Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT BLUMMER

Diajukan untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah


IAD & ISBD ( Ilmu Alamiah Dasar dan Ilmu Sosial Budaya Dasar )

Dosen Pengampu:
ARIEF DWI SAPUTRA

Oleh:
Ade Setiawan 1902032001
Linda Anjar Setiani 1902030005
Muhammad Kholil 1902030008

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
TAHUN 1441 H/2019 M

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, dan Hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Harapan penulis
semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca.
Makalah ini penulis akui masih banyak kekurangan karena pengalaman
yang penulis miliki sangat kurang. Oleh karena itu penulis harapkan kepada
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaannya.
Dalam penulisan makalah ini penulis mengucapkan banyak terima kasih
yang sebesar-besarnya, kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
penyusunan ini semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal Amin.

Metro, Oktober 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 1
C. Tujuan ......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................... 3
A. Profil Herbert George Blumer ..................................................... 3
B. Premis-Premis Interaksionisme Blumer ...................................... 4
C. Ide-Ide Dasar Interaksionisme Simbolik Blumer...................... 5
D. Masyarakat Sebagai Interaksionisme Simbolik .......................... 9
BAB III PENUTUP ............................................................................... 11
A. Kesimpulan.................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori interaksi simbolik bermula dari interaksionisme simbolik yang
digagas oleh George Herbert Mead yakni sebuah perspektif sosiologi yang
dikembangkan pada kisaran pertengahan abad 20 dan berlanjut menjadi
beberapa pendekatan teoritis yaitu aliran Chicago yang diprakarsai oleh
Herbert Blumer, dalam aliran Iowa yang diprakarsai oleh Manford Kuhn, dan
aliran Indiana yang diprakarsai oleh Sheldon Stryker.Ketiga pendekatan teoritis
tersebut mempengaruhi berbagai bidang disiplin ilmu salah satunya ilmu
komunikasi. Teori interaksi simbolik dapat diterima dalam bidang ilmu
komunikasi karena menempatkan komunikasi pada baris terdepan studi
eksistensi manusia sebagai makhluk sosial.Interaksionisme simbolik sebagai
perspektif sosiologi dapat kita runut asal mulanya saat idealisme Jerman atau
pre-Sokratik, dan mulai berkembang pada akhir abad 19 dan awal abad 20 yang
ditandai dengan berbagai tulisan dari beberapa tokoh seperti Charles S. Peirce,
William James, dan John Dewey. Interaksionisme simbolik lahir ketika
diaplikasikan ke dalam studi kehidupan sosial oleh para ahli sosiologi seperti
Charles H. Cooley, W.I. Thomas, dan George Herbert Mead.
Dikarenakan pemikiran Mead tidak pernah dapat dipublikasikan, Herbert
Blumer kemudian mengumpulkan, menyunting, dan mempublikasikan
pemikiran Mead ke dalam sebuah buku bertajuk Mind, Self, and Society (1937)
sekaligus memberikan nama dan mengenalkan istilah teori interaksi simbolik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Profil Herbert George Blummer?
2. Apa Saja Premis-Premis Interaksionisme Blumer?
3. Apa Saja Ide-Ide Dasar Interaksionisme Simbolik Blumer?
4. Bagaimana Masyarakat Sebagai Interaksionisme Simbolik?

1
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Profil Herbert George Blummer?
2. Untuk Mengetahui Premis-Premis Interaksionisme Blumer?
3. Untuk Mengetahui Ide-Ide Dasar Interaksionisme Simbolik Blumer?
4. Untuk Mengetahui Masyarakat Sebagai Interaksionisme Simbolik?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Profil Herbert George Blumer


