Anda di halaman 1dari 51

TUGAS MATA KULIAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEWASA
DENGAN GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3 (AJ-2/B20)

1. Dewi Masruroh 131711123037

2. Gaharuni Sahika Mutdinia 131711123038

3. Lia Wahyu Utami 131711123039

4. Eko Teguh Prasetyo 131711123053

5. Naomi Toulasik 131711123057

6. Heni Murti Wahyuni 131711123060

7. Tamara Regina Vallentina 131711123077

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah keperawatan medikal bedah tentang asuhan keperawatan
pada pasien dewasa dengan gangguan sistem integumen.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Surabaya, April 2018

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kusta merupakan penyakit infeksi kronik yang penyebabnya ialah
Mycobacterium leprae dan bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer
sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian
atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Masa tunas
dari penyakit kusta sangat bervariasi, yaitu antara 40 hari sampai 40 tahun
dan pada umumnya penyakit ini membutuhkan waktu antara tiga
hingga lima tahun (Kosasih dkk, 2007). Pada sebagian besar orang yang
telah terinfeksi dapat teridentifikasi dengan tanpa gejala atau
asimptomatik, namun pada sebagian kecil memperlihatkan gejala dan
mempunyai kecenderungan untuk menjadi cacat, khususnya pada tangan
dan kaki. Penyakit kusta dibedakan menjadi dua tipe yaitu tipe Multi
Basiler dan Pausi Basiler (Amirudin dkk, 2003).
Begitu juga dengan luka bakar.Luka bakar dapat mengakibatkan
masalah yang kompleks yang dapat meluas melebihi kerusakan fisik yang
terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung. Masalah kompleks ini
mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan yang
mengancam kehidupan. Dua puluh tahun lalu, seorang dengan luka bakar
50% dari luas permukaan tubuh dan mengalami komplikasi dari luka dan
pengobatan dapat terjadi gangguan fungsional, hal ini mempunyai harapan
hidup kurang dari 50%. Sekarang, seorang dewasa dengan luas luka bakar
75% mempunyai harapan hidup 50%. dan bukan merupakan hal yang luar
biasa untuk memulangkanpasien dengan luka bakar 95% yang
diselamatkan
Prevalensi penyakit kusta di Indonesia sejak tahun 2000-2008
tidak banyak mengalami perubahan. Pada tahun 2008 ada sedikit
penurunan dari tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 2007 prevalensinya
sebanyak 1,05% menjadi 0,94% pada tahun 2008. Namun, persebarannya
hampir terdapat di seluruh provinsi di Indonesia, dengan jumlah kasus
kusta yang berbeda-beda. Jumlah kasus kusta terbanyak terdapat di
provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan (Depkes, 2008).
Angka prevalensi penyakit kusta per 10.000 penduduk pada tahun 2007 di
provinsi Jawa Timur sebanyak 1,62%, provinsi Jawa Barat sebanyak
0,81%, dan provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 1,86%. Dari data tersebut
diketahui prevalensi penyakit kusta di Jawa Timur masih berada di atas
standar yang telah ditetapkan oleh World Health Organization (WHO)
yaitu prevalensi rate kurang dari satu per 10.000 penduduk. Sedangkan
pada tahun 2008 jumlah kasus baru di provinsi Jawa Timur sebanyak
4.912 dengan tipe Multi Basiler sebanyak 4.323 dan mengalami cacat
tingkat 2 sebanyak 527 dengan kasus terdaftar sebanyak 6.863, kasus
kambuh sebanyak lima kasus, dan jumlah kasus yang telah selesai
menjalani pengobatan atau Release From Treatment (RFT) pada tipe Pausi
Basiler sebanyak 97 dan pada tipe Multi Basiler sebanyak 93 (Depkes,
2008.
Pada penelitian yang dilakukan Aprizal (2011) dengan
menggunakan metode kasus-kontrol menunjukan bahwa faktor yang
mempengaruhi kejadian kusta yaitu status ekonomi, vaksinasi BCG,
kepadatan hunian, kondisi lantai rumah dan sumber air bersih, riwayat
kontak, kebiasaan mandi menggunakan sabun mandi dan penggunaan alas
kaki. Sedangkan pada penelitian Rismawati, (2012) dengan menggunakan
metode kasus-kontrol menunjukan bahwa sanitasi rumah dan personal
hygiene dengan kejadian kusta menunjukkan bahwa faktor yang
mempengaruhi yaitu suhu rumah, pencahayaan dalam rumah, kepadatan
hunian kamar, kebiasaan membersihkan lantai rumah, kebiasaan mandi,
dan kebiasaan cuci rambut sangat berhubungan erat dengan kejadian kusta.
Adapun hal-hal dalam luka bakar berupa karakteristik luka bakar yang
terjadi membutuhkan tindakan khusus yang berbeda. Karakteristik ini
meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka bakar
yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke
jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif
daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang
disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan
prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang
disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi
Dari uraian diatas yang telah dijelaskan, didapatkan suatu masalah
yaitu dimana masih tingginya angka kejadian kusta, sehingga kelompok
tertarik untuk mengambil judul “Asuhan Keperawatan dengan Gangguan
Sistem Integumen: Kusta dan Luka Bakar”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi fisiologi sistem integumen?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan kusta dan
luka bakar ?
3. Bagaimanakah contoh kasus asuhan keperawatan pada pasien kusta dan
luka bakar ?

C. Tujuan
1. Menjelaskan anatomi fisiologi sistem integumen
2. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan kusta dan luka
bakar.
3. Menjelaskan contoh kasus asuhan keperawatan pada pasien kusta dan
uka bakar.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM INTEGUMEN


1. Gambaran Umum Kulit
Kulit adalah “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan
memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam
gangguan dan rangsangan luar. Luas kulit pada manusia rata-rata ± 2
meter persegi, dengan berat 10 kg jika dengan lemaknya atau 4 kg jika
tanpa lemak (Tranggono, 2007). Kulit terbagi atas dua lapisan utama,
yaitu epidermis (kulit ari) sebagai lapisan yang paling luar dan dermis
(korium, kutis, kulit jangat). Sedangkan subkutis atau jaringan lemak
terletak dibawah dermis.
Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai bagian tubuh,
yang paling tebal berukuran 1 mm, misalnya pada telapak kaki dan
telapak tangan, dan lapisan yang tipis berukuran 0,1 mm terdapat pada
kelopak mata, pipi, dahi, dan perut. Karena ukurannya yang tipis, jika
kita terluka biasanya mengenai bagian setelah epidermis yaitu dermis.
Dermis terutama terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin.
Serabut kolagen dapat mencapai 72
persen dari keseluruhan berat kulit manusia bebas lemak (Tranggono,
2007).
Pada bagian dalam dermis terdapat adneksa-adneksa kulit. Adneksa
kulit merupaka struktur yang berasal dari epidermis tetapi berubah
bentuk dan fungsinya, terdiri dari folikel rambut, papila rambut,
kelenjar keringat, saluran keringat, kelnejar sebasea, otot penegak
rambut, ujung pembuluh darah dan serabut saraf, juga sebagian
serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit
(subkutis/hipodermis).
Gambar 1.1 Kulit dan bagian-bagiannya (Gibson, 2003)

Struktur kimia dari sel-sel epidermis manusia memiliki komposisi


berikut: protein sebesar 27%, lemak sebesar 2%, garam mineral
sebesar 0,5%, serta air dan bahan-bahan larut air sebesar 70,5%.

2. Fisiologi Kulit
Sama halnya dengan jaringan pada bagian tubuh lainnya, kulit juga
melakukan respirasi (bernapas), menyerap oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida. Namun, respirasi kulit sangat lemah. Kulit lebih
banyak menyerap oksigen yang diambil dari aliran darah, dan hanya
sebagian kecil yang diambil langsung dari lingkungan luar (udara).
Begitu pula dengan karbondioksida yang dikeluarkan, lebih banyak
melalui aliran darah dibandingkan dengan yang dihembuskan
langsung ke udara (Tranggono, 2007).
Meskipun pengambilan oksigen oleh kulit hanya 1,5 persen dari
yang dilakukan oleh paru, dan kulit hanya membutuhkan 7 persen dari
kebutuhan oksigen tubuh (4 persen untuk epidermis dan 3 persen
untuk dermis), perapasan kulit tetap merupakan proses fisiologis kulit
yang penting. Pengambilan oksigen dari udara oleh kulit sangat
berguna bagi metabolis,e di dalam sel-sel kulit. Penyerapan oksigen
ini penting, namun pengeluaran atau pembuangan karbondioksida
tidak kalah pentingnya, karena jika karbondioksida menumpuk di
dalam kulit, ia akan menghambat pembelahan (regenarasi) sel-sel
kulit.
Kecepatan penyerapan oksigen kedalam kulit dan pengeluaran
karbondioksida dari kulit tergantung pada banyak faktor diluar
maupun didalam kulit, seperti temperatur udara, komposisi gas
disekitar kulit, kelembaban udara, kecepatan aliran darah ke kulit,
usia, keadaan, vitamin dan hormon dikulit, perubahan dalam proses
metabolisme sel kulit, pemakaian bahan kimia pada kulit, dan lain-
lain.

