Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA

PERCOBAAN 3

SISTEM PENCERNAAN

Disusun Oleh :

1. Sofie Ayunia Rachmawati (10060318030)


2. Anggrilina Fitria (10060318031)
3. Nisa Rahma A. (10060318033)
4. Muhammad Fillah (10060318034)
5. Fia Siti Nopalia (10060318035)
6. Shifa Fadillah (10060314087)

Shift / Kelompok :A/5


Tanggal Praktikum : 30 September 2019
Tanggal Pengumpulan : 7 Oktober 2019
Asisten : Shelvy Asmiranda

LABORATORIUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2019 M / 1440 H
SISTEM EKSRESI URINARI

I. Tujuan Percobaan
1. Menjelaskan proses pencernaan kimiawi dimulut.
2. Menjelaskan proses pencernaan kimiawi dilambung oleh enzim pepsin
3. Menjelaskan kondisi optimum yang diperlukan bagi aktivitas kerja
pepsin
4. Menjelaskan proses pencernaan kimiawi diusus halus

II. Landasan Teori


Proses pencernaan merupakan proses penguraian bahan makanan
kedalam zat-zat makanan agar dapat diserap dan digunakan oleh jaringan-
jaringan tubuh. Sistem pencernaan makanan terdiri dari alat-alat
pencernaan yang berhubungan langsung membentu saluran pencernaan.
Saluran pencernaan adalah saluran yang kontinyu berupa tabung yang
dikelilingi otot. Saluran pencernaan akan mencerna makanan,
memecahnya menjadi bagian yang lebih kecil dan menyerap bagian
tersebut menuju pembuluh darah. Saluran pencernaan meliputi: mulut,
kerongkongan (esofagus), lambung (gaster), usus halus (intestinum tenue),
usus besar (kolon) dan anus. Pada sistem pencernaan makanan direduksi
secara fisis, reduksi yang lebih lanjut berlangsung secara kimia, menyerap
hasil pencernaan, bahan buangan yang tidak dapat dicerna ditahan dan
dibuang keluar tubuh (Waluyo, 2016: 16).
Fungsi sistem pencernaan adalah pertama untuk memasukkan
makanan ke dalam saluran pencernaan. Kemudian kedua adalah
menyimpannya untuk sementara. Ketiga mencerna secara fisik dan
kimiawi. Lalu keempat mengabsorbsi hasil pencernaan dan kelima sebagai
tempat penyimpanan sementara sisa makanan yang telah tercerna untuk
kemudian mengeluarkannya (Suntoro, 1990: 74).
Proses pencernaan makanan didalam tubuh ada dua macam yaitu :

a. Pencernaan mekanis

Pencernaan mekanis merupakan pemecahan atau penghancuran


makanan secara fisik dari zat makanan yang kasar menjadi zat makanan
yang lebih halus. Contohnya gigi memotong-motong dan mengunyah
makanan, gerak yang mendorong makanan dari kerongkongan sampai ke
usus (gerak peristaltik) (Waluyo, 2016: 16).
b. Pencernaan kimiawi
Pencernaan kimiawi merupakan proses pemecahan makanan dari
molekul kompleks menjadi molekul-molekul yang sederhana dengan
bantuan getah pencernaan (enzim) yang dihasilkan oleh kelenjar
pencernaan (Waluyo, 2016: 16).
Lambung merupakan organ otot berongga yang besar dan
berbentuk seperti kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu kardia,
fundus, antrum. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan
melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup.
Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi
lambung ke dalam kerongkongan (Sloane, 2003 : 98).
Emulsifikasi lemak dan pencernaanya oleh lipase pankreas.
Lipoprotein lipase terdapat di dinding kapiler darah melekat pada endotel
melalui rantai proteoglikan heparin sulfat yang bermuatan negative, enzim
ini bisa ditemukan di jantung, jaringan adipose, limpa, paru, medulla
ginjal, aorta, diafragma dan kelenjar mamaria dalam keadaan laktasi dan
normalnya tidak ditemukan dalam darah (Murray , 2009).

