Identitas nasional berasal dari kata identitas dan nasional. Identitas sendiri
berasal dari kata "identitu" yang artinya ciri-ciri atau jati diri yang dimiliki oleh
seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan hal yang lain.
Sementara kata "nasional" memiliki arti identitas yang melekat pada setiap
orang atau kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan
pada banyak hal seperti fisik maupun no-fisik, seperti cita-cita, keinginan
dan tujuan. Maka kedua kata ini akhirnya membentuk suatu sebutan yang
pada akhirnya melahirkan tindakan kelompok yang diwujudkan dalam
bentuk organisasi atau pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut
nasional.Globalisasi lalu menimbulkan banyak dampak karena
perkembangannya yang semakin pesat lewat kemajuan teknologi dan
komunikasi.
Namun ternyata realita tidak seindah apa yang kita inginkan. Menurut saya
penggambaran identitas nasional Indonesia sekarang tidak sama lagi
seiring dengan berjalannya zaman. Pola pikir masyarakat sudah banyak
berubah dan menurut saya sudah banyak terjadi penyimpangan terhadap
identitas kita. Salah satunya adalah terhadap dasar negara kita, Pancasila.
Pada sila ke-1 terjadi kelemahan sistem pendidikan agama di negara ini
yang terkadang mengunggulkan agamanya sendiri.Pada sila ke-2 sekarang
ini banyak moral pemuda yang tidak memanusiakan manusia lain. Banyak
sekali terjadi kasus penganiyayaan junior oleh senior, perkelahian antar
teman yang berakibat kematian.Pada sila ke-3 sekarang semakin
memudar. Karena oknum-oknum tertentu yang menginginkan haknya
dipenuhi, mereka rela melakukan protes untuk menciptkakan negara baru
dan lain sebagainya.Pada sila ke-4 yaitu mengenai kepemimpinan yang
sekarang tidak demokratis. Pada sila ke-5 Selanjutnya mengenai keadilan,
semakin tidak adilnya orang-orang beruang dengan rakyat miskin. Hal ini
karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi.
Hal ini terjadi karena kita belum menanamkan jati diri kita atau identitas kita
pada diri kita sendiri. Masyarakat Indonesia cenderung sering kehilangan
arah dan sering "ikut-ikutan" saja. Namun apabila kita lihat tetangga kita,
Jepang, yang sejak zaman restorasi --jauh sebelum globalisasi- selalu
menanamkan pada diri mereka bahwa mereka adalah orang Jepang,
mereka harus melakukan sesuatu untuk Jepang, mereka harus mejunjung
tinggi nama Jepang, Jepang adalah tanah airku. Lain halnya dengan
masyarakat Indonesia yang kebanyakan masih tidak paham akan
keberadaan Indonesia sebagai tanah air yang seharusnya dijunjung tinggi.
Hanya nyanyian "Tanah Airku" saja yang bisa dinyanyikan tapi tidak ada
pemaknaan di dalam itu.
Menurut saya, pembenahan ini bisa kita mulai dari pembenahan pola pikir
masyarakat. Pola pikir ini terbentuk karena banyak faktor dari dalam
maupun luar. Kita bisa membantu membenahi faktor dari luar yaitu lewat
pendidikan. Kita dididik dalam pendidikan formal maupun tidak. Contohnya
dalam pendidikan formal, kita diajarkan tentang materi Pendidikan
Kewarganegaraan. Materi ini merupakan salah satu upaya dari pemerintah
untuk menanamkan kecintaan dan kesadaran pada negara kita. Namun,
stigma masyarakat dan pelajar masih sering menganggap pembelajaran ini
tidaklah penting. Maka dari itu, kita seringkali hanya hapal teori tapi dalam
sehari-hari kita tidak mampu menerapkannya. Salah satunya, kita sendiri
tahu kalau aturan dibuat untuk mengatur kita, namun kenyataannya kita
masih suka tidak mengenakan helm saat berkendara dan memilih jalan
pintas untuk menghindari tindakan hukum. Padahal kita tahu tapi kita tidak
menjalankan teori yang kita ingat dari zaman sekolah. Karena itu,
mengubah pola pikir masyarakat bahwa PKn adalah pelajaran yang tidak
dibutuhkan adalah sangatlah penting.
Tanggapan:
Kita coba sekilas melihat arti kata identitas. Menurut Kamus Bahasa
Indonesia (Pusat Bahasa, Depdiknas, Jakarta, 2008), arti kata identitas itu
adalah: ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang atau suatu benda; jatidiri.
Jadi jika mengacu pada pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa
bangsa yang mempunyai identitas adalah bangsa yang mempunyai ciri
khas dan jatidiri sendiri. Bangsa yang mempunyai identitas adalah bangsa
yang bangga terhadap ciri khas dan jatidiri bangsanya karena ciri khas dan
jatidiri itu tidak dimiliki oleh bangsa-bangsa lain.
Akibat krisis identitas yang melanda bangsa ini, rakyatnya pun menjadi
orang-orang yang rendah diri, latah akan hal-hal yang berbau luar negeri
dan (sepertinya) malu dilahirkan dan menjadi bagian dari bangsa Indonesia.
Ditambah lagi minimnya teladan dari tokoh-tokoh (seperti pejabat publik dan
elit politik) yang bisa memberikan dampak positif kepada bangsa ini
sehingga semakin memperparah pengikisan identitas kita sebagai suatu
bangsa. Sampai kapankah bangsa ini akan terus dilanda krisis identitas?
Sampai semua kita menyadari bahwa Tuhan menciptakan setiap bangsa
dengan keunikan, ciri khas dan jatidiri masing-masing, begitu juga dengan
bangsa Indonesia. Kita harus menyadari bahwa bangsa kita mempunyai
keunikan dan kekhasan tersendiri yang tidak dimiliki oleh bangsa lain.
Dengan menyadari hal tersebut, maka rasa inferior kita terhadap bangsa
lain bisa kita hilangkan.
Kita tidak perlu malu dilahirkan sebagai orang Indonesia, justru kita harus
bangga. Pengakuan dunia internasional akan batik Indonesia adalah salah
satu contoh pengakuan dunia akan identitas bangsa kita. Begitu juga
dengan peninggalan-peninggalan sejarah seperti candi Borobudur yang
sampai sekarang proses pembangunannya masih menjadi misteri.
Bukankah dua hal itu adalah bagian dari identitas kita sebagai bangsa
Indonesia? Jangan lupakan juga tokoh-tokoh yang pernah membuat nama
Indonesia harum dimata dunia baik dimasa lampau maupun dimasa
sekarang ini dan masih banyak lagi hal-hal lainnya yang membuat harum
identitas kita bangsa Indonesia. Jangan pernah malu lahir dan menjadi
bagian dari bangsa Indonesia, justru banggalah karena kita mempunyai
identitas yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Bravo Indonesia.
Tanggapan: