisi biologis yang ditandai dengan
28
berkurangnya ekspresi gen BCR-ABL atau protein yang
dihasilkannya.
Interferon alfa 2a atau Interferon alfa 2b
o Interferon tidak dapat menghasilkan remisi biologis walaupun
dapat mencapai remisi sitogenetik
o Dosis 5juta IU/m2/hari subkutan sampai terjadi remisi sitogenetik,
biasanya setelah 2 bulan terapi. Berdasarkan data penelitian di
Indonesia, dosis yang dapat ditoleransi adalah 3 juta IU/m2/hari.
Saat imi sudah tersedia sediaan pengilasi interferon, sehingga
penyuntikan cukup sekali smeinggu,, tidak perlu tiap hari.
o Diperlukan pre medikasi dengan analgetik dan antipiretik sebelum
pemberian interfero untuk mencegah/mengurangi efek efek
samping interferon berupa flue-like-syndrome.
o Interaksi obat: teofilin, simetidin, vinblastin dan zidovudin dapat
meningkatkan efek toksin interferon
Cangkok sumsum tulang
o Merupakan terapi definitf untuk LGK. Data menunjukkan bahwa
cangok sumsum tulang (CST) dapat memperpanjang masa remisi
sampai >9 tahun, terutama pada CST alogenik.
o Tidak dilakukan pada LGK dengan kromosom Phnegatif Tu BCR-
ABL negative.
-
Prognosis
Dahulu median kelangsungan hidup pasien berkisar antara 3-5 tahun
setelah dosis ditega,kkan. Saat ini dengan ditemukannya beberapa obat baru,
maka median kelangsungan hidup pasien dapat diperpanjang secara signifikan.
Sebagai contoh pada beberapa uji klinis kombinasi hidrea dengan interferon
media kelangungan hdup mencapai 6-9 tahun. Imatimib mesilat memberikan hasil
yang lebih menjanjikan, tetapi median kelangsungan hidup belum dapat
29
ditentukan karena masih menunggu b eberapa hasil uji klinik yang saat iini masih
berlangsung.
Faktor - faktor dibawah ini memperburuk prognosis pasien LGK, antara
lain:
- Pasien : usia lanjt, keadaan umum buruk, disertai gejala sistemik seperti
penurunan berat badan, demam, keringat malam
- Laboraturium : anemia berat, trombositopenia, trombositosis, basofilia,
eusinofilia, kromosom Ph negative, BCR-ABL negative
- Terapi : memerlukan waktu lama (>3bulan) untuk mencapai remisi,
memerlukan terapi dengan dosis tinggi, waktu remisi singkat.8
30
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
31
BAB VI
PENUTUP DAN UCAPAN TERIMA KASIH
32
bimbingan dan panduan para dosen, kami akan semakin baik nantinya. Akhir kata
kami ucapkan terima kasih.
33