B. KONSEP KUSTA
1. Definisi
Penyakit kusta (Morbus hansen) adalah suatu penyakit infeksi
menahun akibat bakteri tahan asam yaitu Mycobacterium
leprae yang secara primer menyerang saraf tepi dan secara
sekunder menyerang kulit serta organ lainnya (WHO, 2010; Noto &
Schreuder, 2010). Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang dapat
menimbulkan masalah kecacatan (Susanto, 2006). Masalah yang
timbul tidak hanya pada masalah kesehatan fisik saja, tetapi juga
masalah psikologis, ekonomi dan sosial bagi penderitanya
(Amiruddin, 2006).
Dapat disimpulkan bahwa penyakit kusta adalah penyakit kulit
menahun yang disebabkan oleh bakteri tahan asam Mycobacterium
leprae yang awalnya menyerang saraf tepi, kemudian dapat menyebar
menyerang organ lain, seperti kulit, selaput mukosa, testis dan mata
serta jika tidak diobati dengan tepat akan menimbulkan kecacatan
fisik pada penderita.

2. Etiologi
Penyakit kusta disebabkan oleh M.leprae yang ditemukan oleh
G.H. Armauer Hansen tahun 1873 di Norwegia. Basil ini bersifat
tahan asam, bentuk pleomorf lurus, batang ramping dan sisanya
berbentuk paralel dengan kedua ujung-ujungnya bulat dengan
ukuran panjang 1-8 um dan diameter 0,25-0,3 um. Basil ini
menyerupai kuman berbentuk batang yang gram positif, tidak
bergerak dan tidak berspora. Dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen
basil yang hidup dapat berbentuk batang yang utuh, berwarna merah
terang, dengan ujung bulat (solid), sedang basil yang mati
bentuknya terpecah-pecah (fragmented) atau granular. Basil ini
hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu rendah dan tidak
dapat dikultur dalam media buatan (in vitro).

3. Klasifikasi
Klasifikasi penyakit kusta menurut Depkes (2006) yaitu dibagi
menjadi tipe paucibacillary (PB) dan multibacillary (MB).
a. Tipe paucibacillary atau tipe kering: memiliki ciri bercak atau
makula
dengan warna keputihan, ukurannya kecil dan besar, batas tegas,
dan
terdapat di satu atau beberapa tempat di badan (pipi, punggung,
dada,
ketiak, lengan, pinggang, pantat, paha, betis atau pada punggung
kaki),
dan permukaan bercak tidak berkeringat. Kusta tipe ini jarang
menular
tetapi apabila tida segera diobati menyebabkan kecacatan
(Sofianty, 2009).
b. Tipe multibacillary atau tipe basah: memiliki ciri berwarna
kemerahan,
Tersebar merata diseluruh badan, kulit tidak terlalu kasar, terjadi
penebalan kulir dengan warna kemerahan, dan tanda awal terdapat
pada telinga dan wajah (Hiswani, 2001).
4. Cara Penularan
Cara penularan penyakit kusta sampai sekarang masih belum diketahui
dengan pasti, namun beberapa ahli mengatakan bahwa penyakit kusta
menular melalui saluran pernafasan dan kulit (Chin, 2006). Mycobacterium
leprae hidup pada suhu rendah. Bagian tubuh manusia yang memiliki suhu
lebih rendah yaitu mata, saluran pernafasan bagian atas, otot, tulang,
testis, saraf perifer dan kulit (Burn, 2010).

5. Manifestasi Klinik
Menurut Departemen Kesehatan RI (2006), tanda utama penyakit kusta
yaitu:

a. Bercak pada kulit yang mengalami mati rasa: bercak dapat berwarna
putih (hypopigmentasi) atau berwarna merah (erithematous), penebalan
kulit (plakinfiltrate) atau berupa nodul-nodul. Mati rasa dapat terjadi
terhadap rasa raba,suhu, dan sakit yang terjadi secara total atau sebagian.

b. Penebalan pada saraf tepi yang disertai dengan rasa nyeri dan
gangguan pada fungsi saraf yang terkena. Saraf sensorik mengalami mati
rasa, saraf motorik mengalami kelemahan otot (parese) dan kelumpuhan
(paralisis), dan gangguan pada saraf otonom berupa kulit kering dan
retak-retak.

Gejala pada penderita kusta yang dapat ditemukan biasanya


penderita mengalami demam dari derajat rendah hingga menggigil, nafsu
makan menurun, mual dan kadang-kadang diikuti dengan muntah.
Penderita kusta juga mengalami sakit kepala, kemerahan pada testis,
radang pada pleura, radang pada ginjal, terkadang disertai penurunan
fungsi ginjal, pembesaran hati dan empedu, serta radang pada serabut
saraf (Zulkifli, 2003).

6. Patofisiologi

Meskipun cara masuk mycrobacterium leprae ke dalam tubuh belum


diketahui secara pasti. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa
penularannya yang paling sering melalui kulit yang lecet, pada bagian tubuh
yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Setelah mycrobacterium
leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada
kerentanan seseorang. Respon tubuh setelah masa tunas dilampui tergantung
pada derajat sistem imunitas seluler (cellular mediated immune) pasien. Jika
sistem imunitas seluler tinggi, berarti penyakit berkembang ke arah
tuberkuloid dan bila rendah, berarti berkembang ke arah lepromatosa.
Mycrobacterium leprae berprediksi di daerah-daerah yang relatif lebih
dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit.

Mycrobacterium leprae terutama terdapat pada sel makrofag disekitar


pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila
kuman masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan
makrofag untuk memfagosit.

a. Tipe LL (Lepromatosa): terjadi kelumpuhan sistem imun seluler yang


rendah dimana makrofag tidak mampu menghancurkan kuman dan dapat
membelah iri dan dengan bebas merusak jaringan.

b. Tipe TT (Tuberkuloid): fase sistem imun seluler yang tinggi dimana


makrofag dapat menghancurkan kuman hanya setelah kuman
difagositosis, terjadi sel epitel yang tida bergerak aktif, dan kemudian
bersatu membentuk sel, bila tida segera diatasi terjadi reaksi berlebihan
dan masa epitel menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar.

Pada reaksi kusta, terjadi peningkatan hipersensitivitas seluler mendadak,


sehingga respon terhadap antigen basil mycrobacterium leprae yang mati
dapat meningkat. Keadaan ini ditunjukkan dengan peningkatan transformasi
limfosit. Tetapi sampai sekarang belum diketahui dengan pasti antigen M.
Determinan antigen tertentu yang mendasari reaksi penyakit kusta pada tiap
penderita mungkin berbeda. Sehingga gambaran klinisnya dapat berbeda
pula sekalipun tipe lepra sebelum reaksi sama. Determinan antigen banyak
didapati pada kulit dan jaringan saraf. Derajat penyakit tidak selalu
sebanding dengan derajat infeksi karena respon imun pada tiap pasien
berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi seluler daripada
intensitas infeksi. Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai
penyakit imunologis.

7. WOC

8. Komplikasi

Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta akibat
kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi
kusta.Reaksi kusta atau reaksi lepra adalah suatu episode akut dalam
perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan reaksi kekebalan (respon
seluler) atau reaksi antigen-antibodi (respon humoral) dengan akibat
merugikan pasien.Reaksi ini dapat terjadi pada pasien sebelum mendapat
pengobatan, selama pengobatan dan sesudah pengobatan. Namun sering
terjadi pada 6 bulan sampai setahun sesudah mulai pengobatan.

9. Penatalaksanaan

Pengobatan berdasarkan regimen MDT (Multi Drug Therapy) dalam buku


Pedoman Diagnosis dan Terapi BAG/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSU Dokter Soetomo Surabaya adalah sebagai berikut :
a. Pausibasiler
1) Rifampicine 600 mg/bulan, diminum di depan petugas (dosis supervisi)
2) DSS 100 mg/hari
3) Pengobatan diberikan secara teratur selama 6 bulan dan diselesaikan
dalam waktu maksimal 19 bulan. Setelah selesai minum 6 dosis
dinyatakan RFT (Release From Treatment)
b. Multibasiler
1) Rifampicine 600 mg/bulan, dosis supervisi
2) Lamprene 300 mg/hari, dosis supervise ditambahkan
3) Lamprene 50 mg/hari
4) DDS 100 mg/hari
5) Pengobatan dilakukan secara teratur sebanyak 12 dosis (bulan) dan
diselesaikan dalam waktu maksimal 18 bulan. Setelah selesai 12 dosis
dinyatakan RFT, meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan BTA
(+).

10. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan bakterioskopik

Skin smear atau kerokan kulit adalah pemeriksaan sediaan yang


diperoleh melalui irisan dan kerokan kecil pada kulit yang kemudian diberi
pewarnaan tahan asam untuk melihat M. leprae. Pemeriksaan ini
digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan pengamatan
pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan
dan kerokan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap
basil tahan asam (BTA) yaitu dengan menggunakan Ziehl-Neelsen.
Bakterioskopik negatif pada seorang penderita bukan berarti orang
tersebut tidak mengandung kuman M. leprae. Pertama harus ditentukan
lesi kulit yang diharapkan paling padat oleh kuman, setelah terlebih
dahulu menentukan jumlah tempat yang akan diambil. Untuk riset dapat
diperiksa 10 tempat dan untuk pemeriksaan rutin sebaiknya minimal 4-6
tempat, yaitu kedua cuping telinga bagian bawah dan 2-4 lesi lain yang
paling aktif yaitu yang paling eritematosa dan paling infiltratif.
Pemilihan kedua cuping telinga tersebut tanpa melihat ada tidaknya
lesi di tempat tersebut, karena pada tempat tersebut mengandung
kuman paling banyak.

Mycobacterium leprae tergolong BTA tampak merah pada sediaan.


Dibedakan atas batang utuh (solid), batang terputus (fragmented) dan
butiran (granular). Bentuk solid adalah kuman hidup, sedangkan pada
bentuk fragmented dan glanular adalah kuman mati. Kuman dalam bentuk
hidup lebih berbahaya karena dapat berkembang biak dan dapat menularkan
ke orang lain.Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan non-solid pada
sebuah sediaan dinyatakan dengan Indeks Bakteri (IB) dengan rentang nilai
dari 0 sampai 6+ menurut Ridley. Interpretasi hasil adalah sebagai
berikut:
1) 0 apabila tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang (LP).

2) 1+ apabila 1-10 BTA dalam 100 LP

3) 2+ apabila 1-10 BTA dalam 10 LP

4) 3+ apabila 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP

5) 4+ apabila 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP

6) 5+ apabila 101-1000 BTA rata-rata dalam 1 LP

7) 6+ apabila >1000 BTA rata-rata dalam 1 LP

11. Konsep Teori Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian
Pada pengkajian klien penderita kusta dapat ditemukan gejala-gejala sebagai
berikut:
1) Aktivitas/ istirahat.
Tanda: penurunan kekuatan otot, gangguan massa otot, perubahan tonus
otot.
2) Sirkulasi.
Tanda: Penurunan nadi perifer, vasokontriksi perifer.
3) Integritas ego.
Gejala: Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan,
Tanda: Ansietas, menyangkal, menarik diri.
4) Makanan/cairan.
- Anoreksia.
5) Neurosensori.
Gejala: kerusakan saraf terutama saraf tepi, penekanan saraf tepi.
Tanda: peruubahan perilaku, penurunan refleks tendon.
6) Nyeri kenyamanan.
Gejala: Tidak sensitive terhadap sentuhan, suhu, dan tidak merasakan
nyeri.
7) Pernapasan.
Gejala: Pentilasi tidak adekuat, takipnea.
8) Keamanan.
Tanda: lesi kulit dapat tunggal/multiple, biasanya hipopigmentasi tetapi
kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga, lesi dapat
berpariasi tetapi umumnya berupa macula, papula dan nodul.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier
kulit.
2) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan reaksi ENL
3) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang
tidak baik.
4) Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan pada kulit,
pertahanan tubuh menurun
c. Intervensi Keperawatan
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier
kulit.
Tujuan: Untuk memelihara integritas kulit/ mencapai penyembuhan
tepat waktu.
Intervensi:
a) Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor, sirkulasi dan sensasi.
Gambarkan lesi dan amati perubahan.
Rasional : Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat
dibandikan dan lakukan intervensi yang tepat.
b) Pertahankan/intruksikan dalam hygiene kulit, misalnya membasuh
kemudian mengeringkannya dengan berhati-hati dan melakukan masase
dengan menggunakan losion atau krim.
Rasional : Masase meningkatkan sirkulasi kulit dan meningkatkan
kenyamanan.
c) Gunting kuku secara teratur
Rasional: Kuku yang panjang/kasar, meningkatkan resiko kerusakan
dermal.
d) Dapatkan kultur dari lesi kulit terbuka.
Rasional: Dapat mengidentifikasi bakteri patogen dan pilihan perawatan
yang sesuai.
e) Gunakan/berikan obat topical atau sistemik sesuai indikasi.
Rasional: Digunakan pada perawatan lesi kulit.
f) Lindungi lesi dengan salep antibiotic sesuai petunjuk.
Rasional: Melindungi area lesi dari kontaminasi bakteri dan
meningkatkan penyembuhan.
2) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan reaksi ENL
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi dan nyeri berkurang setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
Intervensi:
a) Kaji skala nyeri.
Rasional: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya
dan untuk mengetahui sejauh mana nyeri dipersepsikan
b) Monitor keadaan umum dan tanda-tanda vital.
Rasional: Tanda-tanda vital berubah sesuai tingkat perkembangan
penyakit dan menjadi indikator untuk melakukan intervensi selanjutnya
c) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.
Rasional: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga
mengurangi nyeri
d) Kolaborasi untuk pemberian obat antibiotik dan analgetik.
Rasional: Pemberian antibiotik menghambat pertumbuhan dan proses
infeksi dari bakteri sedangkan obat analgetik akan menekan atau
mengurangi rasa nyeri
3) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang
tidak baik.
Tujuan : Klien dapat mengembangkan peningkatan penerimaan diri.
Intervensi:
a) Kaji adanya gangguan pada citra diri pasien (menghindari kontak
mata, ucapan yang merendahkan diri sendiri, ekspresi perasaan muak
terhadap kondisi kulitnya.
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit atau
keadaan yang tampak nyata bagi pasien. Kesan seseorang terhadap
dirinya sendiri akan berpengaruh pada konsep diri.
b) Identifikasi stadium psikososial tahap perkembangan.
Rasional : Terdapat hubungan antara stadium perkenmbangan, citra diri
dan reaksi serta pemahaman pasioen terhadap kondisi kulitnya.
c) Berikan kesempatan untuk pengungkapan. Dengarkan (dengan cara
yang terbuka, tidak menghakimi) untuk mengespresikan berduka atau
anseitas tentang perubahan citra tubuh.
Rasional : Pasien membutuhkan pengalaman didengarkan dan
dipahami. Mendukung upaya pasien untuk memperbaiki citra diri.
d) Bersikap realistic selama pengobatan, pada penyuluhan kesehatan.
Rasional : Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan
antara pasien dan perawat.
e) Berikan harapan dalam parameter situasi individu: jangan
memberikan keyakinan yang salah.
Rasional: Meningkatkan perilaku positif dan memberikan kesempatan
untuk menyusun tujuan dan rencana untuk masa depan berdasarkan
realita.
f) Dorong interaksi keluarga dan dengan tim rehabilitasi.
Rasional : Mempertahankan pola komunikasi dan memberikan
dukungan terus menerus pada pasien dan keluarga.
4) Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan pada kulit,
pertahanan tubuh menurun.
Tujuan: Mencapai penyembuhan tepat waktu, tanpa komplikasi.
Intervensi:
a) Ukur tanda-tanda vital termasuk suhu.
Rasional: Memberikan informasi data dasar, peningkatan suhu secara
berulang-ulang dari demam yang terjadi untuk menujukkan bahwa
tubuh bereaksi pada proses infeksi yang baru, dimana obat tidak lagi
secara efektive mengontrol infeksi yang tidak dapat disembuhkan.
b) Tekankan pentingnya tekhnik cuci tangan yang baik untuk semua
individu yang dating kontak dengan pasien.
Rasional: Mengcegah kontaminasi silang; menurungkan resiko infeksi.
c) Gunakan sapu tangan, masker dan tekniik aseptik selama
perawatan dan berikan pakaian yang steril atau baru.
Rasional: Mengcegah terpajan pada organisme infeksius.
d) Observasi lesi secara periodic.
Rasional: Untuk mengetahui perubahan respon terhadap terapi.
e) Berikan lingkungan yang bersih dan berventilasi yang baik. Periksa
pengunjung atau staf terhadap tanda infeksi dan pertahankan
kewaspadaan sesuai indikasi.
Rasional: Mengurangi patogen pada system integument dan mengrangi
kemungkinan pasien mengalami infeksi nosokomial.
f) Berikan preparat antibiotic yang diresepkan dokter.
Rasional: Membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme
penyebab infeksi.
C. KONSEP COMBUSTIO
1. Definisi
Luka bakar adalah kerusakan jaringan karena karena kontak
dengan agens, tremal, kimiawi, atau listrik (Betz C, L & Sowden, L, A,
2009).
Luka bakar (combustio) adalah kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas,
bahan kimia, listrik, dan radiasi (Smeltzer, dkk, 2008).
Luka bakar adalah kondisi atau terjadinya luka akibat terbakar,
yang hanya disebabkan oleh panas yang tinggi, tetapi oleh senyawa
kimia, llistrik, dan pemanjanan (exposure) berlebihan terhadap sinar
matahari (Aziz Alimul Hidayat, A, 2008 ).
2. Etiologi
a. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
1) Gas
2) Cairan
b. Bahan padat (Solid)
c. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
d. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
e. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
3. Klasifikasi
Berikut ini merupakan klasifikasi luka bakar :
a. Berdasarkan kedalamannya, luka bakar diklasifikasikan menjadi :
1) Luka bakar derajat I
a) Disebut juga luka bakar superficial
b) Mengenai lapisan luar epidermis, tetapi tidak sampai
mengenai daerah dermis. Sering disebut sebagai epidermal
burn
c) Kulit tampak kemerahan, sedikit oedem, dan terasa nyeri.
d) Pada hari ke empat akan terjadi deskuamasi epitel
(peeling).
2) Luka bakar derajat II
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis,
berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh,
dasar luka berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di
atas permukaan kulit normal, nyeri karena ujung_ujung saraf
teriritasi. luka bakar dibedakan menjadi 2, yaitu :
a) Derajat II dangkal (superficial)
Mengenai bagian superficial dari dermis. Organ-organ kulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
masih utuh. Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-
14 hari.
Superficial partial thickness:
 Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan atas dari
dermis
 Kulit tampak kemerahan, oedem dan rasa nyeri lebih
berat daripada luka bakar grade I
 Ditandai dengan bula yang muncul beberapa jam
setelah terkena luka
 Bila bula disingkirkan akan terlihat luka bewarna
merah muda yang basah
 Luka sangat sensitive dan akan menjadi lebih pucat
bila terkena tekanan
 Akan sembuh dengan sendirinya dalam 3 minggu ( bila
tidak terkena infeksi ), tapi warna kulit tidak akan
sama seperti sebelumnya.
b) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
Organ-organ kulit seperti olikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh. Penyembuhan
terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya
penyembuhan terjadi lenih dari sebulan.
Deep partial thickness:
 Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan dalam dari
dermis
 Disertai juga dengan bula
 Permukaan luka berbecak merah muda dan putih karena
variasi dari
 Vaskularisasi pembuluh darah( bagian yang putih punya
hanya sedikit pembuluh darah dan yang merah muda
mempunyai beberapa aliran darah luka akan sembuh
dalam 3-9 minggu.

3) Luka bakar derajat III


Yang terkena dalam luka bakar derajat III adalah seluruh
bagian dermis dan bagian lapisan lemak. Organ-organ seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami
kerusakan. Luka akan tampak berwarna putih , coklat, merah
atau hitam. Luka ini tidak akan menimbulkan rasa nyeri karena
semua reseptor sensoris telah mengalami kerusakan total.
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang
lebih dalam, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit
berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih rendah
dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada
lapisan epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri.
Penyembuhan lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan
Luka bakar derajat III :
a) Menyebabkan kerusakan jaringan yang permanen
b) Rasa sakit kadang tidak terlalu terasa karena ujung-ujung
saraf dan pembuluh darah sudah hancur.
c) Luka bakar meliputi kulit, lemak subkutis sampai
mengenai otot dan tulang.

4) Luka bakar grade IV


Berwarna hitam

b. Berdasarkan tingkat keseriusan luka, menurut American Bum


Association terdiri dari :

1) Luka Bakar Mayor


a) Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa
dan lebih dari 20% pada anak-anak.
b) Luka bakar fullthickness lebih dari 20%.
c) Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga,
kaki, dan perineum.

2) Luka Bakar Moderat


a) Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan
10-20% pada anak-anak.
b) Luka bakar fullthickness kurang dari 10%
c) Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata,
telinga, kaki, dan perineum

3) Luka Bakar Minor


a) Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang
dewasa dan kurang dari 10% pada anak-anak.
b) Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.
c) Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata,
telinga, dan kaki Luka tidak sirkumfer.
d) Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur.

Setelah mengalami luka bakar maka seorang penderita akan berada


dalam tiga tingkatan fase, yaitu : (dalam Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan NANDA NIC-
NOC)

a. Fase akut

Pada fase ini problema yang ada berkisar pada gangguan


saluran napas karena adanya cidera inhalasi dan gangguan
sirkulasi. Pada fase ini terjadi gangguan keseimbagan sirkulasi
cairan dan elektrolit akibat cedera termis bersifat sistemik.
Disebut fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita
akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan napas),
breathing (mekanisme bernapas), dan circulation (sirkulasi).
Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau
beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi
obstruksi saluran pernapasan akibat cedera inhalasi dalam 48-
72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab
kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut sering
terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
cedera termal yang berdampak sistemik.

b. Fase sub akut


Fase ini berlangsung setelah shock berakhir. Luka terbuka
akibat kerusakan jaringan (kulit dan jaringan di bawahnya)
menimbulkan masalah inflamasi, sepsis, dan penguapan cairan
tubuh disertai panas/energi. Fase berlangsung setelah terjadi
penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah pada fase ini
adalah timbulnya penyulit dari luka bakar berupa parut
hipertrofik, kontraktur, dan deformitas lainnya. Berlangsung
setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan
sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan :

1) Proses inflamasi dan infeksi


2) Problem penutupan luka
3) Keadaan hipermetabolisme
c. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi
parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ
fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah
penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan
pigmentasi, deformitas, dan kontraktur.

Luas luka bakar pada dewasa dihitung menggunakan


rumus sembilan (Rule of nine) yang diprovokasi oleh
Wallace, yaitu :

1. Kepala dan leher : 9%


2. Lengan masing-masing 9% : 18%
3. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4. Tungkai masing-masing 18% : 36%
5. Genitatalia/perineum : 1%
Total : 100%
4. Manifestasi Klinik.
Luka bakar memiliki tanda dan gejala tergantung derajat keparahan
dari luka bakar tersebut, yaitu :
a. Derajat I : Kemerahan pada kulit (Erythema), terjadi
pembengkakan hanya pada lapisan atas kulit ari (Stratum
Corneum), terasa sakit, merah dan bengkak.
Luka bakar derajat pertama superfisial ditandai oleh
kemerahan dan nyeri. Dapat timbul lepuh setelah 24 jam dan
kemudian kulit mungkin terkelupas.
b. Derajat II : Melepuh (Bullosa) pembengkakan sampai pada
lapisan kulit ari, luka nyeri, edema, terdapat gelembung berisi
cairan kuning bersih (eksudat).
Luka bakar derajat kedua ketebalan parsial superfisial ditandai
oleh terjadinya lepuh ( dalam beberapa menit) dan nyeri hebat.
Luka bakar derajat kedua ketebalan parsial dalam ditandai oleh
lepuh, atau jaringan kering yang sangat tipis yang menutupi
luka yang kemudian terkelupas. Luka mungkin tidak nyeri.
c. Derajat III : Luka tampak hitam keputih-putihan (Escarotica),
kulit terbuka dengan lemak yang terlihat, edema, tidak mumcat
dengan tekanan, tidak nyeri, folikel rambut dan kelenjar
keringat rusak.
Luka bakar derajat ketiga ketebalan penuh tampak datar, tipis,
dan kering. Dapat ditemukan koagulasi pembuluh darah. Kulit
mungin tampak putih, merah atau hitam dan kasar.
d. Derajat IV : Luka bakar sudah sampai pada jaringan ikat atau
lebih dari kulit ari dan kulit jangat sudah terbakar.
(Corwin Elizabeth, 2009)

