PENDAHULUAN
bumi yang sangat aktif bergerak satu terhadap yang lainnya yaitu lempeng
mencapai 13 cm per tahun, dan lempeng Pasifik di bagian Timur yang relatif
1
Pulau Jawa termasuk dalam zona subduksi karena merupakan daerah
1937,1943, 1976, 1981, 2001, dan 2006, dengan jumlah korban besar terjadi
pada tahun 1867, 1943, dan 2006. Pada tahun 2006 terjadi gempabumi di
rusak dan hancur, dan kerugian materi sebesar 683 miliar rupiah
salah satu wilayah yang terkena dampak gempabumi Bantul dan Kebumen,
Kabupaten Kulon Progo. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang
2
tingkat kerentanan wilayah tersebut terhadap gempabumi. Wilayah yang
memiliki nilai indeks kerentanan seismik tinggi berarti wilayah tersebut rentan
to Vertical Spectral Ratio (HVSR) dari data mikrotremor. Metode HVSR ini
Progo.
3
B. Identifikasi Masalah
C. Rumusan Masalah
D. Batasan Masalah
sebagai berikut:
1. Data yang digunakan dalam studi ini berupa data mikrotremor pada
LS –7.942275° LS.
4
3. Pengambilan data mikrotremor mengacu pada aturan yang ditetapkan oleh
seluruh Kabupaten Kulon Progo dengan jarak antar titik sejauh 4 km.
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian
daerah setempat.
5
BAB II
DASAR TEORI
A. Gempabumi
1. Pengertian Gempabumi
dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada
kerak bumi yang disebabkan oleh deformasi batuan. Deformasi batuan terjadi
akibat adanya tekanan dan tarikan pada lapisan bumi yang terus menerus sehingga
terjadi pengumpulan energi dan pada suatu saat batuan pada lempeng tektonik
tidak mampu lagi menahan gerakan tersebut dan terjadilah pelepasan energi yang
berkekuatan kecil juga dapat mengiringi terjadinya gempabumi yang lebih besar
dan dapat terjadi sesudah atau sebelum gempabumi besar tersebut terjadi.
ukuran skala Richter (menunjukkan besarnya energi yang dibebaskan pada pusat
gempa).
6
2. Gelombang Seismik
dibawa oleh gelombang seismik. Hiposentrum adalah titik pada patahan di mana
gelombang seismik dibagi menjadi dua, yaitu body waves dan surface waves.
Body waves adalah gelombang seismik yang berjalan di dalam bumi dan
Body waves merambat dalam badan medium yang berarti dapat pula
1). P wave (primary wave) adalah gelombang longitudinal yang arah gerakan
4
+3μ
= (1)
(N/m), adalah modulus geser (N/m), dan adalah massa jenis (kg/m3).
7
gempa bumi. Gelombang P dapat menjalar pada medium bumi yang padat
maupun cair
2). S wave (Secondary wave) adalah gelombang yang arah gerakan partikel
2008):
= (2)
merambat pada medium bumi yang padat karena cairan dan gas tidak
gelombang ini lebih merusak daripada body waves, karena lebih banyak
menghasilkan pergerakan tanah dan berjalan lambat. Ada dua tipe utama dari
1). Loves waves, gelombang geser yang terpolarisasi secara horizontal dan tidak
8
konstruktif dan pantulan-pantulan gelombang seismik pada permukaan bebas.
pondasinya.
2). Rayleigh waves, gelombang yang lintasan gerak partikelnya menyerupai elips,
a)
b)
c)
d)
e)
9
B. Regional Kulon Progo
Istimewa Yogyakarta yang terletak paling barat dengan batas sebelah barat
dan utara adalah Propinsi Jawa Tengah dan sebelah selatan adalah Samudera
dan 110 1'37" -110 16'26" Bujur Timur. Luas area adalah 58.627,5 km2 yang
wilayah Selatan yang meliputi kecamatan Temon, Wates, Panjatan dan Galur,
3.000 km2 hingga 7.500 km2 dan yang wilayahnya paling luas adalah
berikut:
10
Gambar 3.. Peta Geologi
Geologi Kabupaten Kulon Progo (Rahardjo, 1995).
