Anda di halaman 1dari 20

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Data laporan keuangan dari perusahaan LQ 45 yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia Periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2016. Hasil pengolahan

data berupa informasi untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh

profitabilitas (ROA) terhadap Debt Equity Ratio (DER) dengan variabel kontrol

Dividen Payout Ratio (DPR), Size, Non Debt Tax Shild (NDTS), dan Tangible

Asset (TA).

Sesuai dengan permasalahan dan perumusan model yang telah

dikemukakan, serta kepentingan pengujian hipotesis, maka teknik analisis yang

digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis deskriptif dan analisis statistik.

Analisis statistik merupakan analisis yang mengacu pada perhitungan data

penelitian yang berupa angka-angka yang dianalisis dengan bantuan komputer

melalui program SPSS. Sedangkan analisis deskriptive merupakan analisis yang

menjelaskan gejala-gejala yang terjadi pada variabel-variabel penelitian untuk

mendukung hasil analisis statistik.


4.1. Analisis Deskriptif

Berikut akan dijelaskan analisis deskriptif yiatu menjelaskan deskripsi

data dari seluruh variabel yang akan dimasukkan dalam model penelitian. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1
Hasil perhitungan Mean dan Standar Deviasi
dari variabel-variabel penelitian
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DER t 205 .11 2.33 .8634 .51736
ROA t-1 205 -8.82 41.62 10.5066 9.21130
DPR 205 .00 75400.00 409.6728 5264.43442
SIZE 205 13.2353369 19.1222970 16.294115713 1.1545371403
NDTS 205 .0008241 .1224129 .029068029 .0212872483
TA 205 .0004466 .8626678 .282657639 .1932618639
Valid N (listwise) 205
Sumber : Data Sekunder diolah, 2007

Dari tabel 4.1 diatas dapat dijelaskan bahwa nilai Debt Equity Ratio

(DER), selama periode penelitian memiliki nilai minimum sebesar 0,11 artinya

bahwa kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya yaitu sebesar

0,11% dari total ekuitasnya. Nilai maksimum sebesar 2,33 artinya kemampuan

perusahaan tertinggi dalam memenuhi kewajibannya sebesar 2,33% dari total

ekuitasnya. Nilai rata-rata sebesar 0,863 artinya dari 41 perusahaan LQ 45 yang

terdaftar di Bursa Efek Jakarta selama periode penelitian, rata-rata kemampuan

perusahaan dalam memenuhi kewajibannya sebesar 0,863% dari total ekuitasnya.

Nilai ini menunjukkan bahwa hutang perusahaan rata-rata jauh dibahwa nilai

ekuitasnya.

Analisis Deskriptive pada variabel Return On Asset (ROA), menunjukkan

bahwa selama periode penelitian variabel ini memiliki nilai minimum sebesar -

8,82 artinya bahwa perusahaan ini mengalami kerugian yaitu sebesar 8,82% dari
total aktivanya. Nilai maksimum sebesar 41,62 artinya perusahaan mampu

menghasilkan laba sebesar 41,62% dari total aktivanya. Nilai rata-rata sebesar

10,51 artinya dari 41 perusahaan LQ 45 yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta

selama periode penelitian, rata-rata mampu menghasilkan laba sebesar 10,51%

dari total aktivanya. Sedangkan standar deviasi sebesar 9,2113 artinya selama

periode penelitian, ukuran penyebaran dari variabel Return On Asset (ROA),

adalah sebesar 9,2113 dari 205 kasus yang terjadi.

Pada Variabel Dividen Payout Ratio (DPR) bahwa selama periode

penelitian memiliki nilai maksimum sebesar 75400 artinya bahwa dari 41

perusahaan sampel, dividen terbesar yang dibayarkan kepada pemegang saham

adalah sebesar 75400 dari laba per lembar sahamnya. Nilai rata-rata sebesar

409,67 artinya bahwa selama periode penelitian, perusahaan LQ 45 di BEJ rata-

rata membayar dividen sebesar 409,67 dari laba per lembar sahamnya. Sedangkan

standar deviasi sebesar 5264,43 artinya selama periode penelitian, ukuran

penyebaran dari variabel Dividen Payout Ratio (DPR) adalah sebesar 5264,43 dari

205 kasus yang terjadi.

