Anda di halaman 1dari 10

Pembahasan

Air merupakan zat kimia yang penting bagi semua makhluk hidup yang ada di bumi. Air
dapat berwujud padatan (es), cairan (air) dan gas (uap air). Air merupakan satu-satunya zat yang
secara alami terdapat di permukaan bumi dalam ketiga wujudnya tersebut. Air adalah substansi
kimia dengan rumus kimia H2O, satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat
secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau
pada kondisi standar.

Air dan kesehatan merupakan dua hal yang saling berhubungan. Kualitas air yang
dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. Selain
bermanfaat bagi manusia, air juga merupakan media sarang dan penularan penyakit berbahaya
bagi manusia. Selain itu, tingginya tingkat pencemaran air akibat perkembangan industri juga
menjadi penyebab gangguan kesehatan pada manusia. Pesatnya perkembangan industri seringkali
diikuti dengan meningkatnya polutan dari berbagai sumber. Salah satu contoh sumber polutan
yaitu logam. Sebagian besar logam seperti Fe, Pb, Zn, Al & Cu mudah terlarut pada pH < 5. Pada
pH rendah unsur-unsur seperti Al, Mn & Fe akan bersifat racun. Logam Fe merupakan logam
essensial yang keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup,
namun dalam jumlah berlebih dapat menimbulkan efek racun. Buangan industri yang mengandung
persenyawaan logam berat Fe bukan hanya bersifat toksik terhadap tumbuhan tetapi juga terhadap
hewan dan manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat yang sulit didegradasi,
sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan keberadaannya secara alami sulit
dihilangkan. Kadar besi (Fe) > 1 mg/L dianggap membahayakan kehidupan organisme akuatik.
(Endang Supriyantini, et al., 2015) Persayratan kualitas air secara kimiawi (Permenkes No.
907/Menkes/SK/VII/2002) bahan-bahan inorganik (yang memungkinkan dapat menimbulkan
keluhan pada konsumen) untuk parameter besi kadar maksimum yang diperbolehkan yaitu 0,3
mg/L

Besi (Fe) adalah satu dari lebih unsur-unsur penting dalam air permukaan dan air tanah. Perairan
yang mengandung besi (Fe) sangat tidak diinginkan untuk keperluan rumah tangga karena dapat
menyebabkan bekas karat pada pakaian, porselin dan alat-alat lainnya serta menimbulkan rasa
yang tidak enak pada air minum pada konsentrasi di atas kurang lebih 0,31 mg/L. Besi(II) (Fe)
sebagai ion berhidrat yang dapat larut (Fe2+) merpakan jenis besi (Fe) yang terdapat dalam air
tanah karena air tanah tidak berhubungan dengan oksigen dari atmosfer, konsumsi oksigen bahan
organik dalam media mikroorganisme sehingga menghasilkan keadaan reduksi dalam air tanah.
Oleh karena itu, besi (Fe) dengan bilangan oksidasi rendah, yaitu besi(II) (Fe) umum ditemukan
dalam air tanah dibandingkan besi(III).

Besi merupakan elemen kimiawi yang dapat dipenuhi hampir di semua tempat di muka
bumi, pada semua bagian lapisan geologis dan semua badan air. Pada air permukaan, jarang
ditemui kadar Fe lebih besar dari 1 mg/L, tetapi didalam air tanah, kadar Fe dapat jauh lebih tinggi.

Perairan yang mengandung besi (Fe) sangat tidak diinginkan untuk keperluan rumah
tangga karena dapat menyebabkan bekas karat pada pakaian, porselin dan alat-alat lainnya serta
menimbulkan rasa yang tidak enak pada air minum pada konsentrasi di atas kurang lebih 0,31
mg/L. Besi(II) (Fe) sebagai ion berhidrat yang dapat larut (Fe2+) merpakan jenis besi (Fe) yang
terdapat dalam air tanah karena air tanah tidak berhubungan dengan oksigen dari atmosfer,
konsumsi oksigen bahan organik dalam media mikroorganisme sehingga menghasilkan keadaan
reduksi dalam air tanah. Oleh karena itu, besi (Fe) dengan bilangan oksidasi rendah, yaitu besi(II)
(Fe) umum ditemukan dalam air tanah dibandingkan besi(III) (Fe).

