Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN

Kegiatan Magang Kerja Institusional yang diselenggarakan oleh Fakultas

Hukum Universitas muhammadiyah Bengkulu ini berlangsung mulai dari tanggal

05 Agustus s/d 07 Agustus 2019 yang bertempat di Jakarta. Kegiatan ini

merupakan mata kuliah pilihan wajib, yang harus diambil oleh setiap mahasiswa

sesuai dengan Kurikulum Program Studi Ilmu Hukum di Fakultas Hukum

Universitas muhammadiyah Bengkulu yang berbobot 4 (empat) Sks.Tujuan secara

umum dari kegiatan magang ini adalah untuk memberikan tambahan pengetahuan

kepada Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Bengkulu

berkaitan dengan instansi pemerintahan maupun Non pemerintahan yang

mempunyai keterkaitan dengan bidang ilmu hukum. Secara spesifik tujuan

magang institusional ini adalah untuk:

 Memberikan keterampilan kerja, pengalaman praktik kerja serta bersosialisasi

dan berinteraksi dalam dunia kerja.

 Memberikan pengetahuan prosedur pelayanan baik secara formal dan dasar-

dasar juridis yang menjadi dasar pijakan untuk melaksanakan

aktifitas/operasional suatu instansi.

 Mengenal instansi/institusi yang menangani masalah-masalah tertentudengan

baik secara berjenjang.

 Dapat meningkatkan disiplin dan tanggung jawab serta mengenal dunia kerja

sebelum mahasiswa tersebut masuk kepasar kerja yang sesungguhnya.

1
Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas

Muhammadiyah Bengkulu No 074-SK/DF.08-umb/2017 tentang kegiatan perihal

magang atau praktek kerja lapangan (PKL) Mahasiswa Fakultas Hukum.

Mahasiswa atau praktek kerja lapangan (PKL) dibagi kedalam tiga bentuk yaitu;

1. Magang institusional diadakan di lembaga hukum, lembaga negara di

Jakarta atau tempat yang mendukung kegiatan institusional.

2. Magang perbandingan sistem hukum, di adakan di Aceh (penerapan qonun

syariat), Malaysia, Singapura, Thailand atau beberapa wilayah yang

mendukung kegiatan magang perbandingan sistem hukum

3. Magang kantor, di adakan di kantor atau instansi di Kota Bengkulu atau

tempat yang mendukung kegiatan magang kantor.

Dengan adanya tiga jenis/bentuk pelaksanaan magang tersebut dan usulan

mahasiswa Regular, maka panitia pelaksana yang diangkat dengan Surat

Keputusan Dekan Fakultas Hukum No/201/Tahun 2016, sepakat untuk

melaksanakan kegiatan magang jenis/bentuk ke-1 yaitu Magang Kerja

Institusional di beberapa lembaga Tinggi Negara DiJakarta.

Pada bab pembahasan, penulis mencoba membahas seluruh lembaga/instansi

yang dikunjungi secara khusus, karena sesuai dengan pertimbangan penulis

seluruh instansi sangat erat hubunganya,dengan ilmu hukum,dan penerapan ilmu

hukum dalam, Berkehidupan Berbangsa dan Bernegara. Adapun beberapa

lembaga/instansi dan universitas yang penulis paparkan adalah, Mahkamah

2
Agung (MA), Komisi Yudisial(KY), Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia(DPD RI), dan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) . Meskipun

sumber sangat sedikit didapatkan oleh penulis tetapi penulis tetap optimis akan

terselsaikannya penulisan pembahasan pada laporan magang kerja instutisional

tersebut.

3
BAB II

DESKRIPSI INSTITUSIONAL SECARA UMUM

A.DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA (DPD-RI)

Dalam kunjungan kami yang Pertama ini adalah ke Dewan Perwakilan

Daerah (DPD). Pada hari Senin, tanggal 05 Agustus 2019 dengan pemateri

Anggota DPD RI perwakilan provinsi Bengkulu,yaitu Ibu Eni Khairani. Dengan

materi yaitu sejarah DPD RI dan masaa-massa yang ada di provinsi bengkulu

yang naik ke tingkat nasional.

1. Sejarah DPD RI

DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai

lembaga Negara. DPD terdiri dari atas wakil-wakil daerah provinsi yang dipilih

melalui pemilihan umum dan mempunyai alat kelengkapan yang meliputi:

 Pimpinan DPD.

 Panitia Ad Hoc.

 Badan Kehormatan.

 Panitia Musyawarah.

 Panitia Perancang Undang-undang dan;

 Panitia Kerjasama Antar Lembaga Perwakilan.DPD mempunyai sebuah

Seketariat Jendral. DPD dalammelaksanakan tugasnya berlandaskan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

4
Sebelum perubahan UUD 1945, sistem ketatanegaraan Indonesia mengenal

MPR sebagai Lembaga Negara tertinggi.

Dibawahnya terdapat 5 lembaga yang berkedudukan sebagailembaga tertinggi

termasuk DPR.DPR merupakan lembagaPerwakilan Rakyat, kedudukan DPR

adalah kuat dan senatiasa dapat mengawasi tindakan-tindakan Presiden. Setelah

amandemen, DPR mengalami perubahan-perubahan,fungsi legislasi yang

sebelumnya berada di tangan Presiden, makasetelah amandemen UUD 1945

fungsi legislasi berpindah ke DPR.Selanjutnya amandemen kedua UUD 1945 juga

memunculkanketentuan baru yang memperkuat posisi DPR.Ketentuan

itudirumuskan dalam pasal 20a UUD 1945, yaitu DPR memiliki fungsilegislasi,

fungsi anggaran dan pengawasan.DPR mempunyai hakinterpelasi, hak angket,

dan hak menyatakan pendapat sertaketentuan lebih lanjut tentang hak DPR dan

Hak anggota DPR diatur dalam UU.Perkembangan selanjutnya, dibentuk DPD

sebagai kamar kedua di lembaga perwakilan rakyat dalam sidang tahunan MPR

2001.Lembaga baru ini diatur dalam ketentuan yang sama sekali baru,yaitu BAB

VIIA tentang DPD. Eksistensi DPD dinyatakan dalam pasal 22C UUD 1945,

yaitu:

1. Anggota DPD dipilih di setiap provinsi melalui Pemilu.

2. Anggota DPD dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlahseluruh anggota

DPD ini tidak lebih dari sepertiga jumlahanggota DPR.

3. DPD bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.

4. Susunan dan kedudukan DPD diatur dalam UU.

5
Salah satu berkenaan kewenangan DPD, Dapat mengajukan kepada DPR

rancangan UU yang berkaitan dengan otonomi daerah,hubungan pusat dengan

daerah, pembentukan dan pemekaran sertapenggabungan daerah, pengelolaan

sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta berkaitan dengan

perimbangan keuangan pusat dan daerah.

B.KOMISI YUDISIAL (KY)

Pada kunjungan selanjutnya yaitu pada hari Selasa tanggal 06 Agustus 2019

jam 14:00 wib kami ke Komisi Yudisial dan kami disambut baik oleh Anggota

sekalian staf Komisi Yudisial tersebut .

1. Sejarah Komisi Yudisial Secara Umum

Pada tahun 1968 muncul ide pembentukan Majelis Pertimbangan Penelitian

Hakim (MPPH). Majelis ini berfungsi untukmemberikan, mempertimbangan dan

mengambil keputusan terakhirmengenai saran-saran dan atau usul-usul yang

berkenaan dengan pengangkatan,promosi, kepindahan, pemberhentian

dantindakan/hukuman jabatan para hakim yang diajukan baik olehMahkamah

Agung maupun Menteri Kehakiman. Namun dalamperjuangannya, ide tersebut

menemui kegagalan dan tidak berhasildimasukkan dalam UU No. 14 Tahun 1970

tentang Ketentuan-ketentuanPokok Kekuasaan Kehakiman.Kemudian pada tahun

1998-an ide tersebut muncul kembali dan menjadi wacana yang semakin kuat dan

solid sejak adanya desakanpenyatuan atap bagi hakim, yang tentunya memerlukan

pengawasaneksternal dari lembaga yang mandiri agar cita-cita untuk

6
mewujudkanperadilan yang jujur, bersih, transparan dan profesional

dapattercapai.Pada Sidang Tahunan MPR tahun 2001 yang membahasamandemen

ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945, telah

disepakati beberapa perubahan dan penambahanpasal yang berkenaan dengan

kekuasaan kehakiman, termasuk didalamnya Komisi Yudisial yang berwenang

mengusulkanpengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain

dalamrangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,serta

perilaku hakim. Berdasarkan pada amandemen ketiga itulahdibentuk Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang KomisiYudisial yang disahkan di Jakarta

pada tanggal 13 Agustus 2004.Setelah melalui seleksi yang ketat, terpilih 7 (tujuh)

orang yang ditetapkan sebagai anggota Komisi Yudisial periode 2005-2010

dandikukuhkan dalam Keputusan Presiden tanggal 2 Juli 2005.Selanjutnya, pada

tanggal 2 Agustus 2005, ketujuh anggota KomisiYudisial mengucapkan sumpah

dihadapan Presiden, sebagai awalmemulai masa tugasnya.

2. Visi dan Misi Komisi Yudisial

Pernyataan VISI adalah perwujudan harapan tertinggi yangdiupayakan

untuk terwujud dengan mengoptimalkan pendayagunaansumber daya manusia di

Komisi Yudisial melalui serangkaian tindakanyang dilakukan secara terus

menerus berdasarkan amanat konstitusidan Undang-Undang.

7
Visi Komisi Yudisial

“Terwujudnya penyelenggara kekuasaan kehakiman yang jujur,

bersih,transparan, dan professional”.Pernyataan MISI adalah komitmen, tindakan,

dan semangatsehari-hari seluruh sumber daya manusia di Komisi Yudisial

yangdiarahkan untuk mencapai VISI Komisi Yudisial.

Misi Komisi Yudisial

a. Menyiapkan calon hakim agung yang berakhlak mulia, jujur, beranidan

kompeten.

b. Mendorong pengembangan sumber daya hakim menjadi insanyang mengabdi

dan menegakkan hukum dan keadilan.

c. Melaksanakan pengawasan penyelenggara kekuasaan kehakimanyang efektif,

terbuka dan dapat dipercaya.

