Anda di halaman 1dari 62

DEMAM BERDARAH DENGUE

PENGERTIAN
Penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypty dan Aedes albopictus serta memenuhi kriteria WHO untuk demam berdarah
dengue (DBD)

DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis WHO 1997 untuk DBD harus memenuhi :

 Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini :
- Uji tourniquet positif ( > 20 petekie dalam 2,54 )
- Petekie, ekimosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa, saluran cerna bekas suntikan, atau tempat lain
- Hematemesis atau melena
 Trombositopenia ( ≤ 100.000/ )
 Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage :
- Hematokrit meningkat ≥ 20 % dibanding hematokrit rata-rata pada usia, jenis kelamin
dan populasi yang sama
- Hematokrit turun hingga ≥ 20 % dari hematokrit awal, setelah pemberian cairan
- Terdapat efusi pleura, efusi perikard, asites dan hipoproteinemia

Derajat

I : Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas, manifestasi perdarahan hanya
berupa uji tourniquet positif dan/atau mudah memar

II : Derajat I disertai perdarahan spontan

III : Terdapat kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah atau hipotensi, disertai kulit dingin
dan lembab serta gelisah

IV : Renjatan : tekanan darah dan nadi tidal teratur DBD derajat III dan IV digolongkan dalam
sindrom renjatan dengue

SPM Peny Dalam 1


DIAGNOSIS BANDING
Demam akut lain yang bermanifestasi trombositopenia

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hb, Ht, lekosit, trombosit, serologi dengue

TERAPI
Nonfarmakologis : tirah baring, makanan lunak

Farmakologis :

 Simtomatis : antipiretik parasetamol bila demam


 Tatalaksana terinci dapat dilihat pada lampiran protokol tatalaksana DBD
- Cairan intravena : Ringer Laktat atau ringer asetat 4-6 jam/kolf Koloid/plasma
ekspander pada DBD stadium III dan IV bila diperlukan
- Tranfusi trombosit dan komponen darah sesuai indikasi

EDUKASI
tirah baring, makanan lunak

KOMPLIKASI
Rejatan, peradarahan, KID

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam


Berdarah Dengue. Jakarta: WHO & Depar- temen Kesehatan RI; 2003.
2. Ginanjar, 2008, Demam Berdarah, a survival quide, Cet. 1., Yogyakarta, B. First (PT
Benteng Pustaka)
3. _______, 2005, Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue Di Indonesia,
Jakarta, Depkes R.I., Ditjen. PP & PL
4. PB PAPDI, Standar pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis penyakit Dalam,
April 2005

SPM Peny Dalam 2


DEMAM TIFOID
PENGERTIAN
Penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi atau Salmonella
pertatyphi

ANAMNESA :

Demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap (kontinyu) atau
remitmen pada minggu kedua. Demam terutama sore/malam hari, sakit kepala, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare.

PEMERIKSAAN FISIK

Febris, kesadaran berkabut, bradikardi relative (peningkatan suhu 1°C tidak diikuti peningkatan
denyut nadi 8x/menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah, serta
tremor), hepatomegali, splenomegali, nyeri abdomen, roseolae (jarang pada prang Indonesia).

LABORATORIUM

Dapat ditemukan leukopeni, lekositosis, atau lekosit normal, aneosinofilia, limfopenia,


peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia, gangguan fungsi hati. Kultur darah (biakan
empedu) positif atau peningkatan titer uji Widal ≥ 4 kali lipat setelah satu minggu memastikan
diagnosis. Kultur darah negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Uji Widal tunggal dengan titer
antibodi O 1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis dapat menyongkong diagnosis.

Hepatitis Tifosa

Bila memenuhi 3 atau lebih kriteria Khosla (1990) : hepatomegali, ikterik, kelainan laboratorium
(antara lain : bilirubin > 30,6 umol/l, peningkatan SGOT/SGPT, penurunan indeks PT), kelainan
histopatologi.

Tifoid Karier

Ditemukannya kuman Salmonella typhi dalam biakan feses atau urin pada seseorang tanpa tanda
klinis infeksi atau pada seseorang setelah 1 tahun pasca-demam tifoid.

DIAGNOSIS BANDING
Infeksi virus, malaria

SPM Peny Dalam 3


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah perifer lengkap, tes fungsi hati, serologi, kultur darah (biakan empedu)

TERAPI
Nonfarmakologis : tirah baring, makanan lunak

Farmakologis :

 Simtomatis
 Antimikroba :
- Kloramfenikol 4 x 500 mg sampai dengan 7 hari bebas demam.
- Tiamfenikol 4 x 500 mg (komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan
kloramfenikol)
- Kotrimaksazol 2 x 2 tablet selama 2 minggu
- Ampisilin dan amolsisilin 50-150 mg/kgBB selama 2 minggu
- Sefalosporin generasi III ; yang terbukti lebih efektif adalah seftriakson 3-4
gram. Dapat pula diberikan sefotaksim 2-3 x 1 gram, sefoperazon 2 x 1 gram
- Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada hari III atau menjelang hari IV) :
o Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
o Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
o Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
o Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
o Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
 Kombinasi antibiotika hanya diindikasikan pada toksik tifoid, peritosinis atau perforasi,
renjatan septik
 Steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid yang mengalami renjatan septik dengan
dosis 3 x 5 mg

Perhatian : Pada kehamilan fluorokuinolon dan kotrimoksazol tidak boelh digunakan.


Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester III. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada
trimester I. Obat yang dianjurkan golongan beta laktam : ampisilin, amoksisilin, dan
sefalosporin generasi III (seftriakson)

EDUKASI
- Tirah baring
- Makanan lunak

KOMPLIKASI
Intestinal

Perdarahan intestinal, perforasi usus, ileus paralitik, pancreatitis

SPM Peny Dalam 4


Ekstra-intestinal

Kardiovaskular (kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis, trombosis, tromboflebitis), hematologik


(anemia hemolitik, trombositopenia, KID), paru (pneumonia, empiema, pleuritis), hepatobilier
(hepatitis, kolesistitis), ginjal (giomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis), tulang (osteomielitis,
periostitis, spondilitis, arthritis), neuropsikiatrik (toksik tifois)

PROGNOSIS
Baik. Bila penyakit berat, pengobatan terlambat/tidak adekuat atau ada komplikasi berat,
prognosis meragukan/buruk

KEPUSTAKAAN

1. Harjanto PN, Penanganan malaria berat. Penerbit buku kedokteran EGC 2000: 224-236:
2. WHO.,Anti malaria drug combination therapy. Report of WHO. Technical consultations,
April 2001
3. PB PAPDI, Standar pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis penyakit Dalam,
April 2005

DISPEPSIA

SPM Peny Dalam 5


PENGERTIAN
Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri atas nyeri ulu hati, mual,
kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang dan sendawa

DIAGNOSIS
Anamnesis terdapatnya kumpulan gejala tersebut di atas

DIAGNOSIS BANDING
 Penyakit refluks gastroesofageal
 Irritable Bowel Syndrome
 Karsinoma saluran cerna bagian atas
 Kelainan pancreas dan kelainan hati

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Endoskopi saluran cerna bagian atas dan biopsy, pemeriksaan terhadap adanya infeksi
Helicobacter pylori, pemeriksaan fungsi hati, amilase dan lipase, fosfatase alkali dan gamma GT,
USG Abdomen

TERAPI
 Suportif : nutrisi
 Pengobatan empirik selama 4 minggu
 Pengobatan berdasarkan etiologi

KOMPLIKASI
Tergantung etiologi dispepsia

PROGNOSA : Baik

DAFTAR PUSTAKA

1. PB PAPDI, Standar pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis penyakit Dalam,


April 2005
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid 1. Departemen Ilmu Penyakit dalam FK
UI. 2006
3. D.L. Kasper, A.S. Fauci, D.L. Longo, E. Braunwald, S. L. Hauster, J.L. Jameson, J.
Loscalzo. Harrison’s Manual of Medicine 17th Ed, McGraw-Hill Medical, New York, pp
789

SPM Peny Dalam 6


SPM Peny Dalam 7
 Asupan cairan tentukan status hidrasi pasien, catat cairan yang masuk dan
keluar tiap hari, pengukuran BB setiap hari bila memnungkinkan, dan pengukuran
tekanan vea sentral bila ada fasilitas
- Hipovolemia : rehidrasi sesuai kebutuhan
o Bila akibat perdarahan diberikan transfuse darah PRC dan cairan isotonik,
hematokrit dipertahankan sekitar 30 %
o Bila akibat diare, muntah, atau asupan cairan yang kurang dapat diberikan
cairan kristaloid
- Normovolemia : cairan seimbang (input = output)
- Hipervolemia : retriksi cairan (input < output)
- Fase anuria/oliguria : cairan seimbang; Fase poluria : 2/3 dari cairan yang keluar

Dalam keadaan invisible water loss yang normal, pasien membutuhkan 300 – 500 ml
electrolyte free water perhari sebagian bagian dari total cairan yang diperlukan

- Koreksi gangguan asam basa


- Koreksi gangguan elektrolit :
o Asupan kalium dibatasi < 50 mEq/hari. Hindari makanan yang banyak
mengandung kalium, obat yang mengganggu ekskresi kalium seperti
penghambat EKA dan diuretik hemat kalium, dan cairan/nutrisi parental yang
mengandung kalium
o Bila terdapat hipokalsemia ringan diberikan koreksi per oral 3 – 4 gram per
hari dalam bentuk kalsium karbonat, bila sampai timbul tetani, diberikan
kalsium glukonas 10 % IV
o Bila terdapat hiperfosfatemia, diberikan obat pengikat fosfat seperti
alumunium hidorksida atau kalsium karbonat yang diminum bersamaan
dengan makan
- Pemberian furosemid bersamaan dengan dopamin padat membantu pemeliharaan fase
nonoligurik, tapi terapi harus dihentikan bila tidak memberikan hasil yang diinginkan
- Indikasi dialisis :
o Oliguria
o Anuria
o Hiperkalemia (K > 6,5 mEq/l)
o Asidosis berat (pH < 7,1)
o Azotemia (ureum > 200 mg/dl)
o Edema paru
o Ensefalopati uremikum
o Perikarditis uremik
o Neuropati/miopati uremik
o Disnatremia berat (Na > 160 mEq/l atau < 115 mEq/l)
o Hipertemia
o Kelebihan dosis obat yang dapat didialisis (keracunan)

SPM Peny Dalam 8


KOMPLIKASI
Gangguan asam basa dan elektrolit, sindrom uremik, edema paru, infeksi

PROGNOSIS
Dubia ad bonam

DAFTAR PUSTAKA

1. PB PAPDI, Standar pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis penyakit Dalam,


April 2005
2. Brady, H.R., Brenner, B.M., 2005. Acute Renal Failure, in D.L. Kasper, A.S. Fauci, D.L.
Longo, E. Braunwald, S. L. Hauster, J.L. Jameson, Harrison’s Principles of Internal
Medicine 16th Ed, McGraw-Hill Medical, New York, pp 1644
3. Carpenter, C.B., Milford, E.F., Sayegh, M.H., 2002. Renal Transplantation in E.
Braunwald, A.S. Fauci, D.L. Casper. Harrison’s Manual of Medicine 15th Ed, McGraw-
Hill, NY, pp 665-6
4. Ejaz, A.A., Paganini, E.P., 2007. Nondialytic Management of Acute Renal Failure, in J.
Feehaly, J. Floege, R.J. Johnson, Comprehensive Clinical Nephrology 3rd Ed, Mosby
Elsevier, Philadelphia, pp 787

HIPERTENSI

SPM Peny Dalam 9


PENGERTIAN
Tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mmHg sistolik dan/atau sama atau melebihi 90
mmHg diastolik pada seseorang yang tidak sedang makan obat antihipertensi.

Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan JNC VII :

Klasifikasi TD sistolik TD diastolik

(mmHg) (mmHg)

Normal < 120 dan < 80

Pre-hipertensi 120 – 139 atau 80 – 89

Hipertensi stage 1 140 – 159 atau 90 – 99

Hipertensi stage 2 ≥ 160 atau ≥ 100

Diagnosis

 Klasifikasi berdasarkan hasil rata-rata pengukuran tekanan darah yang dilakukan minimal
2 kali tiap kunjungan pada 2 kali kunjungan atau lebih dengan menggunakan cuff yang
meliputi minimal 80 % lengan atas pada pasien dengan posisi duduk dan telah
beristirahat 5 menit.
 Tekanan sistolik = suara fase 1 dan tekanan diastolik = suara fase 5
 Pengukuran pertama harus pada kedua sisi lengan untuk menghindarkan kelainan
pembuluh darah perifer
 Pegukuran tekanan darah pada waktu berdiri diindikasikan pada pasien dengan risiko
hipotensi postural (lanjut usia, pasien DM, dll)
 Faktor risiko kardiovaskular :
- Hipertensi
- Merokok
- Obesitas (IMT > 30)
- Inaktivitas fisik
- Dislipidemia
- Diabetes melitus
- Mikroalbuminuria atau LFG < 60 ml/menit
- Usia (laki-laki > 55 tahun, perempuan > 65 tahun)
- Riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular dini (laki-laki > 55 tahun atau
perempuan > 65 tahun)
 Kerusakan organ sasaran :
- Jantung : hipertrofi ventrikel kiri, angina atau riwayat infark miokard, riwayat
revaskularisasi koroner, gagal jantung

SPM Peny Dalam 10


- Otak : strok atau transient ischemic attack (TIA)
- Penyakit ginjal kronik
- Penyakit arteri perifer
- Retinopati
 Penyebab hipertensi yang telah diidentifikasi : sleep apnea, akibat obat atau berkaitan
dengan obat, penyakit ginjal kronik, aldosteronisme primer, penyakit renovaskular, terapi
steroid kronik dan sindrom Cushing, feokromositoma, koarktasi aorta, penyakit tiroid
atau paratiroid

DIAGNOSIS BANDING
Peningkatan tekanan darah akibat white coat hypertension, rasa nyeri peningkatan tekanan
intraserebral, ensefalitis, akibat obat, dll

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urinalisis, tes fungsi ginjal, gula darah, elektrolit, profil lipid, foto toraks, EKG; Sesuai penyakit
penyerta : asam urat, aktivitas renin plasma, aldosteron, kotekolamin urin, USG pembuluh darah
besar, USG ginjal, ekokardiografi

Algortime Penatalaksanaan Hipertensi


Modifikasi Gaya Hidup

SPM Peny Dalam 11


Target tekanan darah tidak tercapai ( < 140/90 mmHg atau <130/80 mmHg pada pasien dengan DM atau penyakit
ginjal kronik

Pilihan obat inisial

Hipertensi tanpa Hipertensi dengan

complelling indications complelling indications

Hipertensi stage 1 Hipertensi stage 2 Lihat petunjuk pemilihan

obat dengan compelling

Gol. Diuretic tiazid Kombinasi 2 obat (biasanya indications

Pertimbangkan : gol. Diuretic tiazid dan pengham-

Penghambat ACE penyekat bat ACE atau antagonis reseptor Obat antihipertensi lain biladibutuh

reseptor β, penghambat AII atau penyekat reseptor β atau kan (diuretik, antagonis reseptor

kalsium, atau kombinasi penghambat kalsium AII, penghambat EKA, penyekat

reseptor β, penghambat kalsium

Target tekanan darah tidak tercapai

Optimalisasi dosis atau tambahkan obat lain sampai target

tekanan darah tercapai

Pertimbangkan untuk konsultasi kepada spesialis hipertensi

Petunjuk pemilihan obat pada compelling indications


Kondisi Obat-obat yang Direkomendasikan

Risiko Tinggi Diuretik Penyekat Penghambat Antagonis Penghambat Antagonis

SPM Peny Dalam 12


dg compelling Reseptor β ACE Reseptor AII Kalsium Aldosteron

Gagal Jantung ѵ ѵ ѵ ѵ ѵ

Pasca Infark ѵ ѵ ѵ

Miokard

Risiko Tinggi ѵ ѵ ѵ ѵ

Peny. Koroner

DM ѵ ѵ ѵ ѵ ѵ

Penyakit ѵ ѵ

Ginjal Kronik

Pencegahan ѵ ѵ

Stroke

Berulang

TERAPI
 Pada penggunaan penghambat ACE atau antagonis reseptor AII : evaluasi kreatinin dan
kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35 % atau timbul hiperkelami harus
dihentikan
 Kondisi khusus lain :
- Obesitas dan sindrom metabolik (terdapat 3 atau lebih keadaan berikut : lingkar
pinggang laki-laki > 102 cm atau perempuan > 89 cm, toleransi glukosa terganggu
dengan gula darah puas 110 mg/dl, tekanan darah minimal 130/85 mmHg,

trigliserida tingg 150 mg/dl, kolesterol HDL rendah < 40 mg/dl pada laki-laki atau <
50 mg/dl pada perempuan) modifikasi gaya hidup yang intensif dengan pilihan
terapi utama golongan penghambat ACE. Pilihan lain adalah antagonis reseptor AII,
penghambat kalsium dan penghambat α
- Hipertrofi ventrikel kiri tatalaksana tekanan darah yang agresif termasuk
penuruna berat badan, restriksi asupan natrium, dan terapi dengan semua kelas
antihipertensi kecuali vasodilator langsung, hidralazin dan minoksidil

SPM Peny Dalam 13


- Penyakit arteri perifer semua kelas anti hipertensi, tatalaksana faktor risiko lain,
dan pemberian aspirin
- Lanjut usia, termasuk penderita hipertensi sistolik terisolasi diuretika (tiazid)
sebagai lini pertama, dimulai dengan dosis rendah 12,5 mg/hari. Penggunaan obat
antihipertensi lain dengan mepertimbangkan penyakit penyerta
- Kehamilan pilihan terapi adalah golongan metildopa, penyekat reseptor β,
antagonis kalsium, dan vasodilator. Penghambat ACE dan antagonis reseptor AII
tidak boleh digunakan selama kehamilan.

