Anda di halaman 1dari 11

Kegiatan Pemicuan akan terus berlanjut dalam rangka membebaskan masyarakat untuk tidak lagi

buang air besar (BAB) Sembarangan. Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat PKGBM
merupakan program Kementerian Kesehatan dalam mendukung upaya mencapai universal akses
sanitasi layak bagi masyarakat Indonesia tahun 2019.

Kondisi sanitasi Indonesia saat ini yang belum memadai merupakan salah satu penyebab tingginya
prevalensi kesakitan diare. Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan angka insidens diare pada balita
sebesar 6,7%. Angka ini masih tinggi dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat.

Tantangan pembangunan sanitasi di Indonesia adalah masalah sosial budaya dan perilaku asyarakat
yang terbiasa buang air besar di sembarang tempat, khususnya ke badan air yang juga digunakan
untuk mencuci, mandi dan kebutuhan higiene lainnya.

Kegiatan higiene dan sanitasi PKGBM dikoordinasikan melalui Kementerian Kesehatan di bawah
tanggung jawab Direktorat Penyehatan Lingkungan. Kegiatan pemicuan STBM bertujuan untuk
mendorong masyarakat dan petugas kesehatan untuk melakukan upaya perbaikan perilaku hidup
bersih dan sehat terkait sanitasi melalui pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat, pemicuan STBM mencakup lima pilar. Program STBM PKGBM memprioritaskan pada
pencapaian pilar 1 yaitu “Stop BAB Sembarangan (SBS)” dan pilar 2 “Cuci Tangan Pakai Sabun”.
Program ini tidak memberikan bantuan dana untuk membangun sarana fisik, tetapi berorientasi pada
upaya untuk melakukan perubahan perilaku masyarakat. Pembangunan sarana fisik harus dilakukan
oleh masyarakat. Pembangunan fisik dianggap sebagai salah satu indikator terjadinya perubahan
perilaku masyarakat.

Perencanaan

Pengertian Pemicuan
Pemicuan adalah cara untuk mendorong perubahan perilaku higiene dan sanitasi individu atau
masyarakat atas kesadaraan sendiri dengan menyentuh perasaan, pola pikir, perilaku, dan kebiasaan
individu atau masyarakat, yang dilakukan dengan melakukan pertemuan dengan masyarakat selama
setengah hari dengan difasilitasi oleh tim pemicu puskesmas dan desa yang terdiri lima (5) orang.

Pelaku Pemicuan
Kader terlatih STBM dengan didukung oleh bidan desa, petugas / kader posyandu, dan dipimpin oleh
Tim Pemicu Puskesmas merupakan tim yang akan melakukan pemicuan di masyarakat. Tim pemicu
terdiri dari 5 orang. Kelima orang ini masing-masing berperan sebagai (1) lead facilitator (ketua), (2)
co-facilitator (wakil), (3) content recorder (pencatat), (4) process facilitator (pengatur proses), dan (5)
environment setter (pengandali suasana). Untuk memperkuat hubungan antara peningkatan
kebutuhan sanitasi dan penyediaan jasa dan material sanitasi, maka pengusaha sanitasi perlu
mengikuti proses pemicuan.

Pembentukan Tim Pemicuan


Tim Pemicuan STBM Desa dibentuk di forum Rapat Kerja Teknis Perencanaan Sanitasi Kecamatan
sekaligus menetapkan nominasi desa yang akan dipicu. Tim ini terdiri dari orang yang akan dilatih
pemicuan yang terdiri dari 1 orang staf pemerintah desa dan 2 orang kader desa atau salah satunya
bidan desa

Kriteria Umum Penetapan Lokasi Desa Pemicuan


1) Belum menjadi desa SBS.
2) Tidak sedang menjadi lokasi proyek / program lain dengan pendekatan STBM.
3) Tidak sedang mengikuti kegiatan pemicuan dari proyek / program lainnya.
4) Memiliki 10 hingga 15 dusun
5) Kriteria lainnya sesuai kesepakatan dan kondisi lokal setempat

Langkah Pemicuan
Pemicuan awal dilakukan di 4 (empat) dusun terpilih oleh kader dan tim pemicu desa yang dipimpin
oleh tim pemicu puskesmas. Pada saat pemicuan, mengundang kepala desa, pemimpin informal dan
kepala dusun setempat. Pelaksanaan pemicuan mengikuti langkah sebagai berikut: (1) Perkenalan
dan Penyampaian Tujuan, (2) Bina Suasana, (3) Kesepakatan Istilah Tinja, BAB dan Jamban, (4)
Pemetaan, (5) Transek Walk, (6) Simulasi Air Terkontaminasi, (7) Memicu Perubahan, (8)
Kesepakatan Bersama, dan (9) Rencana Tindak Lanjut. Dalam melakukan pemicuan perubahan
menggunakan (a) Elemen Malu, (b) Eleman Harga Diri, (c) Elemen Jijik dan Takut Sakit, (d) Elemen
yang Berkaitan dengan Keagamaan, dan (e) Elemen yang Berkaitan dengan Kemiskinan.
Latar belakanh
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA merupakan
infeksi yang berawal dari saluran pernapasan hidung, tenggorokan,
laring, trakea, bronchi dan alveoli. Maka pengertian ISPA dapat dikatakan sebagai
penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran
nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk
jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

Untuk mendapatkan pengertian ISPA secara menyeluruh dapat dilakukan dengan


mengkaitkan hal penting dari penyakit ini, yaitu infeksi akut dan saluran
pernapasan. Infeksi akut yang selama ini kita kenal adalah suatu serangan vector
penyakit (virus, bakteri, parasit, jamur, dll) selama 14 hari lebih dan jika dibiarkan
dapat menjadi kronis, sedangkan saluran pernapasan seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya adalah organ-organ yang terlibat dalam pernapasan.

Penyakit ISPA sangat erat kaitannya dengan sistem kekebalan tubuh eseorang. Pada
sebagian besar kasus ISPA, mereka yang terinfeksi adalah anakanak dikarenakan
sistem kekebalan tubuh yang mereka punya menurun atau memang masih rendah
dibandingkan orang dewasa, itulah yang menyebabkan angka prevalensi dan gejala
ISPA sangat tinggi bagi anak-anak dan balita.Serangan di saluran pernapasan pada
masa bayi dan anak bisa menimbulkan kecacatan hingga dewasa.

Kematian dari penyakit ISPA yang dapat ditimbulkan cukup tinggi (20-30%, dan perlu
dicatat bahwa penyakit ISPA merupakan masalah kesehatan tidak boleh diabaikan
karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang tinggi dengan rasio 1 diantara 4
bayi. Jadi kita dapat memperkirakan episode ISPA dapat terjadi 3-6 kasus kematian
setiap tahun. Angka tersebut dibuktikan pada kunjungan pasien ke puskesmas yang
cukup tinggi untuk penyakit ISPA yaitu rata-rata lebih dari 25% terutama pada usia
balita.

Penyakit ini dapat ditularkan melalui udara pernapasan yang mengandung kuman
yang dihirup orang sehat lewat saluran pernapasan. ISPA dapat ditularkan melalui air
ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh
orang sehat kesaluran pernapasanny. Infeksi saluran pernapasan bagian atas
terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan
masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.

ISPA yang tidak ditangani secara lanjut apalagi dianggap sepele dapat berkembang
menjadi pneumonia (khususnya menyerang anak kecil dan balita
apabila terdapat zat gizi yang kurang dan ditambah dengan keadaan ingkungan
yang tidak bersih).

Permasalahan
Promosi mengenai Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada anak perlu
dilakukan karena :
1. Semakin tingginya jumlah penderita ISPA pada anak, dibuktikan pada kunjungan
pasien ke puskesmas yang cukup tinggi untuk penyakit ISPA yaitu
rata-rata lebih dari 25% terutama pada usia balita.
2. Semakin tingginya angka kematian anak dan bayi yang disebabkan karena
ISPA, dengan rasio 1 diantara 4 anak.
3. Kurangnya pemahaman orang tua mengenai ISPA, terutama mengenai bahaya
dan komplikasinya jika tidak ditatalaksana dengan baik

Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai penularan dan factor resiko


penularan ISPA yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan dan kebersihan
perseorangan (PHBS)
Tujuan penyuluhan mengenai Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada anak di
Posyandu adalah:
1. Tercapainya pemahaman mengenai penyebab, gejala, penatalaksanaan awal,
bahaya, komplikasi dan pencegahan ISPA sehingga dapat menurunkan angka
kesakitan dan angka kematian anak yang diakibatkan oleh ISPA
2. Terbentuknya agen kesehatan oleh para ibu yang telah mendapatkan
penyuluhan mengenai ISPA, sehingga dapat membantu menyebarluaskan
informasi mengenai ISPA kepada lingkungan sekitar terutama keluarga,
sehingga membantu upaya promosi kesehatan
3. Tercapainya lingkungan yang sehat dan tercapainya PHBS sehingga
menurunkan penularan dan faktor resiko ISPA