Lipase hati terikat pada permukaan sinusoid sel hati dan di


bebaskan oleh heparin. Saat terjadinya hidrolisis triasilgliserol, lipoprotein
akan melekat di endotel dan mengalami hidrolisis secara progresif melalui
diasil gliserol menjadi monoasil gliserol dan akhirnya menjadi asam lemak
bebas dan gliserol. Asam lemak bebas ini akan kembali ke sirkulasi
melekat pada albumin dan kebanyakan di angkut ke jaringan (Murray,
2009).
Garam empedu juga turut membantu pencernaan lemak
(emulsifikasi) dengan mengubah globulus lemak yang berukuran besar
menjadi emulsi butiran lemak (steroid yang berasal dari kolesterol) yang
terbenam dalam kimus. Dalam garam empedu terdapat molekul yang larut
lemak dan bagian yang larut air yang bermuatan negatif, bagian negatif
yang larut air akan menonjol di permukaan lemak. Ketika butiran lemak
ini berada dalam usus maka gerakan peristaltic usus akan memecah butiran
lemak menjadi lebih halus lagi. Gugus yang bermuatan negatif di
permukaan lemak akan menyebabkan butiran lemak saling tolak menolak
satu sama lain, sehingga terbentuk emulsi lemak yang meningkatkan luas
permukaan lemak. Dalam keadaan ini lipase pankreas akan lebih mudah
mencerna butiran lemak teraebut. Misel garam empedu juga bertindak
segai medium transport untuk mengangkut monogliserida dan asam lemak
bebas menuju brush border sel-sel epitel usus untuk di absorpsi ke dalam
darah. Setelah itu garam empedu akan di lepaskan kembali ke kimus untuk
di pakai berulang-ulang dalam proses pengangkutan selanjutnya
(Isselbacher, 2000).

Saliva merupakan sistem imun mukosa yang berfungsi


mempertahankan homeostasis dalam rongga mulut, menghasilkan
substansi tertentu seperti IgA, lisosim dan laktoferin. Juga ditemukan yang
disebut badan-badan liur di dalam saliva, yang merupakan granulosit dan
limfosit berdegenerasi yang berasal dari tonsila dan kelenjar limfa pada
bagian belakang lidah (Junqueira, 1998).

Saliva adalah suatu cairan mulut yang kompleks, tidak berwarna,


yang disekresikan dari kelenjar saliva mayor dan minor untuk
mempertahankan homeostasis dalam rongga mulut. Pada orang dewasa
yang sehat, diproduksi saliva kurang lebih 1,5 liter dalam waktu 24 jam.
Sekresi saliva dikendalikan oleh sistem persarafan, terutama sekali oleh
reseptor kolinergik. Rangsang utama untuk peningkatan sekresi saliva
adalah melalui rangsang mekanik (Hasibuan, 2002).
Kelenjar saliva meliputi kelenjar saliva besar dan kelenjar-
kelenjar kecil yang berada disekitar rongga mulut yang tidak
mempunyai saluran keluar yang jelas serta jumlahnya banyak sekali.
Barier protektif mukosa mulut terlihat berlapis-lapis terdiri atas air liur
pada permukaannya, lapisan keratin, lapisan granular, membran basal, dan
komponen seluler serta humoral yang berasal dari pembuluh darah.
Jaringan lunak dirongga mulut yang terdapat kelenjar saliva minor yang
tersebar dibawah mukosa mulut berhubungan dengan nodus limfatik
ekstraoral dan agregasi limfoidintraoral. Suatu jaringan halus kapiler
limfatik yang terdapat pada permukaan mukosa lidah, dasar mulut,
palatum, pipi, bibir yang berasal dari gusi. Kapiler-kapiler ini bersatu
membentuk pembuluh limfatik besar dan bergabung dengan pembuluh
limfatik yang berasal dari bagian didalam otot lidah dan struktur lainnya.
Antigen mikrobial yang dapat menembus epitel masuk ke lamina propria,
dan difagositosis oleh sel-sel Langerhans yang banyak ditemukan pada
mukosa mulut. Kelenjar saliva ini ditemukan berbagai komponen selular
dan humoral, seperti PMN,makrofag, limfosit dan sel plasma yang penting
dalam respon imun terhadap bakteri (Rifai,2011)

