Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendekatan psikoanalisi dikembangkan oleh Sigmund Freud (1856-1939).


Sigmund Freud merupakan orang Jerman keturunan Yahudi 6 Mei 1985 di Freiberg
dan meninggal di London 32 September 1939. Psikoanalisis mulai diperkembangkan
oleh Freud pada buku pertamanya yaitu penafsiran atas mimpi (Dream Interpretation)
pada tahun 1900.

Psikoanalisis juga merupakan suatu metode penyembuhan yang bersifat


psikologis dengan cara-cara fisik. Tokoh utama psikoanalisa ialah Sigmun Freud.
Konsep Freud yang anti rasionalisme mendasari tindakannya dengan motifasi yang
tidak sadar, konflik dan simbolisme sebagai konsep primer. Manusia secara esensial
bersifat biologis, terlahir dengan dorongan-dorongan insting, sehingga perilaku
merupakan fungsi yang didalam kearah dorongan itu. Manusia bersifat tidak rasional,
tidak sosial, dan perduli terhadap dirinya dan orang lain. Libido mendorong manusia
kearah pencarian kesenangan, libido terbagi menjadi dua yaitu, eros sebagai dorongan
untuk hidup dan tanos sebagai dorongan untuk mati.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah psikoanalisis ?
2. Bagaimana pandangan tentang manusia ?
3. Apa saja konsep dasar psikoanalisis ?
4. Apa struktur atau organisasi kepribadian ?
5. Apa tujuan konseling ?
6. Apa saja peran dan fungsi konselor ?
7. Apa saja teknik-teknik konseling ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pandangan mengenai manusia menurut teori psikoanalisis.
2. Untuk mengetahui teknik-teknik konseling menurut psikoanalisis.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendahuluan
Pendekatan Psikoanalisis dalam konseling merepresentasikan tradisi utama
dalam konseling dan psikoterapi temporer. Konseling psikoanalisis memberikan
perhatian terhadap kemampuan konselor untuk menggunkan apa yang terjadi, dalam
hubungan antara konseli dan konselor yang bersifat segera dan terbuka dalam rangka
mengeksplorasi tipe perasaan dan dilema hubungan yang mengakibatkan kesulitan
bagi konseli dalam kehidupannya sehari-hari (McLeod, 2006, p. 90). pendekatan
psikoanalisis merupakan pendekatan yang banyak mempengaruhi timbulnya
pendekatan-pendekatan lain dalam konseling.
Teori psikoanalisis juga merupakan teori kepribadian yang paling
komprehensif yang mengemukakan tentang tiga pokok pembahasan yaitu stuktur
kepribadian, dinamika kepribadian, dan perkembangan kepribadian (Alwisol, 2004, p.
15). psikoanalisis sering juga disebut dengan psikologi Dalam, karena pendekatn ini
berpendapat bahwa segala tingkah laku manusia bersumber pada dorongan yang
terletak jauh dalam alam ketidaksadaran. Selain itu, psikoanalisis banyak digunakan
secara bergantian dengan istilah Psikodinamik, karena menekankan pada dinamika
atau gerak dorong- mendorong antara alam ketidaksadaran dan alam kesadaran,
dimana alam ketidaksadaran mendorong untuk muncul kedalam alam kesadaran
(Alwisol, 2004, p. 17).1

B. Sejarah Psikoanalisis
Psikoanalisis dikembangkan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Sigmund
Freud merupakan orang Jerman keturunan Yunani lahir 6 Mei 1856 di Freiberg dan
mninggal di London 23 September 1939. Psikoanalisis mulai dikembangkan oleh
Freud pada buku pertamanya yaitu Penafsiran atas Mimpi (Dream Interpretation)
pada tahun 1900. Freud menjelaskan istilah Pikoanalisis dalam arti yang berbeda-
beda. Salah satu penjelasan yang terkenal terdapat dalam sebuah artikel yang ia tulis
pada tahun 1923. Pada artikel tersebut membedakan tiga arti psikoanalisis, yaitu :