KOMPLIKASI
Hipertrofi ventrikel kiri, proteinuria dan gangguan fungsi ginjal, aterosklerosis pembuluh darah,
retinopati, strok atau TIA, infark miokard, angina pectoris, gagal jantung

PROGNOSIS
Bonam

DAFTAR PUSTAKA
1. PB PAPDI, Standar pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis penyakit Dalam,
April 2005
2. WHO-ISH. 2003.WHO-ISH International Society of Hipertention Statement of
Management hipertention. J Hipertens
3. Kaplan NM. Rose BD. Hypertention in renal disease. Up to date CD-ROM version. 2005

DIABETES MELITUS

SPM Peny Dalam 14


PENGERTIAN
Suatu kelompok penyakit yang ditandai oleh hiperglikemia akibat defek pada :

1. Kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi glukosa hepatik) dan di
jaringan perifer (otot dan lemak)
2. Sekresi insulin oleh sel beta pancreas
3. Atau keduanya

Klasifikasi Diabetes Melitus (DM)

I. DM tipe 1 (detruksi sel β, umumnya diikuti defisiensi insulin absolute) :


 Immune-mediated,
 Idiopatik
II. DM tipe 2 (bervariasi mulai dari predominan resistensi insulin dengan defisiensi
insulin relative sampai predominan defek sekretorik dengan resistensi insulin)
III. Tipe spesifik lain :
 Defek genetik pada fungsi sel β
 Defek genetik pada kerja insulin
 Penyakit eksokrin pankreas
 Endokrinopati
 Diinduksi obat atau zat kimia
 Infeksi
 Bentuk tidak lazim dari Immune-mediated DM
 Sindrom genetik lain, yang kadang berkaitan dengan DM
IV. DM gestasional

DIAGNOSIS
Terdiri dari:

 Diagnosis DM
 Diagnosis komplikasi DM
 Diagnosis penyakit penyerta
 Pemantauan pengendalian DM

ANAMNESA

 Keluhan khas DM: poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya.

SPM Peny Dalam 15


 Keluhan tidak khas DM: lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria,
pruritus vulvae pada wanita.

Faktor risiko DM tipe 2:

 Usia > 45 tahun,


 Berat badan lebih: > 110% berat badan idaman atau indeks massa tubuh (IMT) > 23
kg/m2
 Hipertensi (TD 140/90 mmHg)
 Riwayat DM dalam garis keturunan
 Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi > 4000 gram
 Riwayat DM gestasional
 Riwayat toleransi gula terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
 Penderita penyakit jantung koroner, tuberculosis, hipertirodisme
 Kolesterol HDL 35 mg/dL dan atau trigliserida 250 mg/dL

Anamnesis komplikasi DM (lihat Komplikasi).

PEMERIKSAAN FISIK

termasuk

 Tinggi badan, berat badan, TD, lingkar pinggang.


 Tanda neuropati
 Mata (visus, lensa mata dan retina)
 Gigi mulut
 Keadaan kaki (termasuk rabaan nadi kaki), kulit dan kuku

Kriteria diagnostic DM dan gangguan toleransi glukosa:

1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200 mg/dL, atau


2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dL, atau
3. Kadar glukosa plasma 200 mg/dL pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada
TTGO

DIAGNOSIS BANDING
Hiperglekimia reaktif, toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa darah puasa terganggu
(GDPT)

SPM Peny Dalam 16


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboraturium:

 Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, laju endap darah


 Glukosa darah saat puasa dan 2 jam sesudah makan
 Urinalisis rutin, proteinuria 24 jam, CCT ukur
 Kreatinin
 SGPT, Albumin/Globumin
 Kolesterol Total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida
 A1C
 Albuminuri mikro

Pemeriksaan penunjang lain:

EKG, foto toraks, funduskopi

TERAPI
Edukasi

Meliputi pemahaman tentang :

 Penyakit DM
 Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
 Penyulit DM
 Intervensi farmakologis dan non-farmaologis
 Hipoglikemia
 Masalah khusus yang dihadapi
 Cara mengembangkan system penduung dan mengajarkan ketrampilan
 Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan

Perencanaan makan

Standar yang ianjurkan adalah makanan dengan komposisi:

 Karbohidrat 60 – 70 %
 Protein 10 – 15 %
 Lemak 20 – 25 %

Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari sumber
asam lemak tidak jenuh (MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid), dan membatasi PUFA (Poly
Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat 25 g/hr, diutamakan
serat larut.

Jumlah kalori basal per hari:

SPM Peny Dalam 17


 Laki-laki : 30 kal/kg BB idaman
 Perempuan : 25 kal/kg BB idaman

Penyesuaian (terhadap kalori basal/hari) :

Status gizi :
- BB gemuk - 20 %
- BB lebih - 10 %
- BB kurang +20%
 Umur > 40 tahun : -5%
 Stres metabolic (infeksi, operasi, dll) : + (10 s/d 30 %)
 Aktivitas :
- Ringan + 10 %
- Sedang + 20%
- Berat + 30 %
 Hamil :
- Trimester I,II + 300 kal
- Trimester III/laktasi + 500 kal

Rumus broca :

Berat badan idaman = (tinggi badan – 100) – 10 %*

Pria < 160 cm dan wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10 % lagi.

BB kurang : < 90 % BB idaman

BB normal : 90 – 110 % BB idaman

BB lebih : 110 – 120 % BB idaman

Gemuk : > 120 % BB idaman

Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3 – 4 kali seminggu selama kurang lebih 30
menit). Prinsip: Continous-Rythmical-Interval-Progressive-Endurance

Terapi Farmakologis

Obat Hipoglikemia Oral (OHO) :

 Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea, glinid


 Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion
 Penghambat absorpsi glukosa : Penghambat glukosidase alfa

Insulin

SPM Peny Dalam 18


Indikasi :

 Penurunan berat badan yang cepat


 Hiperglikemia berat yang disertai kitosis
 Ketasidosis diabetik
 Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
 Hiperglikemia dengan asidosi laktat
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis hamper maksimal
 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, strok)
 Kehamilan dengan DM / diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan
secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Kalau dengan OHO tunggal sasaran
kadar glukosa darah belum tercapai, perlu kombinasi dua kelompok obat hipoglikemik oral yang
berbeda mekanisme kerjanya.

Penglolaan DM tipe 2 Gemuk :

Non-farmakologis evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran tidak tercapai : Penekanan kembali tata laksana non-farmakologis.

evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran tidak tercapai : + 1 macam OHO

Biguanid / penghambat gukosidase α / Glitazon

evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran tidak tercapai : kombinasi 2 macam OHO, antara :

Biguanid / penghambat gukosidase α / Glitazon

evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran tidak tercapai : kombinasi 3 macam OHO:

SPM Peny Dalam 19


Biguanid + penghambat gukosidase α + Glitazon

atau

Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam

evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai :

Kombinasi 4 macam OHO:

Biguanid + penghambat gukosidase α + Glitazon + Secretagogue

atau

Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam

evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran terapi kombinasi OHO + Insulin tidak tercapai :

Insulin

Bila sasaran tercapai : teruskan terapi terakhir.

Pengelolaan DM tipe 2 Tidak Gemuk :

Non-farmakologis evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran tidak tercapai : Non-farmakologis + secretagogue

evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran tidak tercapai : kombinasi 2 macam OHO, antara :

Secretagogue + Penghambat glukosidase α/ Bigunaid / Glitazon

evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran tidak tercapai : kombinasi 3 macam OHO:

Secretagogue + Penghambat glukosidase α + Bigunaid / Glitazon,


atau

Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam

SPM Peny Dalam 20


evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai :

Kombinasi 4 macam OHO:

Secretagogue + Penghambat glukosidase α + Bigunaid + Glitazon, atau

Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam

evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai :

Insulin, atau

Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam

Sasaran terapi kombinasi OHO + Insulin tidak tercapai :

Insulin

Bila sasaran tercapai : terukan terapi terakhir

Penilaian hasil terapi

1. Pemeriksaan glukosa darah


2. Pemeriksaan A I C
3. Pemeriksaan glukosa darah mandiri
4. Pemeriksaan glukosa urin
5. Penentuan Badan Keton Kriteria pengendalian DM (lihat table)

Baik Sedang Buruk

GD puasa (mg/dL) 80 – 109 110 – 125 ≥ 126

GD 2 jam pp (mg/dL) 80 – 144 145 – 179 ≥ 180

A1C (%) < 6,5 6,5 – 8 >8

Kolesterol total < 200 200 – 239 ≥ 240


(mg/dL)

SPM Peny Dalam 21


Kolesterol LDL < 100 100 – 129 ≥ 130
(mg/dL)
Kolesterol HDL < 45
(mg/dL)
Trigliserida (mg/dL) < 150 150 – 199 ≥ 200

IMT 18,5 – 22,9 23 – 25 > 25

Tekanan darah < 130 / 80 130 – 140 / 80 - 90 > 140 / 9


(mmHg)
Tabel : Kriteria Pengendalian DM

KOMPLIKASI
A. Akut :
 Ketoasidosis diabetic
 Hiperosmolar non ketotik
 Hipoglikemia
B. Kronik :
 Makroangiopati :
o Pembuluh koroner
o Vaskular perifer
o Vaskular otak
 Mikroangiopati :
o Kapiler retina
o Kapiler renal
 Neuropati
 Gabungan :
o Kardiopati : penyakit jantung koroner, kardiomiopati
 Rentan infeksi
 Kaki diabetik
 Disfungsi ereksi

PROGNOSIS
Dubia

DAFTAR PUSTAKA
1. PERKENI. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. 2002.
2. PERKENI. Petunjuk Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. 2002.
3. The Expert Committee on The Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Report
of The Expert Committee on The Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus.
Diabetes Care, Jan 2003:26(Suppl. 1):S5-20.

SPM Peny Dalam 22


4. Suryono S. Type 2 Diabetes Mellitus is a β-cell Dysfunction. Prosiding Jakarta Diabetes
Meeting 2002: The Recent Management in Diabetes and Its Complications : From
Molecular to Clinic. Jakarta, 2-3 Nov 2002.Simposium Current Treatment in Internal
Medicine 2000. Jakarta, 11-12 November 2000:185-99.