Pada Variabel Size bahwa selama periode penelitian memiliki nilai

minimum sebesar 13,24 artinya bahwa perusahaan ini memiliki ukuran

perusahaan terkecil dimana ukuran perusahaan ini hanya sebesar 13,235 (log).

Nilai maksimum sebesar 19,12 artinya bahwa dari 41 perusahaan sampel, total

asset sebagai proxy Size tertinggi adalah sebesar 19,12 (log). Nilai rata-rata

sebesar 16,29 artinya bahwa selama periode penelitian, perusahaan ini memiliki

rata-rata total asset sebesar 16,29 (log). Sedangkan standar deviasi sebesar 1,1545
artinya selama periode penelitian, ukuran penyebaran dari variabel Size (SIZE)

adalah sebesar 1,1545 dari 205 kasus yang terjadi.

Analisis deskriptive pada variabel rasio Non debt tax shild (NDTS),

menunjukkan bahwa selama periode penelitian variabel ini memiliki nilai

minimum sebesar 0,00082 artinya bahwa perusahaan ini mengalami depresiasi

terendah yaitu sebesar 0,08% dari total aktivanya. Nilai maksimum sebesar 0,122

artinya perusahaan ini memiliki nilai depresiasi terbesar yaitu sebesar 12,2% dari

total aktivanya. Nilai rata-rata sebesar 0,029 artinya selama periode penelitian,

rata-rata depresaisi adalah sebesar 2,9% dari total aktivanya. Sedangkan standar

deviasi sebesar 0,0212873 artinya selama periode penelitian, ukuran penyebaran

dari variabel Non debt tax shild (NDTS), adalah sebesar 0,0212873 dari 205 kasus

yang terjadi.

Analisis deskriptive pada variabel rasio tangible asset (TA),

menunjukkan bahwa selama periode penelitian variabel ini memiliki nilai

minimum sebesar 0,00045 artinya bahwa perusahaan ini memiliki aktiva tetap

terendah yaitu sebesar 0,045% dari total aktivanya. Hal ini disebabkan karena

perusahaan tersebut sebagian besar aktiva yang dimiliki perusahaan berupa aktiva

lancar. Nilai maksimum sebesar 0,86 artinya perusahaan ini memiliki nilai aktiva

tetap terbesar yaitu sebesar 86% dari total aktivanya. Nilai rata-rata sebesar 0,283

artinya selama periode penelitian, rata-rata aktiva tetapnya adalah sebesar 28,3%

dari total aktivanya. Sedangkan standar deviasi sebesar 0,19326 artinya selama

periode penelitian, ukuran penyebaran dari variabel tangible asset (TA), adalah

sebesar 0,19326 dari 205 kasus yang terjadi.


4.2.Uji Asumsi Klasik

Dalam pengujian hipotesis, terlebih dahulu diuji apakah model tersebut

memenuhi asumsi klasik atau tidak. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui

bahwa penggunaan model regresi berganda dalam menguji hipotesis haruslah

bebas dari bias atau menghindari kemungkinan terjadinya penyimpangan-

penyimpangan regresi pada data penelitian (Ghozali, 2009). Adapun uji asumsi

klasik dalam penelitian ini meliputi :

a. Uji Normalitas

Tujuan uji normalitas adalah untuk menguji apakah dalam sebuah

model regresi, variabel independen, variabel dependen, atau keduanya

mempunyai distribusi normal atau tidak. Suatu model regresi yang baik

adalah yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk

menguji apakah data berdistribusi normal akan digunakan uji statistik non-

parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S) (Ghozali, 2009). Normalitas data

dapat diketahui berdasarkan nilai sig kolomogrov smirnov. Jika hasil

pengujian kolomogrov smirnov lebih besar dari 5% maka dapat

disimpulkan bahwa data yang digunakan terdistribusi normal (Ghozali,

2009). Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2
Uji Normalitas Model Awal
Variabel KS Prob Keterangan
Standardized 3.314 0.000 Tidak Normal
Residual
Sumber : Data sekunder diolah, 2018
Hasil uji Normalitas menunjukkan bahwa nilai Kolmogorov-

Smirnov Test adalah sebesar 3,314 dan probabilitas sebesar 0,000<0,05.