1. Formasi Nanggulan
Terdiri
erdiri dari batu pasir, sisipan lignit, napal pasiran dan batu lempungan
sampai oligosen atas. Formasi ini tersingkap di daerah Kali Puru dan Kali
Sogo di bagian timur Kali Progo. Formasin Nanggulan dibagi menjadi 3, yaitu
Formasi
masi ini mempunyai batuan penyusun berupa breksi andesit, llapili
11
selaras dengan formasi Nanggulan dengan ketebalan 660 m. Diperkirakan
3. Formasi Jonggrangan
atasnya terdiri dari batu gamping kelabu bioherm diselingi dengan napal dan
batu gamping berlapis. Ketebalan formasi ini adalah 2540 meter. Letak
formasi ini tidak selaras dengan formasi Andesit Tua. Formasi Jonggrangan
4. Formasi Sentolo
napalan dan batu gamping, dan pada bagian bawahnya terdiri dari napal
tuffan. Ketebalan formasi ini sekitar 950 m. Letak formasi ini tak selaras
Formasi ini terdiri dari endapan yang tidak selaras terhadap lapisan
batuan yang umurnya lebih tua. Litologi formasi ini adalah batu pasir vulkanik
Merapi yang juga disebut formasi Yogyakarta. Endapan gumuk pasir terdiri
dari pasir halus maupun kasar, sedangkan endapan alluvialnya terdiri dari
batuan sedimen berupa pasir, kerikir, lanau dan lempung secara berselang–
seling. Dari seluruh daerah Kulon Progo, pegunungan Kulon Progo sendiri
termasuk dalam formasi Andesit tua. Formasi ini mempunyai litologi yang
12
penyusunnya berupa breksi andesit, aglomerat, lapili, tuff, dan sisipan aliran
lava andesit.
C. Mikrotremor
terjadi karena getaran akibat orang yang sedang berjalan, getaran mobil,
frekuensi gempabumi, periodenya kurang dari 0,1 detik yang secara umum
antara 0,05 - 2 detik dan untuk mikrotremor periode panjang bisa 5 detik,
tahan gempa, sebaiknya perlu diketahui periode natural dari tanah setempat
amplifikasi getaran jika terjadi gempa bumi. Mikrotremor juga dapat dipakai
besar atau tanah yang mempunyai periode predominan besar makin lunak atau
lembek sifatnya.
sebaiknya dilakukan pada saat sumber getaran yang lain minimal, misalnya
13
pada waktu malam hari saat aktivitas manusia tidak ada, sehingga diharapkan
waktu yang tepat. Seismograf terdiri dari seismometer, penunjuk waktu yang
akurat, dan perangkat untuk merekam sinyal yang diperoleh dari seismometer.
memiliki tiga detektor yang dapat mendeteksi getaran tanah. Tiga detektor ini
14
digunakan untuk mendeteksi getaran dari dalam tanah dan getaran lain di
sekitar lokasi yang menyentuh tanah. Pada penelitian ini seismometer yang
15
gelombang seismic tremor dilakukan dari 3 komponen, yaitu dua komponen
frekuensi natural dan amplifikasi. Hal ini mempunyai tiga tujuan. Pertama,
16
dengan cara membandingkan antara spektrum komponen horizontal dari
permukaan lunak (Hs) dan spektrum komponen horizontal dari bedrock (Hb).
= (3)
= (4)
antara 0,2-20 Hz, sehingga rasio spektrum dari komponen vertikal dan
mendekati persamaan
=1 (5)
5. Dalam kondisi ini, karena rasio spektrum antara komponen vertikal dan
= = (6)
17
sehingga dapat dirumuskan bahwa
= = (7)
[( ) +( ) ]
= = (8)
a. Transformasi Fourier
∞
( )=∫ ∞
( ) (9)
( ) = ∑∞ ∞ (10)
( ) = ∑∞ ∞ (11)
18
Integralkan kedua sisi dari 0 hingga =2 / , sehingga
∫ ( ) = ∫ ∑∞ ∞ (12)
( )
∫ ( ) = ∑∞ ∞ ∫ (13)
( ) , =
∫ = (14)
0, ≠
diperoleh
∫ ( ) = (15)
= ∫ ( ) (16)
Untuk menghitung koefisien Fourier dari sinyal yang periodik dengan interval
/
= ∫ /
( ) (17)
19
Ketika bertambah besar, akan bertambah kecil maka jarak antar
∞
=∫ ∞
( ) −∞< <∞ (18)
persamaan (9).