HIPOGLIKEMIA
PENGERTIAN
Kadar glukosa darah < 60 mg/dL, atau kadar glukosa darah < 80 mg/dL, dengan gejala klinis.
Hipoglikemia pada DM terjadi karena :

 Kelebihan obat / dosis obat : terutama insulin, atau obat hipoglikemik oral
 Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun : gagal ginjal kronik, pasca persalina
 Asupan makan tidak adekuat : jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat
 Kegiatan jasmani berlebihan.

SPM Peny Dalam 23


DIAGNOSIS
Gejala dan tanda klinis :

 Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah turun


 Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung sementara
 Stadium simpatik : keringat dingin pada muka, bibir atau tangan gemetar
 Stadium gangguan otak berat : tidak sadar, dengan atau tanpa kejang

ANAMNESA

 Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral : dosis terakhir, waktu
pemakaian terakhir, perubahan dosis.
 Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi
 Riayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya
 Lama menderita DM, komplikasi DM
 Penyakit penyerta : ginjal, hati, dll
 Penggunaan obat sistemik lainnya : penghambat adregenetik β, dll

PEMERIKSAAN FISIK

pucat, diaphoresis, tekanan darah, frekuensi denyut jantung, penurunan kesadaran, defisit
neurologik fokal transien

Trias Whipple untuk hipoglikemia secara umum :

1. Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia


2. Kadar glukosa plasma rendah
3. Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat

DIAGNOSIS BANDING
Hipoglikemia karena

 Obat :
- (sering) : insulin, sulfonilurea, alcohol
- (kadang) : kinin, pentamidine
- (jarang) : salisilat, sulfonamide
 Hiperinsulinisme endogen : insulinoma, kelainan sel β jenis lain, sekretagogue
(sulfonylurea), autoimun, sekresi insulin ektopik
 Penyakit kritis : gagal hati, gagal ginjal, gagal jantung, sepsis, starvasi dan inanisi
 Defisiensi endokrin : kortisol, growth hormone, glukagon, epinefrin
 Tumor non-sel β : sarkoma, tumor adrenokortikal, hepatoma, leukemia, limfoma,
melanoma

SPM Peny Dalam 24


 Pasca-prandial : reaktif (setelah operasi gaster), diinduksi alcohol

PEMEKRISAAN PENUNJANG
Kadar glukosa darah (GD), tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, C-peptide

TERAPI
Stadium permulaan (sadar)

 Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/permen gula murni (bukan
pemanis pengganti gula atau gula diet/gula diabetes) dan makanan yang mengandung
karbohidrat
 Hentikan obat hipoglikemik sementara
 Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
 Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL (bila sebelumnya tidak sadar)
 Cari penyebab

Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar + curiga hipoglikemia) :

1. Diberikan larutan Dekstrosa 40 % sebanyak 2 flakton (= 50 mL) bolus intar vena


2. Diberikan cairan Dekstrosa 10 % per infuse, 6 jam per kolf
3. Periksa GD sewaktu (GDs), kalau memungkinkan dengan glukometer :
 Bila GDs < 50 mg/dL + bolus Dekstrosa 40 % 50 mL IV
 Bila GDs < 100 mg/dL + bolus Dekstrosa 40 % 25 mL IV
4. Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian Dekstrosa 40 % :
 Bila GDs < 50 mg/dL + bolus Dekstrosa 40 % 50 mL IV
 Bila GDs < 100 mg/dL + bolus Dekstrosa 40 % 25 mL IV
 Bila GDs 100-200 mg/dL tanpa bolus Dekstrosa 40 %
 Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan menurunkan kecepatan drip
Dekstrosa 10%
5. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 2 jam,
dengan protokol sesuai diatas. Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan mengganti
infus dengan Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 %.
6. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 4 jam,
dengan protokol sesuai diatas. Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan mengganti
infus dengan Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 %.
7. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding scale setiap 6 jam :
GD RI
(mg/dL) (Unit, subkutan)
< 200 0
200 – 250 5
250 – 300 10

SPM Peny Dalam 25


300 – 350 15
> 350 20
8. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin, seperti :
adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glucagon 0,5 – 1 mg IV / IM (bila penyebabnya
insulin)
9. Bila pasien belum sadar, GDs sekitar 200 mg/dL : Hidrokortison 100 mg per 4 jam
selama 12 jam atau Deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan
Manitol 1,5 – 2 g/kgBB IV setiap 6 – 8 jam. Dicari penyebab lain kesadaran menurun

KOMPLIKASI
Kerusakan otak, koma, kematian

PROGNOSIS
Dubia.

DAFTAR PUSTAKA
1. PERKENI. Petunjuk Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2002. Waspadji S. Kegawatan pada
Diabetes Mellitus. Dalam Prosiding Simposium Penatalaksanaan
2. Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta 15-16 April 2000:83-8.
3. Cryer PE. Hypoglicemia. In Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL,
Jameson JL. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 15th ed. New York: McGraw-Hill;
2001 .p. 2138-43.

INFEKSI SALURAN KEMIH

PENGERTIAN
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi akibat terbentuknya koloni kuman di saluran kemih.
Kuman mencapai saluran kemih melalui cara hematogen dan asending.

Faktor risiko :

Kerusakan atau kelainan anatomi saluran kemih berupa obstruksi internal oleh jaringan parut,
endapan obat intrabular, refluks, instrumentasi saluran kemih, konstriksi arteri-vena, hipertensi,
analgetik, ginjal polikistik, kehamilan, DM, atau pengaruh obat-obat estrogen

ISK sederhana / tak berkomplikasi :

ISK yang terjadi pada perempuan yang tidak hamil dan tidak terdapat disfungsi struktural
ataupun ginjal

SPM Peny Dalam 26


ISK berkomplikasi :

ISK yang berlokasi selain di vesika urinaria, ISK pada anak-anak, laki-laki, atau ibu hamil

DIAGNOSIS
Anamnesis : ISK bawah frekuensi, disuria terminal, polakisuria, nyeri suprapublik. ISK atas :
nyeri pinggang, demam, menggigil, mual dan muntah, hematuria

Pemeriksaan Fisis : febris, nyeri tekan suprapublik, nyeri ketok sudut kostovertebra

Laboratorium : lekositosis, lekosituria, kultur urin (+) : bakteriuria > 1 /ml urin

DIAGNOSIS BANDING
ISK sederhana, ISK berkomplikasi

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, urinalisis, kultur urin dan tes resistensi kuman, tes fungsi ginjal, gula darah, foto BNO-IVP,
USG ginjal

TERAPI
Nonfarmakologis :

 Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik


 Menjaga higinie genitalia eksterna

Farmakologis :

 Antimikroba berdasarkan pola kuman yang ada; Bila hasil tes resistensi kuman sudah
ada, pemberian antimikroba disesuaikan

Tabel 1. Antimikroba pada ISK bawah tak berkomplikasi

Antimikroba Dosis Lama Terapi

Trimetoprim- Sulfametoksazol 2 x 160/800 mg 3 hari

Trimetoprim 2 x 100 mg 3 hari

SPM Peny Dalam 27


Siprofloksasin 2 x 100-250 mg 3 hari

Levofloksasin 2 x 250 mg 3 hari

Sefiksim 1 x 400 mg 3 hari

Sefpodoksim proksetil 2 x 100 mg 3 hari

Nitrofurantoim makrokristal 4 x 50 mg 7 hari

Nitrofurantoim monohidrat 2 x 100 mg 7 hari

makrokristal

Amoksisilin/klavulanat 2 x 500 mg 7 hari

Tabel 2. Obat parental pada ISK atas akut berkomplikasi

Antimikroba Dosis Lama Terapi

Sefepim 1 gram 12 jam

Siprofloksasin 400 mg 12 jam

Levoflosasin 500 mg 24 jam

Ofloksasin 400 mg 12 jam

Gentamisin (+ ampisilin) 3-5 mg/kgBB 24 jam

1 mg/kgBB 8 jam

Ampisilin (+ gentamisin) 1-2 gram 6 jam

Tikarsilin-klavulanat 3,2 gram 8 jam

SPM Peny Dalam 28


Piperasilin-tazobaktam 3,375 gram 2-8 jam

Imipenem-silastatin 250-500 mg 6-8 jam

ISK pada Perempuan

Perempuan dengan keluhan disuria dan sering BAK

Pengobatan selama 3 hari

Follow up selama 4-7 hari

Tak bergejala Bergejala

SPM Peny Dalam 29


Tak perlu Keduanya negatif Piuria tanpa Piuria dengan

intervensi lebih bakteriuria atau tanpa

lanjut bakteriuria

Observasi, pengobatan Pengobatan untuk Pengobatan

dengan analgenetika kuman klamidia diperpanjang

 ISK tak bergejala pada perempuan menopause tidak perlu pengobatan


 ISK pada perempuan hamil tetap diberikan pengobatan meski tidak bergejala
 Pengobatan untuk ISK pada laki-laki usia < 50 tahun harus diberikan selama 14 hari; usia
> 50 tahun pengobatan selama 4-6 minggu
 Infeksi jamur kandida diberikan fluknazol 200-400 mg/hari selama 14 hari. Bila infeksi
terjadi pada pasien dengan kateter, kateter dicabut lalu dilakukan irigasi kandung kemih
dengan amfoterisin selama 5 hari

ISK Berulang
Riwayat ISK berulang

Gejala ISK baru

Pengobatan 3 hari

Follow up selama 4-7 hari

Pengobatan berhasil Pengobatan gagal

SPM Peny Dalam 30


Pasien dengan reinfeksi Infeksi kuman Infeksi kuman

berulang resistensi antimikroba peka antimikroba

Calon untuk terapi jangka Terapi 3 hari untuk kuman Terapi dosis tinggi

panjang dosis rendah yang peka selama 6 minggu

 Terapi jangka panjang : trimetoprim-sulfametoksazol dosis rendah (40-200 mg) tiga kali
seminggu tiap malam, fluorokuinolon dosis rendah, nitrofurantoin makrokristal 100 mg
tiap malam. Lama pengobatan 6 bulan dan bila perlu dapat diperpanjang 1-2 tahun lagi