Dengan demikian data penelitian ini tidak berdistribusi normal.

Untuk itu dilakukan pengobatan data, melalui pengeluaran data

outlier, yaitu data yang memiliki Standardized Residual > ± 3. Setelah

dilakukan pengeluaran data outlier, selanjutnya dilakukan uji normalitas

seperti ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3

Uji Normalitas Setelah Pemotongan Data Outlier

Variabel KS Prob Keterangan


Standardized 1.267 0.081 Tidak Normal
Residual
Sumber : Data sekudner diolah, 2018

Setelah dilakukan pemotongan data outler, terlihat bahwa nilai

Kolmogorov Smirnov menjadi 1,267 dengan probabilitas sebesar 0.081>0,05.

Dengan demikian data penlitian ini telah berdistribusi normal.

b. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi

yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Cara

mendeteksi multikolonieritas dilakukan dengan menganalisis matrik korelasi

antar variabel independen dengan perhitungan nilai tolerance dan VIF. Nilai

tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (Karena VIF =
1/tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya

multikolonearitas adalah nilai tolerance 0,01 atau sama dengan nilai VIF 10.

(Ghozali, 2009). Hasil uji multikolinieritas dapat ditunjukkan pada tabel 4.4

berikut:

Tabel 4.4
Uji Multikolinieritas

Variabel Tolerance VIF Keterangan

ROA t-1 0.906 1.104 Tidak ada multikolinieritas

DPR 0.960 1.042 Tidak ada multikolinieritas

SIZE 0.773 1.293 Tidak ada multikolinieritas

NDTS 0.606 1.651 Tidak ada multikolinieritas

TA 0.658 1.520 Tidak ada multikolinieritas

Sumber : Data sekunder yang diolah, 2018

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas nilai VIF untuk seluruh variabel bebas

yang terdiri dari ROA, DPR, Size, NDTS dan TA memiliki nilai VIF dibawah

10 dan Toleran diatas 0,1, sehingga model regresi yang diajukan dalam

penelitian ini tidak mengandung gejala Multikolinieritas

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedatisitas dan jika berbeda

disebut heteroskesdatisitas. Model regresi yang baik adalah yang

homoskesdatisitas atau tidak heteroskesdatisitas. (Ghozali, 2009. Untuk


mendeteksi adanya gejala Heteroskedastisitas digunakan uji Rank Spearman

seperti tampak pada Tabel 4.5:

Tabel 4.5
Uji Heteroskedastisitas

Variabel Rs Probabilias Keterangan


ROA t-1 -0.048 0.498 Tidak ada multikolinieritas
DPR -0.124 0.078 Tidak ada multikolinieritas
SIZE 0.007 0.926 Tidak ada multikolinieritas
NDTS -0.062 0.378 Tidak ada multikolinieritas
TA -0.010 0.889 Tidak ada multikolinieritas
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2018

Berdasarkan uji Rank spearman diperoleh nilai probabilitas masing-

masing variabel nilainya sig>0,05. Dengan demikian demikian model yang

diajukan dalam penelitian ini terbebas dari gejala Heteroskedastisitas

d. Uji Autokorelasi

Uji ini bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada

korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan

pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya) (Ghozali, 2009). Model regresi

yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Ada beberapa cara yang dapat

digunakan untuk mendeteksi masalah dalam autokorelasi diantaranya adalah

dengan Uji Durbin-Watson (DW). Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi,

diukur dengan menggunakan statistik Durbin-Watson (DW). Pengambilan

keputusan ada tidaknya autokorelasi (Ghozali, 2009). Berpedoman pada

N=205 dan jumlah variabel bebas (k) =5, maka diketahui nilai Tabel Durbin

Watson Du=1,820 dan 4-du = 2,180.