periodik atau merupakan deret Fourier (Li Tan, 2008). DFT juga
Oleh karena itu, DFT dapat diaplikasikan untuk analisis frekuensi dari sebuah
rangkaian sinyal domain waktu (Li Tan, 2008). Persamaan DFT diperoleh
dengan cara mengubah notasi integral pada persamaan (16) menjadi notasi
didefinisikan sebagai:
( )= ∑ ( ) (19)
20
dengan = 0, 1, 2, … , − 1 adalah indeks dalam domain frekuensi atau
dihitung dengan DFT, tetapi lebih efisien dengan algoritma yang tidak
mengubah esensi dari DFT itu sendiri (Li Tan, 2008). Sinyal digital yang
jumlahnya dengan 2 maka harus ada zero padding, yaitu menambahkan data
tersebut merujuk pada algoritma FFT radix, yaitu metode dalam FFT yang
digunakan untuk pengolahan sinyal sehingga lebih efisien dan cepat (Li Tan,
( ) ( ) ( )
( ) = (0) + (1) + (2) … + ( − 1) (20)
( )
( )= (2 ) + (2 + 1) (21)
21
( )= (2 ) + (2 + 1) (22)
( )
dengan menggunakan = = maka = , sehingga
( )= (2 ) / + (2 + 1) / (23)
dengan = 0, 1, … , − 1.
Fungsi genap:
Fungsi ganjil:
Setelah domain waktu dibagi dua, maka domain frekuensi juga dibagi
22
( )= ( )+W ( ) = 0, 1, … , −1 (26)
2
dengan cara membagi data menjadi 2 bagian. Selain itu FFT radix-2 dapat
susunan matrik asli yang meliputi matrik domain frekuensi, matrix kernel, dan
(27)
ditunjukkan dengan panah ke atas dan rotasi fasor searah jarum jam, seperti
(28)
23
Struktur dari matrik tersebut untuk mengefisiensikan perhitungan
(29)
matrik pada persamaan (31) dapat dikelompokkan menjadi suku genap dan
(30)
Matrik pada persamaan (30) dapat disusun menjadi matrik yang lebih
24
(31)
dengan cara DFT sebanyak data dibagi menjadi empat bagian seperti pada
persamaan (34).
/ /
( ) ( )
( )= (4 ) W + (4 + 1) W
/ /
( ) ( )
+ (4 + 2) W + (4 + 3) W (32)
Dengan menguraikan suku kedua, ketiga, dan keempat, maka persamaan (32)
/ /
( ) ( )
( )= (4 ) W +W (4 + 1) W
/
( )
+W (4 + 2) W
/
( )
+W (4 + 3) W (33)
25
Setelah membagi waktu menjadi empat, maka frekuensi dibagi empat
menjadi:
/ /
( )
(4 ) W = W / = ( ) (34)
/ /
( )
(4 + 1) W = W / = ( ) (35)
/ /
( )
(4 + 2) W = W / = ( ) (36)
/ /
( )
(4 + 3) = ℎ W / = ( ) (37)
( )= ( )+ ( )+ ( )+ ( ) (38)
menjadi
26
(39)
(40)
(41)
27
G. Penghalusan Data (Smoothing)
data, sedangkan noise dalam hal ini dianggap sebagai frekuensi tinggi yang
dari sebuah sinyal input untuk menghasilkan nilai sinyal output untuk setiap
1997) :
1
[ ]= [ + ] (42)
28
Gambar 6. a). Sinyal input b). Sinyal output dengan 11 titik moving average
c). Sinyal output dengan 51 titik moving average (Smith, 1997)
dan 51.
H. Indeks Kerentanan
mikrotremor yang diukur secara simultan pada struktur dan permukaan tanah.
antara regangan γ dengan bencana yang diakibatkan oleh tanah. Dari data
29
karakter yang tidak linier dan saat > 10000 × 10 tanah akan
= (43)
(Nakamura, 1997):
30
= (44)
(4 )
(Nakamura, 1997):
α = (2 ) (45)
4
= (46)
2
= (47)
terhadap regangan adalah sebesar e% dari gaya statis, maka besarnya regangan
efektif adalah
= (e)α (48)
sehingga
= /( )/100 (49)
Nilai dari mendekati nilai konstan pada daerah yang sangat luas dan
adalah nilai yang ditentukan untuk suatu titik, sehingga dapat dianggap
sebagai indeks kerentanan dari daerah terdeformasi yang mana berguna untuk
I. Kerangka Berfikir
Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode HVSR yang
mikrotremor. Pada metode ini, digunakan dua komponen horizontal dan satu
31
komponen vertikal untuk dibandingkan. Komponen horizontal terdiri dari
setiap titik pengambilan data. Nilai frekuensi predominan dan nilai faktor
32
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Variabel Penelitian
amplifikasi (A)
C. Instrumen Penelitian
1. Perangkat Lunak
33
b. Sassaray-Geopsy untuk menganalisis data mikrotremor yang hasilnya
SAF.