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi (Metode Peyuluhan, Menetapkan


Prioritas Masalah dan Intervensi)
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan mengenai kasus Infeksi Saluran
Pernafasan Akut yang sering diderita anak-anak, dan dalam upaya mempromosikan
mengenai ISPA pada anak termasuk untuk meningkatkan kewaspadaan para ibu,
maka kami memilih “METODE PENYULUHAN” dalam perencanaan dan pemilihan
intervensi. Termasuk di dalamnya informasi tentang penyebab ISPA, gejala ISPA,
penanganan awal yang bisa dilakukan orang tua jika anak mengalami ISPA dan
upaya pencegahan ISPA. Kegiatan penyuluhan disertai dengan sesi tanya jawab, baik
oleh presentator (untuk menilai pemahaman parasiswa setelah dilaksanakannya
penyuluhan) maupun oleh para ibu (untuk menanyakan hal-hal yang dirasa belum
jelas).

Pelaksanaan (Proses Intervensi)


Penyuluhan ini dilakukan oleh dokter dan tenaga kesehatan dari Puskesmas
Manggis I di Posyandu Karanganyar, desa ulakan, Kecamatan Manggis, Kabupaten
Karangasem pada hari Rabu tanggal 16 Juni 2019. Penyuluhan ini diikuti oleh kurang
lebih 10 ibu-ibu.
Monitoring dan Evaluasi Termasuk di Dalamnya Pengambilan Kesimpulan
A. Kegiatan
Penyuluhan/promosi kesehatan mengenai Infeksi Saluran Pernafasan Akut
pada Anak
B. Waktu
Rabu, 16 Juni 2019
C. Sasaran
Ibu-ibu balita Posyandu karanganyar, Desa Ulakan, Kecamatan Manggis
D. Monitoring
1. Para ibu dapat mengerti mengenai penyebab ISPA, gejala ISPA, dapat memberikan
penatalaksanaan awal jika anak mengalami ISPA, serta dapat mengerti bahaya dan
komplikasinya
2. Para ibu dapat menjelaskan mengenai penyebab ISPA, gejala ISPA,
penatalaksanaan awal ISPA dan bahaya serta komplikasi ISPA
3. Para ibu dapat menggalakkan pencegahan ISPA bagi diri sendiri, keluarga
terutama anak, maupun di lingkungan sekitar
4. Menurunnya jumlah kasus ISPA pada anak
E. Evaluasi
Para ibu dapat memahami mengenai penyebab, gejala, penatalaksanaan awal,
bahaya, komplikasi, pencegahan ISPA. Sebagian besar ibu yang hadir dalam
penyuluhan ini aktif dalam mengajukan pertanyaan, terutama mengenai
penatalaksanaan ISPA yang dapat dilakukan di rumah sebelum dibawa ke tenaga
kesehatan. Secara keseluruhan kegiatan penyuluhan ini berjalan dengan lancer.
Namun perlu dilakukan evaluasi berkala untuk menilai ulang pemahaman para ibu
mengenai Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Anak.

UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) DAN KELUARGA BERANCANA


(KB)
DIARE AKUT DEHIDRASI RINGAN SEDANG

Anemia
Latar belakang
Salah satu masalah yang dihadapi remaja Indonesia adalah masalah
gizi mikronutrien, yakni sekitar 12% remaja laki-laki dan 23% remaja
perempuan mengalami anemia, yang sebagian besar diakibatkan
kekurangan zat besi (anemia defisiensi besi).

Anemia dapat dihindari dengan konsumsi makanan tinggi zat besi,


asam folat, vitamin A, vitamin C dan zink, dan pemberian tablet
tambah darah (TTD). Pemerintah memiliki program rutin terkait
pendistribusian TTD bagi wanita usia subur (WUS), termasuk remaja dan
ibu hamil.

Masalah
Anemia di kalangan remaja perempuan lebih tinggi dibanding remaja
laki-laki. Anemia pada remaja berdampak buruk terhadap penurunan
imunitas, konsentrasi, prestasi belajar, kebugaran remaja dan
produktifitas.