5. Patofisiologi

Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2


pada anak baru lahir sampai 2 m2 pada orang dewasa. Apabila kulit
terbakar atau terpajan suhu tinggi, maka pembuluh kapiler di
bawahnya, area sekitar, dan area yang jauh sekalipun akan rusak dan
28
menyebabkan permeabilitasnya meningkat. Terjadilah kebocoran
cairan intrakapiler ke interstisial sehingga terjadi oedema dan bula
yang mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka
bakar akan mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan
penahan penguapan. Kedua penyebab diatas dengan cepat
menyebabkan berkurangnya cairan intravaskuler. Pada luka bakar
yang luasnya kurang dari 20%, mekanisme kompensasi tubuh masih
bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas (lebih dari 20%)
dapat terjadi syok hipovolemik disertai gejala yang khas, seperti
gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan
darah menurun, serta produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi
perlahan, maksimal terjadi setelah delapan jam.

Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan


permebilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak
sehingga dapat terjadi anemia. Pada kebakaran dalam ruang tertutup
atau bila luka terjadi di wajah dapat terjadi kerusaakan mukosa jalan
napas dengan gejala sesak napas, takipnoe, stridor, suara parau, dan
dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas
CO atau gas beracun lainnya. Karbon monoksida sangat kuat terikat
dengan hemoglobin sehingga hemoglobin tidak lagi mampu mengikat
oksigen. Tanda keracunan ringan, yaitu lemas, binggung, pusing,
mual dan muntah. Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai
membaik dan terjadi mobilisasi serta penyerapan kembali cairan dari
ruang intertisial ke pembuluh darah yang ditandai dengan
meningkatnya diuresis. Luka bakar umumnya tidak steril.
Kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium yang baik
untuk pertumbuhan kuman akan mempermudah infeksi. Infeksi ini
sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler
yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem
pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka

29
bakar, selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga kontaminasi
dari kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan
rumah sakit. Infeksi nosokomial biasanya sangat berbahaya karena
kumanya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.

Pada awalnya infeksi biasanya disebabkan oleh kuman gram


positif yang berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi
kemudian dapat terjadi invasi kuman gram negatif. Pseudomonas
aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dan toksin
lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada
luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada
kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur
keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi
membentuk nanah. Infeksi ringan dan non invasif (tidak dalam)
ditandai dengan keropeng yang mudah lepas dengan nanah yang
banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering
dengan perubahan jaringan keropeng yang mulamula sehat menjadi
nekrotik. Akibatnya, luka bakar yang mula-mula deraja dua menjadi
derajat tiga. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pad pembuluh
kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan thrombosis Bila
penderita dapat mengatasi infeksi luka bakar derajat dua dapat
sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini
dimulai dari sisa elemen epitel yang masih vital, misalnya sel
kelenjar sebasea, sel basal, sel keringat, atau sel pangkal rambut.
Luka bakar derajat dua yang dalam mungkin meninggalkan parut
hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku, dan secara ekstetik sangat jelek.
Luka bakar yang derajat tiga yang dibiarkan sembuh sendiri akan
mengalami kontraktur. Bila ini terjadi di persendian fungsi sendi
dapat berkurang atau hilang. Stres atau beban faali serta hipoperfusi
daerah splangnikus pada penderita luka bakar berat dapat

30
menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duedonum
dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik.

Kelainan ini dikenal dengan tukak Curling atau stress ulcer. Aliran
darah ke lambung berkurang, sehingga terjadi iskemia mukosa. Bila
keadaan ini berlanjut dapat timbul ulkus akibat nekrosis mukosa
lambung. Yang dikhawatirkan dari tukak Curling ini adalah penyulit
Bahan Kimia Termis Radiasi Listrik/petir
perdarahan yang tampil sebagai hematemisis dan melena. Fase
permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga
Biologis LUKA BAKAR Psikologis MK:
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang
Gangguan
Konsep diri
karena eksudasi, metabolisme tinggi, dan mudah terjadi infeksi.
Kurang
pengetahuan
Pada Wajah Di ruang tertutup Kerusakan kulit Anxietas
Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori
Kerusakan mukosa
tambahan. Keracunan
Tenaga gas CO
yang Penguapantubuh
diperlukan meningkat
pada fase iniMasalah
terutama
Keperawatan:

didapat
Oedema laring dariCOpembakaran
mengikat Hb protein dari otot
Peningkatan skelet. Oleh
pembuluh karena
Resiko itu, infeksi
tinggi terhadap
darah kapiler Gangguan rasa nyaman
Ganguan aktivitas
penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, danKerusakan
berat integritas
badan kulit
Obstruksi jalan nafas Hb tidak mampu
menurun. Kecatatan
mengikat akibat
O2 luka bakar cairan
Ektravasasi ini sangat
(H2O, hebat, terutama bila
Gagal nafas Elektrolit, protein)
mengenai wajah. Penderita mungkin mengalami beban kejiwaan
Hipoxia otak
berat
MK: Jalan nafas akibat cacat tersebut, sampai
Tekananbisa menimbulkan
onkotik gangguan jiwa
menurun. Tekanan
yang disebut schizophrenia post
tidak efektif burn. (Sjamsuhidajat, dkk, 2010).
hidrostatik
meningkat
Cairan intravaskuler
menurun

Hipovolemia dan Masalah Keperawatan:


hemokonsentrasi
Kekurangan volume cairan
Gangguan perfusi jaringan
Gangguan sirkulasi
makro

Gangguan perfusi organ penting Gangguan


6. WOC sirkulasi seluler

Otak Kardiovaskuler Ginjal Hepar GI Neurologi Imun Gangguan


Traktus perfusi

Hipoxia Kebocoran Hipoxia Pelepasan Gangguan Daya


kapiler sel ginjal katekolamin Dilatasi Neurologi tahan Laju
lambung tubuh metabolisme
Sel otak menurun meningkat
mati Penurunan Fungsi Hipoxia Hambahan
curah jantung ginjal hepatik pertumbuhan
menurun Glukoneogenesis
Gagal
31 glukogenolisis
fungsi Gagal jantung Gagal Gagal hepar
sentral ginjal
MK: Perubahan
nutrisi

MULTI SISTEM ORGAN FAILURE


7. Komplikasi

a. Adult Respiratory Distress Syndrome.


Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi
dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.

32
b. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling.
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-
tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan
nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi
sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam
lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces,
regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan
tanda-tanda ulkus curling.
c. Sindrom kompartemen.
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan
integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan
mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah
akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka
bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil
dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran
darah sehingga terjadi iskemik.
d. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan
hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang
adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental
berubah, perubahan status respirasi, penurunan haluaran urine,
perubahan pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena
sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.

e. Gagal ginjal akut.

Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi


cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin
terdektis dalam urine.

8. Penatalaksanaan

a. Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan:
33
a) Udara panas, mukosa rusak edem,obstruksi.
b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL,
Bronkhokontriksi, obstruksi, gagal nafas.
2) Sirkulasi:
Gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler
pindah ke ekstra vaskuler, hipovolemi, gagal ginjal.
Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
b. Resusitasi cairan (Baxter)
 Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
 Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.

Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun: BB x 75 cc
3 – 5 tahun: BB x 50 cc
½ cairan diberikan 8 jam pertama
½ cairan diberikan 16 jam berikutnya.

 Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.

c. Monitor urine dan CVP.


d. Topikal dan tutup luka
1) Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang
jaringan nekrotik.
2) Tulle.
34
3) Silver sulfa diazin tebal.
4) Tutup kassa tebal.
5) Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
e. Obat – obatan:
1) Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak
kejadian.
2) Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan
sesuai hasil kultur.
3) Analgetik : kuat (morfin, petidine)
4) Antasida : kalau perlu

9. Pemeriksaan Penunjang

a. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan


adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan
lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht
(Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan
cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan
kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
b. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya
infeksi atau inflamasi.
c. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan
cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau
peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat
pada retensi karbon monoksida.
d. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal
sehubungan dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal,
natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan,
hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi
dapat terjadi bila mulai diuresis.

35
e. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan
kelebihan cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga
ketidakadekuatan cairan.
f. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
g. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan
respon stress.
h. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein
pada edema cairan.
i. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan
perfusi atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena
cedera jaringan.
j. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif
terhadap efek atau luasnya cedera.
k. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distritmia.
l. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan
luka bakar.

36
11. Pengkajian

A. Pengkajian

a. Aktifitas/istirahat:

Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang


gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan
tonus.

b. Sirkulasi:

Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT):


hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada
ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan
kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik);
takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik);
pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).

c. Integritas ego:

Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan,


kecacatan.

Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal,


menarik diri, marah.

d. Eliminasi:

Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat;


warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin,
mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah
kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi);
penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar
kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan
motilitas/peristaltik gastrik.

37
e. Makanan/cairan:

Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.

f. Neurosensori:

Gejala: area batas; kesemutan.

Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks


tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang
(syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan
ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik
(syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).

g. Nyeri/kenyamanan:

Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama


secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara
dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat
kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan
derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka
bakar derajat tiga tidak nyeri.

h. Pernafasan:

Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama


(kemungkinan cedera inhalasi).

Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum;


ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi
cedera inhalasi.

Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka


bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi
sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi

38
nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal);
sekret jalan nafas dalam (ronkhi).

i. Keamanan:

Tanda:

Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti


selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus
mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar
mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler
lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan
dengan kehilangan cairan/status syok.

Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn


dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan
terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut
kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar
mulut dan atau lingkar nasal.

Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.


Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit
samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal.
Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara
perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72
jam setelah cedera.

Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit


di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi
luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan
aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal
sehubungan dengan pakaian terbakar.

Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor,


kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).

39
j. Pemeriksaan diagnostik:

(1) LED: mengkaji hemokonsentrasi.

(2) Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan


biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium
terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena
peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.

(3) Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji


fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.

(4) BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.

(5) Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen


menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh
luas.

(6) Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.

(7) Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat


menurun pada luka bakar masif.

(8) Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera


inhalasi asap.

B. Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan


obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja
silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan
dada atau keterdatasan pengembangan dada.

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan


cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status
hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan
perdarahan.

40
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi
asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap
luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.

d. Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan;


pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh
debridemen luka.

e. Gangguan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler


perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah
arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan
edema.

f. Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih
besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme
protein.

g. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan


neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan
tahanan.

h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma :


kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit
(parsial/luka bakar dalam).

i. Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan


dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien
tergantung, kecacatan dan nyeri.

C. Rencana Intervensi
Diagnosa Rencana Keperawatan

41
Tujuan dan
Keperawata
Kriteria Intervensi Rasional
n
Hasil
Resiko bersihan Bersihan jalan Kaji refleks Dugaan cedera inhalasi
jalan nafas tidak nafas tetap gangguan/menelan; perhatikan
efektif efektif. pengaliran air liur,
berhubungan Kriteria Hasil : ketidakmampuan menelan, Takipnea, penggunaan otot
dengan Bunyi nafas serak, batuk mengi. bantu, sianosis dan perubahan
obstruksi vesikuler, RR Awasi frekuensi, irama, sputum menunjukkan terjadi
trakheobronkhia dalam batas kedalaman pernafasan ; distress pernafasan/edema
l; oedema normal, bebas perhatikan adanya paru dan kebutuhan
mukosa; dispnoe/cyanos pucat/sianosis dan sputum intervensi medik.
kompressi jalan is. mengandung karbon atau
nafas . merah muda. Obstruksi jalan nafas/distres
pernafasan dapat terjadi
Auskultasi paru, perhatikan sangat cepat atau lambat
stridor, mengi/gemericik, contoh sampai 48 jam setelah
penurunan bunyi nafas, batuk terbakar.
rejan.
Dugaan adanya hipoksemia
Perhatikan adanya pucat atau atau karbon monoksida.
warna buah ceri merah pada Meningkatkan ekspansi paru
kulit yang cidera optimal/fungsi pernafasan.
Tinggikan kepala tempat tidur. Bilakepala/leher terbakar,
Hindari penggunaan bantal di bantal dapat menghambat
bawah kepala, sesuai indikasi pernafasan, menyebabkan
nekrosis pada kartilago
telinga yang terbakar dan
Dorong batuk/latihan nafas meningkatkan konstriktur
dalam dan perubahan posisi leher.
sering. Meningkatkan ekspansi paru,
Hisapan (bila perlu) pada memobilisasi dan drainase
perawatan ekstrem, sekret.
pertahankan teknik steril. Membantu mempertahankan
jalan nafas bersih, tetapi
harus dilakukan kewaspadaan
Tingkatkan istirahat suara karena edema mukosa dan

42
tetapi kaji kemampuan untuk inflamasi. Teknik steril
bicara dan/atau menelan sekret menurunkan risiko infeksi.
oral secara periodik. Peningkatan
sekret/penurunan
Selidiki perubahan kemampuan untuk menelan
perilaku/mental contoh menunjukkan peningkatan
gelisah, agitasi, kacau mental. edema trakeal dan dapat
mengindikasikan kebutuhan
Awasi 24 jam keseimbngan untuk intubasi.
cairan, perhatikan Meskipun sering
variasi/perubahan. berhubungan dengan nyeri,
perubahan kesadaran dapat
menunjukkan
terjadinya/memburuknya
Lakukan program kolaborasi hipoksia.
meliputi : Perpindahan cairan atau
Berikan pelembab O2 melalui kelebihan penggantian cairan
cara yang tepat, contoh masker meningkatkan risiko edema
wajah paru. Catatan : Cedera
Awasi/gambaran seri GDA inhalasi meningkatkan
kebutuhan cairan sebanyak
35% atau lebih karena
edema.
O2 memperbaiki
Kaji ulang seri rontgen hipoksemia/asidosis.
Pelembaban menurunkan
pengeringan saluran
Berikan/bantu fisioterapi pernafasan dan menurunkan
dada/spirometri intensif. viskositas sputum.
Data dasar penting untuk
pengkajian lanjut status
pernafasan dan pedoman
Siapkan/bantu intubasi atau untuk pengobatan. PaO2
trakeostomi sesuai indikasi. kurang dari 50, PaCO2 lebih
besar dari 50 dan penurunan
pH menunjukkan inhalasi
asap dan terjadinya

43
pneumonia/SDPD.
Perubahan menunjukkan
atelektasis/edema paru tak
dapat terjadi selama 2 – 3
hari setelah terbakar
Fisioterapi dada mengalirkan
area dependen paru,
sementara spirometri intensif
dilakukan untuk memperbaiki
ekspansi paru, sehingga
meningkatkan fungsi
pernafasan dan menurunkan
atelektasis.
Intubasi/dukungan mekanikal
dibutuhkan bila jalan nafas
edema atau luka bakar
mempengaruhi fungsi
paru/oksegenasi.
Resiko tinggi Pasien dapat Awasi tanda vital, CVP. Memberikan pedoman untuk
kekurangan mendemostrasi Perhatikan kapiler dan penggantian cairan dan
volume cairan kan status kekuatan nadi perifer. mengkaji respon
berhubungan cairan dan kardiovaskuler.
dengan biokimia Awasi pengeluaran urine dan
Kehilangan membaik. berat jenisnya. Observasi Penggantian cairan dititrasi
cairan melalui Kriteria warna urine dan hemates untuk meyakinkan rata-2
rute abnormal. evaluasi: tak sesuai indikasi. pengeluaran urine 30-50
Peningkatan ada manifestasi cc/jam pada orang dewasa.
kebutuhan : dehidrasi, Urine berwarna merah pada
status resolusi Perkirakan drainase luka dan kerusakan otot masif karena
hypermetabolik, oedema, kehilangan yang tampak adanyadarah dan keluarnya
ketidak elektrolit mioglobin.
cukupan serum dalam Peningkatan permeabilitas
pemasukan. batas normal, Timbang berat badan setiap kapiler, perpindahan protein,
Kehilangan haluaran urine hari proses inflamasi dan
perdarahan. di atas 30 kehilangan cairan melalui
ml/jam. Ukur lingkar ekstremitas yang evaporasi mempengaruhi
terbakar tiap hari sesuai volume sirkulasi dan

