Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan tertentu
yang dilakukan oleh seorang aktor atau beberapa aktor berkenaan dengan
suatu masalah. Tindakan para aktor kebijakan dapat berupa pengambilan
keputusan yang biasanya bukan merupakan keputusan tunggal, artinya
kebijakan diambil dengan cara mengambil beberapa keputusan yang saling
terkait dengan masalah yang ada. Pengambilan keputusan dapat diartikan
sebagai pemilihan alternatif terbaik dari beberapa pilihan alternatif yang
tersedia. Ada beberapa teori yang paling sering digunakan dalam mengambil
kebijakan yang akan di bahas didalam makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa defisini pembuatan keputusan kebijakan?
2. Apa saja teori pembuatan keputusan?
3. Apa saja nilai-nilai yang terkandung didalam sebuah pembuatan
keputusan?
4. Siapa saja aktor yang berperan dalam pembuatan keputusan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui defisini pembuatan keputusan kebijakan.
2. Untuk mengetahui teori-teori pembuatan keputusan.
3. Untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung didalam sebuah pembuatan
keputusan.
4. Untuk mengetahui aktor-aktor yang berperan dalam pembuatan keputusan.

1
BAB II

DEFINISI PEMBUATAN KEPUTUSAN

Sulit dipungkiri bahwa kebijakan publik itu, secara substansial dan


fundamental merupakan suatu studi mengenai pembuatan atau pengambilan
keputusan (decision making). Itulah sebabnya, bagi para ahli kebijakan publik
(policy scholars) persoalan-persoalan penting, seperti siapakah yang membuat
keputusan-keputusan dan mengapa mereka membuat keputusan- keputusan
dengan cara tertentu dan tidak dengan cara lain, akan senantiasa menjadi fokus
dari penelitian mereka. Dimana pun dan kapan pun, kebijakan publik itu dibuat
pasti akan melibatkan apa yang disebut the coervice power of the state (kekuatan
berdaya paksa dari negara).

Bagaimanakah keputusan-keputusan kebijakan itu dijelaskan oleh para


ahli? Para ahli mencoba mendefinisikan/merumuskan makna pembuatan
keputusan kebijakan cukup banyak, beberapa diantaranya dipaparkan dibawah ini.

Charles Lindblom (1968), menuturkan bahwa pembuatan kebijakan publik


(public policy making) itu pada hakikatnya adalah: “an extremelu complex,
analyticalm and political process to which there is no beginning or end, and the
boundaries of which are most uncertain. Somehow a... complex set of forces that
we call policy-marking all taken together, produces effect called policies”
merupakan proses yang amat kompleks dan analitis, tidak mengenal saat dimulai
dan diakhirinyam dan batas-batas dari proses itu sesungguhnya yang paling tidak
pasti. Serangkaian pembuatan kekuatan-kekuatan yang agak kompleks yang kita
sebut sebagai pembuatan kebijakan publik itulah yang kemudian membuahkan
hasil yang disebut kebijakan).

Raymond Bauer, dalam tulisannya berjudul “The Study of Policy


Formation”, merumuskan pembuatan kebijakan publik sebagai proses
transformasi atau pengubahan input politik menjadi output politik. Dari rumusan
ini pandangan yang diketengahkan oleh Bauer tersebut tampak amat dipengaruhi
oleh teori analisis sistem (system analysis), sebagaimana pernah dianjurkan oleh
David Easton (1963).

2
Seorang pakar kebijakan publik dari Afrika , Chief J. O. Udoji (1981),
merumuskan secara terperinci pembuatan kebijakan publik sebagai berikut:
“keseluruhan proses yang menyangkut pengartikulasian dan pendefinisian
masalah, perumusan kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dalam
bentuk tuntutan-tuntutan politik, penyaluran tuntutan-tuntutan tersebut kedalam
sistem politik, pengupayaan pemberian sanksi-sanksi atau legitimasi dari arah
tindakan yang dipilih, pengesahan, dan pelaksanaan/implementasi, monitoring dan
peninjauan kembali.

Menurut O. Udoji, siapa yang berpartisipasi dan apa peranannya dalam


proses tersebut untuk sebagian besar akan tergantung pada struktur politik
pengambilan keputusan itu sendiri.