Selain itu, secara khusus anemia yang dialami remaja putri akan
berdampak lebih serius, mengingat mereka adalah para calon ibu
yang akan hamil dan melahirkan seorang bayi, sehingga
memperbesar risiko kematian ibu melahirkan, bayi lahir prematur dan
berat bayi lahir rendah (BBLR).

Perencanaan
Kegiatan pokok : pemberian penyuluhan dan diskusi tentang
pemberian tablet tambah darah (TTD) bagi remaja putri disetiap
sekolah SMP dan SMA di kawasan puskesmas manggis 1.
Rincian kegiatan
a. Pemberian penyuluhan meliputi :
- Pengertian tablet besi bagi ibu hamil dan remaja putri
- Manfaat tablet besi bagi ibu hamil dan remaja putri
- Kebutuhan / dosis zat besi selama kehamilan dan untuk
remaja putri
- Efek samping tablet besi
- Bahan makanan yang mengandung zat besi
b. Diskusi, Tanya jawab dan evaluasi tentang pemberian tablet
tambah darah

Pelaksanaan

Sebelum dilakukan pemberian tablet fe, dilakukan penyuluhan terlebih dahulu


oleh dokter internship tentang penyakit anemia dan manfaat tablet fe bagi
remaja putri. Proses pemberian tablet fe selanjutnya akan dilaksanakan
seminggu sekali sesuai dengan jadwal yang telah disepakati. Puskesmas
Manggis I, melalui penanggung jawab program uks, akan melaksanakan
monitoring terkait pemberian tablet tambah darah pada para siswi di masing
sekolah yang dilaksanakan oleh guru sekolah dengan frekuensi pemberian 1x
seminggu.
Monitoring dan evaluasi

A. Kegiatan
Penyuluhan dan pemberian tablet penambah darah pada remaja pada Anak
B. Waktu
Rabu, 14 Agustus 2019
C. Sasaran
Remaja putri SMA 1 manggis, Kecamatan Manggis, kabupaten karangasem
D. Monitoring
1. para remaja dapat mengerti Manfaat tablet besi bagi ibu hamil
dan remaja putri, Kebutuhan / dosis zat besi selama kehamilan
dan untuk remaja putri, Efek samping tablet besi, Bahan
makanan yang mengandung zat besi
2. Para para remaja dapat menjelaskan Manfaat tablet besi bagi ibu
hamil dan remaja putri, Kebutuhan / dosis zat besi selama
kehamilan dan untuk remaja putri, Efek samping tablet besi,
Bahan makanan yang mengandung zat besi
3. Menurunnya jumlah kasus anemia pada remaja putri
E. Evaluasi
Sebagian besar remaja putri mengerti tentang zat besi, manfaat, dan kebutuhannya,dan
aktif aktif dalam mengajukan pertanyaan. Namun perlu dilakukan evaluasi berkala
dan pemberian rutin zat besi.

PTM

Latar belakang
Penyuluhan bertujuan dalam mencapai perubahan perilaku individu, keluarga, dan masyarakat dalam membina
dan memelihara perilaku sehat dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal. Penyuluhan kesehatan berperan penting, karena saat ini banyak terjadinya perubahan
gaya hidup di dalam masyarakat, seperti kebiasaan makan berlebihan, terlalu banyak aktivitas, banyak merokok,
dan kurang istirahat. Pola dan gaya hidup tersebut menyebabkan penyakit jantung dan pembuluh darah banyak
menyerang kesehatan manusia terutama pada penduduk usia yang lebih dari 40 tahun, salah satunya timbul
hipertensi.
Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan sebutan penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan di mana tekanan
darah seseorang berada di atas batas normal atau optimal yaitu 120 mmHg untuk sistolik dan 80 mmHg untuk
diastolik. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita tidak mengetahui dirinya
mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Hipertensi yang terjadi dalam jangka waktu
lama, dan bisa memicu stroke, serangan jantung, gagal jantung dan merupakan penyebab utama gagal ginjal
kronik

Beberapa faktor risiko yang dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi yaitu kelebihan berat badan yang diikuti
dengan kurangnya olahraga, serta mengonsumsi makanan berlemak, dan berkadar garam tinggi. Selain itu
terdapat juga faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi yaitu adanya riwayat hipertensi dalam
keluarga dan terjadi pada lanjut usia

