Anda di halaman 1dari 10

Pemeriksaan Amilase

A. Pendahuluan

Sebagian besar zat makanan yang dimakan biasanya masih dalam bentuk yang tidak dapat
langsung dipakai oleh organisme, karena zat makanan tidak dapat diabsorpsi dari saluran
pencernaan sebelum zat makanan tersebut dipecah menjadi molekul yang lebih kecil. Pemecahan
zat makanan alamiah ini menjadi bentuk yang dapat diserap disebut proses pencernaan. Perubahan
kimia pada proses pencernaan dilakukan dengan bantuan enzim hidrolase pada saluran
pencernaan. Enzim ini mengkatalisis hidrolisis protein menjadi asam amino, polisakarida menjadi
monosakarida dan triasilgliserol menjadi 2-monoasilgliserol, gliserol dan asam lemak. (Enny,
2015)

Enzim merupakan sekelompok protein yang mengatur dan menjalankan perubahan-


perubahan kimia dalam sistem Biologi. Enzim dihasilkan oleh organ – organ pada hewan dan
tanaman yang secara katalitik menjalankan berbagai reaksi, seperti hidrolisis, oksidasi, reduksi,
isomerasi, adisi, transfer radikal, pemutusan rantai karbon. Secara umum, enzim menghasilkan
kecepatan, spesifikasi, dan kendali pengaturan terhadap reaksi dalam tubuh. Enzim berfungsi
sebagai katalisator, yaitu senyawa yang meningkatkan kecepatan reaksi kimia. Suatu enzim dapat
mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat dibandingkan ketika reaksi tersebut tidak
menggunakan katalis. Seperti katalis lainnya, enzim juga menurunkan atau memeperkecil energi
aktivasi suatu reaksi kimia. Dalam raksi tersebut enzim mengubah senyawa yang slanjutnya
disebut substrat menjadi suatu senyawa yang baru yaitu produk, namun enzim tidak ikut berubah
dalam reaksi tersebut. (Supriyatna, et al., 2015)

Di dalam rongga mulut, makanan akan bercampur dengan saliva. Saliva disekresi oleh 3
pasang kelenjar saliva, yaitu: kelenjar parotis, kelenjar submaksilaris, dan kelenjar sublingualis.
Saliva terdiri dari kira-kira 99,5% air, komponen anorganik terutama adalah elektrolit dalam
bentuk ion (Na, K, Ca, Mg, Cl, HCO3 dan fosfat), komponen organik terutama adalah protein dan
musin dan sejumlah kecil asam amino, urea, asam uric, dan kolesterol. Saliva berperan sebagai
pelicin rongga mulut dan membantu dalam proses menelan. Saliva mengandung enzim amilase,
yang umum disebut ptyalin, yang akan menghidrolisis polisakarida menjadi molekul yang lebih
kecil, hasil akhirnya terutama berupa disakarida, yaitu maltosa. (Enny, 2015)

Proses hidrolisa merupakan proses pemecahan rantai molekul polimer menjadi molekul
penyusunnya yang lebih sederhana. Enzim amilase akan memecah substrat pati melalui tiga
tahapan utama yaitu gelatinisasi, likuifikasi, dan sakarifikasi. (Nangin, et al., 2015)

Enzim amilase merupakan enzim yang mampu mengkatalis proses hidrolisa pati untuk
menghasilkan molekul lebih sederhana seperti glukosa, maltosa, dan dekstrin. Proses hidrolisa pati
tersebut dilakukan melalui tiga tahapan yaitu gelatinisasi, likuifikasi, dan sakarifikasi. Ketiga
tahapan tersebut memerlukan energi yang relatif tinggi sehingga meningkatkan biaya produksi
pada produk berbasis pati. (Nangin, et al., 2015)

Pati adalah polimer glukosa dengan rumus molekul (C6H10O5)n. Pembentukan polimer pati
diawali dengan terbentuknya ikatan glukosida yaitu ikatan antara molekul glukosa melalui oksigen
pada atom karbon pertama. Pati dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu amilosa dan amilopektin.
Amilosa merupakan polimer rantai lurus yang terdiri dari ribuan glukosa dengan ikatan α 1,4
glukosida. Jenis kedua yaitu amilopektin yang mengandung percabangan rantai akibat adanya
ikatan α 1,6 glukosida di beberapa bagiannya. (Nangin, et al., 2015)