KOMPLIKASI
Batu saluran kemih, obstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang multiresisten, gangguan
fungsi ginjal

PROGNOSIS
Bonam

DAFTAR PUSTAKA
1. PB PAPDI, Standar pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis penyakit Dalam,
April 2005
2. Bass PF. Jarwis. Urinary trac Infections. Primary care: Clinical in office practice. Vol 30.
WB Sauders;2005
3. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid 1. Departemen Ilmu Penyakit dalam FK
UI. 2006
4. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 15th ed. New York: McGraw-Hill; 2001 .p. 2138-43

SPM Peny Dalam 31


SPM Peny Dalam 32
SPM Peny Dalam 33
 Kondisi ginjal : GN akut, hipertensi renovaskular, krisis renal karena penyakit kolagen-
vaskular, hipertensi berat pasca transplantasi ginjal
 Akibat katekolamin di sirkulasi : krisis feokromositoma, interaksi makanan atau obat
MAO inhibitor, penggunaan obat simpatomimetik, mekanisme re-bound akibat
penghentian mendadak obat antihipertensi, hiperrefleksi otomatis pasca cedera korda
spinalis
 Eklampsia
 Kondisi bedah : hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi segera, hipertensi
pasca operasi, perdarahan pasca operasi dari garis jahitan vascular
 Luka bakar berat
 Epistaksis berat
 Thrombotic thrombocytopenic purpura

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, urinalisis, ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit, EKG. Pemeriksaan sesuai indikasi : foto
toraks, ekokardiografi, aktivitas renin plasma, aldosteron, metanefrin/katekolamin, USG
abdomen, CT scan, dan MRI.

TERAPI
Target terapi hipertensi emergency sampai tekanan darah diastolik kurang lebih 110 mmHg atau
berkurangnya mean arterial blood pressure 25 % (pada stroke penurunan hanya boleh 20 % dan
khusus pada strok iskemik, tekanan darah baru diturunkan secara bertahap bila sangat tinggi >
220/130 mmHg) dalam waktu 2 jam. Setelah diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi organ,
penurunan dapat dilanjutkan dalan 12 – 16 jam selanjutnya sampai mendekati normal. Penurunan
tekanan darah pada hipertensi urgency dilakukan secara bertahap dalam waktu 24 jam.

Hipertensi urgency :

Obat Dosis Awitan Lama Kerja

Kaptopril 6,25 – 50 mg per oral atau subilingual 15 menit 4 – 6 jam

bila tidak dapat menelan

Klonidin Dosis awal per oral 0,15 mg, selanjutnya 0,5 – 2 jam 6 – 8 jam

0,15 mg tiap jam dapat diberikan sampai

Dengan dosis total 0,9 mg

Labetalol 100 – 200 mg per oral 0,5 – 2 jam 8 – 12 jam

Furosemid 20 – 40 mg per oral 0,5 – 1 jam 6 – 8 jam

SPM Peny Dalam 34


Hipertensi emergency

Obat Dosis Awitan Lama Kerja

Diuretik :

Furosemid 20 – 40 mg, dapat diulang. 5 – 15 2 – 3 jam

Hanya diberikan bila terda- menit

pat retensi cairan

Vasodilator :

- Nitrogliserin Infus 5 – 100 mcg/menit. 2–5 5 – 10


Dosis awal 5 mcg/menit, dapat menit menit
Ditingkatkan 5 mcg/menit tiap
3 – 5 menit

- Diltiazem Bolus IV 10 mg (0,25 mg/kgBB),


dilanjutkan infuse 5 – 10 mg/jam

- Klonidin 6 ampul dalam 250 ml cairan infus,


dosis diberikan dengan titrasi

- Nitroprusid Infus 0,25 – 10 mcg/kgBB/menit, segera 1–2


(maksimum 10 menit) menit

KOMPLIKASI
Kerusakan organ target

PROGNOSIS
Dubia

DAFTAR PUSTAKA
1. PB PAPDI, Standar pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis penyakit Dalam,
April 2005
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid 1. Departemen Ilmu Penyakit dalam FK
UI. 2006
3. Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta 15-16 April 2000:83-8.
4. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 15th ed. New York: McGraw-Hill; 2001 .p. 2138-43

SPM Peny Dalam 35


SPM Peny Dalam 36
PROGNOSIS
Bonam

DAFTAR PUSTAKA

1. Hickey PW. Leptospirosis, eMed J. 3:S 1-9, 2002


2. Syam AF. Patogenesis dan diagnosis Leptospirosis, MKI 1997: 47(12) : 636-39
3. PB PAPDI, Standar pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis penyakit Dalam,
April 2005
4. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid 1. Departemen Ilmu Penyakit dalam FK
UI. 2006
5. D.L. Kasper, A.S. Fauci, D.L. Longo, E. Braunwald, S. L. Hauster, J.L. Jameson, J.
Loscalzo. Harrison’s Manual of Medicine 17th Ed, McGraw-Hill Medical, New York, pp
789

SPM Peny Dalam 37


SPM Peny Dalam 38
DIAGNOSIS BANDING
Gagal ginjal akut

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, ureum, kreatinin, UL, CCT ukur, elektrolit (Na, K, Cl, Ca, P, Mg), profil lipid, asam urat
serum, gula darah, AGD, SI, TIBC, feritin serum, hormon PTH, albumin, globulin, USG ginjal,
pemeriksaan imunologi, hemostatis lengkap, foto polos abdomen, renogram, foto toraks, EKG,
ekokardiografi, biopsi ginjal, HBsAg, Anti HCV, Anti HIV.

TERAPI
Nonfarmakologis :

 Pengaturan asupan protein :


- Pasien non-dialisis 0,6 – 0,7 gram/kgBB ideal/hari sesuai dengan CCT dan toleransi
pasien
- Pasien hemodialisis 1 – 1,2 gram/kgBB ideal/hari
- Pasien peritoneal dialysis 1,3 gram/kgBB ideal/hari
 Pengaturan asupan kalori : 35 Kal/kgBB ideal/hari
 Pengaturan asupan lemak : 30-40 % dari kalori total dan mengandung jumlah yang sama
antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
 Pengaturan asupan karbohidrat : 50-60 % dari kalori total
 Garam (NaCl) : 2-3 gram/hari
 Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari
 Fosfor : 5-10 mg/kgBB/haro. Pasien HD : 17 mg/hari
 Kalsium : 1400-1600 mg/hari
 Besi : 10-18 mg/hari
 Magnesium : 200-300 mg/hari
 Asam folat pasien HD : 5 mg
 Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss)
Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar. Kenaikan berat badan di
antara waktu HD < 5 % NN kering

Farmakologis :

 Kontrol tekanan darah :


- Penghambat ACE atau antagonis reseptor Angiontensin II evaluasi kreatinin dan
kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35 % atau timbul hiperkalemi
harus dihentikan
- Penghambat kalsium
- Diuretik

SPM Peny Dalam 39


 Pada pasien DM, kontrol gula darah hindari pemakaian metformin dan obat-obat
sulfonylurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 di atas nilai
normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6 %
 Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
 Kontrol hiperfosfatemi : kalsium karbonat atau kalsium asetat
 Kontrol osteodistrofi renal : Kalsitriol
 Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l
 Koreksi hiperkalemi
 Kontrol dislipidemia dengan target LDL < 100 mg/dl, dianjurkan golongan statin
 Terapi ginjal pengganti

KOMPLIKASI
Kardiovaskular, gangguan keseimbangan asam basa, cairan, dan elektrolit, osteodistrofi renal,
anemia

PROGNOSIS
Dubia

DAFTAR PUSTAKA
1. Suwitra, K., 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi,
I., Marcellus, S.K., Setiati, S., Edisi keempat.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 570-573
2. Perazella, M.A., 2005. Chronic Kidney Disease. In: Reilly, R.F, Jr., Perazella, M.A., ed.
Nephrology In 30 Days . New York: Mc Graw Hill, 251-274
3. National Kidney Foundation, 2009. Chronic Kidney Disease. New york: National Kidney
Foundation. Available from: Noer, M.S., 2006. . Available from:[Accessed 29 April 2009]
4. K/DOQI, 2002. Clinical Practice Guidelines for CKD : Evaluation, Classification, and
Stratification, http://www.kdoqi.org. National Kidney Foundation
5. Loscalzoa, J., 2009. Acute Renal Failure, in D.L. Kasper, A.S. Fauci, D.L. Longo, E.
Braunwald, S. L. Hauster, J.L. Jameson, J. Loscalzo. Harrison’s Manual of Medicine
17th Ed, McGraw-Hill Medical, New York, pp 789
6. PB PAPDI, Standar pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis penyakit Dalam,
April 2005

SPM Peny Dalam 40


SPM Peny Dalam 41
 Pengobatan proteinuria dengan penghambat ACE dan/atau antagonis reseptor
Angiontensin II
 Pengobatan dislipedemia dengan golongan statin
 Pengobatan hipertensi dengan target tekanan rendah < 125 / 75 mmHg. Penghambat ACE
dan antagonis reseptor Angiontensin II sebagai pilihan obat utama
 Pengobatan kausal sesuai etiologi SN (lihat SPM penyakit glomerular)