Pengambilan keputusan mengandung arti pemilihan alternatif terbaik dari


sejumlah alternatif yang terseia. Teori-teori pengambilan keputusan berkaitan
dengan masalah bagaimana pilihan itu dibuat. Kebijakan adalah suatu tindakan
yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh seorang aktor atau
sejumlah aktor berkenaan dengan suatu masalah atau persoalan tertentu.

3
BAB III

TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN

3.1 Teori Rasional Komprehensif


Barangkali toari pengambilan keputusan yang biasa digunakan dan
diterima oleh banyak kalangan aadalah teori rasional komprehensif yang
mempunyai beberapa unsur
a) Pembuatan keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang
dapat dibedakan dari masalah-masalah lain atau setidaknya dinilai
sebagai masalah-masalah yang dapat diperbandingkan satu sama lain
(dapat diurutkan menurut prioritas masalah)
b) Tujuan-tujuan, nilai-nilai atau sasaran yang menjadi pedoman pembuat
keputusan sangat jelas dan dapat diurutkan prioritasnya/kepentingannya.
c) Bermacam-macam alternatif untuk memecahkan masalah diteliti secara
saksama.
d) Asas biaya manfaat atau sebab-akibat digunakan untuk
menentukan prioritas.
e) Setiap alternatif dan implikasi yang menyertainya dipakai untuk
membandingkan dengan alternatif lain.
f) Pembuat keputusan akan memilih alternatif terbaik untuk mencapai
tujuan, nilai, dan sasaran yang ditetapkan
Ada beberapa ahli antara lain Charles Lindblom , 1965 (Ahli Ekonomi
dan Matematika) yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan itu
sebenarnya tidak berhadapan dengan masalah-masalah yang konkrit akan
tetapi mereka seringkali mengambil keputusan yang kurang tepat terhadap
akar permasalahan.
Teori rasional komprehensif ini menuntut hal-hal yang tidak rasional
dalam diri pengambil keputusan. Asumsinya adalah seorang pengambil
keputusan memiliki cukup informasi mengenahi berbagai alternatif sehingga
mampu meramalkan secara tepat akibat-akibat dari pilihan alternatif yang ada,

4
serta memperhitungkan asas biaya manfaatnya.dan mempertimbangkan
banyak masalah yang saling berkaitan
Pengambil keputusan sering kali memiliki konflik kepentingan antara
nilai-nilai sendiri dengan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat. Karena
teori ini mengasumsikan bahwa fakta-2 dan nilai-nilai yang ada dapat
dibedakan dengan mudah, akan tetapi kenyataannya sulit membedakan antara
fakta dilapangan dengan nilai-nilai yang ada.
Ada beberapa masalah diperbagai negara berkembang seperti
Indonesia untuk menerapkan teori rasional komprehensif ini karena beberapa
alasan yaitu
- Informasi dan data statistik yang ada tidak lengkap sehingga tidak bisa
dipakai untuk dasar pengambilan keputusan. Kalau dipaksakan maka akan
terjadi sebuah keputusan yang kurang tepat.
- Teori ini diambil/diteliti dengan latar belakang berbeda dengan nagara
berkembangekologi budanyanya berbeda.
- Birokrasi dinegara berkembang tidak bisa mendukung unsur-unsur
rasional dalam pengambilan keputusan, karena dalam birokrasi negara
berkembang kebanyakan korup sehingga menciptakan hal-hal yang tidak
rasional.

3.2 Teori Inkremental


Teori ini dalam mengambil keputusan dengan cara menghindari
banyak masalah yang harus dipertimbangkan dan merupakan madel yang
sering ditempuh oleh pejabat-pejabat pemerintah dalam mengambail
keputusan. Teori ini memiliki pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
a) Pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis tindakan empiris yang
diperlukan untuk mencapanya merupakan hal yang saling terkait.
b) Pembuat keputusan dianggap hanya mempertimbangkan beberapa
alternatif yang langsung berhubungan dengan pokok masalah, dan
alternatif-alternatif ini hanya dipandang berbeda secara inkremental atau
marjinal
c) Setiap alternatif hanya sebagian kecil saja yang dievaluasi mengenahi
sebab dan akibatnya.