Keistimewaan amilase yaitu dapat menghidrolisis zat tepung sehingga meningkatkan


produk yang dapat diubah menjadi asam. Amilase saliva dianggap penting untuk kesehatan dalam
hal aktivitas intra oral. Amilase saliva merupakan enzim pencernaan penting yang dihasilkan oleh
kelenjar ludah. Pencernaan saliva untuk menghidrolisis zat tepung seringkali tidak selesai, karena
waktunya yang singkat untuk dapat bekerja terhadap makanan. Hal ini tergantung apakah makanan
yang ditelan dalam bentuk gumpalan atau mengunyahnya secara fisiologis dalam waktu yang
lama. Pencernaan polisakarida disempurnakan oleh amilase pankreas, dengan kerja enzimatik dan
kespesifikan serupa. Kemudian, maltase akan menghidrolisis maltosa untuk memproduksi unit
glukosa yang akan diserap ke dalam aliran darah. (Enny, 2015)

Enzim merupakan biomolekul yang mengkatalis reaksi kimia, di mana hampir semua
enzim adalah protein. Enzim dapat meningkatkan kecepatan reaksi kimia secara nyata dan sangat
spesifik. Kecepatan reaksi enzim sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya suhu, pH,
substrat, konsentrasi enzim dan lain sebagainya. (Sahputri, 2018)
Untuk dapat bereaksi secara optimal, enzim memerlukan kondisi tertentu selain pH dan
suhu yang sesuai. Ada senyawa tertentu yang menghambat reaksi enzimatik, senyawa ini berfungsi
menghambat (inhibitor). (Enny, 2015)

B. Prosedur Kerja
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Sampel yang dating ke laboratorium dihandling terlebih dahulu dengan cara
melakukan scan barcode pada sampel
3. Sampel di scan lagi pada aplikasi Cobas Invinity Result hingga muncul order recived
4. Sampel yang telah discan akan memberikan kode pada alat mengenai pemeriksaan
apa saja yang akan dilakukan
5. Setelah itu, masukkan sampel ke dalam rak sampel dengan posisi barcode menghadap
ke depan dan pastikan barcode dalam keadaan baik
6. Masukkan sampel ke dalam alat, lalu klik start
7. Dalam alat akan dilakukan pipetting sebagai berikut :

Jumlah Diluent (H2O)

R1 63µL 10 µL

Sampel 2,5 µL 21 µL

SR 21 µL 10 µL

Total 127,5 µL

8. Apabila pemeriksaan sudah selesai dilakukan, maka hasil akan tertera pada layar
computer.
C. Hasil
Nama : Ni Gusti Ayu Savitri Devi Ulandari
Umur : 20tahun
Jenis Kelamin : perempuan

D. Pembahasan

Enzim adalah biokatalisator yang berfungsi sebagai katalis dalam proses biologis. Enzim
berperan sebagai katalisator, yaitu sebuah zat atau protein yang mempercepat reaksi kimia tanpa
menjadi reaktan. Enzim dapat dimanfaatkan sebagai biomarker dari kerusakan suatu jaringan dan
reagensia diagnosis. Untuk mengkatalisis suatu reaksi, maka enzim harus berikatan dengan satu
atau lebih molekul reaktan yang disebut substrat. Dalam beberapa reaksi, satu substrat dipecah
menjadi beberapa produk atau dua substrat membentuk satu molekul yang lebih besar. (Sahputri,
2018)
Pemanfaatan enzim untuk alat diagnosis secara garis besar dibagi dalam dua kelompok:
1. Enzim sebagai petanda (marker) dari kerusakan suatu jaringan atau organ akibat penyakit
tertentu.
Penggunaan enzim sebagai petanda dari kerusakan suatu jaringan mengikuti prinsip
bahwasanya secara teoritis enzim intrasel seharusnya tidak terlacak di cairan ekstrasel dalam
jumlah yang signifikan. Apabila enzim intrasel terlacak di dalam cairan ekstrasel dalam jumlah
lebih besar dari yang seharusnya, atau mengalami peningkatan yang bermakna/signifikan, maka
dapat diperkirakan terjadi kematian (yang diikuti oleh kebocoran akibat pecahnya 5ancreas) sel
secara besar-besaran. Kematian sel ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal, seperti keracunan
bahan kimia (yang merusak tatanan lipid bilayer), kerusakan akibat senyawa radikal bebas, infeksi
(virus), berkurangnya aliran darah sehingga lisosom mengalami lisis dan mengeluarkan enzim-
enzimnya, atau terjadi perubahan komponen membrane sehingga sel imun tidak mampu lagi
mengenali sel-sel tubuh dan sel-sel asing, dan akhirnya menyerang sel tubuh (penyakit autoimun)
dan mengakibatkan kebocoran 5ancreas. (Sahputri, 2018)