2. Perangkat Keras
titik penelitian.
Seismometer.
seismometer.
34
Gambar 8. Global Positioning System, kabel, Seismometer, Digital
Portable Seismograph
dibuat dengan mengacu pada peta geologi Kabupaten Kulon Progo dengan
7°94’23” LS.
data. Hal ini bertujuan untuk mempermudah saat proses pengambilan data
supaya tidak memerlukan tambahan waktu karena lokasi titik penelitian sudah
horizontal menjadi sedikit berubah ±200 m dari titik awal karena pada
bangunan rumah atau sarana umum. Pemilihan lokasi dan pengambilan data
35
dilakukan sesuai dengan persyaratan teknis survei mikrotremor yang
0.2 30
0.5 20
1 10
2 5
5 3
10 2
berwarna hitam dengan nomor pada peta lokasi yang berjumlah 38 titik
36
penelitian. Peta lokasi pengambilan data mikrotremor berupa peta informasi
37
window dan data yang diambil antara 20 detik – 50 detik. Masing-masing
dengan metode HVSR yang didapat dari akar kuadrat amplitudo spektrum
criteria kurva H/V merujuk pada standar yang ditetapkan oleh SESAME
European Research Project, yang berupa kriteria reliabel dari kurva H/V
f0 > 10/Iw
nc > 200
σA < 2 untuk 0.5 f0 < f < 2 f0 jika f0 > 0.5 Hz atau
σA > 3 untuk 0.5 f0 < f < 2 f0 jika f0 < 0.5 Hz
dengan persamaan:
= /4 (50)
38
Lalu nilai ketebalan lapisan sedimen (H) tersebut dapat digunakan untuk
menggunakan persamaan:
=4 (51)
= ( / ) (1/ ) (52)
Nilai indeks keretanan seismik (Kg) dari semua titik lokasi digunakan
seismik.
F. Algoritma
39
e. Indeks kerentanan seismik (Kg) didapat dengan cara memasukan
persamaan.
40
G. Diagram Alir Penelitian
41
BAB IV
Nilai indeks kerentanan seismik ini berkaitan dengan tingkat kerentanan wilayah
Kabupaten Kulon Progo terhadap risiko bencana gempabumi. Semakin besar nilai
gempabumi semakin besar. Hasil nilai indeks kerentanan seismik (Kg) ini
dipengaruhi oleh frekuensi predominan (f0), faktor amplifikasi (A) dan kecepatan
kecepatan pergeseran gelombang bawah permukaan tanah (Vb), maka nilai faktor
terhadap faktor amplifikasi dan nilai indeks kerentanan seismik, maka diambil
predominan (f0) suatu wilayah terhadap amplifikasi (A) dan nilai indeks
11.
42
Gambar 11. Pengaruh frekuensi predominan (f0) dan faktor amplifikasi (A)
terhadap indeks kerentanan seismik (Kg) berdasarkan hasil
penelitian.
maka ketika nilai frekuensi predominan (f0) besar dan faktor amplifikasi besar,
indeks kerentanan seismik (Kg) akan bernilai besar. Jika frekuensi predominan (f0)
kecil dan faktor amplifikasi (A) besar maka indeks kerentanan seismik (Kg) akan
bernilai besar, dan sebaliknya jika nilai frekuensi predominan (f0) besar dan faktor
amplifikasi (A) kecil maka indeks kerentanan seismik (Kg) akan bernilai kecil.
Nilai frekuensi predominan (f0), faktor amplifikasi, dan indeks kerentanan seismik
predominan, dan indeks kerentanan seismik (Kg) ditunjukkan pada Gambar 12.
43
Gambar 12. Mikrozonasi faktor amplifikasi (A) di Kabupaten Kulon Progo.
faktor amplifikasi pada Gambar 12, nilai amplifikasi antara 1,5– 9 dengan zona
warna biru muda adalah daerah dengan nilai faktor amplifikasi rendah, sedangkan
zona warna merah adalah daerah dengan nilai faktor amplifikasi tinggi. Nilai
Dari 38 titik hasil pengukuran dan pengolahan data, nilai frekuensi predominan
44
Gambar 13. Mikrozonasi frekuensi predominan (f0) di Kabupaten Kulon Progo.