III. Bahan Alat


Bahan Alat
Saliva Miskroskop
Pasta amilum 3% Inkubator
Larutan Iodium 2% Penanggas air
Larutan CuSO4 Stop watch
Larutan NaOH 40% Lampu spirtus
Pereaksi Benedict Termometer
Larutan Glukosa Gelas kimia
Asam asetat 6% Erlenmeyer/vial tutup
Metilen blue 0,15% dalam air Tabung reaksi
Pereaksi Buret Pipet tetes
Larutan HCL 0,4% Kaca objek
Larutan Na-Karbonat 0,5% Kaca penutup
Larutan Pepsin 5% (dibuat segar) Plat tetes
Larutan pankreatin Batang pengaduk
Indikator Universal Corong
Aquades Kertas saring

IV. Prosedur Percobaan


1. Anatomi sistem pencernaa dengan merujuk pada data literatur,
dipelajari organ – organ yang terlibat pada sistem pencernaan .
2. Fisiologi sistem pencernaan
a. Memeriksa Komponen Saliva Uji Mikroskopik
Diwarnai satu tetes saliva dengan metilen biru dan ditempatkan
diatas kaca objektif, ditutup dengan kaca penutup, diamati dibawah
mikroskop adanya sel-sel epitel, butir-butir lemak, leukosit, dan
bakteri.
b. Pencernaan Karbohidrat Dimulut
Salah seorang dari anggota kelompok menyumbangkan salivanya,
ditampung saliva dalam gelas piala agar saliva yang didapat tidak
terdapat banyak gelembung, saat mengeluarkan saliva dilewatkan pada
batang pengaduk, disiapkan tabung reaksi yang sudah diisi dengan
pasta amilum 5% sebanyak 5 mL ditambahkan saliva sebanyak 5 mL
kedalam tabung reaksi tersebut, dikocok hingga tercampur rata dan
didiamkan selama 1 menit. Disiapkan tabung reaksi (minimal 8
tabung) yang sudah diisi dengan larutan benedict, disiapkan 1 buah
plat tetes. Setelah campuran saliva dan pasta amilum dibiarkan selama
1 menit, ambil 1 tetes untuk diteteskan keplat tetes, lalu ditambahkan
1-2 tetes iodium. Secara bersamaan diambil 3 tetes dan campurkan
pasta amilum dan saliva untuk diteteskan kedalam tabung reaksi berisi
larutan benedict. Larutan pasta amilum ditambah saliva dengan iodiun
menimbulkan warna merah. Hal ini ditunjukan amilum menjadi
entrodekstrin. Larutan amilum ditambah saliva dengan iodium lama
kelamaan menimbulkan larutan yang tidak berwarna. Hal ini
menunjukan bahwa proses pencernaan amilum telah menghasilkan
akromodekstrin. Tahap ini disebut titik akromatik. Bila telah mencapai
titik akromatik, panaskan semua tabung reaksi yang berisi campuran
pasta amilum ditambah saliva dengan larutan benedict dipenanggas air
yang mendidih selama 5 menit. Sebagai pembanding gunakan tabung
berisi larutan benedict yang dicampur dengan 2 mL glukosa 10%,
biarkan menjadi dingin. Diamati perubahan warna yang terjadi dapat
dijadikan indikator apakah amilum telah dicerna oleh enzim-enzim
dalam saliva dan proses pencernaan tersebut telah sampai ke tahap
mana.
Catatan: uji benedict dengan dekstrosa/glukosa akan memberikan
endapan berwarna merah, kuning, dan hijau tergantung jumlah gula.
c. Penceranaan Protein Dilambung
1. Percobaan proses dilambung secara in vito.

