Anda di halaman 1dari 9

IDENTITAS NASIONAL HILANG DI ERA GLOBALISASI?

Penulis : Maria Ave (Kompasiana)

Globalisasi tercipta setelah era perang dingin dimulai. Saat perang


dingin, negara berlomba-lomba menciptakan suatu hal yang semakin
memudahkan kehidupan dan semakin mutakhir seperti contohnya terlihat
dari kemajuan sistem komunikasi dan teknologi yang pada akhirnya
digunakan untuk menyebarkan segala sesuatu supaya mendunia dimulai
dari media cetak sampai nirkabel.

Identitas nasional berasal dari kata identitas dan nasional. Identitas sendiri
berasal dari kata "identitu" yang artinya ciri-ciri atau jati diri yang dimiliki oleh
seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan hal yang lain.
Sementara kata "nasional" memiliki arti identitas yang melekat pada setiap
orang atau kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan
pada banyak hal seperti fisik maupun no-fisik, seperti cita-cita, keinginan
dan tujuan. Maka kedua kata ini akhirnya membentuk suatu sebutan yang
pada akhirnya melahirkan tindakan kelompok yang diwujudkan dalam
bentuk organisasi atau pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut
nasional.Globalisasi lalu menimbulkan banyak dampak karena
perkembangannya yang semakin pesat lewat kemajuan teknologi dan
komunikasi.

Pengaruh globalisasi pada identitas nasional ini meliputi 2 sisi, pengaruh


positif dan negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan
seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain-lain. Hal
ini mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara rakyat
Indonesia.Globalisasi pun telah merambah masuk dalam kehidupan
bangsa Indonesia di segala sektor, yang nantinya berdampak pada budaya
berpikir masyarakat Indonesia.

Dampak dari globalisasi adalah terciptanya pasar internasional yang


mampu meningkatkan kesempatan kerja dan peluang untuk mendirikan
usaha. Dengan hal ini, kehidupan ekonomi masyarakat akan menjadi lebih
baik dan lebih sejahtera.

Selain itu, dampak lainnya adalah semakin majunya ilmu pengetahuan di


Indonesia lewat banyak sumber-sumber yang dapat diakses melalui
internet dengan mudah, karena itu kita semakin mudah mendapatkan
informasi dari luar negeri dan mampu ikut bersaing dengan negara
lain.Mengikuti budaya kebarat-baratan yang cenderung menekankan etos
kerja dan menekankan pada kedisiplinan juga menjadi dampak dari
globalisasi yang menguntungkan.

Pengaruh lainnya yaitu batas-batas wilayah negara menjadi tidak terlihat.


Batas-batas wilayah negara yang semula merupakan pedoman penting
dalam perkembangan masyarakat kini menjadi kurang perhatian dan
bahkan bisa saja tidak relevan. Kecenderungan ini menimbulkan
peruhahan-perubahan didalam sikap serta perilaku sesuatu masyarakat
atau bangsa. Perubahan tersebut terjadi karena orang atau masyarakat
tersebut tidak mampu membendung pengaruh yang berasal dari kemajuan
teknologi dan komunikasi.

Namun ternyata realita tidak seindah apa yang kita inginkan. Menurut saya
penggambaran identitas nasional Indonesia sekarang tidak sama lagi
seiring dengan berjalannya zaman. Pola pikir masyarakat sudah banyak
berubah dan menurut saya sudah banyak terjadi penyimpangan terhadap
identitas kita. Salah satunya adalah terhadap dasar negara kita, Pancasila.

Pada sila ke-1 terjadi kelemahan sistem pendidikan agama di negara ini
yang terkadang mengunggulkan agamanya sendiri.Pada sila ke-2 sekarang
ini banyak moral pemuda yang tidak memanusiakan manusia lain. Banyak
sekali terjadi kasus penganiyayaan junior oleh senior, perkelahian antar
teman yang berakibat kematian.Pada sila ke-3 sekarang semakin
memudar. Karena oknum-oknum tertentu yang menginginkan haknya
dipenuhi, mereka rela melakukan protes untuk menciptkakan negara baru
dan lain sebagainya.Pada sila ke-4 yaitu mengenai kepemimpinan yang
sekarang tidak demokratis. Pada sila ke-5 Selanjutnya mengenai keadilan,
semakin tidak adilnya orang-orang beruang dengan rakyat miskin. Hal ini
karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi.