berada pada zona warna merah dan frekuensi predominan rendah berada pada
zona warna biru muda. Nilai frekuensi predominan terbesar terdapat di titik 27
termasuk dalam klasifikasi tanah jenis I yang terdiri dari batuan keras hard sandy
gravel, dan lapisan tanah tua. Kecamatan Pengasih dan Temon termasuk dalam
45
klasifikasi tanah jenis I dan II, di mana tanah jenis II terdiri dari tanah pasir
berbatu keras, alluvial berbatu dengan ketebalan 5 meter. Kecamatan Lendah dan
Panjatan termasuk dalam klasifikasi tanah jenis II dan III, di mana tanah jenis III
terdiri dari pasir, tanah berpasir, tanah liat, dan jenis alluvial. Kecamatan Galur
dan Wates termasuk dalam klasifikasi tanah jenis III dan IV di mana tanah jenis
IV terdiri dari tanah lembek, berupa endapan delta atau endapan lumpur sungai.
4.
terhadap gempabumi adalah kecamatan yang berada pada klasifikasi jenis tanah
III dan IV, karena jenis tanah di wilayah tersebut terdiri dari tanah berpasir, tanah
liat dan tanah lumpur sehingga mudah mengalami likuifaksi saat menerima
seismik, yaitu wilayah yang berada pada klasifikasi jenis tanah III dan IV
46
memiliki nilai indeks kerentanan tinggi. Mikrozonasi indeks kerentanan seismik
kerentanan seismik tinggi terdapat pada zona warna merah dan nilai indeks
kerentanan seismik rendah terdapat pada zona warna biru muda. Nilai indeks
Berdasarkan hasil yang diperoleh, indeks kerentanan seismik dengan nilai rendah
47
sedang antara 4,27×10-6 s2/cm – 6,41×10-6 s2/cm berada di Kecamatan
seismik dengan nilai tinggi antara 7,62×10-6 s2/cm – 11,72×10-6 s2/cm berada di
wilayah pesisir yang tersusun oleh material alluvium, tanah berpasir, tanah liat,
tanah lembek, berupa endapan delta atau endapan lumpur sungai diperoleh nilai
indeks kerentanan seismik tinggi. Sedangkan pada wilayah yang tersusun oleh
material batuan tersier, batuan keras, lapisan tanah tua diperoleh nilai indeks
sangat rendah.
dengan peta kerusakan Kabupaten Kulon Progo akibat gempabumi yang terjadi di
data dari BPBD. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan hubungan antara nilai
48
-7.65
SAMIGALUH
-7.7
GIRIMULYO
-7.75
NANGGULAN
-7.8 KOKAP
PENGASIH
-7.85
TEMON
WATES
-7.9
LENDAH
PANJATAN
GALUR
-7.95
ditunjukkan pada zona warna kuning yaitu Kecamatan Lendah, Galur, dan
Kalibawang yang memiliki nilai indeks kerentanan seismik sedang hingga tinggi,
tetapi pada Kecamatan Wates dan Panjatan yang memiliki nilai indeks kerentanan
Kontruksi bangunan lama tanpa menggunakan cakar ayam lebih mudah rusak
karena tidak mempertimbangkan risiko saat terjadi gempabumi. Selain itu tanah
yang lunak dan tanah yang keras juga mempengaruhi risiko saat terjadi
gempabumi.
49
BAB V
A. Kesimpulan
sebagai berikut.
tinggi.
B. Saran
metode pengolahan data yang lain, sehingga hasil yang diperoleh akan dapat
50
DAFTAR PUSTAKA
Chu, Eleanor, Alan George, 2000. Discrete and Continous Fourier Transforms.
Canada:University of Guelph.
ESDM. (2014). Tanggapan Gempa Bumi Kebumen 27 Januari 2014. Diakses dari
http://www.vsi.esdm.go.id/index.php/gempabumi-a-tsunami/kejadian-
gempabumi-a-tsunami/306-tanggapan-gempa-bumi-kebumen-27-januari-
2014, pada tanggal 11 Mei 2014.
51
Manolakis, Dimitris & Vinay Ingle. 2011. Applied Digital Signal Processing
Theory and Practice. Cambridge : Cambridge University Press.
Pitilakis, K., Gazepis, C., and Anastasiadis, A. 2004. Design Response Spectra
and Soil Classification for Seismic Code Provisions. Canada: 13th World
Conference on Earthquake Engineering.
Rahardjo, W., Sukandarumidi, and Rosidi, H.M.D., 1995. Geological Map of The
Yogyakarta Sheet, Jawa, scale 1:100.000. Geological Research and
Development Centre, Bandung.