3.Tujuan Dibentuknya Komisi Yudisial:

Mendukung terwujudnya kekuasaan kehakiman yang mandiri untuk

menegakkan hukum dan keadilan.

Meningkatkan integritas, kapasitas, dan profesionalitas hakim sesuai dengan

kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam menjalankan kewenangan dan

tugasnya.

8
4.Keanggotaan Komisi Yudisial

 Keanggotaan Komisi Yudisial terdiri atas mantan hakim, praktisihukum,

akademisi hukum, dan anggota masyarakat.

 Anggota Komisi Yudisial adalah pejabat Negara, terdiri dari 7

orang(termasuk Ketua dan Wakil Ketua yang merangkap Anggota). Saatini

anggota Komisi Yudisial tinggal 6 orang.

 Anggota Komisi Yudisial memegang jabatan selama masa 5 (lima)tahun dan

sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kalimasa jabatan.

Komitmen Nilai:

 Bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa dan rakyat.

 Bekerja dengan semangat ibadah dan komitmen kolektif dengan

mengutamakan keteladanan kepemimpinan yang jujur dan profesional.

5. Profil Keanggotaan Komisi Yudisial Periode 2015-2020

1.

Dr. Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.Hum.

Tempat/Tanggal Lahir : Kuningan, 6 April 1965

Jabatan : Ketua Komisi Yudisial

9
Sebelum terpilih menjadi Anggota Komisi Yudisial (KY) untuk dua

periode, yaitu tahun 2010-2015 dan tahun 2015-2020, Jaja memulai kariernya

sebagai dosen sejak tahun 1990. Jabatan terakhirnya adalah Dekan Fakultas

Hukum Universitas Pasundan (Unpas), Bandung periode 2009-2011.

Pendidikan S-1 diperolehnya dari Fakultas Hukum Unpas, Jurusan Hukum

Keperdataan pada tahun 1989. Selanjutnya, gelar Magister Hukum diraihnya pada

tahun 2001 dari Universitas Khatolik Parahyangan, Bandung. Suami dari N. Ike

Kusmiati telah memperoleh gelar doktor yang diperolehnya dari Universitas

Padjajaran, Bandung pada tahun 2007 silam.

Kiprah dan dedikasi ayah tiga orang anak sebagai dosen mendapatkan

pengakuan dari berbagai institusi pendidikan. Misalnya, pada tahun 1995 terpilih

Dosen Teladan III Kopertis IV Jawa Barat.

Selain sebagai dosen, pria yang memiliki hobi melakukan penelitian dan

olahraga ini juga pernah menjadi Direktur Lembaga Riset PT Pusham Mandiri di

tahun 2007, Assesor BAN PT untuk program Sarjana pada tahun 2008-2011, dan

sebagai Advokat dari tahun 1993.

Dalam upaya meningkatkan kemampuan diri, pemilik motto hidup

“Jangan pernah berhenti berfikir dan berinovasi dalam mendorong peradilan yang

bermartabat, bersih dan akuntabel” ini seringkali mengikuti berbagai pelatihan

baik sebagai peserta maupun narasumber. Ia juga aktif menulis karya ilmiah yang

telah dipublikasikan.

10
2.

Drs. H. Maradaman Harahap, S.H., M.H.

Tempat/Tanggal Lahir : Tapanuli, 5 Juli 1948

Jabatan : Wakil Ketua Komisi Yudisial

Konsistensi pengabdian selama 39 tahun menjadi Wakil Tuhan sebagai

pilihan hidup bagi pria kelahiran Tapanuli, 5 Juli 1948 ini. Namun, ia sempat

menjadi guru agama sebelum akhirnya memutuskan menjadi hakim di awal

kariernya. Lulusan Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jakarta

Jurusan Qodlo/Peradilan pada tahun 1975 ini diangkat menjadi hakim di

Pengadilan Agama Jakarta Barat pada tahun 1976.

Karier hakimnya semakin menanjak dengan menjabat beberapa posisi

seperti Ketua PA Lahat (1995-1998), Ketua PA Palembang (1998-2002), dan

Ketua PA Jakarta (2002-2004). Sejak tahun 2004, ia menjadi hakim tinggi di

Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Jakarta hingga tahun 2006.

Menjadi pengawas bagi para hakim sempat dijalani suami dari Hj. Mastuti

Siregar ini. Tercatat, ia menjadi Hakim Tinggi Pengawas di Badan Pengawasan

Mahkamah Agung pada tahun 2006–2012. Kemudian ia ditempatkan di PTA

11
Kepulauan Bangka Belitung (2012-2014) dan PTA Semarang (Januari – Juli

2015) sebagai Wakil PTA.

Di tengah kesibukannya sebagai hakim, peraih penghargaan Satyalancana

Karya dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2009 ini tidak lupa

untuk meningkatkan kapasitas diri dengan menimba ilmu. Ayah empat orang anak

ini memperoleh gelar Magister Hukum dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Institute

of Business Law and Legal Management (IBLAM) jurusan Hukum Perdata pada

tahun 2005. Ia juga pernah mengikuti pelatihan seperti Judicial Workshop For

Indonesia Law di Singapura pada tahun 2003, Diklat Pengawasan bagi Wakil

Ketua di tahun 2013.

3.
H. Imam Anshori Saleh, S.H., M.Hum.
Tempat/Tanggal Lahir : Jombang, 8 Juni 1955
Jabatan : Wakil Ketua Komisi Yudisial RI

 Berbagai profesi telah dijalani oleh Imam Anshori Saleh, S.H., M.Hum.,
hingga akhirnya mengantarkannya duduk sebagai Wakil Ketua Komisi
Yudisial. Pria kelahiran Jombang pada tanggal 8 Juni 1955, tercatat
sebagai peneliti di Lembaga Penelitian dan Penerbitan Yogya (LP3Y)
pada tahun 1981-1983, selanjutnya meniti karier sebagai wartawan

12
Kedaulatan Rakyat di Yogyakarta pada tahun 1983-1990 dan jabatan
terakhir sebagai Wakil Pemimpin Redaksi.

4.
Dr. Taufiqurrohman S, S.H., M.H.
Tempat/Tanggal Lahir : Brebes, 2 Mei 1960
Jabatan : Anggota Komisi Yudisial RI / Ketua Bidang
Rekrutmen Hakim.

 Keputusan untuk memilih jalan hidup sebagai pengajar telah membawa


Dr. Taufiqurrohman Syahuri, S.H., M.H., duduk sebagai Anggota Komisi
Yudisial periode 2010-2015. Pria kelahiran Kabupaten Brebes, tanggal 2
Mei 1960, , ayah tiga putera ini tercatat sebagai dosen Universitas
Bengkulu (UNIB) dan Universitas Sahid Jakarta. Selain itu pernah
mengabdikan diri sebagai staf ahli di MK dan Watimpres.
Ketua Bidang Rekrutmen Hakim Komisi Yudisial ini tercatat pernah
sebagai salah satu pendiri Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta dan
perintis berdirinya Program Studi Magister Hukum Universitas Bengkulu
(UNIB) serta Pusat Kajian Konstitusi FHUNIB tahun 2005.

13
5.
Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si.
Tempat/Tanggal Lahir : Lampung, 2 Maret 1961
Jabatan : Anggota Komisi Yudisial RI / Ketua Bidang Pengawasan
Hakim dan Investigasi

 Aktifis menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan Dr.


Suparman Marzuki, S.H., M.H. Pria kelahiran Lampung pada tanggal 2
Maret 1961 tercatat aktif dalam berbagai kegiatan kampus dan pada
akhirnya mengabdi sebagai dosen di almamaternya, Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia (FH UII).
Pendidikan formal Strata 1 diselesaikan Ketua Bidang Pengawasan Hakim
dan Investigasi Komisi Yudisial di FH UII Yogyakarta pada tahun
1987.Selanjutnya, pada tahun 1997 menyelesaikan pendidikan strata dua
di Fakultas Sosial dan Politik UGM.Kemudian, gelar doktor diraihnya
pada tahun 2010 melalui Progam Doktoral UII.

14
6.
H. Abbas Said, S.H., M.H.
Tempat/Tanggal Lahir : Kolaka, 3 Maret 1944
Jabatan : Anggota Komisi Yudisial RI / Ketua Bidang
Pencegahan dan Pelayanan Masyarakat.

 Hakim menjadi pilihan H. Abbas Said, S.H., M.H., yang lahir di Kolaka
pada tanggal 3 Maret 1944. Karier hakim sudah dijalaninya ayah tujuh
anak di berbagai daerah sejak tahun 1966 hingga menjadi hakim agung
tahun 2004. Jabatan sebagai hakim agung diembannya hingga menduduki
jabatan sebagai Anggota Komisi Yudisial periode 2010-2015.

7.
Dr. Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.Hum.
Tempat/Tanggal Lahir : Kuningan, 6 April 1965
Jabatan : Anggota Komisi Yudisial RI / Ketua Bidang Sumber Daya
Manusia, Penelitian dan Pengembangan

 Karier sebagai dosen Universitas Pasundan menjadi bagian tak terpisahkan


dari kehidupan Dr. Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.Hum. Profesi dosen sudah
dijalani sejak tahun 1989, dan saat ini tercatat sebagai Dekan Fakultas
Hukum Universitas Pasundan Bandung untuk periode 2009-2010 dan
2010-2014. Selain itu sebagai dosen, pria kelahiran Kabupaten Kuningan
tanggal 6 April 1965 juga pernah menjadi Assesor BAN PT untuk

15
program Sarjana tahun 2008-2011. Kiprah dan dedikasi pria berkacamata
sebagai dosen mendapatkan pengakuan dari berbagai institusi pendidikan.
Misalnya saja, pada tahun 1995 terpilih Dosen Teladan III Kopertis IV
Jawa Barat.

8.
Dr. Ibrahim, S.H., M.H., LL.M.
Tempat/Tanggal Lahir : Bone, 25 November 1962
Jabatan : Anggota Komisi Yudisial RI / Ketua Bidang Hubungan Antar
Lembaga .

