PENDAHULUAN
1
BAB II
2
Seorang pakar kebijakan publik dari Afrika , Chief J. O. Udoji (1981),
merumuskan secara terperinci pembuatan kebijakan publik sebagai berikut:
“keseluruhan proses yang menyangkut pengartikulasian dan pendefinisian
masalah, perumusan kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dalam
bentuk tuntutan-tuntutan politik, penyaluran tuntutan-tuntutan tersebut kedalam
sistem politik, pengupayaan pemberian sanksi-sanksi atau legitimasi dari arah
tindakan yang dipilih, pengesahan, dan pelaksanaan/implementasi, monitoring dan
peninjauan kembali.
3
BAB III
4
serta memperhitungkan asas biaya manfaatnya.dan mempertimbangkan
banyak masalah yang saling berkaitan
Pengambil keputusan sering kali memiliki konflik kepentingan antara
nilai-nilai sendiri dengan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat. Karena
teori ini mengasumsikan bahwa fakta-2 dan nilai-nilai yang ada dapat
dibedakan dengan mudah, akan tetapi kenyataannya sulit membedakan antara
fakta dilapangan dengan nilai-nilai yang ada.
Ada beberapa masalah diperbagai negara berkembang seperti
Indonesia untuk menerapkan teori rasional komprehensif ini karena beberapa
alasan yaitu
- Informasi dan data statistik yang ada tidak lengkap sehingga tidak bisa
dipakai untuk dasar pengambilan keputusan. Kalau dipaksakan maka akan
terjadi sebuah keputusan yang kurang tepat.
- Teori ini diambil/diteliti dengan latar belakang berbeda dengan nagara
berkembangekologi budanyanya berbeda.
- Birokrasi dinegara berkembang tidak bisa mendukung unsur-unsur
rasional dalam pengambilan keputusan, karena dalam birokrasi negara
berkembang kebanyakan korup sehingga menciptakan hal-hal yang tidak
rasional.
5
d) Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan di redifinisikan secara
teratur dan memberikan kemungkinan untuk mempertimbangkan dan
menyesuaikan tujuan dan sarana sehingga dampak dari masalah lebih
dapat ditanggulangi.
e) Tidak ada keputusan atau cara pemecahan masalah yang tepat bagi setiap
masalah.Sehingga keputusan yang baik terletak pada berbagai analisis
yang mendasari kesepakatan guna mengambil keputusan.
f) Pembuatan keputusan inkremental ini sifatnya dalah memperbaiki atau
melengkapi keputusan yang telah dibuat sebelumnya guna mendapatkan
penyempurnaan.
Karena diambil berdasarkan berbagai analisis maka sangat tepat
diterapkan bagi negara-negara yang memiliki struktur mejemuk. Keputusan
dan kebijakan diambil dengan dasar saling percaya diantara berbagai pihak
sehingga secara politis lebih aman. Kondisi yang realistik diberbagi negara
bahwa dalam menagmbil keputusan/kebijakan para pengambil keputusan
dihadapkan pada situasi kurang baik seperti kurang cukup waktu, kurang
pengalaman, dan kurangnya sumber-sumber lain yang dipakai untuk analsis
secara komprehensif.
Teori ini dapat dikatakan sebagai model pengambilan keputusan yang
membuahkan hasil terbatas, praktis dan dapat diterima.
Ada beberapa kelemahan dalam teori inkremental ini
- Keputusan–keputusan yang diambil akan lebih mewakili atau
mencerminkan kepentingan dari kelompok yang kuat dan mapan sehingga
kepentingan kelompok lemah terabaikan.
- Keputusan diambil lebih ditekankan kepada keputusan jangka pendek dan
tidak memperhatikan berbagai macam kebijakan lain
- Dinegara berkembang teori ini tidak cocok karena perubahan yang
inkremental tidak tepat karena negara berkembang lebih membutuhkan
perubahan yang besar dan mendasar.