5
d) Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan di redifinisikan secara
teratur dan memberikan kemungkinan untuk mempertimbangkan dan
menyesuaikan tujuan dan sarana sehingga dampak dari masalah lebih
dapat ditanggulangi.
e) Tidak ada keputusan atau cara pemecahan masalah yang tepat bagi setiap
masalah.Sehingga keputusan yang baik terletak pada berbagai analisis
yang mendasari kesepakatan guna mengambil keputusan.
f) Pembuatan keputusan inkremental ini sifatnya dalah memperbaiki atau
melengkapi keputusan yang telah dibuat sebelumnya guna mendapatkan
penyempurnaan.
Karena diambil berdasarkan berbagai analisis maka sangat tepat
diterapkan bagi negara-negara yang memiliki struktur mejemuk. Keputusan
dan kebijakan diambil dengan dasar saling percaya diantara berbagai pihak
sehingga secara politis lebih aman. Kondisi yang realistik diberbagi negara
bahwa dalam menagmbil keputusan/kebijakan para pengambil keputusan
dihadapkan pada situasi kurang baik seperti kurang cukup waktu, kurang
pengalaman, dan kurangnya sumber-sumber lain yang dipakai untuk analsis
secara komprehensif.
Teori ini dapat dikatakan sebagai model pengambilan keputusan yang
membuahkan hasil terbatas, praktis dan dapat diterima.
Ada beberapa kelemahan dalam teori inkremental ini
- Keputusan–keputusan yang diambil akan lebih mewakili atau
mencerminkan kepentingan dari kelompok yang kuat dan mapan sehingga
kepentingan kelompok lemah terabaikan.
- Keputusan diambil lebih ditekankan kepada keputusan jangka pendek dan
tidak memperhatikan berbagai macam kebijakan lain
- Dinegara berkembang teori ini tidak cocok karena perubahan yang
inkremental tidak tepat karena negara berkembang lebih membutuhkan
perubahan yang besar dan mendasar.
- Menurut Yehezkel Dror (1968) gaya inkremental dalam membuat
keputusan cenderung mengahsilkan kelambanan dan terpeliharanya status
quo

6
3.3 Teori Pengamatan Terpadu
Beberapa kelemahan tersebut menjadi dasar konsep baru yaitu seperti
yang dikemukakan oleh ahli sosiologi organisasi Aitai Etzioni yaitu
pengamatan terpadu (Mixid Scaning) sebagai suatu pendektan untuk
mengambil keputusan baik yang bersifat fundamental maupun inkremental.

Keputusan-keputusan inkremental memberikan arahan dasar dan


melapangkan jalan bagi keputusan-keputusan fundamental sesudah
keputusan-keputusan itu tercapai.

Model pengamatan terpadu menurut Etzioni akan memungkinkan para


pembuat keputusan menggunakan teori rasional komprehensif dan teori
inkremental pada situasi yang berbeda-beda.

Model pengamatan terpadu ini pada hakikatnya merupakan


pendekatan kompromi yang menggabungkan pemanfaatan model rasional
komprehensif dan model inkremental dalam proses pengambilan keputusan.

7
BAB IV

KRITERIA PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Untuk menentukan pilihan dari berbagai teori pengambilan keputusan baik


itu rasional, inkremental atau pengamatan terpadu dengan beberapa alternatif
pilihan yang tersedia. Tentu masing-masing harus mempunyai dasar (nilai-nilai,
norma-norma, atau pedoman tertentu) yang digunakan sebagai landasan dalam
menentukan pilihan teori yang tepat. Ada beberapa dasar atau nilai-nilai yang
mempengaruhi perilaku pembuat keputusan yang akan dibahas pada bab ini.

4.1 Nilai-nilai Politik

Keputusan atau kebijakan negara tidak lepas dari partai politik karena
pejabat-pejabat pengambil keputusan berasal dari partai politik. Dalam
mengambil keputusan dari berbagai macam alternatif yang tersedia maka
dipilih alternatif yang berkepentingan dengan partai politiknya ataupun
kelompok-kelompok klien dari partai politik dan badan atau organisasi yang
dipimpinnya. Keputusan-keputusan yang lahir tidak mustahil dibuat untuk
kepentingan partai politiknya dan digunakan sebagai instrumen untuk
memperluas pengaruh pengaruh politik untuk mencapai tujuan dari kelompok
kepentingan yang bersangkutan.