 Kajian akademi bidang lingkungan dan hak kekayaan Intelektual


merupakan salah satu keahlian dari Dr. Ibrahim S.H., M.H., L.L.M. Tidak
berlebihan apabila Hukum Lingkungan dan Hak Atas Kekayaan
Intelektual merupakan konsentrasinya selama menjadi dosen. Lahir di
Desa masago Kabupaten Bone pada tanggal 25 November 1962. ayah dari
seorang putra dan satu orang puteri tercatat berprofesi sebagai dosen
diberbagai perguruan tinggi. Selain itu, pernah menduduki jabatan sebagai
Ketua Banding Merek Departemen Hukum dan HAM sejak tahun 2008.

16
C. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA (UMJ)

Kunjungan kami pada hari RABU tanggal 07 Agustus 2019 ke Universitas

Muhammdiyah Jakarta (UMJ). Dan di sambut oleh dosen dan mahasiswa yang

sangat baik.

1. SEJARAH UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA (UMJ)

Asal usul terbentuk universitas ini berawal dari keputusan Konferensi

Majelis Pengajaran Muhammadiyah di Pekalongan. Hasil dari konferensi tersebut

adalah mendirikan sebuah Fakultas Hukum dan falsafah di Padang Panjang pada

18 November 1955. Fakultas tersebut kemudian dipindahkan ke Jakarta pada

tahun 1956, dan dinamai kembali menjadi Perguruan Tinggi Pendidikan Guru.

Perguruan tinggi ini diresmikan pada 18 November 1975.

Perguruan Tinggi Pendidikan Guru ini kemudian diubah menjadi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dan diatur di bawah payung Universitas

Muhammadiyah Jakarta. Beberapa fakultas baru, seperti Fakultas Kesejahteraan

Sosial, dibuka dalam selang waktu tiga tahun kemudian. Pada tahun 1962,

perguruan tinggi ini semakin berkembang dengan pembuatan beberapa fakultas

baru, yaitu Fakultas Hukum, Fakultas Teknik, dan Fakultas Ekonomi.

Hingga tahun 2016, UMJ memiliki sembilan fakultas dan 43 program studi.

17
2. Visi dan Misi

Visi

1. Mewujudkan keunggulan di bidang pendidikan, pengajaran, penelitian,


pengabdian kepada masyarakat serta Al-Islam Kemuhammadiyahan
2. Memanfaatkan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pendidikan,
pengajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat dan Al-Islam
Kemuhammadiyahan
3. Meningkatkan kinerja sumber daya insani dalam melaksanakan catur dharma
4. Mengembangkan peserta didik agar menjadi lulusan yang beriman, bertaqwa,
berahlaq mulia dan berwawasan global

Misi

1. Peningkatan mutu lulusan yang menguasai IPTEKS untuk menjadi kader


Persyarikatan, mampu bersaing dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang dilandasi nilai-nilai Al-Islam dan
Kemuhammadiyahan.
2. Tersedianya kurikulum berbasis capaian pembelajaran sesuai dengan level
KKNI.
3. Terlaksananya penelitian dan peningkatan publikasi hasil penelitian ditingkat
nasional maupun internasional.
4. Terlaksananya pengabdian masyarakat dalam mengiplementasikan hasil-hasil
penelitian.
5. Dihasilkannya sumber daya insani baik kuantitas maupun kualitas sesuai
bidang keahliannya.
6. Tersedianya sarana dan prasarana untuk mendukung terciptanya suasana
akademik yang Islami.
7. Tersedianya manajemen layanan sistem informasi berbasis IT Terintegrasi.
8. Terjalinnya kemitraan dan kerjasama dengan berbagai pihak yang
mendukung terlaksananya catur dharma perguruan tinggi.

18
3.Sasaran Dan Tujuan

Pernyataan mengenai tonggak-tonggak capaian (milestones) tujuan yang

dinyatakan dalam sasaran-sasaran yang merupakan target terukur, dan penjelasan

mengenai strategi serta tahapan pencapaiannya.

Mekanisme kontrol ketercapaian program memiliki tahapan sebagai berikut :

Tahap pertama, yaitu Penyusunan Program Kerja. Program Kerja disusun

dengan melihat hasil monitoring evaluasi, audit mutu internal, hasil survey dari

Badan Penjaminan Mutu dan juga hasil kajian, Badan Perencanaan dan

Pengembangan Universitas tahun sebelumnya. Perencanaan rencana program

kerja dilakukan bersama-sama antara universitas, fakultas, Badan, Lembaga dan

Unit Kerja lainnya sesuai struktur organisasi. Program Kerja yang direncanakan

harus selaras/sejalan dengan program kerja Universitas, yaitu pencapaian visi dan

misi. Program kerja yang akan dijalankan, disusun dengan memperhatikan

kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman institusi (SWOT) setiap unit kerja.

SWOT dilakukan setelah serial unit kerja melakukan evaluasi diri. Program kerja

disusun berdasarkan renstra masing-masing unit kerja. Dengan mengisi aplikasi

rencana pengembangan program studi/fakultas/unit maka dapat terlihat pula

rencana anggaran belanja (dilihat dari regulasi pemerintah, kemampuan sumber

daya, Assosiasi program studi/profesi dan tuntutan masyarakat/pengguna. Hasil

rapat pleno pimpinan universitas, fakultas, prodi dan unit kerja dituangkan secara

umum dalam Rencana Operasional Universitas, secara teknis didalam Rencana

Operasional Fakultas, Program Studi dan Unit Kerja. Renop disahkan oleh Rektor

19
dengan persetujuan BPH dan Senat Universitas. Rencana Operasional menjadi

acuan dalam membuat Rencana Anggaran Belanja Pendapatan (RAPB)

Universitas Muhammadiyah Jakarta

Tahap Kedua, Pelaksanaan. Pelaksanaan program kerja dilakukan oleh Prodi,

Fakultas dan Unit kerja. Setiap pelaksanaan program, dibuat proposal yang

memuat teknis pelaksanaan dan dana yang dibutuhkan. Pengajuan proposal dibuat

sesuai dengan perencanaan awal, bila tidak sesuai diberi keterangan dan diketahui

oleh pimpinan. Proses pelaksanaan program tetap dalam pengawasan pimpinan

atau atasan unit kerja. Bila program yang diajukan pada renstra atau renop tidak

dilaksanakan pada waktunya maka pimpinan atau atasan unit kerja harus

membuat laporan mengenai hal tersebut.

Tahap ketiga, Evaluasi dan Monitoring, Setiap akhir program, setiap unit kerja

melakukan laporan pertanggung jawaban kepada atasan unit kerja. Misalkan

untuk pembelajaran, bagian perkuliahan mengadakan evaluasi kehadiran dosen,

mahasiswa, pelayanan dan ketersediaan sarana dan prasarana. Evaluasi dilakukan

bersama dengan unit mutu yaitu Unit Kendali Mutu di tingkat Fakultas dan Gugus

Kendali Mutu ditingkat program studi. Evaluasi dilakukan dengan

membandingkan standar dan keadaan nyata di lapangan. Kemudian kuesioner

juga dilakukan untuk mendapatkan hasil kepuasan dan masukan dari pengguna.

Hasil Evaluasi dilakukan verifikasi bersama antara penanggung jawab unit kerja

dan unit mutu untuk mengambil rekomendasi tindak lanjut. Hasil Evaluasi di

tingkat prodi disampaikan kepada Pimpinan Fakultas. Untuk evaluasi unit kerja di

lingkungan universitas dilakukan oleh Badan Penjaminan Mutu. Hasil Evaluasi

20
dan Monitoring disampaikan kepada Badan Penjaminan Mutu untuk disatukan

menjadi Laporan Monitoring Evaluasi setiap semester seluruh Program Kerja di

lingkungan UMJ.

Tahap keempat Pengendalian, Badan Penjaminan Mutu juga mengadakan Audit

Mutu Internal (AMI) setiap tahun untuk mengetahui ketercapaian target. Hasil

audit berupa temuan-temuan, berupa penyimpangan prosedur, target tidak tercapai

dan pencapaian yang melampaui target. Hasil audit ini akan digunakan untuk

mengevaluasi RENOP seluruh unit kerja dan sebagai hasil perbaikan untuk

RENOP tahun berikutnya. Hasil audit juga menghasilkan rekomendasi tindak

lanjut yang harus dijalankan oleh penanggungjawab unit kerja baik berupa

kebijakan maupun reward and punishment.Hasil Monev juga digunakan per lima

tahunan untuk perbaikan Renstra unit kerja, dengan hasil ini dapat juga

mengeluarkan rekomendasi untuk melakukan perubahan strategi dan sasaran

program.

Tahap kelima, peningkatan. Bila hasil dari monev/audit bahwa target telah

tercapai maka untuk tahun berikutnya dilakukan peningkatan target,

sehingga countinous improvement terus dilakukan pada seluruh unit kerja. Bila

target tidak tercapai maka dicari solusi bersama antara unit mutu/auditor dan

pimpinan unit kerja. Hasil dari audit diambil langkah-langkah tindak

lanjut. Diadakan Rapat Tinjauan Manajemen (RTM) setiap tahun pada setiap unit

di program studi, fakultas dan universitas. Hasil dari RTM diambil langkah-

langkah perbaikan baik standar mutu, juga penetapan strategi dan sasaran

program.

21
F. MAHKAMAH AGUNG

Pada kunjungan hari RABU tanggal 7 Agustus 2019 ini kami ke Mahkamah

Agung dan di sambut oleh staff dan bapak Dr.Riki Perdana Raya

Waruwu,S.H.,M.H dengan baik.

1.Sejarah mahkamah agung

Masa Penjajahan Belanda

Justitie Hooggerechtshof Kriminil : Landraad Raad van justitie

Hooggerechtshof.

Pengadilan Hooggerechtshof merupakan Pengadilan Tertinggi dan berkedudukan

di Jakarta dengan daerah hukum meliputi seluruh Indonesia. Hooggerechtshof

terdiri dari seorang Ketua dan 2 orang anggota, seorang Pokrol jendral dan 2

orang Advokat Jendral, seorang Panitera dimana perlu dibantu seorang Panitera

Muda atau lebih. Jikalau perlu Gubernur Jendral dapat menambah susunan

Hooggerechtshof tersebut dengan seorang Wakil Ketua dan seorang/lebih anggota

lagi.