Smith, Steven W., (1997). The Scientist and Engineer's Guide to Digital Signal
Processing. San Diego:University of Utah.
Tan, Li. 2008. Digital Signal Processing Fundamentals and Applications. San
Francisco: Elsevier.
52
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Hasil Penelitian.
53
19 -7.836078333 110.075333 2.375 2.51656 11.64 12.2059 1415.55 0.347 0.371082
20 -7.833075 110.11111 2.12 2.195 10.76 11.0105 1091.22 0.387 0.4.05976
21 -7.833653333 110.14743 2.165 2.69929 2.16 2.78606 1047.021 2.098 2.52874
22 -7.833861667 110.183375 3.252 3.97553 4.48 5.17081 1315.315 1.817 2.35262
23 -7.83383 110.216755 3.347 3.71973 5.64 5.93253 976.7158 2.059 2.41749
24 -7.86896 110.074563 4.233 5.36145 1.4 1.50115 2034.316 6.369 9.52956
25 -7.869813333 110.111248 2.853 2.98527 6.72 8.08209 1317.632 0.931 0.847228
26 -7.870061667 110.147278 2.738 3.83321 1.12 1.60792 884.4026 7.662 10.4607
27 -7.869773333 110.183332 2.767 2.92467 13.44 14.0039 925.2428 0.623 0.668344
28 -7.869633333 110.220017 4.593 4.89125 9.24 9.93222 1609.991 1.436 1.51468
29 -7.870365 110.25638 4.39 5.12604 4.44 4.99618 1629.964 2.696 3.26662
30 -7.905723333 110.074735 2.225 3.27026 7 7.54541 775.5383 0.923 1.85024
31 -7.905841667 110.1117 2.716 4.49941 1.04 1.18027 822.7831 8.727 21.1055
32 -7.90591 110.147065 3.373 4.30091 0.96 0.96236 1023.132 11.727 19.0197
33 -7.906191667 110.183468 4.828 5.9501 1.32 1.50115 1576.718 11.338 15.1433
34 -7.905535 110.2201 5.356 6.13194 5.52 6.13989 2258.158 2.330 2.74556
35 -7.906316667 110.255423 2.599 3.00098 3.44 3.79555 907.743 2.190 2.6463
36 -7.940726667 110.14805 2.088 2.64012 3.64 4.06551 617.9705 1.962 2.80876
37 -7.942658333 110.183357 1.91 2.49516 0.76 0.92798 541.051 8.982 12.5537
38 -7.942275 110.219745 2.768 3.71612 1.36 1.51639 858.7865 6.641 10.7358
54
Lampiran 2. Analisis Mikrotremor dengan sofware MATLAB R2010a
55
5. Kemudian menyatukan file SHE,SHN, dan SHZ menjadi satu file
noise dengan panjang data 25 detik atau 2500 data tiap window karena
pada satu file saja menjadi tiga file sehingga 2 komponen horizontal
56
terpisah dengan komponen vertikal. Simpan file dengan format
radix.
12. Kemudian klik run, maka pada workspace akan muncul nilai hasil FFT
menggunakan radix.
57
13. Lalu copy nilai hasil FFT semua komponen tersebut dan paste ke
[]= ∑ [ + ]
58
15. Kemdian untuk mendapatkan nilai HVSR dengan menggunakan
persamaan
( [( ) ( ) ])/
= sehingga didapatkan
16. Untuk memperoleh grafik nilai HVSR dilakukan dengan cara ploting
17. Copy paste terlebih dahulu nilai HVSR ke dalam satu file Excel yang
berbeda dan simpan dengam format HV.xlsx sehingga dalam satu file
59
18. Dengan ploting menggunakan software MATLAB R2010a maka akan
19. Dari grafik maka akan diketahui nilai amplifikasi dan nilai frekuensi
predominan.
20. Proses ini dilakukan untuk semua hasil pengukuran yang dilakukan di
60
Lampiran 3. Analisis Mikrotremor dengan sofware Sassaray-Geopsy
3. Pada kotak kecil Preferences Klik OK, sehingga tampilan software menjadi:
4. Klik import signals, pilih file data SHE,SHN,SHZ kemudian klik Open.
61
5. Kemudian file SHE,SHN,SHZ di blok, klik kanan pilih Table. Untuk
6. Kemudian file SHE, SHN, SHZ di blok lagi, klik kanan pilih Grafik,
7. Klik icon H/V yang tertera pada toolbox software, maka akan muncul H/V
toolbox.