1
Gantina komalasari, ” teori dan teknik konseling “.( Jakarta, PT INDEKS. 2018) hal 57.

2
1. Istilah Psikoanalisis dipakai untuk menunjukan suatau metode penelitian terhadap
proses-proses psikis (misalnya mimpi) yang sebelumnya hampir tidak terjangkau oleh
penelitian ilmiah.
2. Istilah ini juga menunjukkan suatu teknik untuk mengobati ganguan-ganguan psikis
yang dialami oleh pasien neurosisi.
3. Istilah yang sama dipakai pula dalam arti yang luas lagi, untuk menunjukkan seluruh
pengetahuan psikologis yang diperoleh melalui metode dan teknik.
Istilah psikoanalisis mula-mula hanya dipergunakan pada hal-hal yang
berhubungan dengan Freud saja, sehingga psikoanalisis dan psikoanalisis Freud
memiliki arti yang sama. Hal ini disebabkan karena murid-murid Freud yang
mengembangkan teori psikoanalisis yang sejalan maupun tidak, pada umumnya
menggunakan istilah atau nama yang bereda untuk menunjukkan identitas ajaran
mereka. Seperti Carl Gustav Jung dan Alfred Adler yang menciptakan Psikologi
Analitis (analiytical psychology) dan Psikologi Individual (individual Psychology).
Namun, sejak psikoanalisis menjadi mode yang tersebar luas, istilah psikoanalisis
digunakan tidak saja pada hal-hal yang bersangkutan dengan Freud (Bertens, 2006, p.
4). Sampai akhir abad ke-19, ilmu kedokteran berpendapat bahwa semua gangguan
psikis berasal dari salah satu kerusakan organis dalam otak. Belum banyak penelitian
yang meneliti area afektif yang menyebabkan ganguan psikis.
Psikoanalisismerupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh dalam
mengubah pendapat tentang penyebab gangguan psikis (Beetens, 2006, p. 6-7).

C. Pandangan Tentang Manusia


Aliran Freudian memandang manusia sebagai makhluk deterministik. Menurut
Freud, tingkah laku manusiatentukan oleh kekuatan irasional, motivasi bawah sadar
(unconsiousness motivation), dorongan (drive) biologis dan insting, serta kejadian
psikoseksual selama enam tahun pertama kehidupan (Thompson, et, al., 2004, p. 77;
Corey, 1986, p. 12).
Insting merupakan pusat dari pendekatan yang dikembangkan Freud.
Walaupun Freud pada dasarnya menggunakan istilah libido yang mengacu pada
energi seksual, ia mengembangkan istilah ini menjadi energi seluruh insting
kehidupan. Instin-insting ini bertujuan untuk sebagai pertahanan hidup individu dan
manusia, berorientasi pada pertumbuhan, perkembangan dan kreativitas. Libido
dipahami sebagai sumber motivasi yang lebih luas dari sekedar energi seksual. Freud