Tugas/kewenangan Hooggerechtshof :

1) mengawasi jalannya peradilan di seluruh Indonesia sehingga dapat

berjalan secara patut dan wajar.

2) Mengawasi perbuatan/kelakuan Hakim serta Pengadilan-pengadilan.

3) Memberi tegoran-tegoran apabila diperlukan.

22
4) Berhak minta laporan, keterangan-keterangan dari semua pengadilan baik

sipil maupun militer, Pokrol Jendral dan lain pejabat Penuntut Umum.

5) Sebagai tingkat pertama dan terakhir mengadili perselisihan-perselisihan

tentang kekuasaan mengadili diantara, pertama: pengadilan-pengadilan

yang melakukan peradilan atas nama Raja, diantara pengadilan-pengadilan

ini dengan pengadilan-pengadilan adat di dalam daerah yang langsung

diperintah oleh Gubernemen, dimana rakyat dibiarkan mempunyai

peradilan sendiri. Kedua: diantara pengadilan-pengadilan tersebut diatas,

dengan pengadilan-pengadilan Swapraja, sepanjang ini dimungkinkan

menurut perjanjian-perjanjian politik dengan daerah-daerah pengadilan

yang berselisih tidak ada di dalam daerah hukum appelraad yang sama,

dan mengadili di antara appelraad-appelradd. Dan Ketiga: diantara

pengadilan sipil dan pengadilan militer, kecuali jikalau perselisihan itu

timbul diantara Hooggerechtshof sendiri dengan Hoogmilitairgerechtshof,

didalam hal mana diputuskan oleh Gubernur Jendral.

Masa Penjajahan Jepang

Pada jaman penjajahan Jepang, badan Kehakiman tertinggi disebut Saikoo

Hooin. Kemudian dihapuskan pada tahun 1944 dengan Osamu Seirei (Undang-

Undang) No. 2 tahun 1944, sehingga segala tugasnya dilimpahkan kepada Kooto

Hooin (Pengadilan Tinggi).

Berikut ini isi Osamu Seirei (Undang-undang Jepang) No. 2 tahun 1944 :

OSAMU SEIREI No. 2 Tentang mengubah susunan pengadilan dan sebagaimana

23
Pasal 1 :
untuk sementara waktu, pekerjaan Saikoo Hooin (Pengadilan Agung) den Saikoo
Kensatu Kyuku (Kedjaksaan Pengadilan Agoeng) dihentikan, serta hal-hal yang
termasuk dalam kekuasaannya diproses menurut aturan pasal 2 sampai pasal 6.
Pasal 2 :
Perkara yang diadili lagi oleh Saikoo Hooin, yang dimaksud dalam pasal 9,
undang-undang No. 34, tahun 2602 (Osamu Seirei No. 3), yaitu perkara yang
telah diadili oleh Gunsei Hooin (Pengadilan Pemerintah Balatentera, kecuali
Kaikyoo Kootoo Hooin atau Mahkamah Islam Tinggi den Sooryo Hooin atau
Pengadilan Agama, selanjutnya demikian - dalam tidak termasuk Kootoo Hooin
(Pengadilan Tinggi) -,yang ada didaerah kekuasaan Kootoo Hooin, diadili oleh
Kootoo Hooin itu dengan permusyawaratan tiga orang hakim; akan tetapi jika
dipandang perlu oleh Kootoo Hooin itoe, maka perkara itu boleh Diserahkan
kepada Kootoo Hooin lain.
secara mengadili perkara yang diadili lagi dan hal-hal jang perlu tentang urusan
yang dimaksud pada ayat diatas, herus menurut petunjuk Gunseikan.
Pasal 3 :
Kekuasaan Saikoo Hooin yang ditetapkan dalam pasal 157, Reglement op de
Rechterlbke Organisatie" dilakoekan oleh Kootoo Hooin terhadap Gunsei; Hooin
yang ada dalam daerah kekuasaannya.
Kekuasaan Saikoo Hooin jang. ditetapkan dalam pasal 162, „Reglement op de
Rechterlijke Organiwtie" dilakukan oleh jakarta Kootoo Hooin.

Pasal 4 :
Kekuasaan jabatan ketua. Saikoo Hooin menurut aturan kalimat penghabisan
dalam ajat 2, pasal 5, undang-undang No. 34, tahun 2602 (Owmu Seirei No. 30)
dilakukan oleh ketoea Kootoo Hooin.
Pasal 5 :
Kekuasaan jabaan ketua Saikoo Kenwtu Kyoku, termasuk juga kekuasaann
tentang hal-hal yang ditetapkan dalam pasal 180 Reglement op de Rechterlijke
Organiwtie" dilakukan oleh Gunsei¬kaobu Sihoobutyoo atas perintah Gunseikm.
Pasal 6 :
Selain dari pada aturan yang ditetapkan dalam pasal 2 sampai pasal 5, maka hal-
hal jang termasuk dalam kekuasaan Saikoo Hooin, Saikoo Kensatu Kyoku atau
kekuasaan masing-masing dilakukan oleh Gunseikanbu Sihoobutyoo, atau
Kootoo Hooin, Kootoo Kensatu Kyoku ataupun oleh ketua Kootoo Hooin atau
Kootoo Kensatu Kyoku menurut petunjuk Gunseilran.
Pasal 7 :
untuk mengerosess segala sebahagian pekerjaan Kootoo Hooin atau

24
Kootoo Kensstu Kyoku, maka Gunseikan boleh meyuruhh Simpankan,
Kensatukan atau pegawai lain dari Kootoo Hooin atau Ken¬satu Kyoku oentoek
bekerdja ditempat jang perloe, jang boekan tempat kedoedoekan Kootoo Hooin
atau Kootoo Kensatu Kyoku.
Pasal 8 :
Dalam hal cara mengadili parkara, maka hal-hal jang tidak dapat diproses
menurutt aturan yang sudah harus diproses menourut petunjukk Gunseikan,
demikian juga hal-hal jang tidak dapat diproses menurut aturan yang sudah-sudah
delam hal prosesan kehakiman yang lain dari pada cara mengadili perkara.

Aturan tambahan :
unndang-ounndang ini melalui brlaku pada tanggal 15, bulan 1, taahun Syoowa 19
(2604).

jakarta, tanggal 14, bulan 1, tahun Syoowa 19, (2604)


(Saikoo Sikikan)

Masa Kemerdekaan

Setelah Indonesia Merdeka, pada saat berlakunya Undang-undang Dasar

1945 belum ada badan Kehakiman yang tertinggi. Satu satunya ketentuan yang

menunjuk kearah badan Kehakiman yang tertinggi adalah pasal 24 ayat 1

Undang-Undang Dasar 1945. Maka dengan keluarnya Penetapan Pemerintah No.

9, sampai dengan tahun 1946 ditunjuk kota Jakarta Raya sebagai kedudukan

Mahkamah Agung Republik Indonesia. Peraturan tersebut hanya penunjukan

tempatnya saja. Penetapan Pemerintah tersebut pada alinea II berbunyi

“Menundjukkan sebagai tempat kedudukan Mahkamah Agung tersebut ibu-kota

DJAKARTA-RAJA.”

Eksistensi Mahkamah Agung ditetapkan setelah diundangkannya Undang-

Undang No. 7 tahun 1947 tentang susunan kekuasaan Mahkamah Agung dan

Kejaksaaan Agung yang mulai berlaku pada tanggal 3 Maret 1947.

25
Undang-Undang No. 7 tahun 1947 kemudian diganti dengan Undang-Undang No.

19 tahun 1948 yang dalam pasal 50 ayat 1 menyebutkan :

1. Mahkamah Agung Indonesia ialah pengadilan federal tertinggi.

2. Pengadilan-pengadilan federal yang lain dapat diadakan dengan Undang-

Undang federal, dengan pengertian, bahwa dalam Distrik Federal Jakarta akan

dibentuk sekurang-kurangnya satu pengadilan federal yang mengadili dalam

tingkat pertama, dan sekuran¬kurangnya satu pengadilan federal yang mengadili

dalam tingkat apel.

Mahkamah Agung pernah berkedudukan di luar Jakarta yaitu pada bulan

Juli 1946 di Jogyakarta dan kembali ke Jakarta pada tanggal 1 Januari 1950,

setelah selesainya KMB dan pemulihan Kedaulatan. Dengan demikian Mahkamah

Agung berada dalam pengungsian selama tiga setengah tahun.

Mulai pertama kali berdirinya Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung itu

berada dibawah satu atap dengan Mahkamah Agung, bahkan: bersama dibawah

satu departemen, yaitu: Departemen Kehakiman. Dulu namanya: Kehakiman

Agung pada Mahkamah Agung, seperti Kejaksaan Negeri dulu namanya:

Kejaksaan Pengadilan Negeri.

Kejaksaan Agung mulai memisahkan diri dari Mahkamah Agung yaitu

sejak lahirnya Undang-Undang Pokok Kejaksaan (Undang-Undang No. 15 tahun

1961) dibawah Jaksa Agung Gunawan, SH yang telah menjadi Menteri Jaksa

Agung.

Para pejabat Mahkamah Agung (Ketua, Wakil Ketua, Hakim Anggota dan

Panitera) mulai diberikan pangkat militer tutiler adalah dengan Peraturan

26
Pemerintah 1946 No. 7 tanggal 1 Agustus 1946, sebagai pelaksanaan pasal 21

Undang-Undang No. 7 tahun 1946 tentang Pengadilan Tentara.

Pemerintah Belanda Federal yang mengusai daerah-daerah yang dibentuk

oleh Belanda sebagai negara-negara Bagian seperti Pasundan, Jawa Timur,

Sumatera Timur, Indonesia Timur, mendirikan Pengadilan Tertinggi yang

dinamakan Hoogierechtshof yang beralamat di Jl. Lapangan Banteng Timur 1

Jakarta, disamping Istana Gubemur Jenderal yang sekarang digunakan sebagai

gedung Departemen Keuangan.

Hooggerechtshof juga menjadi instansi banding terhadap putusan Raad no

Justitie.Mr. G. Wjjers adalah Ketua Hooggerechtshof terakhir, yang sebelum

perang dunia ke II terkenal sebagai Ketua dari Derde kamar Read van Instills

Jakarta yang memutusi perkara-perkara banding yang mengenai Hukum Adat.