62
8. Pada kotak H/V toolbox terdapat pilihan Time, Processing, dan Output.
Untuk Time pilih pengaturan length windows 25.00 s dan pilih add agar pada
saat melakukan windowing dapat memilih data yang sesuai dengan data yang
pilih smoothing type Konno & Ohmachi sedang utuk Horizontal component
sampai 15.00 Hz dengan Number of samples 375. Kemudian klik start, maka
63
10. Untuk memperoleh data frekuensi dan amplifikasi dari grafik, buka software
Geopsy.
11. Klik Next, pilih Space, lalu Finish, maka akan ditampilkan data nilai
12. Proses ini dilakukan untuk semua hasil pengukuran yang dilakukan di setiap
64
Lampiran 4. Pembahasan dan Grafik hasil analisis data mikrotremor
Hasil nilai dari frekuensi predominan (f0) dan faktor amplifikasi (A)
amplifikasi (A) sebesar 0,961 , dan untuk indeks kerentanan seismik (Kg)
sebesar 0,918. Perbedaan hasil ini dikarenakan metode yang digunakan saat
oleh data yang digunakan pada saat windowing tidak sepenuhnya sama, ada
dibuat grafik frekuensi predominan (f0), faktor amplifikasi (A) yang ditunjukkan
65
1
66
5
67
9
10
11
12
68
13
14
15
16
69
17
18
19
20
70
21
22
23
24
71
25
26
27
28
72
29
30
31
32
73
33
34
35
36
74
37
38
75
Lampiran 5. Program FFT MATLAB R2010a radix-64
X=xlsread('EW.xlsx');
x=X(1:length(X));
M=length(x);
A=2500;
%window ke 1
D=x(((0*A)+1):(1*A));
E=length(D);
r=64;
k=0:E/r-1;
l=0:E-1;
z1=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r)/E)*D(r*k+1);
z2=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+1)/E)*D(r*k+2);
z3=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+2)/E)*D(r*k+3);
z4=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+3)/E)*D(r*k+4);
z5=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+4)/E)*D(r*k+5);
z6=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+5)/E)*D(r*k+6);
z7=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+6)/E)*D(r*k+7);
z8=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+7)/E)*D(r*k+8);
z9=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+8)/E)*D(r*k+9);
z10=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+9)/E)*D(r*k+10);
z11=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+10)/E)*D(r*k+11);
z12=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+11)/E)*D(r*k+12);
z13=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+12)/E)*D(r*k+13);
z14=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+13)/E)*D(r*k+14);
z15=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+14)/E)*D(r*k+15);
z16=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+15)/E)*D(r*k+16);
z17=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+16)/E)*D(r*k+17);
z18=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+17)/E)*D(r*k+18);
z19=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+18)/E)*D(r*k+19);
z20=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+19)/E)*D(r*k+20);
z21=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+20)/E)*D(r*k+21);
z22=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+21)/E)*D(r*k+22);
z23=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+22)/E)*D(r*k+23);
z24=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+23)/E)*D(r*k+24);
z25=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+24)/E)*D(r*k+25);
z26=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+25)/E)*D(r*k+26);
z27=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+26)/E)*D(r*k+27);
z28=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+27)/E)*D(r*k+28);
z29=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+28)/E)*D(r*k+29);
z30=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+29)/E)*D(r*k+30);
z31=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+30)/E)*D(r*k+31);
z32=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+31)/E)*D(r*k+32);
z33=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+32)/E)*D(r*k+33);
z34=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+33)/E)*D(r*k+34);
z35=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+34)/E)*D(r*k+35);
z36=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+35)/E)*D(r*k+36);
z37=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+36)/E)*D(r*k+37);
z38=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+37)/E)*D(r*k+38);
z39=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+38)/E)*D(r*k+39);
z40=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+39)/E)*D(r*k+40);
z41=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+40)/E)*D(r*k+41);
z42=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+41)/E)*D(r*k+42);
z43=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+42)/E)*D(r*k+43);
z44=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+43)/E)*D(r*k+44);
76
z45=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+44)/E)*D(r*k+45);
z46=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+45)/E)*D(r*k+46);
z47=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+46)/E)*D(r*k+47);
z48=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+47)/E)*D(r*k+48);
z49=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+48)/E)*D(r*k+49);
z50=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+49)/E)*D(r*k+50);
z51=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+50)/E)*D(r*k+51);
z52=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+51)/E)*D(r*k+52);
z53=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+52)/E)*D(r*k+53);
z54=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+53)/E)*D(r*k+54);
z55=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+54)/E)*D(r*k+55);
z56=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+55)/E)*D(r*k+56);
z57=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+56)/E)*D(r*k+57);
z58=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+57)/E)*D(r*k+58);
z59=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+58)/E)*D(r*k+59);
z60=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+59)/E)*D(r*k+60);
z61=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+60)/E)*D(r*k+61);
z62=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+61)/E)*D(r*k+62);
z63=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+62)/E)*D(r*k+63);
z64=exp(-1j*2*pi*l'*(k*r+63)/E)*D(r*k+64);
p1=z1+z2+z3+z4+z5+z6+z7+z8+z9+z10+z11+z12+z13+z14+z15+z16+z17+z18+z19+z20+z21+z
22+z23+z24+z25+z26+z27+z28+z29+z30+z31+z32+z33+z34+z35+z36+z37+z38+z39+z40+z41
+z42+z43+z44+z45+z46+z47+z48+z49+z50+z51+z52+z53+z54+z55+z56+z57+z58+z59+z60+z6
1+z62+z63+z64;
c1=abs(p1)/E;
%window ke 2
...........