Hasil uji autokorelasi ditunjukkan pada Tabel 4.6


Tabel 4.6

Uji Autokorelasi

Kriteria Nilai batasan Hasil DW Hasil DW Regresi

Regresi

DW < Dl DW < 1,718 Ada autokorelasi +

DL<DW<Du 1,718<DW<1,820 Ragu2 /tanpa Kesimpulan

Du < DW < (4-Du) 1,820<DW<2,180 2,020 Tidak ada autokorelasi

(4-Du) < DW<(4-Dl) 2,180<DW<2,282 Ragu2 /tanpa Kesimpulan

DW > (4-Dl) DW > 2,282 Ada autokorelasi -

Berdasarkan hasil olah regresi diketahui bahwa nilai Durbin Watson

sebesar 2,020 yang berada diantara Du=1,820 dan 4-du = 2,180 yaitu berada

pada daerah tidak ada autokorelasi, sehingga disimpulkan bahwa model

regresi ini tidak terjadi Autokorelasi.

4.3.Analisis Regresi Linier Berganda

Untuk mempermudah perhitungan regresi dari data yang cukup banyak

maka dalam penelitian ini diselesaikan dengan bantuan perangkat lunak (soft

were) komputer program SPSS 20.0. Hasil pengujian terhadap model regresi

berganda tentang pengaruh profitabilias terhadap struktur modal dengan variabel

kontrol Firm size, Tangibility, DPR dan NDTS pada perusahaan LQ45 di Bursa

Efek Indonesia. Hasil analisis regresi dapat ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel 4.7
Hasil Estimasi Regresi Linier Berganda

Koef. Regresi (b) t hitung Sig-t Keterangan


Variabel
(Constant) 1.149 2.379 0.018
ROA t-1 -0.024 -6.611 0.000 H1 didukung
DPR 2.21E-08 0.004 0.997
SIZE 0.009 0.284 0.777
NDTS 2.293 1.197 0.233
TA -0.869 -4.291 0.000

N 205
R 0,501
Adjusted R2 0,233
F hitung 13,367

Probabilitas 0,000

4.3.1. Persamaan Model Regresi

Dengan memperhatikan model regresi dan hasil regresi linear berganda

maka didapat persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi Struktur modal

pada perusahaan LQ45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. sebagai

berikut:

DER = 1,149 -0,024 ROA t-1+ 0,0000000221 DPR + 0,009 Size + 2,293

NDTS - 0,869 TA.

Berdasarkan berbagai parameter dalam persamaan regresi mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi Struktur modal, maka dapat diberikan

interpretasi sebagai berikut:

Nilai konstanta sebesar 1,149, yang berarti bahwa jika tidak ada

variabel bebas atau nilai profitabilitas, DPR, ukuran perusahaan, Non debt tax
shield dan struktur aktiva atau X=0, maka besarnya Struktur modal akan

sebesar 1,149.

Nilai koefisien regresi profitabilitas sebesar -0,024 menunjukkan

bahwa setiap peningkatan profitabilitas 1 persen akan menurunkan struktur

modal sebesar 0,024 persen dengan asumsi variabel lain dalam kondisi

konstan. Hal ini berarti semakin besar profitabilitas perusahaan maka semakin

berkurang nilai struktur modalnya.

Nilai koefisien regresi DPR sebesar 0,0000000221 menunjukkan

bahwa setiap peningkatan DPR sebesar 1 persen akan meningkatkan struktur

modal sebesar 0,0000000221 persen dengan asumsi variabel lain dalam

kondisi konstan.

Nilai koefisien regresi struktur aktiva sebesar -0,070 menunjukkan

bahwa setiap peningkatan struktur aktiva 1 persen akan meningkatkan struktur

modal sebesar 0,070 persen dengan asumsi variabel lain dalam kondisi

konstan.

Nilai koefisien regresi ukuran perusahaan sebesar 0,090 menunjukkan

bahwa setiap peningkatan ukuran perusahaan sebesar 1 persen akan

meningkatkan struktur modal sebesar 0,090 persen dengan asumsi variabel

lain dalam kondisi konstan.

Nilai koefisien regresi Non debt tax shield sebesar 2,293 menunjukkan

bahwa setiap peningkatan Non debt tax shield 1 persen akan meningkatkan

struktur modal sebesar 2,293 persen dengan asumsi variabel lain dalam

kondisi konstan.
Nilai koefisien regresi struktur aktiva sebesar -0,869 menunjukkan

bahwa setiap peningkatan struktur aktiva 1 persen akan menurunkan struktur

modal sebesar 0,869 persen dengan asumsi variabel lain dalam kondisi

konstan. Artinya semakin besar struktur aktiva perusahaan maka struktur

modal perusahaan akan semakin kecil.