Putih telur dipotong (sampai seperti telah dikunyah) dimasukan


kedalam gels kimia. Direndam putih telur tersebut dengan larutan
pepsin 5%. Dicatat banyaknya putih telur yang digunakan (sampai
terendam pepsin). Ditetesi dengan HCl 0,4% sampai tercapai pH
1,5 sampai 2 (digunakan indikator universal atau pH ) . Ditup gelas
kimia yang berisi campuran putih telur dan pepsin dengan plastik
dan di inkubasi pada suhu 37°C selama 3 hari. Campuran ini harus
sering diaduk dan dijaga pH nya (1,5-2) dengan penambahan HCl
bila perlu. Setelah di inkubasi semalam 3 hari saring campuran
putih telur ditambah pepsin kemudian dilakukan uji buret. Uji buret
yang dimaksudkan untuk melihat apakah sudah terjadi hasil urai
protein. Warna ungu kemerahan atau merah ke unguan menunjukan
telah terjadi hasil urai protein berupa campuran protesa dan pepton.
Sebagai kontrol dapat digunakan pepton kemudian di reaksi dengan
bueret.

2. Kondisi Optimum Untuk Aktivasi Pepsin


Disiapkan 5 tabung reaksi tabung pertama di masukan pepsin
5% sebanyak 5 mL tabung ke 2 dimasukan HCl 0,4% sebanyak 5
mL tabung ke 3 dimasukan pepsin 5% sebanyak 5 mL dan HCl
0,4% s.d pH 1,5 samapai 2. Tabung ke 4 dimasukan pepsin 5%
sebnyak 2 mL dan Na2CO3 0,5% 5 mL tabung ke 5 dimasukan
aquades sebanyak 5 mL. Pada tabung 1-5 dimasukan sedikit protein.
Di masukan tabung 1-6 kedalam inkubator atau water bath pada
suhu 40°C selama setangah jam. Diamati perubahan yang terjadi
pada tabung 1 sampai 5 dengan cara melakukan uji buret pada
setiap tabung dicampurkan isi tabung 1 dan 2 di inkubasikan pada
suhu 40°C selama 15-20 menit. Diamati perubahan yang terjadi.
d. Pencernaan Kimiawi Di Usus Halus
1. Percobaan untuk membandingkan kecepatan pencernaan albumin
dan serum darah.

Disipakan 2 buah vial. Tabung pertama dimasukkan 5 mL


larutan pankreatin, sedikit putih telur. Tabung kedua dimasukkan 5
mL larutan pankreatin, sedikit serum darah. Diinkubasikan tabung 1
dan 2 pada suhu 40°C. Disetiap 15 menit ambil sedikit larutan dari
vial 1 dan 2, diamati dengan menggunakan uji buret. Dilakukan terus
sampai t: 90 menit. Dicatat hasil yang diperoleh.

2. Kerja Garam Empedu Terhadap Pencernaan

Disiapkan 2 tabung reaksi. Ditabung pertama diisi air 5 mL dan


tabung ke 2 diisi dengan air dan garam empedu 5%. Kedua tabung
ditambah 1 tetes minyak sayur yang telah dicampur dengan perwarna
(sudan). Dikocok dan dibiarkan 10-15 menit. Diamati dan
dibandingkan pada tabung mana minyak terdispersi atau teremulasi
(telihat dari pecahnya minyak menjadi tetesan kecil-kecil).

V. Data Pengamatan dan Perhitungan


a. Uji Mikroskopik (terlampir)
b. Pencernaan Karbohidrat di Mulut
Tabel 1 : Pengamatan pencernan Amilum oleh saliva.