3
memasukkan tingkah laku yang bertujan mendapatkan kesenangan dan menghindari
kesakitan merupakan libido (Corey, 1986, p. 12).
Freud juga mengemukakan tentang konsep insting mati (death instincts), yang
berhubungan dengan dorongan agresif (aggresive drive). Ia mengatakan bahwa
manusia memanifikasikan insting mati (death instincts) ini melalui tingkah laku
seperti keinginan bahwa sadar untuk mati atau menyakiti diri sendiri atau orang lain.
Freud percaya bahwa dorongan seksual agresif adalah kekuatan yang menentukan
tingkah laku manusia (Corey, 1986, p. 12). Insting hidup (Life instincts), untuk
mempertahankan hidup, berorientasi pada pertumbuhan, perkembangan, dan
kreativitas. Semua tindakan bertujuan memperoleh kesenangan dan menghindari rasa
sakit. Walaupun terdapat konflik antara life insticts (Eros) dan death instincts
(Thanatos), individu bukan korban dari agresi dan self-destruction karena kedua
insting tersebut. Pada buku Civilization and the Discontets (1930; 1962), Freud
mengindikasikan bahwa tantangan utama bagi manusia adalah bagaimana manusia
mengelola dorongan agresifnya (Corey, 1986, p. 12).
Selanjutnya Freud melihat individu pada dasarnya adalah setan (evil) dan
korban (victim) dari insting yang harus menyeimbangkan dengan kekuatan sosial
untuk memberikan struktur dimana individu dapat berfungsi. Untuk mencapai
keseimbangan, individu harus memiliki pemahaman mendalam tentang kekuatan yang
memotivasi mereka untuk betingkah laku (Thompson, et.al., 2004, p. 77).
Menurut teori Psikoanalisis, onsep dasar manusia berputas sekitar psychic
determinism dan unconcious mental processes. psychic determinism bahwa fungsi
mental atau kehidupan mental merupakan manifestasi logis yang secara terus menerus
dari hubungan kausatif antara keduanya. Menurut Freud, tidak satupun peristiwa
terjadi scara random dan kebetulan, semuanya memiliki sebab dan akibat dari
peristiwa yang terjadi. Selanjutnya unconsious mental process adalah apa yang ada
dalam pikiran dan tubuh yang tidak kita ketahui, dibawah level kesadaran, sehingga
manusia seringkali tidak mengerti perasaan dan tingkah lakunya sendiri (Thompson,
et. al., 2004, p. 78).
Freud percaya bahwa konflik yang tidak terpecahkan, represi, dan free floating
anxiety (kecemasan) pada umumnya berjalan bersamaan. Kesakitan dan konflik tidak
dapat diselesaikan pada level kesadaran karena ditekan, dikibur dan dilupakan kelevel
unconciousness (ketidaksadaran), sehingga untuk menyelesaikan masalahnya hanya
dapat diselesaikan dengan membuka konflik awal. Hal ini dapat dilakukan dengan

4
memanggil kembali ingatan dan mengintegrasikan ingatan yang telah ditekan dengan
fungsi kesadaran individu yang memberikan simtom untuk sembuh dari free floating
anxiety (Thompson, et.al., 2004, p, 78).

D. Konsep Dasar Psikoanalisis


Pendekatan psikoanalisis memiliki ciri-ciri, antara lain: menekankan pada
pentingnya riwayat hidup konseli (perkembangan psikoseksual), pengaruh dari
implus-implus genetik (instink), pengaruh energi hidup (libido), pengaruh pengalaman
dini idividu, dan pengaruh irasionalitas dan sumber-sumber ketidaksadaran tingkah
laku. Kontribusi Freud yang terbesar dalam dunia level of consiousness yang
merupakan kunci dalam memahami tingkah laku dan masalah kepribadian. Menurut
Freud, manusia memiliki gambaran jiwa yang dianalogikan seperti gunung es (Corey
1986, p. 12).
Consciousness (kesadaran) berisi ide-ide atau hal-hal yang disadari,
subconsciousness (prakesadaran) berisi ide-ide atau hal yang tidak disadari yang
sewaktu-waktu dapat dipanggil ke level kesadaran; dan unconsciousness
(ketidaksadaran) merupakan bagian terbesar dari gambaran jiwa manusia yang berisi
dorongan-dorongan yang sebagian besar sudah ada sejak lahir yaitu dorongan seksual
dan agresi, sebagian lagi berasal dari pengalaman masa lalu yang pernah terjadi pada
tingkat kesadaran dan bersifat traumatis, sehingga perlu ditekan dan dimasukkan
dalam ketidaksadaran dengan kata lain sudah dilupakan. Dorongan-dorongan
ketidaksadaran bagian terbesar dari kepribadian, ingin muncul dan mendesak terus ke
kesadaran, mempengaruhi tingkah laku, sedangkan tempat diatas sangat terbatas
sekali (Alwisol, 2004, p. 16; Corey, 1986, p. 12).