4.3.2. Uji F

Uji F digunakan untuk menilai tingkat kelayakan model regresi. Dari

Tabel 4.7 di dapat F hitung sebesar 13,367 dengan probabilitas 0,000. Hal ini

menunjukkan bahwa p-value < 0,05, maka model regresi yang digunakan

dalam penelitian ini telah memiliki tingkat kesesuaian model yang baik

(goodness of fit). Hal ini berarti variabel profitabilitas, DPR, ukuran

perusahaan, Non debt tax shield dan struktur aktiva berpengaruh positif dan

signifikan secara bersama-sama terhadap struktur modal Perusahaan LQ45 di

BEI periode 2012-2016.

4.3.3. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi menunjukkan seberapa persen tingkat struktur

modal pada perusahaan LQ45 yang dapat dijelaskan oleh kelima variabel

bebasnya yang ditunjukkan dengan nilai adjusted R Square. Dari Tabel 4.7

tersebut dapat diketahui koefisien determinasi (adjusted R2) sebesar 0,233

maka dapat diartikan 23,3% struktur modal pada perusahaan LQ45 di Bursa

Efek Indonesia dapat dijelaskan oleh kelima variabel bebas yang diteliti yaitu

profitabilitas, DPR, ukuran perusahaan, Non debt tax shield dan struktur

aktiva. Sisanya sebesar 76,7% struktur modal dipengaruhi oleh variabel lain
yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.

4.3.4. Uji T

Uji t dilakukan untuk menguji signifikansi pengaruh secara parsial

variabel independen terhadap variabel dependen.

1. Pengujian Variabel Profitabilitas

Hasil koefisien profitabilitas adalah sebesar -0,024 dan nilai sig-t

sebesar 0,000. Dengan demikian probabilitas < 0,05, maka Ho2 ditolak dan

Ha2 diterima, yang berarti profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap struktur modal pada perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indoensia.

Koefisien regresi negatif membuktikan bahwa semakin tinggi profitabilitas,

semakin rendah struktur modal, dan sebaliknya semakin rendah profitabilitas

semakin tinggi struktur modalnya.

2. Pengujian pada Variabel Kontrol

Hasil pengujian variabel kontrol menunjukkan bahwa hanya tangible

asset yang memiliki pengaruh signifikan terhadap struktur modal. Hal ini

ditunjukkan dengan nilai probabilitas sebesar 0,000<0,05.

Sedangkan untuk varibael kontrol DPR diperoleh probabilitas sebesar

0,997>0,05 menunjukkan bahwa kebijakan dividen tidak berpengaruh

terhadap struktur modal. Begitu juga dengan ukuran perusahaan dan Non debt

tax shield, masing-masing memiliki probabilitas sebesar 0,777>0,05 dan

0,233>0,05, sehingga ukuran perusahaan dan Non debt tax shield tidak
berpengaruh signifikan terhadap struktur modal.

4.4.Pembahasan Hasil Penelitian

4.4.1. Pengaruh Profitabilitas terhadap Struktur Modal.

Hasil pengujian menemukan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif

dan signifikan terhadap struktur modal. Hal ini berarti semakin tinggi

profitabilitas yang dicapai perusahaan, maka semakin rendah struktur

modalnya. Hal ini disebabkan karena dengan tingkat profitabilitas yang tinggi

perusahaan mampu menyediakan dana internal dalam jumlah besar. Sesuai

dengan pecking order theory, apabila dana internal telah mampu memenuhi

sebagian besar kebutuhan dana maka perusahaan dapat menekan hutang. Ini

berarti dana internal merupakan pilihan utama dalam memenuhi sumber

pembiayaan. Semakin tinggi laba yang diperoleh semakin kecil keinginan

perusahaan untuk menggunakan hutang. Hal ini sejalan dengan pendapat Sartono

(2010) yang menyataka bahwa profitabilitas periode sebelumnya merupakan

faktor penting dalam menentukan struktur modal. Dengan laba ditahan

yang besar, perusahaan akan lebih senang menggunakan laba ditahan

sebelum menggunakan hutang. Hasil penelitian mendukung penelitian yang

dilakukan oleh Booth et al. (2001), Sheikh dan Wang (2011), dan Acaravci

(2015) menemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara profitabilitas