Pada saat itu Mahkamah Agung masih tetap berkuasa di daerah-¬daerah Republik

Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta. Dengan dipulihkan kembali

kedaulatan Republik Indonesia area seluruh wilayah Indonesia (kecuali Irian

Barat) maka pekerjaan Hooggerechtshof harus diserahkan kepada Mahkamah

Agung Republik Indonesia.

Pada tanggal 1 Januari 1950 Mr. Dr. Kusumah Atmadja (Ketua MA RIS)

mengambil alih gedung dan personil serta pekerjaan Hooggerechtshof. Dengan

demikian maka para anggota Hooggerechtshof dan Procurer General meletakkan

jabatan masing-masing dan selanjutnya pekerjaannya diserahkan pada Mahkamah

Agung Republik Indonesia Serikat.

27
Mahkamah Agung pada saat itu tidak terbagi dalam majelis-majelis.

Semua Hakim Agung ikut memeriksa dan memutus baik perkara-perkara Perdata

maupun perkara-perkara Pida-na. Hanya penyelesaian perkara pidana diserahkan

kepada Wakil Ketua.

Sebagaimana lazimnya dalam suatu negara yang berbentuk suatu Federasi

atau Serikat, maka demikian pula dalam negara Republik Indonesia Serikat

diadakan 2 macam Pengadilan; yaitu Pengadilan dari masing-masing negara

Bagian disatu pihak.

Pengadilan dari Federasi yang berkuasa disemua negara-negara Bagian

dilain pihak untuk seluruh wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS) ada satu

Mahkamah Agung Republik Indonesia Serikat sebagai Pengadilan Tertinggi,

sedang lain Badan-Badan pengadilan menjadi urusan. masing-masing negara

Bagian. Undang-Undang yang mengatur Mahkamah Agung Republik Indo¬nesia

Serikat adalah Undang-Undang No. 1 tahun 1950 tanggal 6 Mei 1950 (I-N. tahun

1950 No. 30) yaitu tentang Susunan dan Kekuasaan Mahkamah Agung Republik

Indonesia Serikat yang mulai berlaku tanggal 9 Mei 1950.

Undang-Undang tersebut adalah hasil pemikiran Mr. Supomo yang waktu

itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman Republik Indonesia Serikat, yang

pertama (Menteri Kehakiman dari negara Bagian Republik Indonesia di Yogya

adalah Mr. Abdul Gafar Pringgodig¬do menggantikan Mr. Susanto Tirtoprodjo -

lihat halaman 34. "Kenang-kenangan sebagai Hakim selama 40 tahun mengalami

tiga jaman" Oleh Mr. Wirjono Prodjodikoro - terbitan tahun 1974). Menurut

Undang-Undang Dasar RIS pasal 148 ayat 1 Mahkamah Agung merupakan forum

28
privilegiatum bagi pejabat-pejabat tertinggi negara. Fungsi ini telah dihapuskan

sewaktu kita kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945.

Beruntunglah dengan keluarnya Undang-Undang No. 1 tahun 1950 (I.N.

tahun 1950 No. 30) lembaga kasasi diatur lebih lanjut yang terbatas pada

lingkungan peradilan umum saja. Pada tahun 1965 diundangkan sebuah Undang-

Undang No. 13 ta¬hun 1965 yang mengatur tentang: Pengadilan dalam

lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung. Sayang sekali bahwa

Undang-Undang tersebut tidak memikirkan lebih jauh mengenai akibat hukum

yang timbul setelah diundangkannya tanggal 6 Juni 1965, terbukti pasal 70

Undang-Undang tersebut menyatakan Undang-Undang Mahkamah Agung No. 1

tahun 1950 tidak berlaku lagi. Sedangkan acara berkasasi di Mahkamah Agung

diatur secara lengkap dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1950 tersebut.

Timbullah suatu problema hukum yaitu adanya kekosongan hukum acara kasasi.

Jalan keluar yang diambil oleh Mahkamah Agung untuk mengatasi kekosongan

tersebut adalah menafsirkan pasal 70 tersebut sebagai berikut:

Oleh karena Undang-Undang No. 1 tahun 1950 tersebut disamping

mengatur tentang susunan, kekuasaan Mahkamah Agung, mengatur pula tentang

jalannya pengadilan di Mahkamah Agung, sedangkan Undang-Undang No. 13

tahun 1965 tersebut hanya mengatur tentang susunan, kedudukan Pengadilan

dalam lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung, dan, tidak mengatur

tentang bagaimana beracara di Mahkamah Agung, maka Mahkamah Agung

menganggap pasal 70 Undang-Undang No. 13 tahun 1965 hanya menghapus

Undang-Undang No. 1 tahun 1950 sepanjang mengenai dan kedudukan

29
Mahkamah Agung saja, sedangkan bagaimana jalan peradilan di Mahkamah

Agung masih tetap memperlakukan Undang-Undang No. 1 tahun 1950.

Pendapat Mahkamah Agung tersebut dikukuhkan lebih lanjut dalam Jurisprudensi

Mahkamah Agung yaitu dengan berpijak pada pasal 131 Undang-Undang

tersebut.

Perkembangan selanjutnya dengan Undang-Undng No. 14 tahun 1970

tentang "Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman" tanggal 17

Desember 1970, antara lain dalam pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa Mahkamah

Agung adalah Pengadilan Negara tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai

badan pengadilan kasasi (terakhir) bagi putusan-putusan yang berasal dari

Pengadilan-pengadilan lain yaitu yang meliputi keempat lingkungan peradilan

yang masing-masing terdiri dari:

1. Peradilan Umum;

2. Pemdilan Agama;

3. Peradilan Militer;

4. Peadilan Tata Usaha Negara.

Hakim Agung harus mempunyai syarat sebagai berikut :


a. Warga Negara Indonesia
b. Berjiwa Proklamasi 17 Agustus 1945 dan tidak pernah memusuhi Revolusi
Indonesia
c. Berjiwa dan mengamalkan Pancasila dan Manipol serta segala pedoman
pelaksanaannya
d. Sarjana Hukum
e. Ahli Hukum-bukan Sarjana Hukum
f. Berumur serendah-rendahnya 35 tahun
g. Berpengalaman sedikit-dikitnya 10 tahun dalam bidang hoku

30
2.Tugas dan kewenangan

Dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan


Umum dan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Komisi Pemilihan Umum dan Penetapan Organisasi dan Tata Kerja
Sekretariat Umum Komisi Pemilihan Umum, dijelaskan bahwa untuk melaksanakan
Pemilihan Umum, KPU mempunyai tugas kewenangan sebagai berikut :

Merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum:

 Menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai Politik yang berhak sebagai peserta
Pemilihan Umum;
 Membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut PPI dan
mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan Umum mulai dari tingkat pusat sampai di
Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut TPS;
 Menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD II untuk setiap daerah
pemilihan;
 Menetapkan keseluruhan hasil Pemilihan Umum di semua daerah pemilihan untuk
DPR, DPRD I dan DPRD II;
 Mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta data hasil Pemilihan Umum;
 Memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.
 Dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999 terdapat tambahan huruf:

1. Tugas dan kewenangan lainnya yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 3


Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.

Sedangkan dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tersebut juga


ditambahkan, bahwa selain tugas dan kewenangan KPU sebagai dimaksud dalam Pasal
10, selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah Pemilihan Umum dilaksanakan, KPU
mengevaluasi sistem Pemilihan Umum.

31
3.Visi dan Misi

VISI

“TERWUJUDNYA BADAN PERADILAN INDONESIA YANG AGUNG”

MISI

Misi badan peradilan 2010-2035,adalah:

1. menjaga kemandirian badan peradilan

2. memberikan pelayanan hokum yang berkeadilan kepada pencari keadilan

3. meningkatkan kulitas kepimpinan bdadan peradilan

4. meningkatkan kreadibilitas dan transparansi badan peradilan.

4.Kewajiban Dan Wewenang Mahkamah Agung

Kewajiban dan juga wewenang yang di miliki oleh mahkamah agung adalah:

1. Dapat memiliki kewenangan di dalam mengadili pada tingkatan kasasi, dapat

menguji suatu peraturan perundang-undangan yang ada di bawah Undang-

undang, dan juga memiliki wewengan lainnya yang telah di berikan oleh

undang-undang.

2. Dapat mengajukan 3 orang yang akan menjadi anggota hakim konstitusi.

3. Dapat memberikan pertimbangan di dalam hal presiden memberikan grasi

dan rehabilitasi.

32
BAB III

PEMBAHASAN

DESKRIPSI INSTITUSIONAL SECARA KHUSUS

A.DEWAN PERWAKILAN DAERAH RI(DPD-RI)

Dalam Pembahasan Ini Penulis Mencoba Menjelaskan Materi yang

disampaikan oleh ibu Eni Khairani dengan materi tentang Gagasan pembentukan

DPD dan Aspek keterwakilan serta tata cara pemilihan.Berikut penjabaran materi

yang disampaikan oleh pemateri:

1.Pengenalan Institusi

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (disingkat DPD

RI atau DPD), sebelum 2004 disebut Utusan Daerah, adalah lembaga tinggi

negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang anggotanya merupakan

perwakilan dari setiap provinsi yang dipilih melalui Pemilihan Umum.Dewan

Perwakilan Daerah (DPD) lahir pada tanggal 1 Oktober 2004, ketika 128 anggota

DPD yang terpilih untuk pertama kalinya dilantik dan diambil sumpahnya. Pada

awal pembentukannya, masih banyak tantangan yang dihadapi oleh DPD.

Tantangan tersebut mulai dari wewenangnya yang dianggap jauh dari memadai

untuk menjadi kamar kedua yang efektif dalam sebuah parlemen bikameral,

sampai dengan persoalan kelembagaannya yang juga jauh dari memadai.

33
Tantangan-tantangan tersebut timbul terutama karena tidak banyak

dukungan politik yang diberikan kepada lembaga baru ini.