- Menurut Yehezkel Dror (1968) gaya inkremental dalam membuat
keputusan cenderung mengahsilkan kelambanan dan terpeliharanya status
quo
6
3.3 Teori Pengamatan Terpadu
Beberapa kelemahan tersebut menjadi dasar konsep baru yaitu seperti
yang dikemukakan oleh ahli sosiologi organisasi Aitai Etzioni yaitu
pengamatan terpadu (Mixid Scaning) sebagai suatu pendektan untuk
mengambil keputusan baik yang bersifat fundamental maupun inkremental.
7
BAB IV
Keputusan atau kebijakan negara tidak lepas dari partai politik karena
pejabat-pejabat pengambil keputusan berasal dari partai politik. Dalam
mengambil keputusan dari berbagai macam alternatif yang tersedia maka
dipilih alternatif yang berkepentingan dengan partai politiknya ataupun
kelompok-kelompok klien dari partai politik dan badan atau organisasi yang
dipimpinnya. Keputusan-keputusan yang lahir tidak mustahil dibuat untuk
kepentingan partai politiknya dan digunakan sebagai instrumen untuk
memperluas pengaruh pengaruh politik untuk mencapai tujuan dari kelompok
kepentingan yang bersangkutan.
8
c) untuk mempertahankan kekuasaan dan hak-hak istimewa yang mungkin
ada dalam organisasi.
9
BAB V
AKTOR-AKTOR YANG BERPERAN DALAM PROSES KEBIJAKAN
10
biasanya ditetapkan pleh pihak lain, mungkin oleh salah satu golongan aktor
yang telah kita sebutkan diatas. Gaya kerja dari golongan teknisi ini agak
berlainan jika dibandingkan dengan golongan lain, jika dibandingkan dengan
golongan rasionalis yang cenderung bersifat komprehensif. Golongan teknisi
menunjukan rasa antusiasme dan percaya diri yang tinggi, apabila mereka
diminta untuk bekerja dalam batas-batas keahliannya, namun cenderung
enggan melakukan pertimbangan yang sangat luas,terlebih yang melampaui
batas keahliannya.
5.3 Golongan Inkrementalis
Golongan aktor inkrementalis ini dapat diidentikkan dengan para
politisi. Para politisi yang cenderung kritis namun sering tidak sabar
ter3hadap gaya kerja para perencana dan teknisi, walaupun mereka
sebenarnya amat tergantung dengan apa yang dikerjakan teknisi. Golongan
inkrementalis meragukan bahwa sifat komprehensif dan serba rasional
merupakan suatu yang mungkin dalam dunia yang penuh dengan
ketidaksempurnaan ini. Golongan inkrementalis memandang tahap
perkembangan kebijakan dan implementasinya sebagai rangkaian
penyesuaian yang terus terhadang hasil akhir, yang berjangka pendek atau
panjang dari suatu tindakan. Bagi golongan inkrementalis informasi dan
pengetahuan yang kita miliki tidak akan pernah bisa mencukupi untuk
menhasilkan suatu program kebijakan yang lengkap. Pada umumnya mereka
sudah cukup puas dengan melakukan perubahan-perubahan kecil. Nilai yang
terkait dengan metode pendekatan ini adalah hal yang berhubungan dengan
masa lampau atau hal yang berhubungan dengan terpeliharanya status quo-
kestabilan dari sistem dan terpeliharanya kepentingan ekonomi dan politik.
Dan apa dalam hubungan ini tujuan kebijakan dianggap sebagai konsekuensi
dan adanya tuntutan baik dari melakukan hal yang baru atau menyesuaikan
dengan yang pernah dikembangkan dalam teori. Gaya kerja golongan
inkrementalis dapat dikategorikan sebagai seseorang yang mampu melakukan
tawar-menawar (bergaining), yakni insensitas tuntutan tersebut dan
menawarkan kompromi.