4.2 Nilai-niai Organisasi

Nilai-nilai organisasi yang dimiliki akan mempengaruhi pengambilan


keputusan khususnya organisasi pemerintah (birokrat). Hal ini disebabkan
karena struktur organisasi yang ada di birokrat memiliki sistim kontrol yang
terorganisasi. Sistim kontrol dapat berupa sanksi yang dapat memaksa
organisasi dibawahnya untuk mengikuti perintah dari organisasi di atasnya.
Hal ini dilakukan dengan berbagai macam alasan antara lain:

a) untuk mempertahankan kedudukan organsasi agar tetap eksis


b) untuk meningkatkan dan memperlancar program-program dan kegiatan
organisasi

8
c) untuk mempertahankan kekuasaan dan hak-hak istimewa yang mungkin
ada dalam organisasi.

4.3 Nilai-nilai Pribadi

Setiap orang mempunyai kebutuhan seperti yang diungkapkan oleh


Maslow dimana orang memiliki kebutuhan fisik sampai kebutuhan untuk
mengaktualisasi diri. Untuk memenuhi kebutuhan itu maka seseorang selalu
melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kepentingan
pribadi ini mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan.

4.4 Nilai-nilai Idologis

Ideologi menjadi pedoman bertindak bagi masyarakat yang


menyakininya. Pada hakikatnya merupakan serangkaian nilai-nilai dan
keyakinan yang secara logis saling berkaitan.

Di Indonesia, setidaknya dimasa Orde Baru lalu, ideologi Pancasila


bila dilihat dari sudut perilaku politik rezim barangkali telah berfungsi
sebagai resep untuk melaksanakan perubahan sosial dan ekonomi. Bahkan,
ideologi ini kerap juga dipergunakan sebagai instrumen pengukur legitimasi
bagi partisipasi politik atau partisipasi dalam kegiatan pembanguan oleh
kelompok-kelompok dalam masyarakat.

4.5 Nilai-Nilai Kebijakan

Satu hal yang hendak dicamkan, yakni janganlah kita memiliki


anggapan yang terlampau sinis dan kemudian menarik kesimpulan bahwa
para pengambil keputusan adalah manusia-manusia yang jahat dan jenis
pribadi tak bermoral, lantaran mereka dalam bertindak melulu dipengaruhi
oleh pertimbangan-pertimbangan demi keuntungan politik, organisasi
maupun pribadi. Meski jumlahnya mungkin sedikit, ada pula para pembuat
keputusan yang bertindak berdasarkan persepsi dan alasan pembelaan mereka
terhadap kepentingan umum (public interest). Atau berdasarkan keyakinan
tertentu mengenai kebijakan publik apa yang kira-kira secara moral tepat dan
benar.

9
BAB V
AKTOR-AKTOR YANG BERPERAN DALAM PROSES KEBIJAKAN

Dalam proses kebijakan, menurut Charles O. Jones, sedikitnya ada empat


golongan atau tipe aktor (pelaku) yang terlibat yang akan dijelaskan sebagai
berikut.
5.1 Golongan Rasionalis
Ciri-ciri utama dari kebanyakan golongan aktor rasionalis bahwa
dalam melakukan pilihan alternatif kebijakan mereka selalu menempuh
metode dan langkah-langkah berikut:
- Mengidentifikasikan masalah
- Merumuskan tujuan dan menyusunnya dalam jenjang tertentu
- Mengidentifikasikan semua alternatif kebijakan
- Meramalkan atau memprediksi akibat-akibat dari tiap alternatif
- Membandingkan akibat-akibat tersebut dengan selalu mengacu pada
tujuan
- Memilih alternatif terbaik
Berdasarkan ciri-ciri tersebut, perilaku aktor rasionalis ini identik
dengan peran yang dimainkan oleh para perencana dan analis kebijakan
profesional yang amat terlatih dalam menggunakan metode-metode rasional
apabila menghadapi masalah-masalah publik.
5.2 Golongan Teknisi
Seorang teknisi pada dasarnya tidak lebih dari seorang rasionalis,
sebab ia adalah seorang yang karena bidang keahliannya atau spesialisnya
dilibatkan dalam beberapa tahapan proses kebijakan. Golongan teknisi dalam
melaksanakan tugasnya boleh jadi memiliki kebebasan ,namun kebabasan ini
hanya dalam lingkup pekerjaan dan keahliannya saja. Dan apa yang mereka
kerjakan ditetapkan oleh pihak lain. Peran yang mereka mainkan dalam
hubungan ini adalah sebagai seorang spesialis atau ahli yang dibutuhkan
tenaganya untuk menangani tugas-tugas tertentu. Nilai-nilai yang mereka
yakinin adalah nilai-nilai yang berkaitan erat dengan latar belakang keahlian
profesional mereka, misalnya sebagai insinyur elektro,ahli informatika dan
ilmu komputer, ahli fisika,dan ahli statistika. Tujuan yang ingin dicapai