Bukti-bukti klinis yang membuktikan karena adanya unconsiousness adalah

1. Mimpi sebagai simbol yang merepresentasikan kebutuhan yang tidak


disadari, harapan dan konflik.
2. Keseleo lidah (slip of tongue) dan lupa.
3. Posthypnotic suggestion (sugesti pasca hipnotis).
4. Material derived from free-association techniques (materi yang
didapat dari aplikasi teknik asosiasi bebas), dan
5. Material derived from projective techniques (material yang didapat
dari aplikasi teknik proyektif). (Corey, 1986, p. 14).

5
E. Struktur atau Organisasi Kepribadian
Menurut pandangan psikoanalisis, struktur atau organisasi kepribadian
individu terdiri dari tiga sistem yaitu : id, ego, dan superego. Bila ketiga sistem
bertentangan satu sama lain, individu mengalami kesulitan penyesuaian diri. Tingkah
laku manusia hampir selalu merupakan produk interaksi ketiga sistem tersebut
(Corey, 1986, p. 12).
Id merupakan sistem utama kepribadian. Ketika lahir manusia seluruhnya
terdiri dari id. Id berisi segala sesuatu yang secara psikologis diturunkan, telah ada
sejak lahir termasuk insting yaitu insting mempertahankan hidup (life instinct)
merupakan dorongan seksual atau libido dan dorongan untuk mati (death instinct)
merupakan dorongan agresi (marah, menyerang orang lain, berkelahi) (Corey, 1986,
p. 13). Id adalah rahim tempat ego bekembang. Id adalah sumber utama reservoin atau
cadarangan dari energi-energi psikis dan merupakan penggerak ego dan superego
yang berhubungan erat dengan proses-proses jasmani, dari mana energi berasal
(Thompson, et.al., 2004, p. 80). Id juga disebut kenyataan psikis yang sebenarnya,
karena id merupakan pencrminan penghayatan supjektif dan tidak mengenal
kenyataan objektif karena berada dilevel kitaksadaran (uncounscious), irasional dan
tidak teroganisir.
Untuk menghilangkan rasa sakit dan mendapat kenikmatan, id mempunyai dua
proses, yaitu :
1. Tindakan refleks
Tindakan reflek adalah reaksi otomatis dan bawaan, seperti bersin dan
berkedip. Id tidak bisa membedakan realitas dan bukan realitas.
2. Proses primer adalah menghentikan ketegangan dengan membentuk
khayalan tentang objek yang dapat menghilangkan ketegangan.

Ego merupakan bagian yang memiliki kotak dengan realitas dunia luar. Ego
dapat dianaligika polisi lalu lintas (traffic cop) untuk Id, Superego dan dunia. Tugas
utama ego adalah memediasi antara insting dan lingkungan sekitar. Ego mengontrol
kesadran dan bertindak sebagai sensor (Corey, 1986, p. 13). Ego berfungsi untuk
mewujudkan kebutuhan pada dunia nyata, dan mampu membedakan apa yang ada
dalam diri yang disebut juga dengan proses sekunder.

6
Ego memiliki tiga fungsi, yaitu:

1. Prinsip kenyataan (reality principles)


Prinsip ini bertujuan untuk mencegah terjadi ketegangan sampai ditemukan
objek yang sesuai.
2. Pengujian terhadap kenyataan (reality testing)
Berarti bahwa ego mengontrol semua fungsi kognitif dan intelektual,
menyusun rencana pemenuhan kebutuhan, dan menguji rencana tersebut.
3. Mekanisme pertahanan diri (Defense Mechanism)
Mengendalikan Id dan menghalau implus dan perasaan cemas yang tidak
menyenangkan melalui strategi tingkah laku yang dipilih oleh individu yang
termasuk dalam mekanisme pertahanan diri (Alwisol, 2004, p. 18).

Superego merupakan wewenang moral dari kepribadian dan


merepresikan hal-hal yang ideal, bukan yang real, memperjuangkan
kesempurnaan, bukan kenikmatan, memutuskan benar salah, bertindak sesuai
norma moral masyarakat.

