Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Tanggung jawab sosial perusahaan atau sering disebut Corporate Social

Responsibility (CSR) merupakan wacana umum dalam dunia bisnis di Indonesia.

Fenomena ini dipicu oleh semakin mengglobalnya tren mengenai praktik CSR

dalam dunia bisnis (Fitria dan Hartanti, 2010). CSR merupakan mekanisme bagi

suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap

lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stekeholders,

yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum (Darwin dalam

Anggraini, 2006).

Konsepsi mengenai CSR mulai diperkenalkan Bowen pada tahun 1953

dalam sebuah karya seminarnya mengenai tanggung jawab sosial pengusaha.

Menurut Bowen, tanggung jawab sosial diartikan sebagai, “it refers to the

obligations of businessman to pursue those policies, to make those decisions, or

to follow those lines of actions which a desirable in term of the objectives and

values of our society” (Untung, 2014: 2). Tanggung jawab sosial perusahaan

dalam hal ini mengacu pada kewajiban pengusaha untuk mengejar kebijakan

tersebut, untuk membuat keputusan atau mengikuti garis dari tindakan yang

diinginkan seseorang dalam hal pencapaian tujuan dan nilai-nilai masyarakat.

Perkembangan CSR di Indonesia saat ini mengalami peningkatan baik

dalam kuantitas maupun kualitas dibandingan dengan tahun-tahun sebelumnya.

1
2

Pelaporan tentang CSR perusahaan yang semula bersifat sukarela (voluntary)

menjadi bersifat wajib (mandatory) dengan adanya UU Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang

Penanaman Modal (Fauziah dan Yudho, 2012). Dalam pasal 74 UU Nomor 40

Tahun 2007 dijelaskan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di

bidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan

tanggung jawab sosial dan lingkungan, apabila tidak melaksanakan kewajiban

tesebut akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 pasal 15 (b) juga menjelaskan

bahwa setiap penanam modal memiliki kewajiban melaksanakan tanggung jawab

sosial perusahaan, apabila tidak melaksanakan kewajiban tersebut maka akan

dikenai sanksi yang diatur dalam pasal 34, yaitu sanksi administratif dan sanksi

lainnya.

Berkaitan dengan adanya kewajiban untuk melaporkan tanggung jawab

sosial perusahaan, Islam menawarkan sebuah aturan yang komprehensif mengenai

transparansi dan pertanggungjawaban dari sebuah entitas yang merupakan bagian

tak terpisahkan dari social community, dimana sebuah entitas tidak hanya dituntut

untuk melakukan pertanggungjawaban kepada shareholder (pemegang saham),

pemerintah, kreditor dan masyarakat saja tetapi lebih utama adalah adanya sebuah

kewajiban untuk melakukan pertanggungjawaban di hadapan Allah (Sudaryati dan

Eskadewi, 2012). Bank syariah sebagai suatu entitas bisnis yang berkomitmen

melaksanakan setiap transaksi bisnisnya secara syariah harus senantiasa

mengedepankan prinsip-prinsip syariah yang menjadi pedomannya.


3

CSR dalam perbankan syariah harus diyakini dan dipahami sebagai bagian

integral dalam memenuhi konsistensi terhadap prinsip-prinsip syariah operasional

perbankan syariah, sehingga program-program CSR tidak sekedar tebar pesona

atau hanya kewajiban yang diamanahkan Undang-Undang saja. Program CSR

Islami harus benar-benar menyentuh kebutuhan asasi masyarakat untuk

pemberdayaan ekonomi ke arah yang lebih baik. Dasar filosofi tersebut bersifat

religius, sehingga harus diyakini bahwa hubungan yang terjalin dengan

masyarakat (stakeholder) akan lebih bersifat berkelanjutan dibandingkan pola

CSR konvensional (Assegaf et al., 2012).