Menurut laporan pertemuan World Health Organization (WHO) didapatkan prevalensi penyakit hipertensi 15-
37% dari populasi penduduk dewasa di dunia. Setengah dari populasi penduduk dunia yang berusia lebih dari 60
tahun menderita hipertensi. Angka Proportional Mortality Rate akibat hipertensi di seluruh dunia adalah 13%
atau sekitar 7,1 juta kematian. Sesuai dengan data WHO bulan September 2011, disebutkan bahwa hipertensi
menyebabkan 8 juta kematian pertahun di seluruh dunia dan 1,5 juta kematian per tahun di wilayah Asia
Tenggara

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak
14.439.967 jiwa (7,18 persen dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia), selanjutnya pada tahun 2010
meningkat menjadi 23.992.553 jiwa (9,77 persen dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia) . Seiring
bertambahnya jumlah lansia dari populasi dan banyaknya keluhan lansia terkait kesehatan menyebabkan
kelompok usia ini menggunakan obat-obatan. Penggunaan banyak obat lebih sering terjadi pada pasien yang
sudah lansia dengan menderita lebih dari satu penyakit. Penyakit- penyakit yang seringkali terjadi menyebabkan
lansia mengkonsumsi banyak obat diantaranya adalah obat hipertensi.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%,
dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum
obat hipertensi. Banyak penderita hipertensi yang tidak sadar dengan karakter penyakit ini yang timbul
tenggelam. Ketika penderita dinyatakan tekanan darahnya sudah normal, penderita hipertesni menganggap kalau
kesembuhannya permanen, padahal hipertensi bisa terjadi kembali. Penggunaan obat antihipertensi sangat
dianjurkan bagi penderita hipertensi. Namun sering terdapat pendapat keliru di masyarakat bahwa mengonsumsi
obat antihipertensi akan menyebabkan ketergantungan. Hal ini menyebabkan beberapa penderita hipertensi
enggan, dan baru mulai mengkonsumsi obat antihipertensi saat sudah terjadi kerusakan organ

Keberhasilan suatu terapi pengobatan tidak hanya ditentukan oleh diagnosis dan pemilihan obat yang tepat,
tetapi juga oleh pengetahuan pasien untuk melaksanakan terapi tersebut. Salah satu upaya dalam meningkatkan
pengetahuan pasien dalam pengobatan dilakukan dengan pemberian pendidikan kesehatan. Upaya kesehatan
tersebut terfokus pada upaya peningkatan perilaku sehat, pendorong perilaku yang menunjang kesehatan,
pencegahan penyakit, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan. Apabila penderita hipertensi telah
memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakit hipertensi dan terapi pengobatannya, diharapkan terapi
penyembuhan dan pengobatannya tercapai dengan baik

Upaya pengobatan dasar

Program Pengelolaan Penyakit Kronis


Latar belakang
PROLANIS adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan
secara terintegrasi yang melibatkan Peserta, Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka
pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk
mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.

Permasalahan
Banyak penyandang penyakit kronis yang belum mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator
75% peserta terdaftar yang berkunjung ke Faskes Tingkat Pertama memiliki hasil “baik” pada
pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi sesuai Panduan Klinis terkait
sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi penyakit

Pelaksanaan
Persiapan pelaksanaan PROLANIS
1. Melakukan identifikasi data peserta sasaran berdasarkan: a. Hasil Skrining Riwayat Kesehatan dan
atau b. Hasil Diagnosa DM dan HT (pada Faskes Tingkat Pertama maupun RS)
2. Menentukan target sasaran
3. Melakukan pemetaan Faskes Dokter Keluarga/ Puskesmas berdasarkan distribusi target sasaran
peserta
4. Menyelenggarakan sosialisasi Prolanis kepada Faskes Pengelola
5. Melakukan pemetaan jejaring Faskes Pengelola (Apotek, Laboratorium)
6. Permintaan pernyataan kesediaan jejaring Faskes untuk melayani peserta PROLANIS
7. Melakukan sosialisasi PROLANIS kepada peserta (instansi, pertemuan kelompok pasien kronis di
RS, dan lain-lain)
8. Penawaran kesediaan terhadap peserta penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 dan Hipertensi
untuk bergabung dalam PROLANIS
9. Melakukan verifikasi terhadap kesesuaian data diagnosa dengan form kesediaan yang diberikan
oleh calon peserta Prolanis
10. Mendistribusikan buku pemantauan status kesehatan kepada peserta terdaftar PROLANIS
11.Melakukan rekapitulasi data peserta terdaftar
12.Melakukan entri data peserta dan pemberian flag peserta PROLANIS
13.Melakukan distribusi data peserta Prolanis sesuai Faskes Pengelola
14.Bersama dengan Faskes melakukan rekapitulasi data pemeriksaan status kesehatan peserta,
meliputi pemeriksaan GDP, GDPP, Tekanan Darah, IMT, HbA1C. Bagi peserta yang belum pernah
dilakukan pemeriksaan, harus segera dilakukan pemeriksaan
15.Melakukan rekapitulasi data hasil pencatatan status kesehatan awal peserta per Faskes Pengelola
(data merupakan luaran Aplikasi P-Care)
16.Melakukan Monitoring aktifitas PROLANIS pada masing-masing Faskes Pengelola: a. Menerima
laporan aktifitas PROLANIS dari Faskes Pengelola b. Menganalisa data
17.Menyusun umpan balik kinerja Faskes PROLANIS 18.Membuat laporan kepada Kantor Divisi
Regional/ Kantor Pusat10.Mendistribusikan buku pemantauan status kesehatan kepada peserta
terdaftar PROLANIS