2. Enzim sebagai suatu reagensia diagnosis


Sebagai reagensia diagnosis, enzim dimanfaatkan menjadi bahan untuk mencari petanda
(marker) suatu senyawa. Dengan memanfaatkan enzim, keberadaan suatu senyawa petanda yang
dicari dapat diketahui dan diukur berapa jumlahnya. Pengukuran dengan enzim memberikan hasil
yang sangat khas dan lebih spesifik dibandingkan dengan pengukuran secara kimia, mampu
digunakan untuk mengukur kadar senyawa yang jumlahnya sangat sedikit, serta praktis karena
kemudahan dan ketepatannya dalam mengukur. (Sahputri, 2018)

Pemanfaatan enzim dalam pengobatan meliputi penggunaan enzim sebagai obat,


pemberian senyawa kimia untuk memanipulasi kinerja suatu enzim dengan demikian suatu efek
tertentu dapat dicapai (enzim sebagai sasaran pengobatan), serta manipulasi terhadap ikatan
protein-ligan sebagai sasaran pengobatan. Penggunaan enzim sebagai obat biasanya mengacu
kepada pemberian enzim untuk mengatasi defisiensi enzim yang seyogyanya terdapat di dalam
tubuh manusia untuk mengkatalis rekasi-reaksi tertentu. (Sahputri, 2018)

Keadaan normal apabila terdapat keseimbangan antara pembentukan enzim dengan


penghancurannya. Apabila terjadi kerusakan sel atau peningkatan permeabilitas 5ancreas sel,
enzim akan banyak keluar ruang ekstra sel dan kedalam aliran darah sehingga dapat digunakan
sebagai sarana untuk 6ancreas6c penyakit tersebut. Karena itu kadar enzim baik dalam plasma,
urin dan darah dapat menjadi petanda mengenai penyakit tertentu (Sahputri, 2018)

Setiap enzim memiliki aktivitas maksimum pada suhu tertentu, aktivitas enzim akan
semakin meningkat dengan bertambahnya suhu hingga suhu optimum tercapai. Setelah itu
kenaikan suhu lebih lanjut akan menyebabkan aktivitas enzim menurun. (Supriyatna, et al., 2015).

Enzim yang dikenal luas penggunaannya adalah enzim amilase, lipase, dan protease yang
merupakan enzim hidrolitik pemecah senyawa makromolkul karbohidrat, lemak, dan ptotein.
Enzim amylase berfungsi untuk mengubah pati menjadi maltose (Supriyatna, et al., 2015).

Enzim Amilase adalah enzim yang mempunyai kemampuan memecah ikatan glukosida
pada polimer pati. Secara molekuler, pemecahan amilase dibantu oleh residu asam amino pada sisi
aktif enzim. Pada enzim α-amilase yang berasal dari Pseudomonas stutzeri, pemecahan dibantu
oleh tiga residu asam amino yaitu asam 6ancreas6 219, asam 6ancreas6 294, dan asam 6ancreas6
193. Tahapan pertama merupakan pengikatan substrat oleh asam 6ancreas6 294. Tahap selanjutnya
yaitu asam 6ancreas6 219 dalam bentuk asam akan mendonorkan proton ke oksigen pada ikatan
glikosidik substrat. Produk dari reaksi tersebut adalah sebuah ion oksokarbonium pada keadaan
transisi yang diikuti dengan pembentukan kovalen intermediet. Molekul H2O kemudian
menyerang ikatan kovalen antara oksigen dan residu asam 6ancreas6 193. Asam 6ancreas6
kemudian menerima H dari molekul H2O dan residu asam 6ancreas6 193 membentuk gugus
hidroksil baru pada molekul glukosa. (Nangin, et al., 2015)

Amilase dapat diperoleh dari berbagai sumber mikroorganisme, tanaman, dan hewan.
Molekul amilum dakan dipercah oleh amilase pada ikatan α-1,4-glikosida dan α-1,6-glikosida.
Amilase dibedakan menjadi endoamilase dan eksoamilase. Endoamilase umumnya dikenal seagai
α amilase, sedangkan eksoamilase dikenal sebagai β-amilase. (Supriyatna, et al., 2015)