Superego terdiri dari dua bagian yaitu :

1. Suara hati (conscience) yang merupakan sub-sistem seperego, berisi hal-


hal yang menurut orangtua tidak baik dilakukan dan bila dilakukan
mendapat hukuman.
2. Ego Ideal, yaitu wadah yang menampung hal-hal yang diharapkan untuk
dilakukan dan bila dilakukan mendapat hadiah. Dalam proses ini terdapat
introyeksi yaitu proses masuknya suara hati (conscience) dan ego ideal
yang berasal dari pendidikan orangtua kedalam diri individu sehingga
membentuk kontrol diri (Alwisol,2004, p. 18; Thompson, et.al., 2004, p.
81).2

F. Tujuan Konseling
Tujuan utama konseling dalam pola pikir psikoanalisis adalah membuat
kesadaran (concious) hal-hal yang tidak disadari oleh konseli. Hal-hal yang terdapat
dilevel ketidaksadaran dibawa kelevel kesadaran. Ketika hal-hal yang telah

2
Ibid hal 57-65

7
ditekankan dialam ketidaksadaran dimunculkan kembali, maka masalah tersebut dapat
diatasi secara lebih rasional dengan menggunakan berbagai metode (Thompson, et.al.,
2004, p.92).
Secara umum tujuan konseling adalah mengubah perilaku dalam pengertian
yang sangat luas. Dalam pandangan psikoanalisis, tujuan konseling agar individu
mengetahui ego dan memiliki ego yang kuat (ego strength). Hal ini berarti bahwa
konseling akan menempatkan ego pada tempat yang benar yaitu sebagai pihak yang
mampu memilih secara rasional dan menjadi mediator antara id dan superego
(Cottone, 1992).
Ego yang kuat adalah ego yang efektif dalam menghubungkan dan
menemukan kepuasan dari pengaruh-pengaruh libido dari id dan pada saat yang sama
sesuai dengan standart moral yang realistis. Tujuan ini secara rinci dikemukakan oleh
Nelson Jones (1982:100) dalam tiga hal yaitu: bebas dari implus, memperkuatkan
realitas atas dasar fungsi ego, mengganti super ego sebagai realitas kemanusiaan dan
bukan sebagai hukuman standar moral.3

G. Peran dan Fungsi Konselor


Fungsi konselor dalam psikoanalisis sangat dominan. Konselor menentukan
proses dan arah konseling. Peran dan fungsi konselor pada pendekatan psikoanalisis
adalah :
a. Sedikit berbicara tentang dirinya dan jarang sekali menunjukkkan reaksi pribadinya.
b. Percya bahwa apapun perasaan konseli terhadap konselor merupakan produk dari
perasaannya yang diasosiasikan dengan orang yang penting (significant person)
dimasa lalunya,
c. Melakukan analisis terhadap perasaan-perasaan konseli adalah esensi terapi.
d. Menciptakan suasana agar agar konseli merasa bebas mengekspresikan pikiran-
pikiran yang sulit, setelah beberapa kali pertemuan tatap muka. Dengan cara
meminta konseli berbaring disofa dan terapis duduk diarah belakang kepala konseli,
sehinga tidak terlihat.
e. Berupaya agar konseli mendapat wawasan terhadap permasalahan dengan
mengalami kembali dan kemudian menyelesaikan pengalaman masa lalunya.
f. Membantu konseli menemukan kebebasan bercinta, bekerja, dan bermain.

3
Latipun, “Psikologi Konseling” (Malang, UMM pres, 2008) hal 84-85.

8
g. Membantu konseli menemukan kesadaran diri, kejujuran dan hubungan pribadi yang
efektif, dapat mengatasi kecemasan dengan cara realistis, dan dapat mengendalikan
tingkah laku implusif dan irasional.