dengan struktur modal dimana semakin tinggi tingkat profitabilitas suatu

perusahaan, maka perusahaan tersebut lebih memilih menggunakan sumber

pendanaan internal pada struktur modalnya


4.4.2. Pengaruh Variabel Kontrol terhadap Struktur Modal.

Hasil penelitian menemukan bahwa Struktur Aset berpengaruh

signifikan terhadap struktur modal. Hal ini berarti semakin besar Struktur

Aset maka struktur modal perusahaan akan semakin menurun. Hasil ini

bertentangan dengan Teori pecking order yang memprediksi bahwa

perusahaan memegang lebih aset yang berwujud, akan kurang rentan

menghadapi masalah informasi asimetris dan mengurangi biaya keagenan.

Semakin besar komposisi aktiva tetap perusahaan semakin besar asset-asset

yang dapat digunakan untuk memberikan jaminan hutang, karena kreditur

akan merasa lebih aman jika memberikan pinjaman kepada perusahaan yang

memiliki aktiva tetap dengan porsi yang tinggi, sehingga akan mendapatkan

nilai hutang yang lebih besar dan hal ini akan meningkatkan struktur modal

perusahaan. Berbeda dengan perusahaan yang memiliki jaminan hutang yang

rendah, tentunya jumlah hutang yang diperoleh juga akan kecil. Alasannya

karena rata-rata struktur aktiva pada perusahaan LQ45 masih rnedah yaitu

hanya sebesar 28,5%. Rendahnya struktur aktiva menyebabkan aktiva tetap

perusahaan ini belum dapat dijadikan jaminan hutang untuk memperoleh

hutang jangka panjang yang lebih besar, sehingga penggunaan hutang jangka

panjang ditentukan oleh faktor lainnya.

Hasil yang lain menunjukkan bahwa kebijakan Dividen (DPR) tidak

berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Hal ini disebabkan kebijakan

dividen yang dilakukan pada perusahaan LQ 45 tidak konsisten diberikan

dalam setiap tahunnya, tetapi bervariatif ada 2 tahun sekali, 3 tahun dan lain
sebagainya. Hal ini tentunya menyebabkan kebijakan dividen tidak dijadikan

sebagai rekomendasi dalam menentukan struktur modal perusahaan.

Deangelo et al. (2006) menyatakan bahwa dividen cenderung dibayar oleh

perusahaan yang berada pada tahapan mature dimana kesempatan untuk

berkembangan sudah rendah dan tingkat keuntungan yang diperoleh sudah

tinggi. Sedangkan perusahaan yang berada pada tahapan growth dengan

kesempatan investasi yang tinggi cenderung untuk mempertahankan labanya

daripada membayar dalam bentuk dividen, laba ditahan ini akan terakumulasi.

Pada tahapan mature, ketika kesempatan bisnis tidak lagi banyak dan laba

ditahan sudah tinggi, maka perusahaan akan melakukan pembayaran dividen.

Ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur

modal. Hasil penelitian ini bertentangan dengan pendapat Zonenschain

(1997:9) yang menyatakan bahwa perusahaan yang lebih besar cenderung

memiliki tingkat Leverage yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan

yang lebih kecil, dimana tingkat kebangkrutanya lebih rendah daripada

perusahaan kecil, semakin besar suatu perusahaan, ada kecenderungan untuk

menggunakan jumlah pinjaman yang lebih besar dibandingkan dengan

perusahaan kecil. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang masuk LQ45

jenisnya cukup bervariasi, antara manufaktur dan lembaga keuangan atau

industri lainnya. Struktur hutangnya pun akan berbeda pada perusahaan

lembaga keuangan dan perbankan dengan jenis industri yang lain, karena sifat

dan karakteristiknya. Bank menggunakan hutang jauh lebih tinggi

dibandingkan ekuitas, karena bank sumber dananya sebagian besar berasal


dari dana masyarakat yang terdiri dari Tabungan, Deposito dan surat berharga

lainnya. Sementara perusahaan industri yang lain lebih seimbang antara

ekuitas dan hutangnya.