Peran sosial bank syariah dan tuntutan terhadap pertanggungjawaban

menyeluruh kepada Allah, manusia dan alam semesta merupakan alasan

pentingnya pengungkapan CSR Islami (Sudaryati dan Eskadewi, 2012). Dalam

hal pertanggungjawaban sosial melalui penyajian informasi akuntansi, saat ini

mulai berkembang standar pengungkapan CSR khusus bagi perbankan syariah

yang diderivasi dari nilai-nilai Islam dan disesuaikan dengan ketetapan yang telah

ditetapkan oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial

Institution (AAOIFI). Standar ini sering disebut dengan Islamic Social Reporting

(ISR).

ISR pertama kali digagas oleh Haniffa pada tahun 2002 dalam tulisannya

yang berjudul “Social Reporting Disclosure: An Islamic Perspective”. ISR lebih

lanjut dikembangkan secara lebih ekstensif oleh Rohana Othman, Azlan Md Thani

dan Erlane K. Ghani pada tahun 2009 di Malaysia dan saat ini ISR masih terus

dikembangkan oleh peneliti-peneliti selanjutnya. Menurut Haniffa, terdapat


4

banyak keterbatasan dalam pelaporan sosial konvensional, sehingga ia

mengemukakan kerangka konseptual ISR yang berdasarkan ketentuan syariah

(Gustani, 2013) yang diukur dengan menggunakan sebuah indeks yakni indeks

ISR. Fitria dan Hartanti (2010) mengungkapkan bahwa secara khusus indeks ISR

adalah perluasan dari social reporting yang meliputi harapan masyarakat tidak

hanya mengenai peran perusahaan dalam perekonomian, tetapi juga peran

perusahaan dalam perspektif spiritual. Selain itu, indeks ISR juga menekankan

pada keadilan sosial terkait pelaporan mengenai lingkungan, hak minoritas dan

karyawan.

Indeks ISR merupakan tolak ukur pelaksanaan tanggung jawab sosial

perbankan syariah yang berisi kompilasi item-item standar CSR yang ditetapkan

oleh AAOIFI yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh para peneliti

mengenai item-item CSR yang seharusnya diungkapkan oleh suatu entitas Islam

(Fitria dan Hartanti, 2010). Sesuainya indeks ISR untuk entitas Islam karena

mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip Islam seperti transaksi

yang sudah terbebas dari unsur riba, spekulasi dan gharar, serta mengungkapkan

zakat, status kepatuhan syariah serta aspek-aspek sosial seperti sadaqah, waqaf,

qardhul hasan, sampai dengan pengungkapan peribadahan di lingkungan

perusahaan (Maulida dkk., 2014).

Selama ini, indeks yang digunakan dalam pengukuran tanggung jawab

sosial perusahaan, termasuk perbankan syariah adalah Global Reporting Initiative

index (indeks GRI). Indeks GRI merujuk pada panduan GRI tahun 2006. Adapun
5

indikator-indikator yang digunakan dalam indeks GRI meliputi Profil dan Strategi

Organisasi, Lingkup Ekonomi, Lingkup Lingkungan dan Lingkup Sosial.

Pengukuran tersebut tentunya kurang tepat untuk perbankan syariah karena

perusahaan yang diakui sebagai entitas syariah dan dinyatakan memenuhi syariat

Islam seharusnya mengungkapkan informasi yang membuktikan perusahaan

tersebut beroperasi sesuai dengan hukum Islam. Dimana dengan menggunakan

indeks GRI belum menggambarkan prinsip-prinsip Islam seperti belum

mengungkapkan terbebasnya dari unsur riba, gharar dan transaksi-transaksi yang

diharamkan oleh Islam. Lain halnya dengan Islamic Social Reporting index

(indeks ISR) yang merupakan pengembangan pengungkapan tanggung jawab

sosial yang di dalamnya sesuai prinsip syariah (Maulida dkk., 2014).