Blumer lahir 7 Maret 1900 di St Louis, Missouri. Ia dibesarkan di
Webster Groves, Missouri, bersama orang tuanya dan ia bersekolah di Webster
Groves High School dan kemudian melanjutkan diperguruan tinggi University
of Missouri 1918 sampai 1922. Setelah lulus, dia mendapatkan posisi mengajar
di University of Missouri, tapi pada tahun 1925 ia pindah ke Universitas
Chicago di mana ia sangat dipengaruhi oleh psikolog sosial George Herbert
Mead, dan sosiolog Thomas dan Robert Park. Pada 1928 ia menerima gelar
doktor dari University of Chicago, di mana ia datang di bawah pengaruh
akademik George Herbert Mead, WI Thomas, dan Robert Park. Setelah lulus ia
menerima posisi mengajar di Universitas Chicago, di mana ia tetap sebagai
profesor sampai 1952. Ia menghabiskan dua puluh tahun terakhir karir
mengajar, 1952-72, sebagai Ketua Sosiologi di University of California di
Berkeley. Blumer aktif di sepak bola profesional selama tujuh tahun, dianggap
sangat sebagai penengah dalam negosiasi tenaga kerja, dan dilaporkan memiliki
banyak hubungan dengan anggota adegan kejahatan terorganisir Chicago.
Herbert George Blumer adalah seorang sosiolog Amerika yang
kepentingan ilmiah utama adalah interaksionisme simbolik dan metode
penelitian sosial. Dimana ia berpendapat bahwa individu menciptakan realitas
sosial mereka sendiri melalui tindakan kolektif dan individual, Blumer adalah
seorang penerjemah avid dan pendukung kerja George Herbert Mead pada
interaksionisme simbolik. Dari seluruh karyanya, ia berpendapat bahwa
penciptaan realitas sosial merupakan proses yang berkesinambungan.
Blumer merupakan seorang wakil utama dari perspektif interaksi simbol
yang berlawanan dengan pendekatan yang menekankan pada kategori-kategori
stuktur sosial. Blumer, murid Mead itu berpegang dan mengembangkan tekana
Mead yang fundamental pada proses interaksi yang terus menerus, melalui
proses ini individu menginterpretasikan lingkungannya. Saling

3
menginterpretasikan dan berembuk tentang arti-arti bersama atau definisi
tentang situasi yang dimiliki bersama.1

B. Premis-Premis Interaksionisme Blumer


Sebagaimana dinyatakan oleh Margareth M. Poloma bahwa Blumer
mengidentifikasi tiga premis interaksionisme simbolik, yakni :
Premis pertama menunjukkan bahwa tindakan individu sangat
bergantung kepada pemaknaan terhadap sesuatu objek. Makna berasal dari
pikiran individu bukan melekat pada objek.
Contoh :
Warna Merah berarti sosialis-komunis, tetapi juga berarti keberanian.
Bagi ummat Kristen tanda salib justru sesuatu yang disakralkan, tetapi bagi
orang-orang muslim hal itu tidak bermakna sakral. Sekali lagi, hal ini
menunjukkan bahwa makna bukan sesuatu yang inheren dalam objek tetapi
diciptakan oleh individu.
Premis kedua menunjukkan bahwa makna muncul dengan adanya
interaksi dengan orang lain. Walaupun makna muncul dari pikiran masing-
masing orang, tetapi hal itu tidak ada atau muncul begitu saja, tetapi melalui
pengamatan kepada individu-individu lain yang sudah lebih dulu mengetahui.
Blumer menjelaskan bahwa “bagi seseorang, makna sesuatu berasal dari cara-
cara orang lain bertindak terhadapnya dalam kaitannya dengan sesuatu itu”.
Contoh :
Orang kampung yang baru sampai di kota, tentu mengalami banyak hal
yang baru dalam hal simbol tindakan yang berlaku di masyarakat. Karena itu,
dia harus banyak mengamati perilaku orang-orang yang telah lebih dulu atau
penduduk asli kota itu untuk mengetahui simbol-simbol asing itu.
Yang terakhir, bahwa makna bukan sesuatu yang final tetapi selalu dalam
proses pemaknaan yang terus-menerus. Dalam hal ini, individu harus jeli dalam
menilai symbol yang diperlihatkan orang lain. Hal ini agar mampu
mengantisipasi tindakan orang lain.