H. Teknik-Teknik Konseling
Beberapa pendekatan konseling dalam pendekatan psikoanalisis adalah untuk
membuka alam ketidaksadaran (unconsciousness), di antaranya adalah:
a. Teknik Analisis Kepribadian (Case histories)
Pendekatan dinamika penyembuhan gangguan kepribadian dilakukan dengan
melihat dinamika dari dorongan primitif terhadap ego dan bagaimana superego
menahan dorongan tersebut. Apakah ego bisa mempertahankan keseimbangan antara
dorongan id dan superego.4
b. Hipnotis (Hipnosis)
Hipnotis bertujuan untuk mengeksplorasi dan memahami faktor
ketidaksadaran yang menjadi penyebab masalah. Akan tetapi hipnotis telah banyak
ditinggalkan karena tidak semua orang dapat diajak ke alam ketidaksadaran dan
dapat menemukan konflik-konflik dilevel ketidaksadaran. Selain itu, hasil tidak
bertahan lama, karena setelah sadar penyebab masih tetap ada dan mengganggu.
c. Asosiasi Bebas (Free Association)
Asosiasi bebas maksudnya teknik yang memberikan kebebasan kepada klien
untuk mengemukakan segenap perasaan dan pikirannya yang terlintas pada benak
klien, baik yang menyenangkan maupun yang tidak. Klien melepaskan perasaannya
melalui proses katarsis, sehingga dia dapat melepaskan segenap perasaan yang
mengekangnya. Asosiasi bebas ini untuk memudahkan pemahaman konselor
terhadap dinamika psikologis yang terjadi padanya, sehingga dapat membimbing
klien untuk menyadari pengalaman-pengalaman ketidaksadarannya, dan membuat
hubungan-hubungan antara kecemasannya saat ini dengan pengalaman dimasa
lampaunya.
d. Analisis Resistensi (Analysis of Resistance)
Resistensi merupakan sikap dan tindakan klien untuk menolak
berlangsungnya terapi atau mengungkapkan hal-hal yang menimbulkan kecemasan.
Perilaku ini dilakukan sebagai bentuk pertahanan diri. Dalam konseling, konselor

4
Gantina komalasari, ” teori dan teknik konseling “.( Jakarta, PT INDEKS. 2018) hal 78-79.

9
membantu klien mengenali alasan-alasan klien melakukan resistensi. Analisis
resistensi sebaiknya dimulai dari hal-hal yang sangat tampak untuk menghindari
penolakan atas interpretasi konselor.
e. Analisis Transferensi (Analysis of Transference)
Transference merupakan bentuk pengalihan segenap pengalaman masa
lalunya dalam hubungannya dengan orang-orang yang berpengaruh kepada terapis
disaat konseling. Dalam transferensi ini kan muncul perasaan benci, ketakutan
kecemasan dan sebagainya yang selama ini ditekan kemudian diungkapkan kembali,
dengan sasaran konselor sebagai objeknya. Dalam konteks ini konselor melakukan
analisis pengalaman klien dimasa kecilnya, terutama hal-hal yang menghambat
perkembangan kepribadiannya. Dengan analisis transferensi diharapkan klien dapat
mengatasi problem yang dihadapi hingga saat ini.
f. Interpretasi Mimpi
Interpretasi mimpi merupakan teknik dimana klien mengemukakan segenap
mimpi-mimpinya kepada terapis, karena fungsi mimpi adalah ekspresi segenap
kebutuhan, dorongan, keinginan yang tidak disadari akan direpresi dan termanifes
dalam mimpi. Interpretasi mimpi maksudnya klien diajak konselor untuk
menafsirkan manka-makna yang tersirat dalam mimpi yang berhubungan dengan
dorongan ketidaksadaran. 5
g. Interpretasi (Interpretation)
Interpretasi merupakan pengembangan dari teknik asosiasi bebas. Terdapat
tiga aspek yang diinterpretasi yaitu, mimpi (dreams), parapraxia, dan humor. Pada
saat melakukan interpretasi , konselor membantu konseli memahami peristiwa dari
masa lalu dan sekarang. Interpretasi menyangkut penjelasan dan analisis berbagai
pikiran, perasaan dan tindakan konseli.
Menurut Freud, mimpi mengepresikan pemenuhan harapan-harapan (wish
fulfillment). Menurut pendekatan psikoanalisis terdapat tiga jenis mimpi, yaitu :
1. Mimpi yang bermakna, yang berisi hal-hal yang rasional.
2. Mimpi yang sangat berbeda dengan kejadian yang terjadi dalam kehidupan
individu.
3. Mimpi yang tidak logis dan tidak masuk akal.