Pada suhu rendah aktivitas enzim amilase tidak optimal karena 6ancre yang diserap oleh
enzim tersebut tidak cukup menghidrolisis substrat sehingga nilai aktivitas enzim tersebut menjadi
rendah. Sedangkan ketika suhu terlalu tinggi, enzim akan mengalami denaturasi yaitu
tergannggunya bagian aktif enzim sehingga kecepatan reaksinyapun menurun. Menurut Sebayang
(2010), struktur tertier enzim yang terdiri dari ikatan hidrofobik jika menyerap 6ancre tinggi akan
terjadi pemutusan dan mengakibatkan terjadinya pembukaan struktur tertier sehingga konformasi
enzim berubah dan menyebabkan aktivitasnya menurun. Penurunan aktivitas enzim setelah suhu
optimum terjadi karena pada suhu yang paling tinggi dari suhu optimum, protein dapat
terdenaturasi, selain itu substrat juga dapat mengalami perubahan konformasi sehingga dalam
memasuki sisi aktif tidak seleluasa seperti pada keadaan suhu optimumnya dan menyebabkan
akktivitas enzim berkurang. Peningkatan suhu sebelum tercapainya suhu optimum akan
meningkatkan laju reaksi katalitik enzim karena meningkatnya 7ancre 7ancrea molekul mlekul
yang bereaksi. Sebaliknya, suhu dinaikkan sesudah suhu optimum kompleks enzim-substrat yang
melampau 7ancre aktivasi terlalu besar, sehingga memecah ikatan sekunder pada konformasi
enzim dan sisi aktifnya. Hal ini mengakibatkan enzim terdenaturasi dan kehilangan sifat
katalitiknya (Supriyatna, et al., 2015)

Aktivitas enzim amilase yang optimal berada pada pH 6.8. pH dapat mempengaruhi
aktivitas enzim dengan mengubah struktur enzim tersebut. pH berpengaruh terhadap kecepatan
aktivitas enzim dalam mengkatalis suatu reaksi. Hal ini disebabkan konsentrasi ion 7ancreas
mempengaruhi struktur dimensi enzim dan aktivitasnya. Setiap enzim memiliki pH optimum di
mana pada pH tersebut struktur tiga dimensinya paling kondusif dalam mengikat substrat. Bila
konsentrasi ion 7ancreas berubah dari konsentrasi optimal, aktivitas enzim secara progresif hilang
sampai pada akhirnya enzim menjadi tidak fungsional. (Syauqy dan Humaryanto, 2018)

Proses hidrolisa merupakan proses pemecahan rantai molekul polimer menjadi molekul
penyusunnya yang lebih sederhana. Enzim amilase akan memecah substrat pati melalui tiga
tahapan utama yaitu gelatinisasi, likuifikasi, dan sakarifikasi. (Nangin, et al., 2015)

Pati adalah polimer glukosa dengan rumus molekul (C6H10O5)n. Pembentukan polimer pati
diawali dengan terbentuknya ikatan glukosida yaitu ikatan antara molekul glukosa melalui oksigen
pada atom karbon pertama. Pati dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu amilosa dan amilopektin.
Amilosa merupakan polimer rantai lurus yang terdiri dari ribuan glukosa dengan ikatan α 1,4
glukosida. Jenis kedua yaitu amilopektin yang mengandung percabangan rantai akibat adanya
ikatan α 1,6 glukosida di beberapa bagiannya. (Nangin, et al., 2015)

Amilase adalah 7ancreas7 glikosida terutama diproduksi di 7ancreas dan kelenjar ludah
dan dalam jumlah yang sangat kecil di jaringan lain. Enzim amilase dapat menjadi penanda
biokimia yang paling umum digunakan untuk diagnosis pankreatitis akut, tetapi sensitivitas
berkurang dengan terjadinya hipertrigliseridemia, dan alkoholisme kronis. Pankreatitis akut
biasanya ditandai dengan nyeri hebat pada perut bagian atas yang menyebar ke punggung dan
disertai dengan mual dan muntah. (Sahputri, 2018)

Pada pankreatitis akut, tingkat darah amilase meningkat dengan cepat dalam waktu enam
jam dari onset penyakit, waktu paruh 10-12 jam, tetap tinggi selama 3-5 hari, dan akhirnya
diekskresikan oleh ginjal. Setelah mencapai tingkat puncak, berikutnya amilase serum kembali ke
level normal, namun hal ini tidak berhubungan dengan resolusi gejala klinis. Peningkatan kadar
amilase serum juga dapat ditemukan pada keadaan inflamasi intraabdominal lain dan gangguan
saliva serta pada pasien yang memiliki penurunan klirens ginjal. (Sahputri, 2018)

Macroamylasemia adalah suatu kondisi di mana amilase tetap terikat dengan


8ancreas8c8lin atau polisakarida untuk membentuk kompleks dengan berat molekul besar yang
mengarah ke peningkatan kadar serum amilase . Hipertrigliseridemia kompetitif mengganggu uji
amilase, sehingga pada pasien ini akan dijumpai nilai 8ancreas palsu (kadar amilase yang rendah).
Sensitivitas dan spesifisitas amilase sebagai uji 8ancreas8c untuk untuk mendiagnosis pankreatitis
akut tergantung pada nilai ambang batas. Pada tingkat cut-off 1000 IU / L, memiliki sensitivitas
sekitar 55-84% dan spesifisitas hingga 95% . Pembersihan enzim amilase melalui urin meningkat
3 kali dalam waktu 1-2 minggu pada pasien dengan kondisi ginjal normal. (Sahputri, 2018).