%window ke 3
...........
%window ke n
.........
total = c1+c2+c3+…+c(n)
rata-rata = total/jumlah window
77
Lampiran 6. Pemetaan
2. Buka icon New Worksheet pada bagian pojok kiri atas, kemudian masukkan
koordinat bujur pada kolom A, koordinat lintang pada kolom B, dan besarnya
nilai indeks kerentanan seismik pada kolom c. Lalu klik Save dengan format
tipe bln.
3. Buka icon New Plot seperti pada tampilan awal. Kemudian klik icon Grid
pada barisan toolbar, pilih data titik yang telah disimpan dalam format bln.
78
4. Cari data dengan format bln yang telah disimpan. Kemudian klik Open lalu
Ok.
5. Pilih icon Map pada barisan toolbar, pilih New kemudian klik Image Map
79
7. Cara memberi warna ada di samping kiri bawah pada kolom General.
8. Masukkan data titik pengukuran dengan cara klik icon New Post Map pada
barisan toolbar, lalu buka data titik yang telah tersimpan dalam format bln.
9. Untuk memasukkan peta Kulon Progo, menggunakan icon New Base Map
pada barisan toolbar. Cari file peta yang akan digunakan kemudian mengatur
koordinat yang diinginkan pada kolom Scale dan kolom Limit maka akan
80
81
Lampiran 7. Pengolahan data dengan FFT radix-2
= 0, 1, 2, … , −1
= 0, 1, 2, … , −1
(0) (0)
(1) (1)
(2) (2)
(3) (3)
= =
(4) (4)
(5) (5)
(6) (6)
(7) (7)
82
(0) 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1
(1) 1.0000 0.0000-1.0000i -1.0000-0.0000i -0.0000+1.0000i 0.7071-0.7071i -0.7071-0.7071i -0.7071+0.7071i 0.7071+0.7071i 2
(2) 1.0000 -1.0000-0.0000i 1.0000+0.0000i -1.0000-0.0000i 0.0000-1.0000i -0.0000+1.0000i 0.0000-1.0000i -0.0000+1.0000i 3
(3) 1.0000 -0.0000+1.0000i -1.0000-0.0000i 0.0000-1.0000i -0.7071-0.7071i 0.7071-0.7071i 0.7071+0.7071i -0.7071+0.7071i 4
= =
(4) 1.0000 1.0000+0.0000i 1.0000+0.0000i 1.0000+0.0000i -1.0000-0.0000i -1.0000-0.0000i -1.0000-0.0000i -1.0000-0.0000i 5
(5) 1.0000 -0.0000-1.0000i 1.0000-0.0000i -0.0000+1.0000i -0.7071+0.7071i 0.7071+0.7071i 0.7071-0.7071i -0.7071-0.7071i 6
(6) 1.0000 -1.0000-0.0000i 1.0000+0.0000i -1.0000-0.0000i -0.0000+1.0000i 0.0000-1.0000i -0.0000+1.0000i -0.0000-1.0000i 7
(7) 1.0000 -0.0000+1.0000i -1.0000-0.0000i -0.0000-1.0000i 0.7071+0.7071i -0.7071+0.7071i -0.7071-0.7071i 0.7071-0.7071i 8
83
Lampiran 8. Dokumentasi Proses Pengambilan Data.
85