5
Latipun, “Psikologi Konseling” (Malang, UMM pres, 2008)

10
Freud berpendapat bahwa mimpi membuka harapan dan keinginan yang tidak
terpenuhi. Mimpi dapat menjaga individu dari kesakitan. Ketika individu tidur,
pertahanan diri menjadi lebih rendah dan keinginan dan perasaan yang dilarang
Superego dapat dikeluarkan lewat mimpi (Thompson, et.al.,2004, p. 94). Pada analisis
mimpi konseli secara sadar sepenuhnya diajak untuk mengeskplorisasi
ketidaksadarannya dengan menganalisis mimpinya. Analisis harus menyadari yang
nyata atau kelihatan (manifest content) dan arti yang tersembunyi yang sesungguhnya
(latent content).

Parapraxia disebut juga dengan Freudian slips, yaitu alasan yang


dikemukakandengan sengaja (consciously excused) sebagai kesalahan yang tidak
berbahaya, tetapi melalui keceplosan (slip) ini Id mendorong hal-hal yang telah
ditekan dalam ketidaksadaran (unconsciousness) ke level kesadaran (consciousness).
Menurut psikoanalisis, setiap perbuatan yang dilakukan individu seperti melupakan
nama orang tua dan teriris pisau mengandung motivasi ketidaksadaran
(unconsciousness) (Thompson, et.al., 2004, p. 95).

Adapun humor seperti candaan lucu (jokes), kata-kata lucu (puns) dan satir
merupakan cara yang dapat diterima norma sosial dimana ketidaksadaran mencari
jalan untuk masuk ke level kesadaran. Hal-hal yang diterima dalam humor
merupakan ekspresi dari pikiran yang ditekan yang biasanya merepresentasikan id
dan superego. Karena pikiran tentang hal-hal yang berbau seksual biasanya ditekan
dan dilarang superego, banyak candaan lucu (jokes) yang berorientasi sosial sebagai
cara mengekspresikan pikiran-pikiran seksual yang ditekan karena tabu dibicarakan
secara terbuka (Thompson, et.al., 2004, p. 95). Misalnya orang suka berceloteh dan
bercerita yang mengandung usur seksual, menurut Psikoanalisis memiliki dorongan-
dorongan seksual yang ditekan oleh superego sehingga cerita dan kata-kata yang
mengandung unsur seksual merupakan ventilasi penyaluran dorongan Id.

11
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Psikoanalisis dikembangkan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Sigmund Freud


merupakan orang Jerman keturunan Yunani lahir 6 Mei 1856 di Freiberg dan mninggal di
London 23 September 1939. Psikoanalisis mulai dikembangkan oleh Freud pada buku
pertamanya yaitu Penafsiran atas Mimpi (Dream Interpretation) pada tahun 1900. Insting
merupakan pusat dari pendekatan yang dikembangkan Freud. Walaupun Freud pada
dasarnya menggunakan istilah libido yang mengacu pada energi seksual, ia
mengembangkan istilah ini menjadi energi seluruh insting kehidupan. Menurut
pandangan psikoanalisis, struktur atau organisasi kepribadian individu terdiri dari tiga
sistem yaitu : id, ego, dan superego. Bila ketiga sistem bertentangan satu sama lain,
individu mengalami kesulitan penyesuaian diri.

12
DAFTAR PUSTAKA

Latipun. 2008. Psikologi Konseling. Malang: UMM pres.

Komalasari Gantina dkk.2018.Teori Dan Teknik Konseling. Jakarta: PT INDEKS.

13

Anda mungkin juga menyukai