Penelitian mengenai Islamic Social Reporting lebih banyak dilakukan pada

sektor perbankan syariah. Penelitian Fitria dan Hartanti (2010) mencoba melihat

apakah konsep syariah akan memberikan hasil yang lebih baik dalam pelaporan

CSR dibandingkan konsep konvensional. Tabel 1.1. berikut menujukkan skor GRI

index antara bank syariah dan bank konvensional.

Tabel 1.1. Skor GRI Index

Bank Syariah Bank Konvensional


Nama
A B C X Y Z
Skor GRI 52 66 58 61 73 61
Index (36%) (46%) (40%) (42%) (51%) (42%)
Sumber: Fitria dan Hartanti, 2010

Dari Tabel 1.1. di atas, terlihat bahwa nilai tertinggi diperoleh Bank Y, yaitu

sebesar 73 (51%). Nilai ini masih jauh dari angka sempurna yaitu 144. Nilai ini

hanya dapat memenuhi nilai minimal jika semua item diungkapkan dengan tidak
6

sempurna atau terbatas. Sebaliknya, nilai terendah sebesar 52 (36%) diperoleh

oleh Bank Syariah A. Dan nilai untuk Bank Syariah B, Bank Syariah C, Bank X

dan Bank Z secara berturut-turut adalah 66 (46%), 58 (40%), 61 (42%), dan 61

(42%). Kelima nilai ini menunjukkan bahwa pengungkapan pada Bank Syariah A,

Bank Syariah B, Bank Syariah C, Bank X dan Bank Z masih terbatas. Hasil

perbandingan ini memperlihatkan bahwa jika kita hanya melihat nilai terbesar dan

terkecil, maka bank konvensional lebih baik dibandingkan dengan bank syariah.

Selain itu, perbandingan skor GRI index dengan ISR index pada bank

syariah dapat dilihat pada Tabel 1.2. berikut.

Tabel 1.2. Perbandingan Skor GRI Index dengan ISR Index

Bank Syariah
Nama
A B C
Skor GRI Index 52 (36%) 66 (46%) 58 (40%)
Skor ISR Index 25 (42%) 34 (58%) 27 (46%)
Sumber: Fitria dan Hartanti, 2010

Berdasarkan Tabel 1.2. terlihat bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial

berdasarkan ISR index pada bank syariah ternyata juga lebih rendah dibandingkan

dengan GRI index. Nilai tertinggi hasil skoring diperoleh Bank Syariah B dengan

nilai sebesar 34 (58%). Bank Syariah A dan Bank Syariah C mendapat nilai

sebesar 25 (42%) dan 27 (46%). Bila diperhatikan pola ranking perusahaan

sampel pada GRI index dan ISR index adalah serupa. Perusahaan yang mendapat

ranking tinggi pada indeks GRI akan mendapat ranking tinggi juga pada indeks

ISR. Hal ini berarti bahwa pengungkapan CSR di bank syariah dengan

menggunakan indeks ISR tidak lebih baik dibandingkan pengungkapan dengan

menggunakan indeks GRI.


7

Terkait dengan rendahnya skor indeks ISR ini ditengarai karena belum

berkembangnya konsep ISR di Indonesia. Dari telaah hasil checklist ISR ketiga

bank syariah, item-item terkait elemen kinerja sosial dan tata kelola organisasi

telah diungkapkan dengan baik. Sebaliknya, item-item yang masih minim

pengungkapannya adalah item-item terkait dengan investasi dan keuangan,

hubungan produk dan jasa dengan nasabah, lingkungan serta mengenai tenaga

kerja/ karyawan. Bila dilihat item yang telah dipenuhi adalah item yang

memenuhi unsur kepatuhan. Sementara item yang terkait dengan pemenuhan

tanggung jawab terhadap stakeholder masih minim terpenuhi. Hal tersebut

menunjukkan bahwa pertumbuhan bank syariah yang masih minim sehingga

tekanan dari stakeholder yang minim membuat perusahaan tidak terlalu perlu

mengungkapkan banyak hal (Fitria dan Hartanti, 2010).