Waktu setelah Warna yang terjadi pada Warna yang terjadi


pencampuran pasta uji Iodium pada uji benedict
amilum + saliva
5 Menit Warna kuning kehijauan Tidak ada perubahan
ada endapan (biru)
10 Menit Warna hijau dari Tidak ada perubahan
sebelumnya ada (biru)
endapan sedikit
15 Menit Warna kuning bening Tidak ada perubahan
ada hijau ada endapan (biru)
sedikit
20 Menit Warna lebih bening dari Tidak ada perubahan
sebelumnya ada (biru)
endapan sedikt
25 Menit Warna lebih bening dan Tidak ada perubahan
endapan hamper (biru)
menghilang
30 Menit Warna lebih banyak Tidak ada perubahan
kuning (biru)
35 Menit Tidak ada warna kuning Tidak ada perubahan
dan endapan hijau (biru)
40 Menit Warna bening dan Tidak ada perubahan
didalamnya hijau (biru)
c. Pencernaan Protein di Lambung
 Pengamatan proses pencernaan protein secara in vito di lambung

Gelas kimia ditimbang (kosong) = 34,3250 kemudian dimasukkan


putih telur dan ditimbang menjadi = 38,2030 gram. Kemudian
ditambahkan larutan pepsin 5% sebanyak 60 tetes (3mL) ditambah HCL
0,4% 140 tetes (7 mL) sampai dengan pH 2. Ditutup gelas kimia
diinkubasikan pada suhu 37°C ditunggu 3 hari kemudian. Hari pertama di
tambahkan 50 tetes HCl agar pH nya menjadi 2, hari kedua ditambahkan
30 tetes HCl, setelah diinkubasikan selama tiga hari dituangkan sedikit ke
dalam tabung dan diteteskan 20 larutan biuret dikocok hingga berubah
warna menjadi ungu terang.

 Kondisi optimum untuk aktivasi pepsin

Disiapkan 5 tabung reaksi:

Tabung 1: Dimasukkan pepsin 5% sebanyak 5 mL, ditambahkan


larutan + protein (putih telur mentah) terjadi endapan putih tebal.
Diinkubasi selama setengah jam pada suhu 40°C terjadi gumpalan didasar
tabung reaksi.

Tabung 2: Dimasukkan HCl 0,4% sebanyak 5 mL, ditambahkan


protein (putih telur mentah) terjadi endapan putih dan adanya gelembung,
kemudian diinkubasi selama setengah jam pada suhu 40°C adanya
gelembung tipis ditengah, dan adanya gelembung yang menyebar.

Tabung 3: dimasukkan pepsin 5% sebanyak 5 mL dan HCl 0,4%


s.d pH 1,5-2. Ditambahkan protein (putih telur) terjadi endapan putih tipis.
Kemudian diinkubasi selama setengah jam pada suhu 40°C terjadi
gumpalan tipis ditengah. Ditambahkan 15 tetes buret berubah warna
menjadi keunguan tebal.

Tabung 4: dimasukkan pepsin 5% sebanyak 2 mL dan Na2CO3


0,5% 5 mL, ditambahkan protein (putih telur mentah) tidak ada endapan.
Kemudian diinkubasi selama setengah jam pada suhu 40°C tidak ada
perubahan (tidak ada endapan). Ditambah 15 tetes buret berubah menjadi
warna ungu sedikit lebih tebal

Tabung 5: dimasukkan aquades sebanyak 5 mL, ditambahkan


protein (putih telur mentah) tidak ada endapan. Kemudian diinkubasi
selama setengah jam pada suhu 40°C tidak ada perubahan (tidak ada
endapan). Ditambahkan 15 tetes buret berubah menjadi warna ungu tipis.
Tabung 1 dan tabung 2 dicampurkan sebelum diinkubasi terjadi
endapan menyebar dan menjalur, adanya sedikit gelembung.