44
indikasi pengeluaran urine.
Penggantian cairan
Selidiki perubahan mental tergantung pada berat badan
pertama dan perubahan
selanjutnya
Observasi distensi Memperkirakan luasnya
abdomen,hematomesis,feces oedema/perpindahan cairan
hitam. yang mempengaruhi volume
Hemates drainase NG dan sirkulasi dan pengeluaran
feces secara periodik. urine.
Lakukan program kolaborasi Penyimpangan pada tingkat
meliputi : kesadaran dapat
Pasang / pertahankan kateter mengindikasikan ketidak
urine adequatnya volume
sirkulasi/penurunan perfusi
Pasang/ pertahankan ukuran serebral
kateter IV. Stres (Curling) ulcus terjadi
Berikan penggantian cairan IV pada setengah dari semua
yang dihitung, elektrolit, pasien yang luka bakar
plasma, albumin. berat(dapat terjadi pada awal
minggu pertama).
Awasi hasil pemeriksaan
laboratorium ( Hb, elektrolit,
natrium ). Observasi ketat fungsi ginjal
dan mencegah stasis atau
Berikan obat sesuai idikasi : refleks urine.
- Diuretika contohnya Memungkinkan infus cairan
Manitol (Osmitrol) cepat.
Resusitasi cairan
menggantikan kehilangan
- Kalium cairan/elektrolit dan
membantu mencegah
- Antasida komplikasi.
Mengidentifikasi kehilangan
darah/kerusakan SDM dan
Pantau: kebutuhan penggantian
- Tanda-tanda vital cairan dan elektrolit.

45
setiap jam selama periode
darurat, setiap 2 jam Meningkatkan pengeluaran
selama periode akut, dan urine dan membersihkan
setiap 4 jam selama tubulus dari debris
periode rehabilitasi. /mencegah nekrosis.
- Warna urine. Penggantian lanjut karena
- Masukan dan kehilangan urine dalam
haluaran setiap jam jumlah besar
selama periode darurat, Menurunkan keasaman
setiap 4 jam selama gastrik sedangkan inhibitor
periode akut, setiap 8 jam histamin menurunkan
selama periode produksi asam hidroklorida
rehabilitasi. untuk menurunkan produksi
- Hasil-hasil JDL dan asam hidroklorida untuk
laporan elektrolit. menurunkan iritasi gaster.
- Berat badan setiap Mengidentifikasi
hari. penyimpangan indikasi
- CVP (tekanan vena kemajuan atau penyimpangan
sentral) setiap jam bial dari hasil yang diharapkan.
diperlukan. Periode darurat (awal 48 jam
- Status umum setiap 8 pasca luka bakar) adalah
jam. periode kritis yang ditandai
oleh hipovolemia yang
Pada penerimaan rumah sakit, mencetuskan individu pada
lepaskan semua pakaian dan perfusi ginjal dan jarinagn tak
perhiasan dari area luka bakar. adekuat.
Mulai terapi IV yang
ditentukan dengan jarum
lubang besar (18G), lebih
disukai melalui kulit yang
telah terluka bakar. Bila pasien
menaglami luka bakar luas
dan menunjukkan gejala-
gejala syok hipovolemik,
bantu dokter dengan
pemasangan kateter vena Inspeksi adekuat dari luka
sentral untuk pemantauan bakar.

46
CVP.
Beritahu dokter bila: haluaran
urine < 30 ml/jam, haus, Penggantian cairan cepat
takikardia, CVP < 6 mmHg, penting untuk mencegah
bikarbonat serum di bawah gagal ginjal. Kehilangan
rentang normal, gelisah, TD di cairan bermakna terjadi
bawah rentang normal, urine melalui jarinagn yang
gelap atau encer gelap. terbakar dengan luka bakar
luas. Pengukuran tekanan
Konsultasi doketr bila vena sentral memberikan data
manifestasi kelebihan cairan tentang status volume cairan
terjadi. intravaskular.

Tes guaiak muntahan warna Temuan-temuan ini


kopi atau feses ter hitam. mennadakan hipovolemia dan
Laporkan temuan-temuan perlunya peningkatan cairan.
positif. Pada lka bakar luas,
perpindahan cairan dari ruang
Berikan antasida yag intravaskular ke ruang
diresepkan atau antagonis interstitial menimbukan
reseptor histamin seperti hipovolemi.
simetidin
Pasien rentan pada kelebihan
beban volume intravaskular
selama periode pemulihan
bila perpindahan cairan dari
kompartemen interstitial pada
kompartemen intravaskuler.
Temuan-temuan guaiak
positif ennandakan adanya
perdarahan GI. Perdarahan
GI menandakan adaya stres
ulkus (Curling’s).
Mencegah perdarahan GI.
Luka bakar luas mencetuskan
pasien pada ulkus stres yang

47
disebabkan peningkatan
sekresi hormon-hormon
adrenal dan asam HCl oleh
lambung.

Resiko Pasien dapat Pantau laporan GDA dan Mengidentifikasi kemajuan


kerusakan mendemonstra kadar karbon monoksida dan penyimpangan dari hasil
pertukaran gas sikan serum. yang diharapkan. Inhalasi
berhubungan oksigenasi asap dapat merusak alveoli,
dengan cedera adekuat. mempengaruhi pertukaran
inhalasi asap Kriteroia Beriakan suplemen oksigen gas pada membran kapiler
atau sindrom evaluasi: RR pada tingkat yang ditentukan. alveoli.
kompartemen 12-24 x/mnt, Pasang atau bantu dengan Suplemen oksigen
torakal warna kulit selang endotrakeal dan meningkatkan jumlah
sekunder normal, GDA temaptkan pasien pada oksigen yang tersedia untuk
terhadap luka dalam renatng ventilator mekanis sesuai jaringan. Ventilasi mekanik
bakar normal, bunyi pesanan bila terjadi diperlukan untuk pernafasan
sirkumfisial nafas bersih, insufisiensi pernafasan dukungan sampai pasie dapat
dari dada atau tak ada (dibuktikan dnegna hipoksia, dilakukan secara mandiri.
leher. kesulitan hiperkapnia, rales, takipnea
bernafas. dan perubahan sensorium).
Anjurkan pernafasan dalam Pernafasan dalam
dengan penggunaan spirometri mengembangkan alveoli,
insentif setiap 2 jam selama menurunkan resiko
tirah baring. atelektasis.
Pertahankan posisi semi
fowler, bila hipotensi tak ada. Memudahkan ventilasi
dengan menurunkan tekanan
Untuk luka bakar sekitar abdomen terhadap diafragma.
torakal, beritahu dokter bila
terjadi dispnea disertai dengan Luka bakar sekitar torakal
takipnea. Siapkan pasien dapat membatasi ekspansi
untuk pembedahan eskarotomi adda. Mengupas kulit
sesuai pesanan. (eskarotomi) memungkinkan
ekspansi dada.
Resiko tinggi Pasien bebas Pantau:
infeksi dari infeksi. - Penampilan luka Mengidentifikasi indikasi-
berhubungan Kriteria bakar (area luka bakar, indikasi kemajuan atau

48
dengan evaluasi: tak sisi donor dan status penyimapngan dari hasil
Pertahanan ada demam, balutan di atas sisi tandur yang diharapkan.
primer tidak pembentukan bial tandur kulit
adekuat; jaringan dilakukan) setiap 8 jam.
kerusakan granulasi baik. - Suhu setiap 4 jam.
perlinduingan - Jumlah makanan
kulit; jaringan yang dikonsumsi setiap
traumatik. kali makan. Pembersihan dan pelepasan
Pertahanan Bersihkan area luka bakar jaringan nekrotik
sekunder tidak setiap hari dan lepaskan meningkatkan pembentukan
adekuat; jarinagn nekrotik granulasi.
penurunan Hb, (debridemen) sesuai pesanan.
penekanan Berikan mandi kolam sesuai
respons pesanan, implementasikan
inflamasi perawatan yang ditentukan
untuk sisi donor, yang dapat Antimikroba topikal
ditutup dengan balutan membantu mencegah infeksi.
vaseline atau op site. Mengikuti prinsip aseptik
Lepaskan krim lama dari luka melindungi pasien dari
sebelum pemberian krim baru. infeksi. Kulit yang gundul
Gunakan sarung tangan steril menjadi media yang baik
dan beriakn krim antibiotika untuk kultur pertumbuhan
topikal yang diresepkan pada baketri.
area luka bakar dengan ujung
jari. Berikan krim secara Temuan-temuan ini
menyeluruh di atas luka. mennadakan infeksi. Kultur
Beritahu dokter bila demam membantu mengidentifikasi
drainase purulen atau bau patogen penyebab sehingga
busuk dari area luka bakar, sisi terapi antibiotika yang tepat
donor atau balutan sisi tandur. dapat diresepkan. Karena
Dapatkan kultur luka dan balutan siis tandur hanya
berikan antibiotika IV sesuai diganti setiap 5-10 hari, sisi
ketentuan. ini memberiakn media kultur
untuk pertumbuhan bakteri.
Tempatkan pasien pada Kulit adalah lapisan pertama
ruangan khusus dan lakukan tubuh untuk pertahanan
kewaspadaan untuk luka bakar terhadap infeksi. Teknik steril