1
Kamanto, Sunarto. 2000. Pengantar Sosiologi Edisi Kedua. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. h, 45.

4
Contoh :
Seseorang memberi hadiah kepada kita bisa dimaknai sebagai “bentuk
kebaikan” dia kepada kita. Apabila hal itu dilakukan terus-menerus dan di luar
kewajaran, maka kita harus mempertanyakan kebaikan itu dalam arti “mencoba
memaknai perilaku itu dengan makna yang berbeda”, ada apa dengan kebaikan
itu?
Blumer mengutarakan tentang tiga prinsip utama interaksionisme
simbolik, yaitu tentang pemaknaan (meaning), bahasa (language), dan pikiran
(thought).2

C. Ide-Ide Dasar Interaksionisme Simbolik Blumer


Menurut Blumer manusia merupakan aktor yang sadar dan refleksi,
yang menyatukan objek-objek yang diketahuinya melalui apa yang
disebut Blumer sebagai proses self-indication. Self-indication adalah proses
komunikasi yang sedang berjalan dimana individu mengetahui sesuatu,
menilainya, memberinya makna, dan memutuskan untuk bertindak berdasarkan
makna itu. Proses self-indication ini terjadi dalam konteks sosial dimana
individu mencoba mengantisipasi tindakan-tindakan orang lain dan
menyesuaikan tindakannya sebagaimana ia menafsirkan tindakannya itu.
Tindakan manusia penuh dengan penafsiran dan pengertian. Tindakan-tindakan
mana saling diselaraskan dan menjadi apa yang disebut kaum fungsionalis
sebagai struktur sosial. Blumer lebih senang menyebut fenomena ini
sebagai tindakan bersama, atau pengorganisasian secara sosial tindakan-
tindakan yang berbeda dari partisipan yang berbeda pula.
Blumer menegaskan prioritas interaksi kepada struktur dengan
menyatakan bahwa proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang
menciptakan dan menghancurkan aturan-aturan, bukan aturan-aturan yang
menciptakan dan menghancurkan kehidupan kelompok.

2
Poloma, M. 2000. Sosiologi Kontemporer. Jakarta : Raja Grafindo Persada. H, 29.

5
Individu bertindak selaras demi menyanggah norma-norma atau aturan
perilaku. Kaum struktural fungsional mengatakan bahwa manusia merupakan
produk dari masing-masing masyarakatnya; kaum interaksi simbolis
menekankan sisi yang lain yaitu bahwa struktur sosial merupakan hasil interaksi
manusia.
Interaksionisme simbolik yang diketengahkan Blumer mengandung
beberapa ide dasar yang dapat diringkas sebagai berikut :
1. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi. Kegiatan tersebut saling
bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa yang dikenal
sebagai organisasi atau struktur sosial
2. Interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan
kegiatan manusia lain.
3. Objek-objek, tidak mempunyai makna yang intrinsik, makna lebih
merupakan produk interaksi simbolis. Objek-objek dapat diklasifikasikan
dalam tiga kategori yang luas:
b. Objek fisik seperti meja atau mobil
c. Objek sosial seperti ibu,guru
d. Objek abstrak seperti nilai-nilai, hak,peraturan
4. Manusia tidak hanya mengenal objek eksternal, mereka dapat melihat
dirinya sebagai objek. Jadi, seorang pemuda dapat melihat dirinya sebagai
mahasiswa , suami, dan seorang yang baru saja sebagai ayah.
5. Tindakan manusia adalah tindakan interpretatif yang dibuat oleh manusia
itu sendiri.
6. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota-anggota
kelompok ; hal ini disebut sebagai tindakan bersama yang dibatasi sebagai
organisasi sosial dari perilaku tindakan-tindakan.3