Hal ini terjadi karena kita belum menanamkan jati diri kita atau identitas kita
pada diri kita sendiri. Masyarakat Indonesia cenderung sering kehilangan
arah dan sering "ikut-ikutan" saja. Namun apabila kita lihat tetangga kita,
Jepang, yang sejak zaman restorasi --jauh sebelum globalisasi- selalu
menanamkan pada diri mereka bahwa mereka adalah orang Jepang,
mereka harus melakukan sesuatu untuk Jepang, mereka harus mejunjung
tinggi nama Jepang, Jepang adalah tanah airku. Lain halnya dengan
masyarakat Indonesia yang kebanyakan masih tidak paham akan
keberadaan Indonesia sebagai tanah air yang seharusnya dijunjung tinggi.
Hanya nyanyian "Tanah Airku" saja yang bisa dinyanyikan tapi tidak ada
pemaknaan di dalam itu.

Menurut saya, pembenahan ini bisa kita mulai dari pembenahan pola pikir
masyarakat. Pola pikir ini terbentuk karena banyak faktor dari dalam
maupun luar. Kita bisa membantu membenahi faktor dari luar yaitu lewat
pendidikan. Kita dididik dalam pendidikan formal maupun tidak. Contohnya
dalam pendidikan formal, kita diajarkan tentang materi Pendidikan
Kewarganegaraan. Materi ini merupakan salah satu upaya dari pemerintah
untuk menanamkan kecintaan dan kesadaran pada negara kita. Namun,
stigma masyarakat dan pelajar masih sering menganggap pembelajaran ini
tidaklah penting. Maka dari itu, kita seringkali hanya hapal teori tapi dalam
sehari-hari kita tidak mampu menerapkannya. Salah satunya, kita sendiri
tahu kalau aturan dibuat untuk mengatur kita, namun kenyataannya kita
masih suka tidak mengenakan helm saat berkendara dan memilih jalan
pintas untuk menghindari tindakan hukum. Padahal kita tahu tapi kita tidak
menjalankan teori yang kita ingat dari zaman sekolah. Karena itu,
mengubah pola pikir masyarakat bahwa PKn adalah pelajaran yang tidak
dibutuhkan adalah sangatlah penting.

Semakin bertambahnya zaman, pengaruh globalisasi akan semakin kuat


dan meluas. Inilah tantangan kita sekarang. Kita tidak bisa menunggu
zaman berganti lalu biarlah anak cucu kita yang membenahi segalanya
supaya Indonesia mampu berjaya. Tetapi, mulai dari sekaranglah kita harus
berbenah. Berbenah apa? Ya pola pikir masyarakat kita. Terutama
masyarakat muda, atau yang biasa menyebut dirinya milenial, supaya mulai
menggunakan pikiran kita untuk hal-hal yang membangun. Mulailah
menanamkan rasa cinta pada tanah airmu, bukan hanya bisa mencibir dan
terima saja "inilah Indonesia", menggunakan kemajuan IPTEK di era
globalisasi ini dengan benar. Menggunakan media sosial untuk hal yang
membangun, mulailah berargumen yang santun, tidak saling menjatuhkan
sama lain.

Memang cukup sulit untuk mengubah pola pikir, namun sebagai


masyarakat yang berpendidikan dan bermartabat, marilah kita bergerak
dan berusaha untuk mengubah pola pikir kita mulai dari sekarang. Kita tidak
bisa menghindari dampak dari globalisasi untuk identitas kita, namun kita
bisa memeranginya dengan memunculkan kembali identitas nasional
Indonesia dan mengatasi dampak negatif dari globalisasi.

Tanggapan:

Saya sependapat dengan pernyataan yang tertulis diatas. Globalisasi


sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat zaman sekarang tentang
identitas nasional. Masifnya perkembangan teknologi sekarang membuat
kita dengan mudah mendapatkan informasi dari berbagai belahan dunia.
Masyarakat Indonesia zaman sekarang semakin kurang mengenal identitas
yang mereka miliki saat ini. Tak dapat dipungkiri bahwa masyarakat
Indonesia sekarang lebih memilih mengenal dan mencintai “identitas” dari
negara lain dibanding dengan identitas negaranya sendiri, ditambah lagi
dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang suka “ikut-ikutan”. Kita tak
bisa menutupi kenyataan bahwa telah banyak terjadi bentuk penyimpangan
terhadap identitas kita sendiri, seperti penyimpangan nilai pancasila dan
undang-undang yang telah banyak terjadi. Sebagai bangsa yang besar
yang terdiri dari banyak suku dan banyak keunikan seharusnya kita bisa
lebih bangga dengan identitas yang kita miliki. Globalisasi tidak seharusnya
menjadi alasan kita kehilangan identitas justru globalisasi harus
memperkuat identitas nasional. Kita tidak dapat menghindari dampak dari
globalisasi tetapi kita dapat memperbaiki pola pikir dengan menanamkan
rasa cinta tanah air. Boleh saja ikut-ikutan tetapi kita harus mampu
memfiltrasi segala sesuatu yang kita terima agar tetap sesuai dengan nilai-
nilai luhur. Jangan sampai globalisasi membuat kita terlena hingga akhirnya
bangsa Indonesia kehilangan jati dirinya sebab apabila hal itu terjadi maka
generasi selanjutnya akan mencari identitas baru.
BANGSA INDONESIA SEMAKIN KRISIS IDENTITAS?

Penulis : Paul Sagajinpoula (Kompasiana)

Apa yang terbersit dalam benak kita ketika dihadapkan dengan


pertanyaan seperti pada judul tulisan ini. Akankah kita mengamini
pernyataan dari pertanyaan ini dan mengakui dengan jujur bahwa memang
bangsa kita, bangsa Indonesia tercinta ini memang sudah kehilangan
identitasnya sebagai sebuah bangsa? Atau kita mempunyai argumen lain,
dan tidak setuju dengan pernyataan dari judul tulisan ini? Kita tentu
mempunyai jawaban dan argumen tersendiri sesuai dengan versi kita
masing-masing.

Kita coba sekilas melihat arti kata identitas. Menurut Kamus Bahasa
Indonesia (Pusat Bahasa, Depdiknas, Jakarta, 2008), arti kata identitas itu
adalah: ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang atau suatu benda; jatidiri.
Jadi jika mengacu pada pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa
bangsa yang mempunyai identitas adalah bangsa yang mempunyai ciri
khas dan jatidiri sendiri. Bangsa yang mempunyai identitas adalah bangsa
yang bangga terhadap ciri khas dan jatidiri bangsanya karena ciri khas dan
jatidiri itu tidak dimiliki oleh bangsa-bangsa lain.

Masalah identitas inilah yang sekarang menjadi persoalan yang sangat


serius di negara kita Indonesia tercinta ini. Saat ini, identitas bangsa kita
semakin kabur, tidak jelas.Bangsa Indonesia yang seharusnya mempunyai
ciri khas dan jatidiri sendiri, semakin lama semakin terkikis. Rakyat
Indonesia seakan tidak bangga menjadi warga negara Indonesia dan
mungkin menyesal kenapa dilahirkan di Indonesia. Mungkin untuk
menyanyikan Lagu Indonesia Raya pun, bangsa ini malu dan enggan
karena sudah tidak paham lagi apa makna dibalik lirik lagu kebangsaan
tersebut.Kemudian (yang paling jelas kelihatan), segala hal yang berbau
luar negeri langsung membuat bangsa ini terkesima, seakan-akan semua
yang berbau luar negeri itu bagus dan kualitasnya lebih tinggi dari buatan
dalam negeri. Inilah yang membuat negara ini semakin krisis identitas,
karena bangsanya sendiri lebih suka menjadikan “hal-hal luar negeri” itu
sebagai identitasnya sehari-hari. Dalam pemakaian produk-produk
misalnya, bangsa ini pasti akan lebih senang kalau produk yang
digunakannya berlabel merek luar negeri. Semua produk buatan dalam
negeri dianggap sampah dan tidak bermutu. Akibatnya, ajakan untuk
mencintai produk dalam negeri seperti yang digembar-gemborkan selama
ini menjadi sia-sia. Jadi tidak heran kalau negeri ini menjadi serbuan invasi
produk-produk asing/impor karena memang rakyatnya lebih menyukai
produk-produk asing/impor daripada produk buatan dalam negeri. Memang
tidak dapat dipungkiri bahwa ketertarikan bangsa ini terhadap produk-
produk luar negeri juga diakibatkan karena belum memadainya kualitas
produk-produk yang dihasilkan oleh industri dalam negeri. Namun, bukan
berarti hal itu lantas membuat kita men-judge bahwa dan men-
generalisasikan bahwa semua produk buatan dalam negeri adalah sampah.
Kita perlu memberi kesempatan kepada industri-industri dalam negeri agar
menghasilkan produk-produk yang lebih berkualitas dan tidak kalah dengan
produk-produk luar negeri sehingga lama-kelamaan akan mengubah
mindset kita bahwa tidak selamanya produk buatan dalam negeri itu buruk.