1. Konsultasi Medis Peserta Prolanis : jadwal konsultasi disepakati bersama antara peserta
dengan Faskes Pengelola 2. Edukasi Kelompok Peserta Prolanis Definisi : Edukasi Klub Risti
(Klub Prolanis) adalah kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan dalam upaya
memulihkan penyakit dan mencegah timbulnya kembali penyakit serta meningkatkan status
kesehatan bagi peserta PROLANIS Sasaran : Terbentuknya kelompok peserta (Klub)
PROLANIS minimal 1 Faskes Pengelola 1 Klub. Pengelompokan diutamakan berdasarkan
kondisi kesehatan Peserta dan kebutuhan edukasi.
2. Langkah - langkah: a. Mendorong Faskes Pengelola melakukan identifikasi peserta terdaftar
sesuai tingkat severitas penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi yang disandang
3. b. Memfasilitasi koordinasi antara Faskes Pengelola dengan Organisasi Profesi/Dokter
Spesialis diwilayahnya c. Memfasilitasi penyusunan kepengurusan dalam Klub d.
Memfasilitasi penyusunan kriteria Duta PROLANIS yang berasal dari peserta. Duta PROLANIS
bertindak sebagai motivator dalam kelompok Prolanis (membantu Faskes Pengelola
melakukan proses edukasi bagi anggota Klub) e. Memfasilitasi penyusunan jadwal dan
rencana aktifitas Klub minimal 3 bulan pertama f. Melakukan Monitoring aktifitas edukasi
pada masing-masing Faskes Pengelola: 1) Menerima laporan aktifitas edukasi dari Faskes
Pengelola 2) Menganalisis data g. Menyusun umpan balik kinerja Faskes PROLANIS h.
Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat dengan tembusan kepada
Organisasi Profesi terkait diwilayahnya

Seorang perempuan datang ke puskesmas manggis 1 pukul 01.00 pada tanggal 2 september sekitar pulul 11.30
bersama polisi mengaku telah dipukul oleh suaminya saat mendiamkan anaknya yang sedang menangis, di
pukul pada daerah pelipis dan ditendang pada betis kiri. Pasien sudah sering dipukul oelh suami karena suami
cemburu dengan rekan perja pasien. Pasien dan pelaku dalam keadaan sadar, kejadian ini sudah berulang 6 kali.

Hari dan tanggal pemeriksaan Selasa, 3 September 2019 pukul 01.00. Wanita pekerjaan swasta, warga negara
Indonesia pasien datang dengan baju merah menggunakan jaket abu abu, celana biru 7/8 datang ditemani oleh
polisi. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum korban baik, emosi stabil dan kooperatif. pasien
sadar penuh TD :130/80, N: 91x/mnt, RR: 20x/mnt, T: 37°C. ditemukan bengkak minimal disekitar pelipis
dengan ukuran 2cmx1cm berwaran merah dan terasa sakit. Pada kaki kiri tidak ditemukan kelainan hanya nyeri
saja.
Dari hasil pemeriksaan dapat disimpulkan seorang wanita berumur 26 thn, mengaku telah dianiaya oleh suami
korban, dari pemeriksaan fisik ditemuak luka memar 2cmx1cm. Perlukaan ini tidak menimbulkan penyakit,
atau halangan pekerjaan.

Anda mungkin juga menyukai