10
biasanya ditetapkan pleh pihak lain, mungkin oleh salah satu golongan aktor
yang telah kita sebutkan diatas. Gaya kerja dari golongan teknisi ini agak
berlainan jika dibandingkan dengan golongan lain, jika dibandingkan dengan
golongan rasionalis yang cenderung bersifat komprehensif. Golongan teknisi
menunjukan rasa antusiasme dan percaya diri yang tinggi, apabila mereka
diminta untuk bekerja dalam batas-batas keahliannya, namun cenderung
enggan melakukan pertimbangan yang sangat luas,terlebih yang melampaui
batas keahliannya.
5.3 Golongan Inkrementalis
Golongan aktor inkrementalis ini dapat diidentikkan dengan para
politisi. Para politisi yang cenderung kritis namun sering tidak sabar
ter3hadap gaya kerja para perencana dan teknisi, walaupun mereka
sebenarnya amat tergantung dengan apa yang dikerjakan teknisi. Golongan
inkrementalis meragukan bahwa sifat komprehensif dan serba rasional
merupakan suatu yang mungkin dalam dunia yang penuh dengan
ketidaksempurnaan ini. Golongan inkrementalis memandang tahap
perkembangan kebijakan dan implementasinya sebagai rangkaian
penyesuaian yang terus terhadang hasil akhir, yang berjangka pendek atau
panjang dari suatu tindakan. Bagi golongan inkrementalis informasi dan
pengetahuan yang kita miliki tidak akan pernah bisa mencukupi untuk
menhasilkan suatu program kebijakan yang lengkap. Pada umumnya mereka
sudah cukup puas dengan melakukan perubahan-perubahan kecil. Nilai yang
terkait dengan metode pendekatan ini adalah hal yang berhubungan dengan
masa lampau atau hal yang berhubungan dengan terpeliharanya status quo-
kestabilan dari sistem dan terpeliharanya kepentingan ekonomi dan politik.
Dan apa dalam hubungan ini tujuan kebijakan dianggap sebagai konsekuensi
dan adanya tuntutan baik dari melakukan hal yang baru atau menyesuaikan
dengan yang pernah dikembangkan dalam teori. Gaya kerja golongan
inkrementalis dapat dikategorikan sebagai seseorang yang mampu melakukan
tawar-menawar (bergaining), yakni insensitas tuntutan tersebut dan
menawarkan kompromi.