3
Sarmini. 2002. Teori-Teori Antropologi. Surabaya: Unesa University Press. H, 52.

6
Blumer dan pengikutnya menghindarkan kuantitatif dan pendekatan
ilmiah dan menekankan riwayat hidup, autobiografi, studi kasus, buku harian,
surat, dan nondirective interviews. Blumer sangat menekankan pentingnya
pengamatan peserta di dalam studi komunikasi.
Interaksi simbolik, menurut Herbert Blumer, merujuk pada karakter
interaksi khusus yang berlangsung antar manusia. Aktor tidak semata-mata
bereaksi terhadap tindakan yang lain tetapi dia menafsirkan dan mendefinisikan
setiap tindakan orang lain. Respon aktor baik secara langsung maupun tidak
langsung, selalu didasarkan atas makna penilaian tersebut. Oleh karenanya,
interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol penafsiran atau
dengan menemukan makna tindakan orang lain. Dalam konteks itu, menurut
Blumer, aktor akan memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokan, dan
mentransformasikan makna dalam kaitannya dengan situasi di mana dan ke arah
mana tindakannya.
Teori interaksionisme simbolik sangat menekankan arti pentingnya
“proses mental” atau proses berpikir bagi manusia sebelum mereka bertindak.
Tindakan manusia itu sama sekali bukan stimulus – respon, melainkan stimulus
– proses berpikir – respons. Jadi, terdapat variabel antara atau variabel yang
menjembatani antara stimulus dengan respon, yaitu proses mental atau proses
berpikir, yang tidak lain adalah interpretasi. Teori interaksionisme simbolik
memandang bahwa arti/makna muncul dari proses interaksi sosial yang telah
dilakukan. Arti dari sebuah benda tumbuh dari cara-cara dimana orang lain
bersikap terhadap orang tersebut.4
Teori interaksionisme simbolik mempelajari sifat interaksi yang
merupakan kegiatan sosial dinamis manusia. Bagi perspektif ini, individu
bersifat aktif, reflektif dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang
rumit dan sulit diramalkan. Paham ini menolak gagasan bahwa individu adalah
organisme pasif yang perilakunya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan struktur
yang ada di luar dirinya. Interaksilah yang dianggap variabel penting yang
menentukan perilaku manusia, bukan struktur masyarakat.

4
Ibid., h, 61.

7
Esensi interaksionisme simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan
ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna.
Perspektif ini berupaya untuk memahami perilaku manusia dari sudut pandang
subjek. Teori ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai
proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku
mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra
interaksi mereka. Manusia bertindak hanya berdasarkan definisi atau penafsiran
mereka atas objek-objek di sekeliling mereka. Dalam pandangan perspektif ini,
sebagaimana ditegaskan Blumer, proses sosial dalam kehidupan kelompok
yang menciptakan dan menegakkan aturan-aturan, bukan aturan-aturan yang
menciptakan dan menegakkan kehidupan kelompok.
Interaksi simbolik menunjuk pada karakter interaksi husus yang
berlangsung antar manusia. Herbert Blumer menyatakan, aktor tidak semata-
mata bereaksi terhadap tindakan yang lain, tetapi dia menafsirkan dan
mendefinisikan setiap tindakan orang lain tersebut. Respon individu, baik
langsung maupun tidak langsung, selalu didasarkan atas penilaian tersebut.
Dengan demikian interaksi antar manusia dijembatani oleh penggunanan
simbol-simbol penafsiran atau dengan menemukan makna tindakan orang
lain. Blumer mengatakan, bahwa manusia itu memiliki kedirian dimana ia
membuat dirinya menjadi objek dari tindakannya sendiri, atau ia bertindak
menuju pada tindakan orang lain. Kedirian itu dijembatani oleh bahasa yang
mendorong manusia untuk mengabstaraksikan sesuatu yang berasal dari
lingkunganya.
Dari dua pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan, masyarakat itu
terdiri dari individu-individu yang memiliki kedirian mereka sendiri, tindakan
individu merupakan suatu konstruksi dan bukan sesuatu yang lepas begitu saja,
tindakan kolektif itu terdiri ats beberapa sususan tindakan sejumlah individu.
Blumer menegaskan bahwa metodologi interaksi simbolik merupakan
pengkajian fenomena sosial secara langsung. Tujuannya memperoleh gambaran
lebih jelas mengenai apa yang sedang terjadi dalam lapangan subyek penelitian,
dengan sikap yang selalu waspada atas urgensi menguji dan memperbaiki
observasi-observasi. Hasil observasi itu disebut Blumer sebagai