Dalam penelitian Khoirudin (2013) yang juga meneliti mengenai

pengungkapan ISR, hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata pengungkapan ISR

yang dilakukan oleh Bank Umum Syariah di Indonesia tahun 2010-2011 adalah

55, 20%. Tabel 1.3. berikut ini menunjukkan nilai indeks Islamic Social Reporting

pada Bank Umum Syariah di Indonesia.


8

Tabel 1.3. Pengungkapan Islamic Social Reporting pada BUS di Indonesia


Tahun 2010-2011

Hasil Checklist Rasio ISR


No Nama Bank
2010 2011 2010 2011
1 Bank Muamalat Indonesia 34 35 71% 73%
2 Bank Syariah Mandiri 38 41 79% 85%
3 Bank Mega Syariah 27 28 56% 58%
4 BNI Syariah 29 32 60% 67%
5 BCA Syariah 25 26 52% 54%
6 BRI Syariah 24 26 50% 54%
7 Bank Bukopin Syariah 29 30 60% 63%
8 Bank Victoria Syariah 22 23 46% 48%
9 Bank Panin Syariah 16 19 33% 40%
10 BJB Syariah 12 14 25% 29%
Rata-Rata 55,20%
Sumber: Khoirudin, 2013

Dari Tabel 1.3. di atas, dapat dilihat bahwa semua Bank Umum Syariah

menunjukkan kenaikan indeks ISR pada tahun 2011. Bank Syariah Mandiri

merupakan bank yang konsisten memiliki nilai indeks ISR tertinggi selama tahun

2010-2011. Pada tahun 2010 nilai indeks ISR Bank Syariah Mandiri adalah 38

poin, sedangkan pada tahun 2011 nilai indeks ISR mencapai 41 poin. Nilai indeks

ISR terendah pada tahun 2010 adalah Bank Jabar Banten Syariah yaitu 12 poin

yang juga mendapatkan nilai indeks ISR terendah pada tahun 2011 dengan nilai

14 poin. Bank yang memiliki nilai indeks ISR terendah cenderung hanya

melakukan pengungkapan pada tema Corporate Governance. Rendahnya nilai

indeks ISR yang dimiliki BJB Syariah tidak berarti bahwa bank tersebut tidak

melaksanakan tanggung jawab sosial dengan baik, karena ada kemungkinan bank

tersebut telah melaksanakan tanggung jawab sosial hanya saja tidak diungkapkan

dalam laporan.
9

Gambar 1.1. berikut ini menunjukkan grafik pengungkapan Islamic Social

Reporting berdasarkan tema.

Pengungkapan ISR pada Bank Umum Syariah di Indonesia Berdasarkan Tema


2010 Column1
108 112

44 48 42 45
30 32 22 23
10 14

Gambar 1.1. Pengungkapan ISR pada BUS di Indonesia Berdasarkan Tema


Sumber: Khoirudin, 2013

Dari Gambar 1.1. dapat diketahui bahwa terjadi kenaikan jumlah indeks ISR

pada tahun 2011 pada seluruh indikator tema ISR yang diteliti. Artinya, bahwa

bank syariah selalu berupaya untuk menaikkan kualitas pengungkapan ISR.

Corporate Governance merupakan tema yang memiliki nilai paling tinggi di

antara tema lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa bank syariah telah melaksanakan

pengungkapan Corporate Governance dengan sangat baik. Adapun tema dengan

nilai terendah adalah tema lingkungan (Environment Theme). Hal ini

menunjukkan bahwa bank syariah kurang baik dalam melakukan pengungkapan

di bidang lingkungan.

Tingginya nilai ISR Bank Umum Syariah di Indonesia turut dipengaruhi

oleh tingginya nilai pengungkapan tema Corporate Governance. Hal ini terjadi

karena pemerintah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor


10

11/33/PBI/2009 mengenai Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank

Umum Syariah. Kemudian ada juga regulasi yang mengatur mengenai

pengungkapan tanggung jawab sosial antara lain UU No. 40 tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas dan UU No. 21 tahun 2008 mengenai Perbankan Syariah.