KOMPLIKASI
Penyakit ginjal kronik, tromboemboli

PROGNOSIS
Tergantung jenis kelainan glomerular

DAFTAR PUSTAKA
1. PB PAPDI, Standar pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis penyakit Dalam,
April 2005
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid 1. Departemen Ilmu Penyakit dalam FK
UI. 2006
3. D.L. Kasper, A.S. Fauci, D.L. Longo, E. Braunwald, S. L. Hauster, J.L. Jameson, J.
Loscalzo. Harrison’s Manual of Medicine 17th Ed, McGraw-Hill Medical, New York, pp
789

TIROTOKSIKOSIS

SPM Peny Dalam 42


.
1. Definisi : Suatu keadaan dimana didapatkan kelebihan hormone tiroid
2. Kriteria diagnosis : Hiperaktivitas, palpitasi, berat badan turun, nafsu makan meningkat,
tidak tahan panas, banyak berkeringat, mudah lelah, sering buang
air besar, oligomenore/amenore dan libido menurun, takikardi,
fibrilasi atrial, tremor halus, reflex meningkat, kulit hangat dan
basah, rambut rontok, bruit

3. Diagnosis Banding - Hipertiroidisme primer


- Tirotoksikosis tanpa hipertiroidisme
- Hipertiroidisme sekunder

4. Pemeriksaan Penunjang - Laboratorium: TSHs, T4 atau fT4, T3, atau fT3, TSH RAb,
kadar lekosit (bila timbul infeksi pada awal pemakaian obat
antitiroid).
- Sidik Tiroid/thyroid scan: terutama membedakan penyakit
Plummer dari penyakit Graves dengan komponen nodosa
- EKG
- Foto thoraks

5. Perawatan RS - Rawat Jalan : penyakit graves tanpa komplikasi


- Rawat Inap : pasien dengan krisis tiroid, pasien yang
memerlukan tindakan bedah dan pasien yang memerlukan
radioablasi.

6. Terapi 1. Tatalaksana Penyakit Graves :


- Obat antitiroid : propiltiourasil dosisi awal 300-600
mg/hari, dosis maksimal 2000 mg/hari, Metimazol dosis
awal 20-30 mh/hari. Penyekat adrenergic B : propanolol
dosis 40-200 mg dalam 4 dosis (pada awal terapi,
menunggu pasien eutiroid),
- Tindakan bedah dan radioablasi
2. Tatalaksana krisis tiroid :
Perawatan suportif, antagonis aktivitas hormone tiroid dan
pengobatan terhadap factor presipitasi : antibiotik

7 Penyulit - Penyakit graves


- Krisis tiroid

SPM Peny Dalam 43


8 Prognosis - Dubia ad bonam
- Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat 10-15%

9. Daftar Pustaka

1. PB PAPDI, Standar pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis penyakit Dalam,


April 2005
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid 1. Departemen Ilmu Penyakit dalam FK UI. 2006
3. D.L. Kasper, A.S. Fauci, D.L. Longo, E. Braunwald, S. L. Hauster, J.L. Jameson, J. Loscalzo.
Harrison’s Manual of Medicine 17th Ed, McGraw-Hill Medical, New York, pp 789

KETOASIDOSIS DIABETIKUM

1. Nama Penyakit/Diagnosis : KETOASIDOSIS DIABETIKUM


2. Definisi : Kondisi dekompensasi metabolik akibat defisiensi
insulin
absolute/relative dan merupakan komplikasi akut DM
yang serius

SPM Peny Dalam 44


3. Kriteria Diagnosis : Poliuri, polidipsi, riwayat berhenti menyuntik insulin,
demam/infeksi, muntah, nyeri perut,kesadaran,
pernapasan cepat dan dalam, dehidrasi, dapat disertai
syok hipovolemik, kadar glukosa >250 mg/dL, pH <7,35,
HCO3 rendah, anion gap tinggi, keton serum positif dan
atau ketonuria

4. Diagnosis Banding - Ketosis diabetik , Ketosis hipoglikemia, Ketosis


starvasi
- Hipergtlikemi hiperosmolar non ketotik
- Ensefalopati uremikum
- Asidosis hiperkloremik, Asidosis uremikum , Asidosis
laktat
- Minum alcohol
- Kelebihan salisilat
- Ensefalopati karena infeksi dan trauma kapitis

5. Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan cito: gula darah, elektrolit, ureum,


kreatinin, aseton darah, urin rutin, analisis gas darah,
EKG

6. Konsultasi : Dokter spesialis penyakit dalam


7. Perawatan RS : Memerlukan rawat inap
8. Terapi : Akses IV 2 jalur salah satunya dicabang 3 way:
1. Cairan : NaCl 0,9% (1-2 L pada 1 jam I, 1 L pada jam
II,0,5 L pada jam III dan IV dan 0,25 L pada jam V
dan VI, selanjutnya sesuai kebutuhan
2. Insulin (RI)
3. Kalium
4. Natrium Bikarbonat
5. Tata laksana umum:
- O2 bila PO2< 80 mmHg
- Antibiotika adekuat
- Heparin
- Pemantauan tekanan darah, frekuensi pernapasan,
temperature setiap jam, kesadaran, keadaan hidrasi,
produksi urin, balans cairan dan pemantauan

SPM Peny Dalam 45


laboratorik.

9. Penyulit : Syok hipovolemik, edema paru, hipertrigliserida, infark


miokard akut, hipoglikemik, hipokalemia,
hiperkloremia, edema otak, hipokalsemia.

10 Prognosa : Dubia ad Malam

11.Daftar Pustaka

1. PB PAPDI, Standar pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis penyakit Dalam,


April 2005
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid 1. Departemen Ilmu Penyakit dalam FK
UI. 2006
3. D.L. Kasper, A.S. Fauci, D.L. Longo, E. Braunwald, S. L. Hauster, J.L. Jameson, J.
Loscalzo. Harrison’s Manual of Medicine 17th Ed, McGraw-Hill Medical, New York, pp
789

DISLIPIDEMIA

.
1 Definisi : Kelainan metabolik lipid yang ditandai oleh kelainan
. ( peningkatan
atau penurunan) fraksi lipid dalam plasma.

2 Kriteria Diagnosis - Kolesterol LDL >160 mg/dL


. - Kolesterol total >200 mg/dL
- Kolesterol HDL>=60 mg/dL

3 Diagnosis Banding : Hiperkolesterol sekunder, hipertrigliseridemia sekunder, HDL


. rendah sekunder

4 Pemeriksaan Penunjang : Kadar kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida, glukosa darah,
. tes
fungsi hati, urin lengkap, tes fungsi ginjal, TSH, EKG

SPM Peny Dalam 46


5 Terapi - Pasien dengan hiperkolesterolemia: non farmakologis (diet,
. latihan jasmani, penurunan berat badan, menghentikan
kebiasaan merokok, minuman alcohol), farmakologis:
golongan statin, golongan bile acid sequestrant, golongan
nicotinic acid.
- Pasien dengan hipertrigliseridemia: non farmakologis sama
dengan hiperkolerterolemia, farmakologis: obat penurun
kadar kolesterol atau ditambahkan obat fibrat atau nicotinic
acid: gemfibrozil 2X600 mg atau 1X900 mg atau fenofibrat
1X200 mg

6 Penyulit : Aterosklerosis, penyakit jantung koroner, stroke, pancreatitis


. akut

7 Prognosa Dubia ad bonam

8..Daftar Pustaka

1. PB PAPDI, Standar pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis penyakit Dalam,


April 2005
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid 1. Departemen Ilmu Penyakit dalam FK
UI. 2006
3. D.L. Kasper, A.S. Fauci, D.L. Longo, E. Braunwald, S. L. Hauster, J.L. Jameson, J.
Loscalzo. Harrison’s Manual of Medicine 17th Ed, McGraw-Hill Medical, New York, pp
789

SPM Peny Dalam 47


STRUMA NODOSA NON TOKSIK

1. Definisi : Pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai nodul, tanpa


disertai tanda-tanda hipertiroidisme

2 Kriteria Diagnosis : Nodul tunggal atau majemuk atau difus, nyeri tekan,
konsistensi, permukaan, perlekatan pada jaringan sekitarnya,
pendesakan atau pendorongsn trakea, pembesaran kelenjar
getah bening regional, pemberton’s sign

3. Diagnosis Banding - Struma nodosa, tiroiditis akut, tiroiditis subakut, tiroiditis


kronik (limfositik-hashimoto, fibrous-invasif-Riedel)
- Simple goiter, struma endemic, kista tiroid, kista degenerasi,
adenoma, karsinoma tiroid primer, metastatic, limfoma.