8
tindakan “pemekaran konsep” (menambah kepekaan konsep yang digunakan).
Sedangkan Prinsip metodologi interaksi simbolik ini sebagai berikut:5
a. Simbol dan interaksi itu menyatu. Tak cukup bila kita hanya merekam fakta.
Kita juga harus mencari yang lebih jauh dari itu, yakni mencari konteks
sehingga dapat ditangkap simbol dan makna sebenarnya.
b. Karena simbol dan makna itu tak lepas dari sikap pribadi, maka jati diri
subyek perlu “ditangkap”. Pemahaman mengenai konsep jati diri subyek
yang demikian itu adalah penting.
c. Peneliti harus sekaligus mengkaitkan antara simbol dan jati diri dengan
lingkungan yang menjadi hubungan sosialnya. Konsep jati diri terkait
dengan konsep sosiologis tentang struktur sosial, dan lainnya.
d. Hendaknya direkam situasi yang menggambarkan simbol dan maknyanya,
bukan hanya merekam fakta sensual.
e. Metode-metode yang digunakan hendaknya mampu merefleksikan brentuk
perilaku dan prosesnya.
f. Metode yang dipakai hendaknya mampu menangkap makna dibalik
interaksi.
g. Sensitizing, yaitu sekadar mengarahkan pemikiran, itu yang cocok dengan
interkasionisme simbolik, dan ketika mulai memasuki lapangan perlu
dirumuskan menjadi yang lebih operasional, menjadi scientific concepts.

D. Masyarakat Sebagai Interaksionisme Simbolik


Bagi Blummer studi masyrakat harus merupakan studi dari tindakan
bersama, ketimbang prasangka terhadap apa yang dirasanya sebagai sistem
yang kabur dan berbagai prasyarat fungsional yang sukar dipahami. Masyarakat
merupakan hasil dari interaksi simbolis dan aspek ini yang harus merupakan
masalah bagi para sosiolog. Bagi Blummer keistimewaan pendekatan kaum
interaksionis simbolis ialah manusia dilihat saling menafsirkan atau membatasi
masing-masing tindakan mereka dan bukan hanya saling bereaksi kepada setiap
tindakan itu menurut mode stimulus respon. Seseorang tidak langsung memberi
respon pada tindakan orang lain, tetapi didasari oleh pengertian yang diberikan

5
Ibid., h, 73.

9
kepada tindakan itu. Blummer menyatakan, dengan demikian interaksi manusia
dijembatani oleh simbol-simbol, oleh penafsiran, oleh kepastian makna dari
tindakan-tindakan orang lain. Dalam melihat masyarakat Blummer menegaskan
dua perbedaan kaum fungsional struktural dan interaksional simbolis.6

6
Ibid., h, 75.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Herbert George Blumer adalah seorang sosiolog Amerika yang
kepentingan ilmiah utama adalah interaksionisme simbolik dan metode
penelitian sosial. Dimana ia berpendapat bahwa individu menciptakan realitas
sosial mereka sendiri melalui tindakan kolektif dan individual, Blumer adalah
seorang penerjemah avid dan pendukung kerja George Herbert Mead pada
interaksionisme simbolik. Dari seluruh karyanya, ia berpendapat bahwa
penciptaan realitas sosial merupakan proses yang berkesinambungan.
Teori interaksionisme simbolik sangat menekankan arti pentingnya
“proses mental” atau proses berpikir bagi manusia sebelum mereka bertindak.
Teori interaksionisme simbolik mempelajari sifat interaksi yang
merupakan kegiatan sosial dinamis manusia. Bagi perspektif ini, individu
bersifat aktif, reflektif dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang
rumit dan sulit diramalkan. Paham ini menolak gagasan bahwa individu adalah
organisme pasif yang perilakunya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan struktur
yang ada di luar dirinya. Interaksilah yang dianggap variabel penting yang
menentukan perilaku manusia, bukan struktur masyarakat.
Blumer menegaskan bahwa metodologi interaksi simbolik merupakan
pengkajian fenomena sosial secara langsung. Tujuannya memperoleh gambaran
lebih jelas mengenai apa yang sedang terjadi dalam lapangan subyek penelitian,
dengan sikap yang selalu waspada atas urgensi menguji dan memperbaiki
observasi-observasi. Hasil observasi itu disebut Blumer sebagai
tindakan “pemekaran konsep” (menambah kepekaan konsep yang digunakan).

11
DAFTAR PUSTAKA

Kamanto, Sunarto. 2000. Pengantar Sosiologi Edisi Kedua. Jakarta: Lembaga


Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Sarmini. 2002. Teori-Teori Antropologi. Surabaya: Unesa University Press.

Poloma, M. 2000. Sosiologi Kontemporer. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

12

Anda mungkin juga menyukai