Sumber besi (Fe) antara lain berasal dari hematit ataupun magnetit. Mineral yang sering berada
dalam air dengan jumlah besar adalah kandungan besi (Fe). Apabila besi (Fe) tersebut berada
dalam jumlah yang banyak akan muncul berbagai gangguan lingkungan.[9]

Menurut Wahyu Widowati, Astiana Sastiono dan Raymond Jusuf R., besi (Fe) memiliki berbagai
fungsi esensial dalam tubuh, yaitu :

1. Sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh.

2. Sebagai alat angkut elektron dalam sel.

3. Sebagai bagian terpadu dari berbagai reaksi enzim.

Pada praktikum ini dilakukan pemeriksaan kadar Fe pada beberapa sampel air. Sampel air
yang digunakan yaitu sampel air sumur gali, air sumur bor, air dari sumber mata air, air rendaman
perak dan air cubang. Pemeriksaan kadar Fe dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer
UV-Vis.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990, penggolongan air menurut peruntukkannya
ditetapkan sebagai berikut :

1. Golongan A: Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan
terlebih dahulu.

2. Golongan B : Air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum.

3. Golongan C : Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan.

4. Golongan D : Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan dapat dimanfaatkan
untuk usaha perkotaan, industri, pembangkit listrik tenaga air.

Untuk keperluan air minum, rumah tangga dan industri, secara umum dapat digunakan sumber air
yang berasal dari air sungai, mata air, danau, sumur, dan air hujan yang telah dihilangkan zat-zat
kimianya, gas racun, atau kuman-kuman yang berbahaya bagi kesehatan. Salah satu sumber air
yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga adalah air tanah

Sumur merupakan tanah yang digali untuk mendapatkan air yang berasal dari dalam tanah,
digunakan untuk keperluan rumah tangga. Sumur dapat dibagi menjadi dua, yaitu sumur gali dan
sumur bor. Sumur gali adalah satu konstruksi sumur yang paling umum dan meluas dipergunakan
untuk mengambil air tanah bagi masyarakat kecil dan rumah- rumah perorangan sebagai air minum
dengan kedalaman 7-10 meter dari permukaan tanah. Sumur gali menyediakan air yang berasal
dari lapisan tanah yang relatif dekat dari permukaan tanah, oleh karena itu dengan mudah terkena
kontaminasi melalui rembesan. Umumnya rembesan berasal dari tempat buangan kotoran manusia
kakus/jamban dan hewan, juga dari limbah sumur itu sendiri, baik karena lantainya maupun
saluran air limbahnya yang tidak kedap air.

Dari segi kesehatan sebenarnya penggunaan sumur gali ini kurang baik bila cara
pembuatannya tidak benar-benar diperhatikan, tetapi untuk memperkecil kemungkinan terjadinya
pencemaran dapat diupayakan pencegahannya. Pencegahan ini dapat dipenuhi dengan
memperhatikan syarat-syarat fisik dari sumur tersebut yang didasarkan atas kesimpulan dari
pendapat beberapa pakar di bidang ini, diantaranya lokasi sumur tidak kurang dari 10 meter dari
sumber pencemar, lantai sumur sekurang-kurang berdiameter 1 meter jaraknya dari dinding sumur
dan kedap air, saluran pembuangan air limbah (SPAL) minimal 10 meter dan permanen, tinggi
bibir sumur 0,8 meter, memililki cincin (dinding) sumur minimal 3 meter dan memiliki tutup
sumur yang kuat dan rapat.