Persoalan lain yang menyebabkan bangsa ini semakin krisis identitas


adalah minimnya tokoh-tokoh yang bisa dijadikan teladan dan panutan di
masa kini. Para pejabat publik dan elit politik yang seharusnya menjadi
panutan dan teladan bisa dikatakan jauh panggang dari api. Tidak sedikit
dari para pejabat publik dan elit politik yang bermoral bejat (walaupun ada
beberapa yang patut diteladani dan dijadikan panutan). Para pejabat publik
dan elit politik saat ini juga sedang dilanda euforia korup untuk memperkaya
diri dengan uang haram dan tidak peduli dengan kondisi rakyat yang
semakin melarat dan hidup dibawah garis kemiskinan. Jangan heran juga
kalau negara kita masuk nominasi sepuluh besar negara terkorup di dunia.
Sementara itu para wakil rakyat yang seharusnya menjalankan amanahnya
sebagai perpanjangan tangan rakyat, untuk menyampaikan aspirasi rakyat,
tidak menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. Bahkan tidak jarang,
perilaku mereka juga kerap kali tidak mencerminkan seorang intelektual
yang merepresentasikan rakyat banyak seperti adu jotos yang pernah
beberapa kali terjadi. Mungkin karena para wakil rakyat itu juga sudah
terpengaruh dengan krisis identitas yang melanda bangsa ini sehingga tidak
mempunyai urat malu lagi untuk melakukan hal-hal yang seperti itu (adu
jotos).

Akibat krisis identitas yang melanda bangsa ini, rakyatnya pun menjadi
orang-orang yang rendah diri, latah akan hal-hal yang berbau luar negeri
dan (sepertinya) malu dilahirkan dan menjadi bagian dari bangsa Indonesia.
Ditambah lagi minimnya teladan dari tokoh-tokoh (seperti pejabat publik dan
elit politik) yang bisa memberikan dampak positif kepada bangsa ini
sehingga semakin memperparah pengikisan identitas kita sebagai suatu
bangsa. Sampai kapankah bangsa ini akan terus dilanda krisis identitas?
Sampai semua kita menyadari bahwa Tuhan menciptakan setiap bangsa
dengan keunikan, ciri khas dan jatidiri masing-masing, begitu juga dengan
bangsa Indonesia. Kita harus menyadari bahwa bangsa kita mempunyai
keunikan dan kekhasan tersendiri yang tidak dimiliki oleh bangsa lain.
Dengan menyadari hal tersebut, maka rasa inferior kita terhadap bangsa
lain bisa kita hilangkan.

Kita tidak perlu malu dilahirkan sebagai orang Indonesia, justru kita harus
bangga. Pengakuan dunia internasional akan batik Indonesia adalah salah
satu contoh pengakuan dunia akan identitas bangsa kita. Begitu juga
dengan peninggalan-peninggalan sejarah seperti candi Borobudur yang
sampai sekarang proses pembangunannya masih menjadi misteri.
Bukankah dua hal itu adalah bagian dari identitas kita sebagai bangsa
Indonesia? Jangan lupakan juga tokoh-tokoh yang pernah membuat nama
Indonesia harum dimata dunia baik dimasa lampau maupun dimasa
sekarang ini dan masih banyak lagi hal-hal lainnya yang membuat harum
identitas kita bangsa Indonesia. Jangan pernah malu lahir dan menjadi
bagian dari bangsa Indonesia, justru banggalah karena kita mempunyai
identitas yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Bravo Indonesia.

Tanggapan:

Saya setuju dengan artikel diatas, memang betul dizaman sekarang


identitas bangsa Indonesia semakin memudar. Tidak sedikit dari
masyarakat indonesia mulai malu dengan budaya mereka dan
menganggap budaya negara lain jauh lebih baik dibanding budaya yang
ada di Indonesia. Hal-hal seperti ini akan menjadi masalah besar dan
mengakibatkan krisis identitas karena masyarakat yang mulai kehilangan
makna sesungguhnya tentang jati diri bangsa Indonesia. Maka dari itu
diperlukan pemahaman yang baik tentang identitas bangsa Indonesia dan
diharapkan kita lebih menyadari bahwa potensi Indonesia untuk
berkembang sangat besar, tidak menutup kemungkinan jika suatu saat
nanti indonesia dapat menjadi negara yang maju jika masyarakat indonesia
bangga dengan segala potensi yang dimilki negara kita ini.

Anda mungkin juga menyukai