1. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai
proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau kematian
dengan tanda-tanda preeklampsi tetapi tanpa proteinuria (Wiknjosastro H,2008). .
Epidemiologi
DepKes (1995) melaporkan bahwa penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah
perdarahan (38- 40%), penyakit hipertensi selama kehamilan (5-20%), dan sepsis (10-27%).
Persalinan yang memanjang dan aborsi juga penyebab kematian ibu, yang biasanya
merupakan akibat perdarahan atau sepsis. Wishnuwardani (1996) melaporkan bahwa 80%
kematian ibu terjadi di rumah sakit (RS). Ini menunjukkan bahwa teknologi tinggi yang lebih
canggih dan mahal di RS tidak menjamin penurunan kematian ibu. Aspek lain yang
barangkali tidak terkait dengan pelayanan di RS, seperti status perempuan itu sendiri dalam
masyarakat juga berkontribusi terhadap kematian ibu (Rohmani dkk, 2013) (Wiknjosastro
H,2008).
Menurut Rohmani dkk, 2013 dalam penelitiannya Kejadian hipertensi pada kehamilan
sekitar 5-15% dan merupakan satu diantara 3 penyebab mortalitas dan morbiditas ibu
Didapatkan prevalensi hipertensi pada ibu hamil sebesar 1.062 kasus (12,7%)
Etiologi
Teori yang mengemukakan tentang bagaimana dapat terjadi hipertensi dalam kehamilan
cukup banyak, tetapi tidak satupun dari teori tersebut dapat menjelaskan berbagai gejala yang
timbul. Oleh karena itu, disebutsebagai “disease of theory”. Landasan teori yang mendasari
terjadinya hipertensi dalam kehamilan adalah (Prawirohardjo,2017) :
1) Teori imunologis
Risiko gangguan hipertensi dalam kehamilan meningkat cukup besar pada keadaan-keadaan
ketika terjadi pembentukan antibodi penghambat (blocking antibody) terhadap tempat-tempat
antigenik di plasenta. Keadaan tersebut dapat ditemukan pada ibu dengan primigravida
2. Teori disfungsi endotel
Hipertensi dalam Kehamilan Dari berbagai macam faktor risiko terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, maka dapat dikelompokkan sebagai berikut (Prawirohardjo,2017).
1) Primigravida
2) Hiperplasentosis, seperti molahidatidosa, kehamilan ganda, diabetes melitus, hidrops
fetalis, bayi besar.
3) Umur yang ekstrim
.4) Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia dan eklampsia
5) Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6) Obesitas
Penegakkan Diagnosis
1) Anamnesis
Dilakukan anamnesis pada pasien/keluarganya mengenai adanya gejala, penyakit
terdahulu, penyakit keluarga dan gaya hidup sehari- hari. Gejala dapat berupa nyeri kepala,
gangguan visus, rasa panas dimuka, dyspneu, nyeri dada, mual muntah dan kejang. Penyakit
terdahulu seperti hipertensi dalam kehamilan, penyulit pada pemakaian kontrasepsi
hormonal, dan penyakit ginjal. Riwayat gaya hidup meliputi keadaan lingkungan sosial,
merokok dan minum alkohol (Prawirohardjo,2017).
Evaluasi tekanan darah dilakukan dengan cara meminta pasien dalam posisi duduk di
kursi dengan punggung bersandar pada sandaran kursi, lengan yang akan diukur tekanan
darahnya, diletakkan setinggi jantung dan bila perlu lengan diberi penyangga. Lengan atas
harus dibebaskan dari baju yang terlalu ketat melingkarinya. Pada wanita hamil bila tidak
memungkinkan duduk, dapat miring kearah kiri. Pasien dalam waktu 30 menit sebelumnya
tidak boleh minum kopi dan obat dan tidak minum obat-obat stimulant adrenergik serta
istirahat sedikitnya 5 menit sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah. Alat yang dipakai
untuk mengukur tekanan darah adalah sphygmomanometer. Diagnosis hipertensi gestasional
ditegakkan ketika tekanan darah mencapai 140/90 mmHg atau lebih tanpa disertai
proteinuria dan mengalami reklasifikasi menjadi hipertensi transien. Sedangkan pada
hipertensi kronik ditegakkan berdasarkan definisi dari hipertensi kronik, yaitu biladidapati
hipertensi telah timbul sebelum kehamilan, atau timbul sebelum usia kehamilan 20 minggu.
Tabel Kriteria Hipertensi Kronik
3).Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang perlu dilakukan dalam kasus hipertensi sebagai komplikasi kehamilan
adalah proteinuria, untuk diagnosis dini preeklamsia yang merupakan akibat dari hipertensi
kehamilan. Pemeriksaan proteinuria dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu secara
Esbach dan Dipstick (Rohmani dkk, 2013).
Penatalaksanaan (Prawirohardjo,2017)
1. 𝛂 Metildopa
Diberikan dengan dosis awal 500 mg 3x1 sehari dengan dosis maksimal 3 gram per hari
Daftar pustaka
Prawirohrdjo, Sarwono. Ilmu Kandungan. Edisi ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2017