d. Pencernaan Kimiawi di Usus Halus


Tabel 2: Pengamatan perbedaan kecepatan pencernaan albumin dengan
serum darah oleh pankreatin

Waktu setelah Hasil uji buret Hasil uji buret serum


pencampuran dengan Albumin darah
pankreatin
30 Menit Tidak berwarna Ada endapan, warna
ungu terang
45 Menit Ada endapan, ungu Ada endapan, warna
tipis ungu hamper pudar
60 Menit Ada endapan, ungu Ada endapan, sedikit
lebih tipis warna ungu pudar
75 Menit Ada endapan, ungu Tidak ada endapan,
lebih tebal warna bening
90 Menit Ada endapan, ungu Tidak ada endapan,
lebih tebal warna bening

 Pengamatan garam empedu terhadap pencernaan lemak

Tabung 1 : Aquadest 5 ml + 2 tetes minyak sayur dan sudan larutan


terlihat keruh berwarna putih terlihat jelas berada di permukaan atas
larutan. Aquadest dan minyak kelapa tidak dapat menyatu.
Tabung 2 : Aquadest 2,5 ml + garam empedu 2,5 ml + 2 tetes minyak
sayur dan sudan minyak sayur + sudan , aquadest, dan cairan empedu
membentuk larutan yang homogen. Air dan minyak bercampur berwarna
kuning cerah.

VI. Pembahasan

Pada sistem pencernaan pertama memeriksa komponen saliva,


diambil dan ditempatkan di kaca objek dengan warnai menggunakan
metilen biru tutup dengan kaca penutup dan diamati di bawah mikroskop.
Fungsi penambahan metilen biru adalah salah satu zat pewarna yang
dipakai untuk mewarnai preparat dengan tujuan untuk memberi warna
pada sel, namun secara kimia tidak mengganggu metabolisme dalam sel.
Adanya sel epitel di dalam saliva karena sudah terikat sebagai komponen
dalam rongga mulut dan berfungsi sebagai lapisan pelindung yang
melindungi jaringan dibawahnya. Letak jaringan epitel terdapat di
sepanjang sistem pencernaan yang membantu dalam penyerapan nutrisi
yang dibutuhkan tubuh dari proses pencernaan. Epitel pada rongga mulut
adalah epitel pipih berlapis banyak. Sel epitel tidak memiliki dinding sel
yang berfungsi memberi bentuk yang tetap. Adanya butir-butir lemak pada
saliva merupakan komponen yang disebut asam lemak didalam saliva,
lemak juga dapat diperoleh dari sebagaimana konsumsi makanan seperti
makanan yang berminyak dan sebagainya.

Percobaan kedua, dengan mengamati pencernaan karbohidrat di


mulut. Dengan menggunakan 8 tabung untuk pembanding disetiap selang
waktu lima menit, pada larutan pasta amilum yang berfungsi sebagai
sumber karbohidrat, proses pencernaan albumin di dalam mulut oleh
saliva. Kemudian diteteskan iodium yang berfungsi sebagai penentu ada
tidaknya pati, karena pati dengan iodium dapat membentuk suatu ikatan
kompleks yang berwarna biru, komponen pati yang berperan yaitu
amilosa. Titik saat campuran tidak memberi warna lagi disebut titik
akromatik. Warna jernih terbentuk karena amilum berikatan dengan iod
sehingga warna ungu telah mengalami proses hidrolisis menjadi maltosa
dan dekstrin yang tidak memberikan warna apabila berada dalam larutan
iodium (Panil 2004).

Percobaan ketiga, proses pencernaan protein di lambung.