11
5.4 Golongan Reformis
Golongan reformis juga mengakui keterbatasannya informasi dan
pengetahuan yang dibutuhkan dalam proses kebijakan, sekalipun berbeda
dalam cara membuat kesimpulan. Golongan inkrementalis berpendirian
bahwa keterbatasan informasi dan pengetahuan itu mendiktegerak dan
langkah dalam proses pembuatan keputusan kebijakan. Dalam kaitan ini
Braybrooke dan Lindblom mengatakan , hanya kebijakan-kebijakan yang
sebelumnya telah dikenal, dan yang akibat-akibatnya menimbulkan
perubahan kecil pada apa yang sudah ada yang akan dipertibangkan.
Pendekatan ini bagi golongan reformis, yang notabene menghendaki
perubahan sosial, dianggap sebagai tindakan yang terlampau konservatif.
Golongan revormis ini sependapat dengan pandangan David Easton yang
menyebutkan kita harus menerima sebagai kebenaran akan perlunya
mengarahkan diri kita langsung pada persoalan-persoalan yang berlangsung
hari ini untuk memperoleh jawaban singkat dan cepat dengan memanfaatkan
perangkat analisis serta teori-teori mutakhir yang tersedia, betapapun tidak
memadainya perangkat analisis dan teori-teori tersebut. Dengan demikian
tekanan perhatiannya ada pada tindakan sekarang karena urgentcy dari
persoalan yang dihadapi.
Pendekatan semacam itu umumnya ditempuh oleh para lobbyist, nilai-
nilai yang mereka junjung tinggi ialah yang berkaitan dengan upaya untuk
melakukan perubahan sosial, terkadang de3mi perubahan sosial itu sendiri,
namun lebih bersangkutpaut dengan kepentinggan kelompok tertentu. Tujuan
kebijakan biasanya ditetapkan dalam lingkungan kelompok tersebut melalui
berbagai proses termasuk atas dasar keyakinan pribadi bahwa hasil akhir dari
tindakan pemerintah sekarang telah melenceng arahnya. Karena itu gaya kerja
golongan aktor reformis umumnya sangat radikal dengan pemerintah. Melihat
perbedaan-perbedaan keempat golongan aktor yang terlibat dalam proses
kebijakan tersebut tidak heran jika masing-masing golongan aktor itu saling
mengecam golongan rasionalis sering dikritik sebagai tidak memahami kodrat
manusia. Braybrooke dan Lindblom sebagai penganjur teori inkrementalis
menyatakan bahwa golongan aktor rasionalis itu terlalu idealistis sehingga
12
tidak cocok dengan keterbatasan kemampuan manusia dalam mengatasi
masalah. Sementara itu golongan aktor teknisi sering dituduh memiliki
pandangan yang picik karena hanya perduli terhadap masalah-masalah sempit
sebatas pada bidang keahliannya semata dan kurang perduli terhadap
masalah-masalah publik yang luas. Golongan aktor inkrementalis dilain pihak
sering dianggap memiliki sikap konservatis. Sebab mereka tidak terlalu
tanggap terhadap perubahan sosial atau bentuk-bentuk inovasi yang lain
akhirnya golongan aktor reformis seringksli dituduh mau menang sendiri,
tidak sabar, tidak kenal kompromi, dan tidak realistis.
Skema :
Aktor-aktor yang terlibat dalam Proses Kebijakan dan Perilakunya
KARAKTERISTIK
Golongan
Peran Nilai-nilai Tujuan Gaya kerja Kritik
Aktor
Rasionalis Analisis Metode Dapat Komprehensif Tidak
kebijakan/ ditetapkan memahami
perencanaan sebelumnya keterbatasan
manusia
Teknisi Ahli/spesialis Pendidikan/ Ditetapkan Eksplisit Terlampau
keahlian pihak lain licik
Inkrementalis Politisi Status quo Karena Juru tawar Konservatif
tuntutan
baru
Reformis Pelobi Perubahan Karena Aktivis Tidak
sosial masalah realis/ tidak
mendesak kenal
kompromi
13
BAB VI
KESIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
15
16