4. Pemeriksaan Penunjang - Laboratorium : T4 atau fT4, T3 dan TSHs


- Biopsi aspirasi jarum halus
- USG tiroid
- Petanda keganasan tiroid
- Pemeriksaan antitiroglobulin bila TSHs meningkat, curiga
Hashimoto

5. Terapi - Ganas: operasi tiroidektomi near-total


- Curiga: operasi dengan potong beku ganas (tiroidektomi

SPM Peny Dalam 48


near-total), jinak( lobektomi),
- Tak cukup/sediaan tak representataif: jika nodul solid curiga
ganas tinggi (lobektomi) curiga ganas rendah (observasi),
jika nodul kistik ulang aspirasi:kista regresi (observasi), kista
rekurens curiga ganas rendah (observasi), kista rekurens
curiga ganas tinggi (lobektomi)
- Jinak: levo-tiroksin (LT4) dosis subtoksis dititrasi mulai
2X25 ug (3 hari) dilanjutkan 3X25 ug (3-4 hari), supresi TSH
dipertahankan selama 6 bulan, evaluasi dengan USG

6. Penyulit : Umumnya tidak ada kecuali ada infeksi

7. Prognosa : Tergantung jenis nodul, tipe histologist

8..Daftar Pustaka

1. PB PAPDI, Standar pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis penyakit Dalam,


April 2005
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid 1. Departemen Ilmu Penyakit dalam FK
UI. 2006
3. D.L. Kasper, A.S. Fauci, D.L. Longo, E. Braunwald, S. L. Hauster, J.L. Jameson, J.
Loscalzo. Harrison’s Manual of Medicine 17th Ed, McGraw-Hill Medical, New York, pp
789

SPM Peny Dalam 49


ARTRITIS PIRAI

1. Definisi : Penyakit yang disebabkan oleh deposisi Kristal - Monosodium


urat (MSU) yang terjadi akibat supersaturasi cairan ekstra
seluler dan mengakibatkan satu atau beberapa manifestasi
klinik

2. Kriteria Diagnosis : Kriteria ACR:


- Didapatkan Kristal monosodium urat didalam cairan sendi
atau
- Didapatkan Kristal monosodium urat didalam tofus atau
- Didapatkan 6 dari kriteria berikut:
1. Inflamasi maksimal pada hari pertama
2. Serangan arthritis akut lebih dari 1 kali
3. Arthritis monoartikuler
4. Sendi yang terkena berwarna kemerahan
5. Pembengkakan dan sakit pada sendi MTP I
6. Serangan pada sendi MTP unilateral
7. Serangan pada sendi tarsal unilateral
8. Tofus
9. Hiperurisemia
10. Pembengkakan sendi asimetris pada gambaran
radiologic
11. Kista subkortikal tanpa erosi pada gambaran radiologic
12. Kultur bakteri cairan sendi negative

3. Diagnosis Banding : Pseudogout, arthritis septic, arthritis reumatoid


4. Pemeriksaan Penunjang - LED, CRP,analisis cairan sendi, asam urat darah dan urin 24
jam, ureum, kreatinin, CCT, radiologis sendi

5. Konsultasi : Dokter Spesilis Penyakit Dalam

SPM Peny Dalam 50


6. Terapi - Penyuluhan
- Fase akut: colchicin 0,5 mg/jam sampai terjadi perbaikan
inflamasi atau terdapat tanda-tanda toksik atau dosis tidak
melebihi 8 mg/24 jam, obat antiinflamasi non-steroid,
glukokortikoid dosis rendah bila ada kontraindikasi dari
kolkisin dan obat antiinflamasi non-steroid
- Pengobatan hiperurisemia: diet rendah purin, obat
penghambat xantin oksidase (untuk tipe produksi berlebih)
missal allopurinol, obat urikosurik (untuk tipe sekresi
rendah). Oba tai=ntihiperurisemik tidak boleh diberikan pada
stadium akut

7 Penyulit : Tofus, deformitas, nefropati gout, gagal ginjal, batu saluran


kencing
8. Prognosa : Bonam
9.Daftar Pustaka

1. PB PAPDI, Standar pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis penyakit Dalam,


April 2005
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid 1. Departemen Ilmu Penyakit dalam FK
UI. 2006
3. D.L. Kasper, A.S. Fauci, D.L. Longo, E. Braunwald, S. L. Hauster, J.L. Jameson, J.
Loscalzo. Harrison’s Manual of Medicine 17th Ed, McGraw-Hill Medical, New York, pp
789

LUPUS ERITEMATOUS SISTEMIK

SPM Peny Dalam 51


1 Definisi : Penyakit autoimun yang ditandai produksi antibody terhadap
komponen-komponen inti sel yang mengakibatkan manifestasi
klinis yang luas

2. Kriteria Diagnosis : ACR 1982, diagnosis ditegakkan bila didapatkan 4 dari 11


kriteria dibawah ini:
1. Ruam Malar
2. Ruam Discoid
3. Fotosensitifitas
4. Ulserasi di mulut atau nasofaring
5. Arthritis
6. Serositis (pleuritis atau perikarditis)
7. Kelainan ginjal (proteinuri>0,5 g/hari, atau silinder sel)
8. Kelainan neurologi, kejang-kejang atau psikosis
9. Kelainan hematologi, anemia hemolitik atau lekopenia
atau limfopenia atau trombositopenia
10. Kelainan imonologik, sel LE positif atau anti DNA
positif, atau anti Sm positif, tes serologis untuk sifilis
positif palsu
11. Antibody antinuclear (ANA) positif

3. Diagnosis Banding : Missed connective tissue disease, syndrome vaskulitis


4. Pemeriksaan Penunjang - LED, CRP, C3 dan C4, ANA, ENA (anti dsDNA dsb)
- Comb test, bila ada AIHA, biopsy kulit

5. Terapi - Penyuluhan
- Proteksi terhadap sinar matahari, sinar uv, dan sinar fluoresin
- Pada manifestasi non-organ vital dapat diberikan klorokuin 4
mg/kgBB/hari
- Bila mengenai organ vital, berikan prednisone 1-1,5
mg/kgBB/hari selama 6 minggu kmdn tapering off
- Bila terdapat peradangan terbatas pada 1-2 sendi, dapat
diberikan injeksi steroid intraartikuler
- Pada kasus berat/mengancam jiwa: diberikan
metilprednisolon 1 gr/hr iv selam 3 hari berturut-turut lalu
prednisone 40-60 mg/ha p.o
- Bila glukokortikoid selam 4 mgg tdk memuaskan, maka
dimulai pemberian imunosupresif lain, missal siklofosfamid

SPM Peny Dalam 52


500-1000 mg/m3 sebulan sekali selama 6 bulan kmdn 3
bulan sampai 2 tahun
- Imunosupresan lain yang dapat diberikan adalah azatioprin,
siklosporin-A

6. Penyulit : Anemia hemolitik, thrombosis, lupus serebral, nefritis lupus,


infeksi sekunder, osteonekrosis

7. Prognosa : Dubia
8..Daftar Pustaka

1. PB PAPDI, Standar pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis penyakit Dalam,


April 2005
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid 1. Departemen Ilmu Penyakit dalam FK
UI. 2006
3. D.L. Kasper, A.S. Fauci, D.L. Longo, E. Braunwald, S. L. Hauster, J.L. Jameson, J.
Loscalzo. Harrison’s Manual of Medicine 17th Ed, McGraw-Hill Medical, New York, pp
789

ARTRITIS SEPTIK

1 Definisi : Artritis yang disebabkan oleh adanya infeksi berbagai


mikroorganisme (bakteri, non gonokokal)

2. Kriteria Diagnosis - Nyeri sendi akut, umumnya monoartikular


- Umumnya terdapat penyakit lain yang mendasari
- Ditemukan bakteri dari kultur cairan sendi

3. Diagnosis Banding Arthritis gonokokal, bursitis septik


4. Pemeriksaan Penunjang - Analisis cairan sendi

SPM Peny Dalam 53


- Pewarnaaan gram dan kultur cairan sendi
- Radiografi sendi yang terserang
- LED,CRP, leukosit darah
- Kultur darah, bila ada tanda-tanda sepsis

5. Terapi 1. Aspirasi cairan sendi


2. Antibiotika berspektrum luas sebelum hasil kultur dan
diubah setelah hasil kultur diperoleh
3. Drainase sendi yana terinfeksi
4. Indikasi tindakan bedah :
a. Infeksi koksa pada anak-anak
b. Infeksi mengenai sendi yang sulit dilakukan drainase
secara adekuat
c. Terdapat bukti osteomielitis
d. Infeksi berkembang ke jaringan lunak sekitarnya
6. Penyulit : Osteomielitis, sepsis

10. Prognosa : Dubia


11.Daftar Pustaka

1. PB PAPDI, Standar pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis penyakit Dalam,


April 2005
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid 1. Departemen Ilmu Penyakit dalam FK
UI. 2006
3. D.L. Kasper, A.S. Fauci, D.L. Longo, E. Braunwald, S. L. Hauster, J.L. Jameson, J.
Loscalzo. Harrison’s Manual of Medicine 17th Ed, McGraw-Hill Medical, New York, pp
789

SPM Peny Dalam 54


OSTEOARTRITIS (OA)

1. Definisi : Penyakit degenerative yang mengenai rawan sendi ditandai


oleh kehilangan rawan sendi progresif dan terbentuknya
tulang baru pada trabekula subkondral dan tepi tulang
(osteofit)

2.. Kriteria Diagnosis : OA Sendi Lutut:


- Nyeri lutut dan salah satu dari 3 kriteria berikut : usia
>50 tahun, kaku sendi <30 menit, krepitasi+osteofit

OA sendi tangan:
- Nyeri tangan atau kaku dan
- Tiga dari 4 kriteria berikut: pembesaran jaringan keras
dari 2 atau lebih dari 10 sendi tangan tertentu (DIP II
dan III kiri dan kanan, CMC I ki dan ka), pembesaran
jaringan keras dari 2 atau lebih sendi DIP,
pembengkakan pada <3 sendi MCP, deformitas pada
minimal 1 dari 10 sendi tangan tertentu.