Sumur bor adalah sumur yang diperoleh dengan cara pengeboran, lapisan air tanah yang
lebih dalam ataupun lapisan tanah yang jauh dari tanah permukaan dapat dicapai sehingga sedikit
dipengaruhi kontaminasi. Umumnya air ini bebas dari pengotoran mikrobiologi dan secara
langsung dapat dipergunakan sebagai air minum. Air tanah ini dapat diambil dengan pompa tangan
maupun pompa mesin.

Mata air adalah sebuah keadaan alami di mana air tanah mengalir keluar dari akuifer
menuju permukaan tanah.

Mata air merupakan laboratorium alam dengan suhu yang tetap menurut ahli ekologi perairan,
mata air dengan komposisi kimia, kecepatan a1iran air serta suhu yang relatif tetap hila
dibandingkan dengan danau, sungai dan komunitas daratan tanpa memandang ukuran serta
jumlahnya menjadikan posisi yang penting sebagai tempat untuk penelitian.

Air hujan yang bersifat asam yaitu dengan mengandung H2CO3 hila jatuh di daerah tanah
berkapur menyebabkan air tanah bersifat air sadah. Air sadah yaitu air yang ban yak mengandung
ion- ion Ca++, Mg++, Sr++ dan Mn++ serta menyulitkan sabun untuk berbusa dan hila dipanaskan
akan memberikan endapan berupa kerak.

Spektrofotometer UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis spektroskopi yang


memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380) dan sinar tampak (380-780)
dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometer UV-Vis melibatkan energi
elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometer UV-Vis
lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif ketimbang kualitatif. Spektrofotometer terdiri atas
spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang
gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau
yang diabsorpsi. Spektrofotometer tersusun atas sumber spektrum yang kontinyu, monokromator,
sel pengabsorpsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding (Henie Poerwandar
Asmaningrum, et al., 2016)
Syarat analisis menggunakan visibel adalah cuplikan yang dianalisis bersifat stabil
membentuk kompleks dan larutan berwarna. Oleh karena itu, dalam penetuan kadar besi dalam
air, perlu ditambahakan hidroksilamin hidroksida 10% untuk mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+. Besi
dalam keadaan Fe2+ akan lebih stabil dibandingkan besi Fe3+. Dalam keadaan dasar, larutan besi
tidak berwarna sehingga perlu ditambahkan larutan fenantrolin agar membentuk kompleks larutan
berwarna.

Dalam pengukuran dengan menggunakan metode spektrofotometri sebelum mengukur


sampel, perlu dilakukan pengukuran blaknko. Fungsi dari blanko sendiri adalah mengukur serapan
pereaksi yang digunakan untuk analisis kadar Fe sehingga jumlah serapan Fe sendiri adalah nilai
absorbansi larutan standar atau sampel (mengandung pereaksi dan Fe) dikurangi serapan
pereaksinya. Sehingga absorbansi yang didapat pada pengukuran ini adalah serapan untuk Fe
dalam sampel, fungsi kalibrasi juga untuk menghilangkan efek refleksi akibat pancaran sinar
radiasi menuju larutan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran sampel menggunakan spektrofotometer
adalah :

1. Sebelum kuvet dimasukan/ditempatkan pada sample compartement, kuvet harus dilap


terlebih dahulu oleh tissue, tujuannya agar kuvet kering sehingga hasil absorbans tepat
karena bila kuvet basah bisa mempengaruhi hasil pengamatan.
2. Saat kuvet ditempatkan pada sample compartement, garis putih pada kuvet harus
disejajarkan dengan garis pada sample compartement.
3. Bagian bawah kuvet tidak boleh dipegang, karena jika itu terjadi dikhawatirkan kuvet
terkena lemak/kotoran, yang akan mempengaruhi hasil absorbans karena alat tidak dapat
menyerap cahaya tampak akibat adanya kotoran tersebut sehingga % transmitan berkurang
karena cahaya dibelokan.