Namun, jika dibandingan dengan negara-negara Islam lainnya,

perkembangan indeks ISR di Indonesia masih tergolong lambat. Hal ini

dikarenakan pengungkapan ISR pada perbankan syariah di Indonesia masih

bersifat sukarela (voluntary). Selain itu juga belum ada peraturan khusus yang

mengatur mengenai item-item pengungkapan dalam indeks ISR. Penelitian

mengenai indeks ISR pun masih jarang dilakukan. Berbeda dengan perkembangan

indeks ISR di negara-negara Islam seperti Malaysia, Sudan, Bahrain, Uni Emirat

Arab, Iran, Palestina, Kuwait, Bangladesh dan Qatar, dimana indeks ISR telah

menjadi bagian dari pelaporan organisasi syariah di negara-negara yang

bersangkutan. Hal ini terbukti dari banyaknya penelitian-penelitian mengenai

indeks ISR di negara-negara tersebut (Fitria dan Hartanti 2010).

Penelitian sebelumnya yang meneliti tentang Islamic Social Reporting pada

perbankan syariah di Indonesia menemukan bahwa tingkat pengungkapan ISR

pada Bank Umum Syariah di Indonesia sudah cukup baik namun belum optimal

yakni rata-rata 50% dari indeks ISR telah diungkapkan (Khoirudin, 2013; Fauziah

dan Yudho, 2013). Sementara itu, Farook et al. (2011) menemukan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan

antara lain political right and civil liberties, proportion of muslim population,

Islamic governance score dan Investment Account Holders (IAH). Penelitian ini
11

memperkaya penelitian Khoirudin (2013) dan Farook et al. (2011) untuk menguji

apakah faktor-faktor Islamic Corporate Governance mempengaruhi tingkat

pengungkapan ISR pada Bank Umum Syariah di Indonesia, dimana pelaporan

pertanggungjawaban sosial perusahaan merupakan bagian tak terpisahkan dari

sistem tata kelola perusahaan yang baik.

Penelitian ini akan mencoba menguji apakah variabel-variabel Islamic

Corporate Governance seperti Investment Account Holders berpengaruh terhadap

tingkat pengungkapan Islamic Sosial Reporting pada Bank Umum Syariah di

Indonesia dengan menambahkan dua variabel yaitu Pelaksanaan Tugas dan

Tanggung Jawab DPS dan Kepatuhan Syariah. Hal yang membedakan antara

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah adanya dua variabel baru

dalam penelitian yang diduga turut mempengaruhi tingkat pengungkapan Islamic

Social Reporting pada Bank Umum Syariah di Indonesia. Dua variabel baru

tersebut yaitu Pelaksanaan Tugas dan tanggung Jawab DPS dan Kepatuhan

Syariah.

Investment Account Holders merupakan struktur kepemilikan pada

perbankan yang sumbernya berasal dari dana nasabah atau dalam penelitian ini di-

proxykan dengan dana syirkah temporer. Dana syirkah temporer adalah dana yang

diterima sebagai investasi dengan jangka waktu tertentu dari individu dan pihak

lainnya dimana entitas syariah mempunyai hak untuk mengelola dan

menginvestasikan dana tersebut dengan pembagian hasil investasi berdasarkan

kesepakatan (Nurhayati dan Wasilah, 2012: 99). Investment Account Holders

diduga berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan ISR karena jika rasio
12

IAH tinggi maka perusahaan akan mengungkapkan ISR lebih luas sebagai bentuk

pertanggungjawaban kepada stakeholdersnya atau dalam hal ini adalah nasabah.

Penelitian Farook et al. (2011) dan Fitriyah dan Oktaviana (2012) menemukan

bahwa IAH berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan ISR. Sementara

itu, Sudaryati dan Eskadewi (2012) menemukan adanya pengaruh negatif antara

IAH dengan tingkat pengungkapan ISR.

Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab DPS merupakan variabel baru yang

ditambahkan dalam penelitian ini. DPS memegang peranan penting dalam proses

pengawasan di perbankan syariah. Mereka memiliki kewenangan untuk

memberikan masukan dan memperingatkan pihak manajemen perbankan syariah

tentang pengelolaan dan kebijakan manajemen dalam kaitannya dengan kepatuhan

terhadap prinsip syariah. Tugas dan tanggung jawab DPS mengacu pada Peraturan

Bank Indonesia Nomor 11/03/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah dan

Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan GCG bagi

Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Pelaksanaan tugas dan tanggung

jawab DPS ini diduga memiliki pengaruh yang positif terhadap tingkat

pengungkapan ISR dikarenakan jika DPS telah melaksanakan tugas dan tanggung

jawabnya dengan baik maka pengungkapan dalam laporan tahunan atau dalam hal

ini pengungkapan ISR seharusnya akan dapat diungkapkan dengan baik pula.

Kepatuhan Syariah juga merupakan variabel baru dalam penelitian ini.

Kepatuhan syariah diwujudkan dengan pelaksanaan prinsip syariah dalam

kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa dalam

perbankan syariah. Kepatuhan syariah mengacu pada Peraturan Bank Indonesia


13

Nomor 9/19/PBI/2007 dan Nomor 10/16/PBI/2008 tentang Perubahan Atas

Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip

Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta

Pelayanan Jasa Bank Syariah. Kepatuhan Syariah diduga memiliki pengaruh

positif terhadap pengungkapan ISR. Bank syariah yang patuh terhadap aturan

syariah, seharusnya akan melakukan pengungkapan lebih baik termasuk dalam hal

pengungkapan ISR yang sesuai dengan prinsip syariah.

Berdasarkan fenomena maraknya praktik CSR dalam dunia bisnis termasuk

industri perbankan syariah dan pentingnya pengungkapan Islamic Social

Reporting pada Bank Umum Syariah serta berdasarkan penelitian-penelitian

terdahulu maka penulis mencoba untuk meneliti “Islamic Corporate Governance

dan Pengungkapan Islamic Social Reporting pada Bank Umum Syariah di

Indonesia”.

1.2. Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimanakah pengaruh Investment Account Holders terhadap tingkat

pengungkapan Islamic Social Reporting pada Bank Umum Syariah di

Indonesia?

2. Bagaimanakah pengaruh Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab DPS

terhadap tingkat pengungkapan Islamic Social Reporting pada Bank Umum

Syariah di Indonesia?
14

3. Bagaimanakah pengaruh Kepatuhan Syariah terhadap tingkat pengungkapan

Islamic Social Reporting pada Bank Umum Syariah di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Menganalisis pengaruh Investment Account Holders terhadap tingkat

pengungkapan Islamic Social Reporting pada Bank Umum Syariah di

Indonesia.

2. Menganalisis pengaruh Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab DPS

terhadap tingkat pengungkapan Islamic Social Reporting pada Bank Umum

Syariah di Indonesia.

3. Menganalisis pengaruh Kepatuhan Syariah terhadap tingkat pengungkapan

Islamic Social Reporting pada Bank Umum Syariah di Indonesia.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna:

1. Bagi kalangan akademisi atau peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi dan dasar untuk

melakukan penelitian yang sejenis serta dapat memberikan bukti empiris

mengenai pengaruh Islamic Corporate Governance terhadap tingkat

pengungkapan Islamic Social Reporting pada Bank Umum Syariah.

2. Bagi kalangan praktisi


15

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan

praktik CSR Islami pada Bank Umum Syariah di Indonesia serta dapat

meningkatkan pemahaman bagi pengguna laporan keuangan mengenai

Islamic Social Reporting.

Anda mungkin juga menyukai