Demam adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh diatas normal, yaitu diatas
38oC. Pada prinsipnya demam dapat menguntungkan dan dapat pula
merugikan. Pada tingkat tertentu demam merupakan bagian dari pertahanan
tubuh yang bermanfaat karena timbul dan menetap sebagai respon terhadap suatu penyakit. Namun suhu tubuh yang terlalu tinggi juga akan berbahaya. Saat ini, demam dianggap sebagai suatu kondisi sakit yang umum. Demam juga merupakan keadaan yang sering diderita oleh anak-anak. Hampir setiap anak pasti pernah merasakan demam. Pada dasarnya, terdapat dua kondisi demam yang memerlukan pengelolaan yang berbeda. Pertama adalah demam yang tidak boleh terlalu cepat diturunkan karena merupakan respon terhadap infeksi ringan yang bersifat self limited. Kedua adalah demam yang membutuhkan pengelolaan segera karena merupakan tanda infeksi serius dan mengancam jiwa seperti pneumonia, meningitis, dan sepsis. Oleh karena itu, pemahaman mengenai pengelolaan demam pada anak yang baik menjadi sesuatu yang penting untuk dipahami. Salah satu demam pada anak yang sering dijumpai dalam masyarakat adalah demam tifoid, Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi dan Salmonella para thypi. Demam thypoid biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala yang umum yaitu gejala demam yang lebih dari 1 minggu, penyakit demam thypoid bersifat endemik dan merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di sebagian besar negara berkembang termasuk Indonesia dan menjadi masalah yang sangat penting (Depkes, 2006). Penderita demam tifoid mengalami kenaikan suhu pada minggu pertama, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Salmonella typhi yang masuk kedalam tubuh sebagian akan dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian masuk ke usus halus kemudian menembus epitel usus, berkembang biak dan masuk ke dalam kelenjar getah bening. Setelah itu kuman memasuki peredaran darah dan masuk ke organ-organ terutama hepar dan sumsum tulang yang dilanjutkan dengan pelepasan kuman dan endotoksin. Endotoksin yang beredar hingga aliran darah sistemik memicu pelepasan protein pirogen endogen (protein dalam sel) yang mempengaruhi pusat pengatur suhu tubuh di dalam otak sehingga muncul hipertermia yang remitten (Widagdo, 2011). Kasus meninggal dapat terjadi pada anak penderita demam tifoid karena timbulnya komplikasi, baik komplikasi intestinal (seperti perdarahan usus dan perforasi usus) maupun ekstraintestinal (kardiovaskular: toksik miokarditis, respirasi : pneumotifoid, muskuloskeletal : periostitis, dan lain-lain) (Profil Kesehatan Indonesia, 2010). Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat (endemik) di Asia, Afrika, Amerika Latin Karibia dan Oceania, termasuk Indonesia. Penyakit ini tergolong penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang, mulai dari usia balita, anak- anak, dan dewasa melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Israr, 2008). Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan masyarakat diIndonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah (Sudoyo, 2006). Data World Health Organization memperkirakan angka kejadian di seluruh dunia terdapat sekitar 17 juta per tahun dengan 600.000 orang meninggal karena penyakit ini dan 70% kematiannya terjadi di Asia. Diperkirakan angka kejadian dari 150/100.000 per tahun di Amerika Selatan dan 900/100.000 per tahun di Asia (WHO, 2012). Prevalensi 91% kasus demam tifoid di Indonesia terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. Persentase penderita dengan usia 12-29 tahun 70-80%, usia 30-39 tahun 10-20%, usia > 40 tahun 5-10%. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier sementara, sedang 2% yang lain akan menjadi karier yang menahun. Kekambuhan yang ringan pada karier demam tifoid, terutama pada karier jenis intestinal, sukar diketahui karena gejala dan keluhannya tidak jelas (Brusch. JL, 2006).Insidensi demam tifoid pada anak umur 5-15 tahun di Indonesia terjadi 180,3/100.000 kasus pertahun dan dengan prevalensi mencapai 61,4/1000 kasus per tahun. Hingga saat ini penyakit demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di negara-negara tropis termasuk Indonesia dengan angka kejadian sekitar 760 sampai 810 kasus pertahun, dan angka kematian 3,1 sampai 10,4% (WHO, 2004). Menurut data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010, demam tifoid termasuk 10 penyakit rawat inap dan menempati urutan ke 3 setelah penyakit gastroenteritis dan demam berdarah dengue, yaitu sebanyak 41.081 kasus, dengan rata-rata kasus meninggal 0,67%. Prevalensi nasional tifoid (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan responden) adalah 1,60%. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi Tifoid diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Papua Barat dan Papua (Riskesdas, 2007). Jawa Barat menempati urutan ke 3 dari total 14 provinsi diatas prevalensi nasional, yaitu sebesar 1, 28% atau 157 kasus per 100.000 penduduk. Kasus tifoid di Jawa Barat sebagian besar terdeteksi berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan (Riskesdas, 2007). Penderita demam tifoid usia 5-14 tahun di Puskesmas Kabupaten Bogor tercatat sebanyak 10.374 (2,58%) (Profil Kesehatan Jawa Barat, 2015). Sedangkan penderita usia 5-14 tahun di Rumah Sakit Umum Citama Kabupaten Bogor tercatat sebanyak 2.894 (6,40%) pada bulan Juli 2016 dengan jumlah penderita yang mengalami penurunan produktivitas sebanyak 25 orang dan mengalami komplikasi berupa dehidrasi dan demam kejang sebanyak 13 orang (Data RSU Citama, 2017). Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Artanti (2013), menyatakan bahwa kejadian demam tifoid pada anak, disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor higiene perorangan seperti kebiasaan cuci tangan sebelum makan serta kebiasaan makan diluar rumah dan sanitasi lingkungan seperti sarana pembuangan tinja keluarga. Pada penelitian Naelannajah Alladany (2010) mendapatkan hasil bahwa sanitasi lingkungan dan perilaku kesehatan yang merupakan faktor risiko kejadian demam tifoid adalah kualitas sumber air, kualitas jamban keluarga, pengelolaan sampah rumah tangga, praktek kebersihan diri, pengelolaan makanan dan minuman rumah tangga. Selain karena kedua faktor tersebut, kejadian demam tifoid pada anak juga dapat disebabkan oleh faktor karakteristik individu seperti faktor usia dan jenis kelamin. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Tiara Perdana Putri (2016) menujukkan bahwa usia menjadi salah satu penyebab terjadinya demam tifoid pada anak. Penelitian oleh Muhammad Zul Azhri Rustam ( 2010) menyatakan bahwa faktor jenis kelamin memiliki pengaruh terhadap kejadian demam tifoid pada anak. 1.2 Rumusan Masalah Salah satu demam yang sering dijumapai pada anak adalah demam tifoid. Tifoid atau yang biasa dikenal dengan tifus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh basil Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi, penyakit ini memiliki tanda dan gejala berupa demam sekitar 1 minggu serta hipertermia. Dari penjelasan mengenai penyakit tifoid pada anak, penelitian ini mengkaji mengenai demam tifoid pada anak usia 5-14 tahun di RSU Citama, dimana permasalahan demam tifoid terjadi pada bulan Juli Tahun 2016. Berdasarkan masalah tersebut, peneliti tertarik untuk mengambil judul “Analisis Penyebab Kejadian Penyakit Demam Tifoid Pada Anak Usia 5- 14 Tahun di RSU Citama Tahun 2018”. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Apakah yang menjadi penyebab kejadian demam tifoid pada anak usia 5- 14 tahun di RSU Citama Tahun 2018? 2. Mengapa sarana pembuangan tinja menjadi salah satu penyebab kejadian demam tifoid pada anak usia 5-14 tahun di RSU Citama Tahun 2018? 3. Mengapa ketersediaan sarana air bersih menjadi salah satu penyebab kejadian demam tifoid pada anak usia 5-14 tahun di RSU Citama Tahun 2018? 4. Mengapa perilaku cuci tangan dapat menjadi penyebab munculnya kejadian demam tifoid pada anak usia 5-14 tahun di RSU Citama Tahun 2018? 5. Mengapa perilaku kebiasaan makan diluar dapat menjadi penyebab kejadian demam tifoid pada anak usia 5-14 tahun di RSU Citama Tahun 2018? 6. Mengapa perilaku tidak mencuci bahan makanan mentah dapat menyebabkan demam tifoid pada anak usia 5-14 tahun di RSU Citama Tahun 2018? 7. Mengapa perilaku buang air besar (BAB) yang buruk dapat menyebabkan kejadian demam tifoid pada anak usia 5-14 tahun di RSU Citama Tahun 2018?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui penyebab kejadian demam tifoid pada anak usia 5-14 tahun di RSU Citama Tahun 2018 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui sarana pembuangan tinja yang dapat menyebabkan kejadian demam tifoid pada anak di RSU Citama Tahun 2018 2. Untuk mengetahui ketersediaan sarana air bersih yang dapat menyebabkan kejadian demam tifoid pada anak di RSU Citama Tahun 2018 3. Untuk mengetahui perilaku cuci tangan yang dapat menjadi penyebab kejadian demam tifoid pada anak di RSU Citama Tahun 2018 4. Untuk mengetahui perilaku kebiasaan makan diluar rumah yang dapat menyebabkan kejadian demam tifoid pada anak di RSU Citama Tahun 2018 5. Untuk mengetahui perilaku tidak mencuci bahan makanan mentah yang dapat menjadi penyebab kejadian demam tifoid pada anak di RSU Citama Tahun 2018 6. Untuk mengetahui perilaku buang air besar (BAB) yang buruk sebagai salah satu penyebab kejadian demam tifoid pada anak di RSU Citama Tahun 2018 1.5 Manfaat Penelitian 1. Untuk Akademisi Diharapkan penelitian ini dapat berguna dan dijadikan rujukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, 2. Untuk Instansi Diharapkan untuk RSU Citama bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dalam rangka pembuatan program berupa pendidikan kesehatan atau penyuluhan kesehatan mengenai demam tifoid pada anak, faktor penyebab, pencegahan, serta penanggulannya. 3. Untuk Mahasiswa Diharapkan bagi mahasiswa yang akan meneliti demam tifoid pada anak, penelitian ini dapat berguna untuk dijadikan referensi dalam mengkaji mengenai demam tifoid pada anak. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengkaji tentang kejadian demam tifoid pada anak usia 5-14 tahun yang dilakukan dalam rentang waktu 3 bulan terhitung dari April 2018 – Juni 2018 di RSU Citama Kabupaten Bogor, peneliti tertarik untuk mengkaji mengenai hal ini dikarenakan jumlah penderita anak yang menderita demam tifoid di RSU Citama sebanyak 2.894 kasus pada tahun 2016 disertai dengan data komplikasi yang terjadi, jenis penelitian yang digunakan dalam pengkajian ini adalah penelitian kualitatif.