49
luas yang mengenai area luas dan tindakan perawatan
tubuh. Gunakan linen tempat perlindungan lainmelindungi
tidur steril, handuk dan skort pasien terhadap infeksi.
untuk pasien. Gunakan skort Kurangnya berbagai rangsang
steril, sarung tangan dan ekstrenal dan kebebasan
penutup kepala dengan masker bergerak mencetuskan pasien
bila memberikan perawatan pada kebosanan.
pada pasien. Tempatkan radio
atau televisis pada ruangan
pasien untuk menghilangkan Melindungi terhadap tetanus.
kebosanan.
Bila riwayat imunisasi tak
adekuat, berikan globulin Ahli diet adalah spesialis
imun tetanus manusia (hyper- nutrisi yang dapat
tet) sesuai pesanan. mengevaluasi paling baik
Mulai rujukan pada ahli diet, status nutrisi pasien dan
beriakn protein tinggi, diet merencanakan diet untuk
tinggi kalori. Berikan emmenuhi kebuuthan nutrisi
suplemen nutrisi seperti ensure penderita. Nutrisi adekuat
atau sustacal dengan atau memabntu penyembuhan
antara makan bila masukan luka dan memenuhi
makanan kurang dari 50%. kebutuhan energi.
Anjurkan NPT atau makanan
enteral bial pasien tak dapat
makan per oral.
Nyeri Pasien dapat Berikan anlgesik narkotik Analgesik narkotik
berhubungan mendemonstra yang diresepkan prn dan diperlukan utnuk memblok
dengan sikan hilang sedikitnya 30 menit sebelum jaras nyeri dengan nyeri
Kerusakan dari prosedur perawatan luka. berat. Absorpsi obat IM
kulit/jaringan; ketidaknyaman Evaluasi keefektifannya. buruk pada pasien dengan
pembentukan an. Anjurkan analgesik IV bila luka bakar luas yang
edema. Kriteria luka bakar luas. disebabkan oleh perpindahan
Manipulasi evaluasi: interstitial berkenaan dnegan
jaringan cidera menyangkal Pertahankan pintu kamar peningkatan permeabilitas
contoh nyeri, tertutup, tingkatkan suhu kapiler.
debridemen melaporkan ruangan dan berikan selimut Panas dan air hilang melalui
luka. perasaan ekstra untuk memberikan jaringan luka bakar,

50
nyaman, kehangatan. menyebabkan hipoetrmia.
ekspresi wajah Tindakan eksternal ini
dan postur Berikan ayunan di atas temapt membantu menghemat
tubuh rileks. tidur bila diperlukan. kehilangan panas.
Menururnkan neyri dengan
mempertahankan berat badan
Bantu dengan pengubahan jauh dari linen temapat tidur
posisi setiap 2 jam bila terhadap luka dan
diperlukan. Dapatkan bantuan menuurnkan pemajanan
tambahan sesuai kebutuhan, ujung saraf pada aliran udara.
khususnya bila pasien tak Menghilangkan tekanan pada
dapat membantu membalikkan tonjolan tulang dependen.
badan sendiri. Dukungan adekuat pada luka
bakar selama gerakan
membantu meinimalkan
ketidaknyamanan.
Resiko tinggi Pasien Untuk luka bakar yang Mengidentifikasi indikasi-
kerusakan menunjukkan mengitari ekstermitas atau indikasi kemajuan atau
perfusi jaringan, sirkulasi tetap luka bakar listrik, pantau penyimpangan dari hasil
perubahan/disfu adekuat. status neurovaskular dari yang diharapkan.
ngsi Kriteria ekstermitas setaip 2 jam.
neurovaskuler evaluasi: Pertahankan ekstermitas Meningkatkan aliran balik
perifer warna kulit bengkak ditinggikan. vena dan menurunkan
berhubungan normal, pembengkakan.
dengan menyangkal Beritahu dokter dengan segera
Penurunan/inter kebas dan bila terjadi nadi berkurang, Temuan-temuan ini
upsi aliran kesemutan, pengisian kapiler buruk, atau menandakan keruskana
darah nadi perifer penurunan sensasi. Siapkan sirkualsi distal. Dokter dapat
arterial/vena, dapat diraba. untuk pembedahan eskarotomi mengkaji tekanan jaringan
contoh luka sesuai pesanan. untuk emnentukan kebutuhan
bakar seputar terhadap intervensi bedah.
ekstremitas Eskarotomi (mengikis pada
dengan edema. eskar) atau fasiotomi
mungkin diperlukan untuk
memperbaiki sirkulasi
adekuat.
Kerusakan Memumjukkan Kaji/catat ukuran, warna, Memberikan informasi dasar
integritas kulit regenerasi kedalaman luka, perhatikan tentang kebutuhan

51
b/d kerusakan jaringan jaringan nekrotik dan kondisi penanaman kulit dan
permukaan kulit Kriteria hasil: sekitar luka. kemungkinan petunjuk
sekunder Mencapai tentang sirkulasi pada aera
destruksi penyembuhan Lakukan perawatan luka bakar graft.
lapisan kulit. tepat waktu yang tepat dan tindakan
pada area luka kontrol infeksi. Menyiapkan jaringan untuk
bakar. penanaman dan menurunkan
Pertahankan penutupan luka resiko infeksi/kegagalan
sesuai indikasi. kulit.

Kain nilon/membran silikon


mengandung kolagen porcine
Tinggikan area graft bila peptida yang melekat pada
mungkin/tepat. Pertahankan permukaan luka sampai
posisi yang diinginkan dan lepasnya atau mengelupas
imobilisasi area bila secara spontan kulit
diindikasikan. repitelisasi.
Menurunkan
Pertahankan balutan diatas pembengkakan /membatasi
area graft baru dan/atau sisi resiko pemisahan graft.
donor sesuai indikasi. Gerakan jaringan dibawah
graft dapat mengubah posisi
Cuci sisi dengan sabun ringan, yang mempengaruhi
cuci, dan minyaki dengan penyembuhan optimal.
krim, beberapa waktu dalam Area mungkin ditutupi oleh
sehari, setelah balutan dilepas bahan dengan permukaan
dan penyembuhan selesai. tembus pandang tak reaktif.
Lakukan program kolaborasi :
- Siapkan / bantu prosedur Kulit graft baru dan sisi
bedah/balutan biologis. donor yang sembuh
memerlukan perawatan
khusus untuk
mempertahankan kelenturan.

Graft kulit diambil dari kulit


orang itu sendiri/orang lain
untuk penutupan sementara

52
pada luka bakar luas sampai
kulit orang itu siap ditanam.

DAFTAR PUSTAKA

Amirudin, M. Dali, et al. (2003). Kusta. Jakarta: FKUI.

53
Burn, et al. (2010). Rook’s Textbook of Dermatology Eight Edition. United
Kingdom: Wiley-Blackwell.

Chin, James. (2006). Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta:


Infomedika.

Departemen Kesehatan RI. (2008). Profil Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta:


Depkes RI Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. (2006). Buku Pedoman Nasional Pemberantasan


Penyakit Kusta. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Dian, Sofianty. (2009). Memahami Seluk Beluk Penyakit Kusta,


http://www.surabaya.ehealth.org, diakses tanggaal 24 April 2018.

Hiswani. (2001). Kusta Salah Satu Penyakit Menular yang Masih Dijumpai di
Indonesia. http://www.library.usu.ac.id, diakses tanggal 24 April 2018.

Tranggono RI dan Latifah F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.


Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Zulkifli. (2003). Penyakit Kusta dan Masalah yang Ditimbulkannya. Fakultas


Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

54

Anda mungkin juga menyukai