Reaksi antara besi dengan orto-fenantrolin merupakan reaksi kesetimbangan dan


berlangsung pada pH 6 sampai 8. Karena alasan tersebut, pH larutan harus dijaga tetap dengan
cara menambahkan garam natrium asetat. Penambahan larutan natrium asetat dilakukan sebelum
penambahan orto-fenantrolin. Dalam penentuan kadar fe dalam sampel menggunakan
spektrofotometri visibel perlu dibuat larutan standar. Tujuannya adalah untuk membuat kurva
kalibrasi yang nantinya akan digunakan untuk menghitung kadar besi dalam sampel air.
Pengukuran menggunakan metode fenantrolin dengan pereduksi hidroksilamin
hidroklorida dapat diganggu oleh beberapa ion logam, misalnya bismut, tembaga, nikel, dan
kobalt. Senyawa kompleks berwarna merah-orange yang dibentuk antara besi (II) dan 1,10-
phenantrolin (ortophenantrolin) dapat digunakan untuk penentuan kadar besi dalam air yang
digunakan sehari hari. Reagen yang bersifat basa lemah dapat bereaksi membentuk ion
phenanthrolinium, phen H+ dalam medium asam. Pembentukan kompleks besi phenantrolin dapat
ditunjukkan dengan reaksi:

Fe2+ + 3 phen H+⇌ Fe(phen)32+ + 3H+

Tetapan pembentukan kompleks adalah 2.5×10-6 pada 25oC. Besi(II) terkomplekskan


dengan kuantitatif pada pH 3-9. pH 3,5 biasa direkomendasikan untuk mencegah terjadinya
endapan dari garam garam besi, misalnya fosfat. Kelebihan zat pereduksi, seperti hidroksilamin
diperlukan untuk menjamin ion besi berada pada keadaan tingkat oksidasi 2+.

Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan cara memipet 2 dan 6 ml


larutan standar besi (III) 100ppm dan dimasukkan masing – masing dalam labu ukur 100 ml lalu
ditambahkan 1 ml larutan hidroksilamin hidroksida 10%, tambahkan 10 ml larutan 1,10-
ortofenantrolin 10%, tambahkan 10 ml larutan buffer ammonium asetat dan tambahkan akuades
hingga tanda batas, inkubasi pada tempat gelap selama 10 – 15 menit pada tempat gelap tujuannya
agar pembentukan warna sempurna. Rentang panjang gelombang yang diuji adalah 400 – 750 nm
, dari hasil uji pada panjang gelombang yang berbeda zat sampel menyerap cahaya absorbansi
yang berbeda pula dilihat dari hasil percobaan pada panjang gelombang 400nm molekul – molekul
dalam larutan standar konsentrasi 6ppm hanya mampu memperoleh absorbansi rata – rata dari
pengukuran yang dilakukan secara triplo sebesar 0,1584 atau hanya 15,84 % cahaya yang diserap
pada panjang gelombang tersebut, nilai absorbansi terus meningkat hingga pada panjang
gelombang 510 nm dengan absorbansi 0,2098 atau 20,98% cahaya diserap kemudian absorbansi
kembali menurun dengan meningkatnya panjang gelombang. Hal ini berarti pada panjang
gelombang tersebut kemampuan molekul – molekul tersebut menyerap cahaya kembali menurun.
Dari hasil pengukuran tersebut dapat disimpulkan bahwa larutan standar yang digunakan mampu
menyerap cahaya secara maksimal pada panjang gelombang 510 nm.

Selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi larutan standar, larutan standar dibuat


dengan konsentrasi 2,4,6,8 dan 10 ppm. Pipet masing – masing 2,4,6,8 dan 10 larutan standar besi
(III) 100 ppm masukkan masing dalam labu ukur 100 ml, tambahkan 1 ml larutan hidroksilamin
hidroksida 10%, tambahkan 10 ml larutan 1,10-ortofenantrolin 10%, tambahkan 10 ml larutan
buffer ammonium asetat dan tambahkan akuades hingga tanda batas, inkubasi pada tempat gelap
selama 10 – 15 menit pada tempat gelap. Penambahan fenantrolin sebagai ligan bidentat akan
menghasilkan kompleks dengan Fe2+ yang berikatan secara kovalen koordinasi dan menghasilkan
warna merah-jingga. Senyawa fenantrolin sangat mudah membentuk kompleks dengan logam
yang mempunyai orbital kosong pada orbital d. Besi merupakan salah satu logam yang memiliki
elektron yang tidak berpasangan dalam bentuk ionnya. Sedangkan fenantrolin merupakan nitrogen
heterosiklik trisiklik yang memiliki pasangan elektron bebas (PEB) yang berasal dari nitrogennya.
Proses pembentukan senyawa kompleks koordinasi adalah perpindahan satu atau lebih pasangan
elektron bebas dari ligan ke ion logam. Ligan bertindak sebagai pemberi elektron bebas (basa
Lewis) yang pada penelitian ini adalah fenantrolin dan ion logam sebagai penerima elektron bebas
(asam Lewis) pada penelitian ini adalah besi(II) (Sari dan Djarot, 2015).

Dari hasil peengukuran diperoleh regresi 0,9953Nilai ini menunjukan koefisien korelasi
antara absorbansi dengan konsentrasi besar sehingga linearitas dari kurva adalah baik. Dimana
semakin tinggi konsentrasi maka semkain besar pula nilai absorbansinya.Dari hasil analisa data,
diperoleh persamaan linier dari pengukuran larutan standar yaitu y = -0,0035 + 0,0327

Dari hasil pengukuran absorbansi sampel air, diperoleh hasil kadar Fe pada sampel air yaitu :

No Sampel Rata – Rata Absorbansi Kadar Fe


1 Air sumur gali 0,0037 0,022
2 Air sumur gali 0,00383 0,1278
3 Air sumur bor 0,0342 0,115
4 Air sumur bor -0,0036 -0,0003
5 Air sumber mata air (beji) 0,00296 0,0198
6 Air sumber mata air (beji) 0,0074 0,333
7 Air rendaman perak 0,4189 1,292
8 Air cubang -0,0029 0,0018
Berdasarkan (Permenkes No. 907/Menkes/SK/VII/2002) batas maksimal kadar besi dalam
air yang diperbolehkan yaitu 0,3 mg/L. Jika dibandingkan dengan syarat kadar besi maksimal
menurut (Permenkes No. 907/Menkes/SK/VII/2002) tersebut maka air yang memiliki kandungan
kadar Fe di atas batas yaitu pada sampel air rendaman perak (sebesar 1,292 mg/L). Pada praktikum
yang dilakukan diperoleh 2 sampel air yang hasil absorbansinya negatif. Menurut (Tahir, 2007)
penentuan blanko dilakukan untuk kalibrasi alat dan menentukan nilai 0. Sehingga apabila
absorbansi yang diperoleh pada sampel negatif, kemungkinan kadar dalam sampel lebih rendah
dari kadar blanko yang digunakan.

Kadar besi (Fe) yang terlalu tinggi bisa mengakibatkan kerusakan seluler akibat radikal bebas.
Dosis yang melebihi 20 mg/kg berat pada manusia menyebabkan toksisitas. Toksisitas kronis dari
besi (Fe) lebih banyak terjadi pada orang dewasa yang biasanya mengakibatkan idiopatik
hemokromatosis dikarenakan tidak normalnya absorbsi besi (Fe) dari alat pencernaan.