Keberadaan lembaga seperti DPD, yang mewakili daerah di parlemen

nasional, sesungguhnya sudah terpikirkan dan dapat dilacak sejak sebelum masa

kemerdekaan. Gagsan tersebut dikemukakan oleh Moh. Yamin dalam rapat

perumusan UUD 1945 oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Gagasan-gagasan akan pentingnya keberadaan perwakilan daerah di

parlemen, pada awalnya diakomodasi dalam konstitusi pertama Indonesia, UUD

1945, dengan konsep “utusan daerah” di dalam Majelis Permusyawaratan

Rakyat (MPR), yang bersanding dengan “utusan golongan” dan anggota Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR). Hal tersebut diatur dalam Pasal 2 UUD 1945, yang

menyatakan bahwa “MPR terdiri atas anggota DPR ditambah dengan utusan-

utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang

ditetapkan dengan undang-undang.” Pengaturan yang longgar dalam UUD 1945

tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam berbagai peraturan perundang-

undangan.

Dalam periode konstitusi berikutnya, UUD Republik Indonesia Serikat

(RIS), gagasan tersebut diwujudkan dalam bentuk Senat Republik Indonesia

Serikat yang mewakili negara bagian dan bekerja bersisian dengan DPR-RIS.

34
2.Gagasan Pembentukan DPD

Gagasan dasar pembentukan DPD adalah keinginan untuk lebih

mengakomodasi aspirasi daerah dan sekaligus memberi peran yang lebih besar

kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan politik untuk hal-hal

terutama yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah. Keinginan tersebut

berangkat dari indikasi bahwa pengambilan keputusan yang bersifat sentralistik

pada masa lalu ternyata telah mengakibatkan ketimpangan dan rasa ketidakadilan

bahkan ancaman keutuhan wilayah negara dan persatuan nasional.

Gagasan pembentukan DPD tidak terlepas dari adanya tuntunan

demokratis, bahwa pengisian anggota lembaga negara senantiasa dapat mengikut

sertakan rakyat pemilih, sehingga keberadaan utusan daerah dan utusan golongan

dalam komposisi MPR yang semula ditunjuk oleh unsur pemerintah diganti

dengan pembentukan DPD.

Pembentukan DPD juga terlekati dengan semakin maraknya tuntutan

penyelenggaraan otomi daerah, yang jika tidak dikendalikan dengan baik berujung

pada tuntutan separatisme, sehingga DPD dibentuk sebagai representasi

kepentingan rakyat didaerah.Dalam pada itu, DPD juga terembani hakikat sebagai

lembaga negara yang memiliki fungsi intregrasi sebagaimana diamanatkan sila

ketiga pancasila, yakni”Persatuan Indonesia”, sehingga setiap kepentingan daerah

senantiasa dalam koridor”Negara kesatuan republik Indonesia(NKRI)”.

35
3.Keterwaikilan dan Tata cara Pemilihan

Sistem Distrik Berwakil Banyak,Sistem distrik boleh di katakan sebagai

system pemilihan yang paling tua, yang didasarkan atas kesatuan geografis

(wilayah). Disebutkan dalam UU No. 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum

Anggota DPR, DPD, dan DPRD, Pasal 5 : (2) Pemilu untuk memilih anggota

DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak. Sistem ini merupakan

pengembangan atau variasi dari system Distrik. Pada Sistem Distrik, satu

distrik/daerah pemilihan (Dapil) memilih satu wakil tunggal atas dasar suara

terbanyak, sementara untuk system distrik berwakil banyak telah ditetapkan

bahwa jatah kursi anggota DPD adalah empat kursi untuk setiap dapil yaitu tiap-

tiap Provinsi, tidak peduli besar kecilnya wilayah, dan banyak sedikitnya

penduduknya. Penentuan caleg DPD terpilih, adalah langsung merengking siapa

yang meraih suara terbanyak pertama, kedua, ketiga dan keempat.

Pada dasarnya, tidak ada system pemilu yang sempurna mewujudkan

keterwakilan rakyat, masing-masing system memiliki kelebihan dan kekurangan.

Yang perlu menjadi catatan adalah bahwa bobot suatu system pemilu lebih

banyak terletak pada nilai-nilai demokratis didalamnya, dalam artian sejauh mana

pemilu dapat memberikan hak kepada setiap pemilih untuk memberikan suaranya

sesuai dengan keyakinan pilihannya, dan bagaimana setiap kontestan pemilihan

akan memperoleh dukungan secara adil, yaitu peluang yang sama bagi setiap

kandidat untuk berkompetisi secara fair guna meraih kemenangan yang

bermartabat.

36
Berikut sesi tanya jawab antara audiens dengan narasumber:

PENANYA(AUDIENS)

1.SIDIQ

-bisakah anda jelaskan tentang wacana pembubaran DPD RI?

PENJAWAB (NARASUMBER)

-wacana akan pembubaran DPD RI sangatlah menuai pro dan kontra namun sudah

di tegaskan oleh wakil president jusuf kalla bahwa hal tersebut bukan pembubaran

melainkan melakukan perubahan dan menurut ketua DPR RI ade komarudin

wacana pembubaran tersbut jangan melakukan hanya pembicaraan saja melainkan

adanya melalui kajian yang mendalam.

PENANYA (AUDIENS)

2.Aang Oktama

-Bagaimana peranan DPD dalam memperjuangkan aspirasi rakyat?

PENJAWAB (NARASUMBER)

-DPD memang harus berteriak untuk kesejahteraan rakyat. Bukan hanya sekedar

berteriak untuk yang belum tentu bisa memberi kontribusi untuk rakyat tapi

seolah-olah malah hanya mementingkan kepentingan golongan dan keluarga

besarnya saja,DPD memiliki fungsi improvisasi dan kontrol terhadap pemerintah

melalui menteri.Maka itulah fungsi kita di DPD yang merupakan asal kita dari

rakyat, yang dipilih oleh rakyat dan tugas kita sebagai wakil rakyat untuk

kepentingan rakyat,Pancasila belum jadi etos dan nilai moral para pengambilan

37
kebijakan di negeri ini. Secara prosedur semuanya mengatakan pro Pancasila.

Tapi secara fungsional dan substansinya mereka berlawanan dengan nilai moral

yang terkandung dalam nilai moral pancasila tersebut.

B.KOMISI YUDISIAL(KY)

Pada pembahasan yang berikutnya menegaiKomisi Yudisial penulis


mencoba membahas tentang Komisi Yudisial dalam mewujudkan hakim
berintegritas yang disampaikan oleh Dr.sumartoyo,S.H.,M.HUM.

1.Pengenalan institusi

Sebelum terbentuknya Komisi Yudisial (KY), pembentukan lembaga


pengawas peradilan sebenarnya sempat digagas. Misalnya, Majelis Pertimbangan
Penelitian Hakim (MPPH) dan Dewan Kehormatan Hakim (DKH).

MPPH yang telah diwacanakan sejak tahun 1968 berfungsi memberikan


pertimbangan dan mengambil keputusan terakhir mengenai saran-saran dan/atau
usul-usul yang berkenaan dengan pengangkatan, promosi, kepindahan,
pemberhentian, dan tindakan/hukuman jabatan para hakim yang diajukan, baik
oleh Mahkamah Agung maupun oleh Menteri Kehakiman. Sayangnya, ide
tersebut menemui kegagalan sehingga tidak berhasil menjadi materi muatan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman.

Sementara Dewan Kehormatan Hakim (DKH) yang tertuang dalam


Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 berwenang mengawasi perilaku hakim,
memberikan rekomendasi mengenai perekrutan, promosi, dan mutasi hakim, serta
menyusun kode etik (code of conduct) bagi para hakim.

Melalui Amendemen Ketiga Undang–Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945 pada tahun 2001 disepakati tentang pembentukan Komisi

38
Yudisial. Ketentuan mengenai Komisi Yudisial diatur dalam Pasal 24B Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Maksud dasar yang
menjadi semangat pembentukan Komisi Yudisial disandarkan pada keprihatinan
mendalam mengenai kondisi wajah peradilan yang muram dan keadilan di
Indonesia yang tak kunjung tegak.

Komisi Yudisial karenanya dibentuk dengan dua kewenangan konstitutif,


yaitu untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang
lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,
serta perilaku hakim. Selanjutnya, dalam rangka mengoperasionalkan keberadaan
Komisi Yudisial, dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang
Komisi Yudisial yang disahkan di Jakarta pada tanggal 13 Agustus 2004.

Eksistensi lembaga negara ini semakin nyata setelah tujuh orang Anggota
Komisi Yudisial periode 2005-2010 mengucapkan sumpah di hadapan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono pada 2 Agustus 2005. Sejak saat itu, kehadiran
Komisi Yudisial semakin nyata dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

2.Komisi Yudisial dalam mewujudkan hakim berintegritas

Strategi Peningkatan Kapasitas Hakim Pembahasan berkaitan dengan

strategi peningkatan kapasitas hakim tidak dapat dipisahkan dengan visi dan misi

dari Komisi Yudisial, sasaran dan arah kebijakan peningkatan kapasitas hakim ,

erta bagaimana strategi yang akan digunakan dalam peningkatan kapasitas hakim,

selanjutnya akan dijabarkan melalui strategi yang digunakan dalam pelatihan

hakim.

39
Visi dan Misi Komisi Yudisial 5 Visi “Terwujudnya Komisi Yudisial yang

bersih, transparan, partisipatif, akuntabel, dan kompeten dalam rangka

mewujudkan hakim bersih, jujur dan profesional”.

1. Meningkatkan kapasitas kelembagaan Komisi Yudisial menjadi lembaga yang


bersih, transparan, partisipatif, akuntabel dan kompeten.

2. Memberikan pelayanan kepada masyarakat dan pencari keadilan secara efektif


dan efisien.

3.Menyiapkan dan merekrut calon hakim agung, calon hakim ad hoc di


Mahkamah Agung dan hakim yang bersih, berilmu, dan berkeadilan.

4.Menjaga kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim secara efektif,


transparan, partisipatif, dan akuntabel.

5.Menegakkan KEPPH secara adil, obyektif, transparan, partisipatif, dan


akuntabel.