SPM Peny Dalam 55


OA sendi panggul:
- Nyeri pinggul dan
- Minimal 2 dari criteria berikut: LED<20
mm/jam,radiologi (terdapat osteofit pada femur dan
acetabulum), radiologi (terdapat penyempitan celah
sendi : superior, aksial dan/atau medial)

3. Diagnosis Banding : Arthritis rematoid, arthritis gout, arthritis septic, spondilitis


ankilosa
4. Pemeriksaan Penunjang - LED (pada OA inflamatif, LED akan meningkat)
- Analisis cairan sendi, artroskopi
- Radiografi sendi yang terserang
5. Terapi 1. Penyuluhan
2. Proteksi sendi, terutama pada stadium akut
3. Obat antiinflamasi non-steroid: sodium diklofenak 50 mg
t.i.d, piroksikam 20 mg o.d, meloksikam 75 mg o.d
4. Steroid intraartikuler untuk OA inflamasi
5. Fisioterapi, terpi okupasi, bila perlu diberikan ortosis
6. Operasi untuk memperbaiki deformitas

9. Penyulit : Deformitas sendi


10 Prognosa : : Dubia ad bonam
11.Daftar Pustaka

1. PB PAPDI, Standar pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis penyakit Dalam,


April 2005
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid 1. Departemen Ilmu Penyakit dalam FK
UI. 2006
3. D.L. Kasper, A.S. Fauci, D.L. Longo, E. Braunwald, S. L. Hauster, J.L. Jameson, J.
Loscalzo. Harrison’s Manual of Medicine 17th Ed, McGraw-Hill Medical, New York, pp
789

SPM Peny Dalam 56


ARTRITIS REUMATOID

1 Definisi : Penyakit inflamasi sistemik kronik yang terutama mengenai


sendi diartrodial dan termasuk penyakit autoimun

2 Kriteria Diagnosis : ACR 1987 :


1. Kaku pagi, sekurangnya 1 jam
2. Arthritis pada sekurangnya 3 sendi
3. Arthritis pada sendi pergelangan tangan,
metacarpophalanx (MCP) dan proximal interphalanx
(PIP)
4. Arthritis yang simetris
5. Nodul rheumatoid
6. Factor rheumatoid serum positif
7. Gambaran radiologic yang spesifik
Untuk diagnosis AR, diperlukan 4 dari 7 kriteria di atas.
Criteria 1-4 harus minimal diderita selam 6 minggu

3 Diagnosis Banding : Spondiloartropati seronegatif, sindrom Sjogren


4 Pemeriksaan Penunjang - LED, CRP
- Faktor rheumatoid serum
- Analisis cairan sendi
- Radiologi tangan dan kaki
- Biopsy synovial/nodul rheumatoid

5. Terapi 1. Penyuluhan
2. Proteksi sendi terutama pada stadium akut
3. Obat antiinflamasi non-steroid
4. Obat remitif: klorokuin dengan dosis 1X250 mg/hr,

SPM Peny Dalam 57


metotreksat dosis 7.5-20 mg 1x/minggu, salazopirin dosis 3-
4 X 500 mg/hr
5. Glukokortikoid
6. Injeksi steroid intraartikuler
7. Fisioterapi, terapi okupasi
8. Operasi untuk memperbaiki deformitas

6. Penyulit : Deformitas sendi dan sindrom terowongan karpal


7. Prognosa : Dubia

8..Daftar Pustaka

1. PB PAPDI, Standar pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis penyakit Dalam,


April 2005
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid 1. Departemen Ilmu Penyakit dalam FK
UI. 2006
3. D.L. Kasper, A.S. Fauci, D.L. Longo, E. Braunwald, S. L. Hauster, J.L. Jameson, J.
Loscalzo. Harrison’s Manual of Medicine 17th Ed, McGraw-Hill Medical, New York, pp
789

SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK

SPM Peny Dalam 58


2. Definisi : Sepsis: sindrom respons inflamasi sistemik (SRIR) yang
disebabkan oleh infeksi Renjatan septic: sepsis dengan
hipotensi, ditandai dengan penurunan TDS <90mmHg atau
penurunan > 40 mmHg dari TD awal, tanpa adanya obat-
obatan yang dapat menurunkan TD

3. Kriteria Diagnosis : SRIR ditandai dengan 2 gejala atau lebih berikut:


- Suhu badan >38 derajat C atau <36 derajat C
- Frekuensi denyut jantung >90x/menit
- Frekuensi pernapasan >24x/menit atao PaCO2 <32
- Hitung lekosit >12.000/mm3 atau <4000/mm3
Ada focus infeksi yang bermakna

4. Diagnosis Banding : Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik


5. Pemeriksaan Penunjang : DL, tes fungsi hati, ureum,kreatinin, gula darah, AGD,
elektrolit, kultur darah dan infeksi fokal (urin, pus, sputum)
disertai uji kepekaan kuman terhadap antimikroba, foto
thoraks

6. Konsultasi : Dokter spesialis penyakit dalam


7. Perawatan RS : Memerlukan rawat inap
8. Terapi 1. Eradikasi focus infeksi
2. Antimikroba empiric, sesuai dengan: tempat infeksi, dugaan
kuman penyebab, profil antimikroba, keadaan fungsi ginjal
dan fungsi hati
3. Suportif:
- Resusitasi cairan
- Oksigenasi sesuai kebutuhan
- Bila hidrasi cukup tetrapi pasien tetap hipotensi
diberikan vasoaktif untuk mencapai TDS >=90 mmHg
atau MAP 60 mmHg dan urin dipertahankan >30 ml/jam
- Transfusi komponen darah sesuai indikasi
- Koreksi gangguan metabolic
- Nutrisi yang adekuat
- Terapi suportif terhadap gangguan fungsi ginjal
- Kortikosteroid bila ada kecurigaan insufisiensi adrenal
- Bila terdapat KID dan didapatkan bukti terjadinya

SPM Peny Dalam 59


tromboemboli dapat diberikan heparin

9. Penyulit : Gagal napas, gagal ginjal, gagal hati, KID, renjatan septic
ireversibel
10..Daftar Pustaka

1. PB PAPDI, Standar pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis penyakit Dalam,


April 2005
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid 1. Departemen Ilmu Penyakit dalam FK
UI. 2006
3. D.L. Kasper, A.S. Fauci, D.L. Longo, E. Braunwald, S. L. Hauster, J.L. Jameson, J.
Loscalzo. Harrison’s Manual of Medicine 17th Ed, McGraw-Hill Medical, New York, pp
789

MALARIA

1. Definisi : Penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit Plasmodium


falsiparum, Plasmodium ovale atau plasmodium malariae dan
ditularakan melalui gigitan nyamuk anopheles

2. Kriteria Diagnosis - Riwayat demam intermitten atau terus menerus, riwayat dari
atau pergi ke daerah endemic malaria, trias malaria
(menggigil diikuti demam dan kmdn berkeringat banyak,
pada daerah endemic malaria, trias malaria mungkin tidak
ada, diare dapat merupakan gejala utama)
- Konjungtiva pucat, sclera ikterik, splenomegali

SPM Peny Dalam 60


- Laboratorium: sediaan darah tebal dan tipis ditemukan
plasmodium, serologi malaria (+) sebagai penunjang

3. Diagnosis Banding : Infeksi virus, demam tifoid toksik, hepatitis fulminan


leptospirosis, ensefalitis.

4. Pemeriksaan Penunjang : Darah tebal dan tipis malaria, serologi malaria, DL, tes fungsi
ginjal, tes fungsi hati, gula darah, UL, AGD, elektrolit,
hemostasis, rontgen toraks, EKG

5. Terapi - Infeksi plasmodium vivax/P. ovale: daerah sensitive dengan


klorokuin dengan klorokuin basa 150 mg (hari I: 4 tab+2 tab
6 jam kmdn, hari II dan III 2 tab, atau hari I dan II 4 tab,
hari III 2 tab, terapi radikal primakuin 1X 15 mg selama 14
hari bila gagal dengan terapi klorokuin, kina sulfat 3X 400-
600 mg/hr selama 7 hari, daerah resisten klorokuin dengan
klorokuin basa 150 mg hari I 4 tab+2 tab 6 jam kmdn, hari
II dan III 2 tab atau hari I dan II 4 tab hari III 2 tab ditambah
SP 3 tab (dosis tunggal), terapi radikal primakuin 1X15 mg
selama 14 hari
- Infeksi P.Falciparum ringan /sedang, infeksi campur P.
falciparum dan P. vivax: klorokuin basa 150 mg hari I 4
tab+2 tab 6 jam kmdn, hari II dan III 2 tab atau hari I dan II
4 tab, hari III 2 tab, bila perlu terapi radikal dengan
primakuin 45 mg (dosis tunggal), infeksi campur primakuin
1X 15 mg selama 14 hari
- Malaria berat: drip kina HCl 500 mg (10mg/kgBB) dalam
250-500 mL D5% diberikan dalam 6-8 jam (maksimum
2000 mg) dengan pemantauan EKG dan kadar gula darah
tiap 8-12 jam sampai pasien dapat minum obat p.o,

6. Penyulit : Malaria berat, renjatan, gagal napas, gagal ginjal akut


7. Prognosa : - Malaria falsiparum ringan/sedang,
- Malaria vivax atau malaria ovale: bonam.

SPM Peny Dalam 61


- Malaria berat dubia ad malam
.8.Daftar Pustaka

1. PB PAPDI, Standar pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis penyakit Dalam,


April 2005
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid 1. Departemen Ilmu Penyakit dalam FK
UI. 2006
3. D.L. Kasper, A.S. Fauci, D.L. Longo, E. Braunwald, S. L. Hauster, J.L. Jameson, J.
Loscalzo. Harrison’s Manual of Medicine 17th Ed, McGraw-Hill Medical, New York, pp
789

SPM Peny Dalam 62

Anda mungkin juga menyukai