11
5.4 Golongan Reformis
Golongan reformis juga mengakui keterbatasannya informasi dan
pengetahuan yang dibutuhkan dalam proses kebijakan, sekalipun berbeda
dalam cara membuat kesimpulan. Golongan inkrementalis berpendirian
bahwa keterbatasan informasi dan pengetahuan itu mendiktegerak dan
langkah dalam proses pembuatan keputusan kebijakan. Dalam kaitan ini
Braybrooke dan Lindblom mengatakan , hanya kebijakan-kebijakan yang
sebelumnya telah dikenal, dan yang akibat-akibatnya menimbulkan
perubahan kecil pada apa yang sudah ada yang akan dipertibangkan.
Pendekatan ini bagi golongan reformis, yang notabene menghendaki
perubahan sosial, dianggap sebagai tindakan yang terlampau konservatif.
Golongan revormis ini sependapat dengan pandangan David Easton yang
menyebutkan kita harus menerima sebagai kebenaran akan perlunya
mengarahkan diri kita langsung pada persoalan-persoalan yang berlangsung
hari ini untuk memperoleh jawaban singkat dan cepat dengan memanfaatkan
perangkat analisis serta teori-teori mutakhir yang tersedia, betapapun tidak
memadainya perangkat analisis dan teori-teori tersebut. Dengan demikian
tekanan perhatiannya ada pada tindakan sekarang karena urgentcy dari
persoalan yang dihadapi.
Pendekatan semacam itu umumnya ditempuh oleh para lobbyist, nilai-
nilai yang mereka junjung tinggi ialah yang berkaitan dengan upaya untuk
melakukan perubahan sosial, terkadang de3mi perubahan sosial itu sendiri,
namun lebih bersangkutpaut dengan kepentinggan kelompok tertentu. Tujuan
kebijakan biasanya ditetapkan dalam lingkungan kelompok tersebut melalui
berbagai proses termasuk atas dasar keyakinan pribadi bahwa hasil akhir dari
tindakan pemerintah sekarang telah melenceng arahnya. Karena itu gaya kerja
golongan aktor reformis umumnya sangat radikal dengan pemerintah. Melihat
perbedaan-perbedaan keempat golongan aktor yang terlibat dalam proses
kebijakan tersebut tidak heran jika masing-masing golongan aktor itu saling
mengecam golongan rasionalis sering dikritik sebagai tidak memahami kodrat
manusia. Braybrooke dan Lindblom sebagai penganjur teori inkrementalis
menyatakan bahwa golongan aktor rasionalis itu terlalu idealistis sehingga

12
tidak cocok dengan keterbatasan kemampuan manusia dalam mengatasi
masalah. Sementara itu golongan aktor teknisi sering dituduh memiliki
pandangan yang picik karena hanya perduli terhadap masalah-masalah sempit
sebatas pada bidang keahliannya semata dan kurang perduli terhadap
masalah-masalah publik yang luas. Golongan aktor inkrementalis dilain pihak
sering dianggap memiliki sikap konservatis. Sebab mereka tidak terlalu
tanggap terhadap perubahan sosial atau bentuk-bentuk inovasi yang lain
akhirnya golongan aktor reformis seringksli dituduh mau menang sendiri,
tidak sabar, tidak kenal kompromi, dan tidak realistis.
Skema :
Aktor-aktor yang terlibat dalam Proses Kebijakan dan Perilakunya
KARAKTERISTIK
Golongan
Peran Nilai-nilai Tujuan Gaya kerja Kritik
Aktor
Rasionalis Analisis Metode Dapat Komprehensif Tidak
kebijakan/ ditetapkan memahami
perencanaan sebelumnya keterbatasan
manusia
Teknisi Ahli/spesialis Pendidikan/ Ditetapkan Eksplisit Terlampau
keahlian pihak lain licik
Inkrementalis Politisi Status quo Karena Juru tawar Konservatif
tuntutan
baru
Reformis Pelobi Perubahan Karena Aktivis Tidak
sosial masalah realis/ tidak
mendesak kenal
kompromi

13
BAB VI
KESIMPULAN

Teori pengambilan keputusan memiliki 3 teori besar yang sering dipakai


yaitu teori rasional komprehensif, inkremental dan teori pengamatan terpadu.
Ketiga teori ini memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mencapai pengambilan
keputusan terbaik. Kriteria yang harus dipenuhi dalam pengambilan keputusan
adalah adanya nilai-nilai di dalamnya yaitu nilai politik, nilai organisasi, nilai
individu, nilai ideologi dan nilai kebijakan. Pengambilan keputusan dilakukan
oleh beberapa aktor yang terlibat didalamnya, yaitu: aktor rasionalis, teknisi,
inkrementalis, dan reformis.

14
DAFTAR PUSTAKA

Wahab, Solichin Abdul. 2012. Analisis Kebijakan. Jakarta:Bumi Aksara.


Mulyono. 2009. Kriteria dalam Mengambil Keputusan. http://mulyono.staff.uns.ac.id
/2009/06/17/kriteria-nilai-nilai-dalam-mengambil-keputusan-criteria-values-in-
taking-decision/ (online). Diakses pada tanggal 10 Maret 2016.

Mulyono. 2009. Teori Pengambilan Keputusan. http://mulyono.staff.uns.ac.id


/2009/06/08/teori-pengambilan-keputusan-theory-of-decision-making/ (online).
Diakses pada tanggal 10 Maret 2016.

15
16

Anda mungkin juga menyukai