Rumusan misi yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas mengupayakan


peningkatan kapasitas hakim adalah rumusan misi angka 3dan angka 4. Dengan
rumusan misi angka 3, Komisi Yudisial bertekad untuk menyiapkan dan
menyeleksi calon hakim agung, hakim ad hoc di Mahkamah Agung dan hakim
dengan integritas moral, kompeten dan sekaligus mampu mengemban amanah
untuk menjadi hakim yang jujur, bersih dan profesional. Sementara dengan
rumusan misi angka 4, Komisi Yudisial bertekad untuk berperan aktif dalam
meningkatkan kapasitas hakim. Peningkatan kapasitas hakim ditunjukan untuk
menambah kemampuan pengetahuan hukum dan komitmen untuk menjaga dan
menegakkan KEPPH sehingga terwujud hakim yang bersih, jujur dan profesional

Metode pelaksanaan yang digunakan dalam penyelenggaraan pelatihan

peningkatan kapasitas hakim dan kegiatan lain yang melibatkan partisipasi hakim

menggunakan metode sebagai berikut:

40
Metode pelaksanaan yang akan dilakukan dalam menyelenggarakan
pelatihan KEPPH, pelatihan tematik dan pelatihan khusus sebagai berikut:

a.Menyusun modul pelatihan.

b.Menjalin kerjasama dengan Diklat Kumdil MA untuk menyelenggarakan


pelatihan.

c.Menyelenggarakan pelatihan TOT. 8 Ibid. Halaman 33-34 180


OptimalisasiWewenang KY dalam Mewujudkan Hakim Berintegritas

d.Menyelenggarakan pelatihan.

e.Monitoring dan evaluasi kegiatan.

Metode pelaksanaan yang akan dilaksanakan dalam penyelenggaraan forum

yudisial adalah sebagai berikut:

a. Menyusun rencana kegiatan forum yudisial.

b. Menyeleksi peserta forum yudisial.

c. Menyelenggarakan kegiatan forum yudisial.

d. Monitoring dan evaluasi kegiatan.

Metode yang akan dilakukan dalam penyediaan bahan bacaan bagi hakim

adalah sebagai berikut:

a. Menganalisis bahan bacaan yang sesuai dengan kebutuhan hakim.

b. Menyeleksi bahan bacaan yang sesuai dengan prioritas kebutuhan hakim.

41
c. Mencetak bahan bacaan terseleksi.

d. Menyebarkan bahan bacaan kepada hakim.

e. Monitoring dan evaluasi kegiatan.

Metode penyediaan situs hakim:

a. Menginventarisasi data berdasarkan kebutuhan.

b. Menyusun desain sistem.

c. Menyusun data dan mengimplementasikan ke dalam sistem.

d. Menguji dan memverifikasi sistem.

e. Perawatan sistem.

Dalam kegiatan peningkatan kapasitas hakim, selain menggunakan metode

pelaksanaan, digunakan juga metode Strategi Komisi Yudisial dalam Peningkatan

Kapasitas Hakim 181 BAB II Optimalisasi Wewenang KY dalam Mewujudkan

Hakim Berintegritas evaluasi.Metode evaluasi merupakan suatu cara yang

digunakan untuk mengukur keberhasilan program yang telah dilaksanakan.

Metode evaluasi disusun berdasarkan kepentingan seseorang, lembaga atau

instansi yang ingin mengetahui apakah program yang telah dilaksanakan dapat

mencapai hasil yang diharapkan.

42
Berikut sesi tanya jawab antara nara sumber dan audiens :

PESERTA (AUDIENS)

1.Bagus Setiyadi

-Apa sanksi yang di kenakan bagi Hakim Komisi Yudisial jika terjadi kasus?

PENJAWAB (NARA SUMBER)

Sanksi yang di jatuhi hukuman bagi hakim yang melanggar kode etik ialah akan

di cabutnya masa kehakiman dan akan di laksankan pemberhentian secara tidak

hormat oleh ketua komisi yudisial jika melanggar terbukti melanggar kode etik

dan pedoman perilaku hakim (KEPPH).

E.UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH JAKARTA.

Universitas Muhammadiyah Jakarta (disingkat menjadi UMJ Premium)

merupakan salah satu perguruan tinggi Muhammadiyahyang berlokasi di Jakarta

berbatasan dengan Tangerang Selatan. Di lingkungan perguruan tinggi

Muhammadiyah, universitas ini termasuk perguruan tinggi swasta tertua dan

pertama yang dimiliki oleh Muhammadiyah, UMJ Premium berdiri sejak 18

November 1955. Universitas ini telah mendapat akreditasi "A" dari BAN-PT pada

tahun 2017 dan Pada tahun 2016, Prof. Dr. H. Syaiful Bakhri, S.H., M.H.

menjabat sebagai rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta.

43
SEJARAH

Asal usul terbentuk universitas ini berawal dari keputusan Konferensi

Majelis Pengajaran Muhammadiyah di Pekalongan. Hasil dari konferensi tersebut

adalah mendirikan sebuah Fakultas Hukum dan falsafah di Padang Panjang pada

18 November 1955. Fakultas tersebut kemudian dipindahkan ke Jakarta pada

tahun 1956, dan dinamai kembali menjadi Perguruan Tinggi Pendidikan Guru.

Perguruan tinggi ini diresmikan pada 18 November 1975.

Perguruan Tinggi Pendidikan Guru ini kemudian diubah menjadi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dan diatur di bawah payung Universitas

Muhammadiyah Jakarta. Beberapa fakultas baru, seperti Fakultas Kesejahteraan

Sosial, dibuka dalam selang waktu tiga tahun kemudian. Pada tahun 1962,

perguruan tinggi ini semakin berkembang dengan pembuatan beberapa fakultas

baru, yaitu Fakultas Hukum, Fakultas Teknik, dan Fakultas Ekonomi. Hingga

tahun 2016, UMJ memiliki sembilan fakultas dan 43 program studi.

KEUNGGULAN

1. Semua program studi terakreditasi oleh BAN-PT/LAM-PTKes.

2. Berpengalaman 60 tahun dalam menyelenggarakan pendidikan Tinggi.

3. Telah melahirkan puluhan ribu Sarjana dan Magister.

4. Pendidikan berkualitas dengan pendidikan S2,S3 dan Guru Besar.

5. Peringkat 53 Nasional dan 3320 Penguruan Tinggi di Indonesia

berdasarkan Menritekdikti No. 492.aM/KP/VIII/20.

6. Peringkat ke 4 dari Perguruan Tinggi se-DKI.

44
7. Memiliki Lahan Seluas kurang dari 13 Hektar.

FAKULTAS/PROGRAM STUDY

 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

o Kesejahteraan Sosial (S1)

o Administrasi Publik (S1)

o Ilmu Politik (S1)

o Ilmu Komunikasi (S1)

o Magister Ilmu Administrasi (S2)

o Magister Ilmu Komunikasi (S2)

 Fakultas Hukum

o Hukum (S1)

o Magister Hukum (S2)

 Fakultas Ekonomi dan Bisnis

o Manajemen (S1)

o Akuntansi (S1)

o Ekonomi Islam (S1)

o Magister Manajemen (S2)

o Magister Akuntansi (S2)

 Fakultas Teknik

o Teknik Sipil (S1)

45
o Teknik Elektro (S1)

o Teknik Kimia (S1)

o Teknik Mesin (S1)

o Teknik Industri (S1)

o Arsitektur (S1)

o Informatika (S1)

o Teknik Otomotif dan Alat Berat (D3)

o Magister Teknik Kimia (S2)

 Fakultas Agama Islam

o Pendidikan Agama Islam (S1)

o Akhwal Asy syakhshiyyah (Hukum Keluarga) (S1)

o Komunikasi Penyiaran Islam (S1)

o Manajemen Perbankan Syari'ah (S1)

o Zakat dan Wakaf (S1)

o PGMI (S1)

o Magister Studi Islam (S2)

 Fakultas Pertanian

o Agroteknologi (S1)

 Fakultas Kedokteran dan Kesehatan

o Kesehatan Masyarakat (S1)

o Kedokteran (S1)

46
o Profesi Dokter (S1)

o Kebidanan (D3)

o Gizi (S1)

o Magister Kesehatan Masyarakat (S2)

 Fakultas Ilmu Pendidikan

o PG PAUD (S1)

o PG SD (S1)

o Pendidikan Matematika (S1)

o Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (S1)

o Pendidikan Bahasa Inggris (S1)

o Pendidikan Olahraga (S1)

o Magister Teknologi Pendidikan (S2)

 Fakultas Ilmu Keperawatan

o Keperawatan (S1)

o Profesi Ners (S1)

o Keperawatan (D3)

o Magister Keperawatan (S2)

 Program Doktoral

o Manajemen Pendidikan Islam (S3)

47
FASILITAS

1. Gedung Milik Sendiri (Swasta)

2. Ruang kuliah ber-AC Premium

3. Perpustakaan

4. Asrama putra dan putri

5. Laboratorium

6. Sarana Olahraga

7. Masjid

8. Area Parkir

9. Bisnis Center

10. Guest House untuk Ortu (Orang Tua) mahasiswa dan mahasiswi

11. Training Center

12. Development Center.

D.MAHKAMAH AGUNG

Pada pembahasan yang berikutnya penulis mencoba membahas tentang

mengenai Mahkamah Agung dengan judul Tugas, Fungsi, dan susunan Organisasi

Mahkamah Agung yang disampaikan oleh salah bapak Dr. Riki Perdana Raya

Waruwu,S.H.,M.H sebagai hakim di Mahkamah Agung.

48
1.Tugas Mahkamah Agung (MA)

menurut undang-undang, sesuai yang diatur dalam UUD 1945 pasal 24C ayat 1

dan 2.

1. Mengadili pada Tingkat Kasasi

Tugas Mahkamah Agung yang utama adalah mengadili pada tingkat kasasi.

Mahkamah Agung bertugas untuk memutus permohonan kasasi terhadap putusan

pengadilan tingkat banding maupun tingkat akhir dari semua lingkungan

peradilan.

2. Menguji Peraturan Perundang-Undangan di Bawah Undang-Undang

terhadap Undang-Undang

Mahkamah Agung juga berwenang menguji peraturan perundang-undangan.

Maksudnya bahwa lembaga MA memiliki tugas untuk menguji peraturan secara

materil terhadap perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-

undang.