Pada praktikum ini, uji amilase dilakukan menggunakan alat otomatis “COBAS Integera
400/700/800”. Sampel yang digunakan berupa serum pasien. Alat ini menggunakan metode
pemeriksaan enzymatic colorimetric dengan prinsip :

Ethylidene-G7-PNP α-Amylase ethylidene-G3,4,5 + G2,3,4-PNP

G2,3,4-PNP α-Amylase p-nitrophenoxide + glucose

Pada praktikum ini dilakukan pemeriksaan kadar enzyme amilase pada pasien atas nama
Ni Gusti Ayu Savitri Devi Ulandari, Perempuan, 20 tahun diperoleh hasil 20,7 U/L, sementara
nilai rujukannya yaitu 25,00 – 120,00 U/L. Hal ini menunjukan hasil pemeriksaan pasien di bawah
nilai rujukan.

Rendahnya hasil pemeriksaan amilase dapat menunjukan adanya beberapa gangguan


kesehatan. Apabila kadar enzim amilase rendah, kemungkinan karena 8ancreas tak lagi mampu
memproduksi protein dalam jumlah yang cukup. Beberapa gangguan kesehatan yang mungkin
menyebabkan hal ini adalah: Pankreatitis kronis, Preeklamsia, Penyakit ginjal, Fibrosis kistik.
Sementara berbagai gangguan kesehatan yang dapat ditandai dengan naiknya kadar enzim amilase,
antara lain: Pankreatitis akut, Abses pancreas, Kanker pancreas, Gastroenteritis dan tukak
lambung, Kolesistitis, Makroamilasemia, Kehamilan di luar kandungan (kehamilan ektopik),
Penyumbatan usus dan usus buntu, Infeksi pada kelenjar ludah, Pengaruh obat-obatan tertentu.
Namun hasil pemeriksaan amilase saja tidakcukup untuk mendiagnosa penyebab penyakit
seseorang. Untuk lebih memastikannya, perlu dilakukan pemeriksaan pendukung lainnya.

E. Kesimpulan

Pada pemeriksaan Amilase dengan pasien atas nama Ni Gusti Ayu Savitri Devi Ulandari,
Perempuan, 20 tahun diperoleh hasil pemeriksaan 20,7 U/L, sementara nilai rujukannya yaitu
25,00 – 120,00 U/L. Hal ini menunjukan hasil pemeriksaan pasien di bawah nilai normal.

Daftar Pustaka

Willianti, Enny. 2015. “ Pengaruh Larutan Fluoride terhadap Aktivitas Amilase Saliva”. Jurnal
“Ilmiah Kedokteran” Volume 4 Nomer 2 Edisi Desember 2015, hal. 54 – 67. Terdapat
pada : https://journal.uwks.ac.id/index.php/jikw/article/download/17/17
Supriyatna, Ateng dkk. 2015. “Aktivitas Enzim Amilase, Lipase dan Protease dari Larva
Hermetia Illucens yang Diberi Pakan Jerami Padi”. ISSN 1979-8911 Edisi Juli 2015
Volume IX No. 2. Terdapat pada :
http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/istek/article/viewFile/186/201
Nangin, Debora dkk. 2015. “Enzim Amilase Pemecah Pati dari Mikroba”. Jurnal Pangan dan
Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1032-1039, Juli 2015. Terdapat pada :
http://jpa.ub.ac.id/index.php/jpa/article/viewFile/226/233
Sahputri, Juwita. 2018. “ Enzim sebagai Biomarker Diagnosis Penyakit Infeksi”. Terdapat pada :
https://ojs.unimal.ac.id/index.php/averrous/article/view/433/356
Syauqy, Ahmad dan Humaryanto. 2018. “Perbedaan antara pH Saliva dan Aktivitas Enzim
Amilase Mahasiswa yang Merokok dengan Mahasiswa yang Tidak Merokok”. JMJ,
Volume 6, Nomor 1, Mei 2018, Hal: 1 – 9. Terdapat pada : https://online-
journal.unja.ac.id/index.php/kedokteran/article/view/4816

Anda mungkin juga menyukai