Tingginya kandungan logam Fe akan berdampak terhadap kesehatan manusia diantaranya


bisa menyebabkan keracunan (muntah), kerusakan usus, penuaan dini hingga kematian mendadak,
radang sendi, cacat lahir, gusi berdarah, kanker, sirosis ginjal, sembelit, diabetes, diare, pusing,
mudah lelah, hepatitis, hipertensi, insomnia. Dalam jangka waktu pendek, apabila mengonsumsi
air yang mengandung Fe dapat menimbulkan gangguan sistem pernapasan seperti lemas, batuk,
sesak napas, bronchopneumonia, edema paru, dan cyanosis serta methemoglobinemia. Dampak
penyimpangan parameter zat kimia adalah dapat meningkatkan reaktivitas pada pembuluh
tenggorokan dan sensitivitas pada penderita asma. Zat kimia bersifat racun terutama terhadap paru
dengan diawali gangguan pada pernafasan. (Elvi Sunarsih, et al., 2018)
Salah satu cara penurunan kadar besi (Fe) dalam air adalah menggunakan saringan pasir aktif.
Daya kerja saringan pasir aktif tersebut di antaranya dipengaruhi oleh jenis pasir dan ketebalan
lapisan pasir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada air sumur yang memiliki kadar besi (Fe)
3,0 μg/L, suhu 24,5oC dan pH sebesar 7,5 setelah disaring dengan saringan pasir aktif (kali dan
kuarsa). Pasir kali aktif pada ketebalan 60 cm mampu menurunkan kadar besi (Fe) sebesar 63,7%,
sedangkan pasir kuarsa aktif pada ketebalan 60 cm dapat menurunkan kadar besi (Fe) air sumur
hingga sebesar 94,9%.
Daftar pustaka

Sari. N dan Djarot. S., 2015, Studi Gangguan Mg(II) dalam Analisa Besi(II) dengan Pengompleks
O-fenantrolin Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis, J. Sains dan Seni, 4(1): C-8 – C-
12.

Kartasasmita, E., Tuslinah, L., Fawaz, M. 2009. ‘Penentuan Kadar Besi(II) dalam Sediaan Tablet
Besi(II) Sulfat Menggunakan Metode Orto-Fenantrolin’. Jurnal Kesehatan Vol (1) No.1.
Hal:69-78. Jurusan Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada.
Tasikmalaya.

Khopkar, S.M., 2002, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta.

Trianjaya, Zunaidi. 2009. ‘Penentuan Kadar Besi pada Soft Water secara Spektrofotometri di PT.
Cocacola Bottling di Indonesia’. Karya Ilmiah. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Supriyantini, Endang, dkk. 2015. “Kandungan Logam Berat Besi (Fe) pada Air, Sedimen dan
Kerang Hijau (Perna Viridis) di Perairan Tanjung Emas Semarang”. Jurnal Kelautan
Tropis Juni 2015 Vol. 18(1):38–45 ISSN 0853-729. Terdapat pada :
https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jkt/article/download/512/387

Pengendalian Pencemaran Air”. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990.


www.jkpp.org/downloads/PP_No20-1990.pdf. Diakses pada tanggal 02 September 2019

”Persyaratan Kualitas Air Minum”. Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 Tahun 2010.
www.jkpp.org/downloads/Permenkes_No492-2010.pdf. Diakses pada tanggal 02 September
2019

Putra, Berkat Putra, “Analisa Kualitas Fisik, Bakteriologis dan Kimia Air Sumur Gali serta Gambaran Keadaan
Konstruksi Sumur Gali di Desa Patumbak Kampung Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli
Serdang”. Universitas Sumatera Utara. 2010.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19496/4/Chapter%20II.pdf. Diakses pada
tanggal 02 September 2019

Widowati, Wahyu, Astiana Sastiono dan Raymond Jusuf R.. Efek Toksik Logam. Yogyakarta: ANDI, 2008
Sugiyarto, Kristian H.. Kimia Anorganik II. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2003

Supratman, Unang. Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Bandung: Widya Padjadjaran, 2010

Anda mungkin juga menyukai