Tingkat 3B
BAB I PENDAHULUAN
Pada beberapa subjek yang diteliti Ramli (2010), ditemukan bahwa sejak
kecil, individu yang melukai dirinya biasanya telah mengalami kekerasan fisik
sehingga mereka tidak mampu belajar menemukan problem solving yang baik.
Problem solving yang mereka ketahui hanyalah kekerasan fisik sehingga mereka
memiliki hambatan dalam mengekspresikan emosi mereka dengan benar. Ketika
dihadapkan pada suatu stressor, mereka kemudian memilih untuk
mengekspresikan emosinya ke dalam diri mereka dengan cara agresi berbentuk
melukai diri mereka sendiri. Alasan-alasan yang membuat perilaku itu berulang
diantaranya adalah karena adanya penguatan positif pada perilaku tersebut.
Karena terluka, orang disekitar mereka akan lebih memperhatikan mereka.
Mereka juga merasa lebih puas karena bisa menyalurkan emosinya yang
terpendam. Selain itu, dengan melukai diri, mereka bisa melenyapkan kondisi
emosi tidak menyenangkan yang mereka rasakan. Meskipun tidak seluruhnya,
kebanyakan perilaku self injury mengalami penyiksaan di masa lalunya, baik
secara fisik, emosional, maupun seksual, sehingga mereka pada umumnya kurang
mampu mengendalikan emosi dan cenderung menghadapi banyak masalah di
kemudian hari. (Centerio, 1998).
Pada umumnya perilaku self injury dilakukan pada masa remaja yang
penuh dengan masalah dan perubahan besar, sehingga pelaku self injury pada
masa tersebut memerlukan metode coping yang baru dan lebih berhasil. Self
injury dipengaruhi beberapa factor penyebab dan sebagian besar pelakunya
kurang memiliki kemampuan untuk mengendalikan perasaan atau emosi yang
membebaninya (Fiona, 2005).