3. Menjadi pengawas tertinggi Penyelenggaraan Pengadilan

Tugas MA lainnya adalah berwenang menjadi pengawas tertinggi terhadap

penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan. Hal ini berkaitan

49
dengn fungsi Mahkamah Agung itu sendiri sebagai lembaga penyelenggara

kekuasaan kehakiman.

4. Mengawasi Hakim di Semua Lingkungan Peradilan

Mahkamah Agung juga berwenang untuk mengawasi tingkah laku dan perbuatan

para hakim di dalam menjalankan tugasnya. MA harus mengawasi dengan cermat

semua perbuatan para hakim di semua lingkungan peradilan dalam sistem

kehakiman di Indonesia.

5. Memberi Pertimbangan Hukum pada Presiden

Mahkamah Agung juga memiliki wewenang terkait dengan posisi presiden. Tugas

Mahkamah Agung yakni memiliki wewenang untuk memberikan pertimbangan

hukum kepada presiden dalam hal permohonan grasi, rehabilitasi atau keputusan

lainnya.

6. Mempunyai Wewenang Lainnya yang Diberikan oleh Undang-Undang

Dalam UUD 1945 pasal 24C, dijelaskan juga bahwa Mahkamah Agung memiliki

tugas dan wewenang lainnya yang diberikan dalam undang-undang. Untuk

kepentingan negara dan keadilan, Mahkamah Agung memberi peringatan, teguran

dan petunjuk yang dipandang perlu baik dengan surat tersendiri, maupun dengan

surat edaran.

50
2.Fungsi Mahkamah Agung (MA):

1. Fungsi Peradilan

Fungsi peradilan pada mahkamah agung sangat berkaitan erat dengan fungsi-

fungsi dan juga tugas utama dari seluruh sistem peradilan di Indonesia. Hal ini

menunjukkan bahwa mahkamah agung tak ubahnya merupakan sebuah sistem

pengadilan yang tertinggi, dimana mahkamah agung juga didaulat untuk

melakukan fungsi peradilan, meskipun hanya diperkenankan melakukan proses

peradilan pada tingkat kasasi.

2. Fungsi Pengawasan

Fungsi pengawasan yang dimiliki oleh mahkamah agung ini merupakan sebuah

fungsi dimana mahkamah agung memiliki peran dan juga fungsi sebagai

pengawas dan melakukan proses supervisi terhadap segala bentuk peradilan yang

berjalan di Indonesia, baik itu dari sisi putusan hakim, berbagai macam kasus, dan

juga segala bentuk proses peradilan di Indonesia.

3. Fungsi Mengatur

 fungsi mengaturan atau fungsi mengatur. Hal ini menunjukkan bahwa mahkamah

agung

 Tugas dari Hakim Agung dalam fungsi mengatur ini adalah :

51
 Membuat peraturan acara sendiri apabila hal tersebut dianggap perlu

 Mengatur lebih lanjut mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan peradilan

 Menambahkan aturan tambahan apabila belum terdapat pada undang-undang

yang berlaku di Indonesia

 Sebagai pelengkap atau pengisi kekurangan yang muncul pada saat proses

peradilan sedang berlangsung.

4. Fungsi Nasehat

Fungsi memberikan nasehat ini diberikan kepada mahkamah agung, karena selain

sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia, mahkamah agung juga

merupakan lembaga menjabatnya hakim agung. Sebagai pemegang kuasa

peradilan tertinggi, maka sudah sepantasnya apabila mahkamah agung memiliki

fungsi memberikan nasihat. Fungsi memberikan nasihat merupakan fungsi

sekaligus kewenangan dari mahkamah agung dalam memberikan masukan,

pertimbangan, serta bimbingan, baik kepada seluruh kegiatan dan juga proses

peradilan di Indonesia, dan juga bagi kapala Negara dalam menjalankan wilayah

eksekutifnya.

5. Fungsi administratif

Fungsi administratif pada mahkamah agung ini dilakukan untuk memberikan

segala bentuk pertimbangan dan juga hal-hal yang sifatnya administratif, sepeerti

pemberian sanksi, menjadi pengawas, dan juga membuat regulasi-regulasi serta

kode etik yang harus dipegang teguh dan peraturan dalam proses persidangan

yang sedang berlangsung.

52
Berikut sesi tanya jawab antara nara sumber dan audiens

PESERTA (AUDIENS)

1.Wendi

-bagaimana Syarat menjadi hakim Mahkamah Agung?

PENJAWAB (NARA SUMBER)

Hakim Agung adalah pimpinan dan hakim anggota pada Mahkamah Agung

Republik Indonesia. Hakim agung ditetapkan oleh Presiden Republik

Indonesia dari nama calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat atas

usulan Komisi Yudisial. Usia pensiun hakim agung adalah 70 tahun. Jumlah

hakim agung menurut undang-undang maksimal 60 orang. Hakim agung dapat

berasal dari sistem karier atau sistem nonkarier.

Untuk dapat diangkat menjadi hakim agung, calon hakim agung memenuhi syarat:

 hakim karier:

1. warga negara Indonesia;

2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

3. berijazah magister di bidang hukum dengan dasar sarjana hukum atau

sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum;

4. berusia sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) tahun;

5. mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan

kewajiban;

53
6. berpengalaman paling sedikit 20 (dua puluh) tahun menjadi hakim,

termasuk paling sedikit 3 (tiga) tahun menjadi hakim tinggi; dan

7. tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat

melakukan pelanggaran kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim.

 nonkarier:

1. memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1, angka

2, angka 4, dan angka 5 (syarat hakim karier);

2. berpengalaman dalam profesi hukum dan/atau akademisi hukum

paling sedikit 20 (dua puluh) tahun;

3. berijazah doktor dan magister di bidang hukum dengan dasar sarjana

hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum;

dan

4. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan

tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun

atau lebih.

54
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa masing-masing lembaga/institusi telah mempunyai tugas dan wewenang

tersendiri dan dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab, sehingga dalam

penyelenggaraan pemerintahan akan terlaksana seperti apa yang dicita-citakan

oleh bangsa Indonesia sesuai dengan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,

dan hal itu harus didukung oleh sarana dan prasarana yang baik dan memadai,

Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan yang terpenting adalah moral yang

baik dari pejabat itu sendiri. Apabila suatu kondisi negara telah lengkap sarana

dan prasarana serta telah memiliki Sumber Daya Manusia yang berkulitas, jika

tidak diikuti dengan moral pejabat yang baik, maka negara tersebut cenderung

anarkis, sewenang-wenang dan hanya menyengsarakan rakyat.

B. Saran

Dari pembahasan diatas maka penulis memberikan saran bahwa:

1. Hendaknya ada hubungan koordinasi antara lembaga-lembaga yang berwenang

dalam menyelesaikan dan menjalankan tugas yang di pertanggung jawabkan

kepada lembaga tersebut.

55
2. Hendaknya lembaga negara yang berwenang dalam menyelesaikan masalah

bekerja secara suguh-sungguh, professional dan bertindak sesuai dengan aturan

hukum yang berlaku.

3. Seharusnya pemerintah lebih serius menagani kasus-masalah kode etik dan

perilaku hakim agar tidak ada hakim yang keluar dari koridor kode etiknya.

4. Hendaknya dalam magang istitusional selanjutnya lebih terfokus untuk belajar

mengenai cara kerja lembaga-lembag tinggi negara,yang bekaitan dengan

hukum,dan diperbanyak lgi kunjungan ke lembaga-lembaga negra bukan hanya

jalan-jalan semata.

5. Dengan berjalannya tugas dan fungsi lembaga-lembaga tersebut dengan baik

dan selalu berpegang teguh kepada kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha ESA, bersama pemerintah membawa bangsa kearah yang dicita-citakan

rakyat Indonesia.

56
DAFTAR PUSTAKA

1. Sember literatur bersumber dari buku terbitan, ,KOMISI

YUDISIAL,DPD RI, MAHKAMAH AGUNG,DAN, UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH JAKARTA

2. Website resmi mahkamah agung https://www.mahkamahagung.go.id/

3. Website resmi komisi yudisial,www.Komisi Yudisial.com

4. Website resmi DPD-RI,www.Dewan perwakilan daerah RI.co.id

5. Website resmi UMJ https://umj.ac.id/

6. Referensi print out dari mahkamah yudisial.

7. Buku undang-undang no 5 tahun 1999.

57
BIODATA

NAMA : DELIA HAFSARI

NPM : 1880740185

SEMESTER : VI ( enam)

FAKULTAS : HUKUM

JURUSAN : ILMU HUKUM

TEMPAT DAN TANGGAL LAHIR : BENGKULU, 05 OKTOBER 1992

PEKERJAAN : MAHASISWA

AGAMA : ISLAM

PENDIDIKAN :- SD NEGERI 21 BENGKULU

-SMP N 18 BENGKULU

-SMA PLUS NEGERI 7 ,BENGKULU

-FAKULTAS HUKUM

-UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

BENGKULU

ALAMAT : JL BAKTI HUSADA BLOK B2 NO 13

LINGKAR BARAT BENGKULU

58
LAMPIRAN

A.Gedung DPD RI 05 AGUSTUS 2019

59
B.Komisi Yudisial (06 Agustus 2019)

60
C.Mahkamah Agung (7 agustus 2019)

61
4.Universitas muhammadiyah Jakarta

62
63
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN................................................................. ii

KATA PENGANTAR............................................................................. 1

DAFTAR ISI............................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1

BAB II Deskripxsi Institusi Secara Umum.............................................. 4

A. Dewan Perwakilan Daerah (DPD).................................................... 4

B. Komisi Yudisial(KY)……............................................................... 6

C. Universitas Muhammadiyah Jakarta(UMJ)......................................17

D. Mahkamah Agung (MA)...................................................................22

BAB III Deskrifsi Institutional Secara Khusus..................................... 33

A. Dewan Perwakilan Daerah(DPD)................................................... 33

B. Komisi Yudisial (KY)………………............................................ 38

C. Universitas Muhammadiyah jakarta (UMJ).................................. 43

D. Mahkamah Agung (MA)................................................................... 48

BAB IV Penutup ............................................................................... 55

A. Kesimpulan ............................................................................ 55

B. Saran ...................................................................................... 55

C. Lampiran ................................................................................ 59

D. Biodata …................................................................................ 58

64

Anda mungkin juga menyukai