Begitu pula dengan variabel Non debt tax shield yang merupakan

potongan pajak (tax deduction) yang berupa depresiasi dan investment tax

credit juga tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan.

Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Chen (2003), sari 2013, dan Murhardi

(2009). Rata-rata NDTS pada deskriptif statistik hanya sebesar .029068029

atau besarnya penyusutan sebesar 2,9% dari total assetnya. Tren menurun dari

nilai rata-rata NDTS ini disebabkan nilai penyusutan setiap tahunnya juga

menurun dan umumnya perusahaan memakai metode penyusutan saldo

menurun ganda daripada metode garis lurus sehingga jumlahnya selalu

menurun tiap tahunnya. Selain itu, Biaya depresiasi merupakan biaya non

tunai sebagai arus kas masuk dalam pendanaan internal perusahaan. Semakin

besar depresaiasi, semakin besar sumber dana internal dan semakin kecil

kebutuhan dana eksternal seperti hutang. Keadaan tersebut mengindikasikan

bahwa sumber dana internal yang berasal dari depresiasi tidak berpengaruh

dalam pembiayaan perusahaan, sehingga perusahaan LQ45 di Indonesia

dalam menentukan kebijakan hutang tidak mempertimbangkan pengurang

pajak selain hutang. Penjelasan lain dari hasil ini adalah dengan adanya

aturan perpajakan yang ketat mengenai metode penyusutan yang

diperkenankan dalam penghitungan pajak, maka penghematan pajak yang

bukan bersumber dari hutang tidak berpengaruh terhadap besarnya utang


yang akan digunakan perusahaan (Murhardi, 2009). Apalagi tahun 2016

pemerintah menggalakkan peningkatan pendapatan negara dari pajak

sehingga terjadi perketatan pemasukan nilai depresiasi dalam laporan

laba/rugi suatu perusahaan. Selain itu total depresiasi lebih kecil

dibandingkan dengan total aset atau dengan kata lain aset lancar lebih besar

jumlahnya daripada aset tidak lancar, sehingga NDTS tidak memiliki

pengaruh terhadap penggunaan hutang pada struktur modal perusahaan LQ 45

di Indonesia.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dijelaskan di Bab

terdahulu, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Hasil pengujian menemukan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap struktur modal. Hal ini berarti semakin tinggi profitabilitas

yang dicapai perusahaan, maka semakin kecil struktur modalnya. Perusahaan

yang profitable cenderung menyukai pembiayaan yang berasal dari internal

perusahaan dibandingkan pendanaan yang berasal dari hutang.

2. Hasil penelitian menemukan bahwa Variabel kontrol hanya tangible asset yang

memiliki pengaruh signifikan terhadap struktur modal. Sedangkan untuk

varibael kontrol DPR tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Begitu juga

dengan ukuran perusahaan dan Non debt tax shield, tidak berpengaruh

signifikan terhadap struktur modal.

5.2. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna.

Hal ini disebabkan karena masih terdapatnya keterbatasan penelitian seperti

rendahnya koefisien determinasi yang hanya sebesar 23,3%, sehingga kontribusi

model penelitian ini cukup rendah. Hal ini tentunya dapat menjadi rekomendasi

untuk menambahkan variabel lain dalam model penelitian tersebut.


5.3. Saran

1. Bagi Perusahaan

Bagi perusahaan sebaiknya dalam menentukan kebijakaan hutang

perusahaan harus mempertimbangkan beberapa faktor yang penting bagi

perusahaan yaitu profitabilitas dan struktur aktiva. Perusahaan hendaknya

menurunkan sturktur modalnya jika tingkat profitabilitas sudah cukup baik,

sehingga beban perusahaan yang berasal dari hutang dapat dikurangi dengan

laba perusahaan. Begitu pula jika penggunaan struktur aktiva dapat digunakan

sebagai jaminan untuk menentukan struktur modal yang optimal.

2. Saran Penelitian Lanjutan

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna.

Untuk itu peneliti memberikan saran untuk penelitian selanjutnya sebaiknya

menambahkan variabel lain yang sekiranya dapat menjelaskan struktur modal

misalnya risiko bisnis, pertumbuhan perusahaan, struktur kepemilikan atau

variabel lainnya.

Anda mungkin juga menyukai