Lambung, dengan proses pencernaan protein secara in vitro. Sistem
pencernaan dilakukan secara mekanik dan kimiawi, Sekretin yaitu hormon
yang merangsang pankreas untuk mengeluarkan sekretnya dan Renin yaitu
enzim yang mampu menggumpalkan Kasein (sejenis protein) dalam susu.
Makanan berbentuk berupa bolus-bolus yang telah di bentuk oleh lidah,
didorong oleh lidah ke arah saluran selanjutnya yaitu kerongkongan atau
esofagus. Setelah makanan sampai di esofagus, terjadi gerak peristaltik di
esofagus yang disebabkan oleh kontraksi otot-otot lurik dan otot polos di
sepanjang saluran esofagus ini mengakibatkan makanan terdorong menuju
ke organ selanjutnya yaitu lambung. Diantara faring dan kerongkongan
terdapat sebuah katub yang disebut epiglotis. Epiglotis berfungsi
mencegah makanan memasuki trakea dengan menutupi glotis, pita-pita
suara dan bukaan di antara pita-pita tersebut. Dengan dipandu oleh
pergerakan laring, bagian atas saluran pernapasan, mekanisme penelanan
ini mengarahkan setiap bolus ke dalam lubang masuk esofagus. Jika
refleks menelan gagal, makanan atau cairan dapat mencapai tenggorokan
dan menyebabkan tersedak, yaitu penyumbatan trakea. Kemudian
makanan memasuki lambung atau gaster. Lambung sendiri terdiri dari 4
bagian yaitu sfingter esofagus, cardia, fundus dan juga sfingter pilorus.
Melalui saluran yang di namakan sfingter esofagus yaitu saluran masuknya
makanan ke dalam lambung yang dapat membuka dan menutup dan dalam
keadaan normal, sfinter mencegah makanan kembali lagi ke
kerongkongan. Kemudian masuk ke bagian lambung utama yaitu pada
bagian fundus di fundus ini akan terjadi 2 pencernaan yaitu pencernaan
kimiawi dan pencernaan mekanik. Di dalam fundus di hasilan getah
lambung yaitu HCL, enzim renin, dan juga pepsin yang berfungsi sebagai
pencernaan kimiawi menggunakan getah lambung dan juga enzim. HCl
sendiri mengakibatkan lambung menjadi asam dengan tujuan untuk
membunuh bakteri yang terdapat di bolus-bolus makanan dan juga untuk
mengubah pepsinogen menjadi pepsin. Enzim pepsin aktif dan mengubah
protein menjadi peptone. Kemudian enzim renin berfungsi mengendapkan
kasein susu. Setelah melalui pencernaan kimiawi di dalam lambung, bolus
menjadi bahan kekuningan yang disebut kimus (bubur usus). Kimus akan
masuk sedikit demi sedikit ke dalam usus halus melalui bagian yang
membatasi antara lambung dan usus halus yaitu sfingter pilorus. Katup ini
membuka bila ada gerak peristaltik lambung yang telah memuntahkan
kimus yang bersifat asam ke dalam segmen permulaan usus halus sehingga
terjadi pencernaan mekanik terlebih dahulu baru makanan dapat
dilanjutkan ke organ selanjutnya yaitu usus halus. Pada percobaan ini
dengan cara in vitro. In vitro yaitu jenis pemeriksaan yang dilakukan
dalam tabung reaksi di luar tubuh makhluk hidup, keuntungan pemeriksan
in vitro dibandingkan dengan pemeriksaan yang lain yaitu membutuhkan
waktu yang singkat, membutuhkan biaya yang relatif sedikit. Dan pada
percobaan ini menggunakan putih telur yang telah di potong-potong
direndam pada gelas kimia, dan ditambahkan larutan pepsin. Pepsin adalah
enzim yang terdapat dalam perut yang akan mulai mencerna protein
dengan memecah protein menjadi bagian–bagian yang lebih kecil. Enzim
ini termasuk protease, pepsin disekresi dalam bentuk inaktif, pepsinogen,
yang akan diaktifkan oeh asam lambung. Enzim ini diproduksi oleh bagian
mukosa dalam perut yang berfungsi untuk mendegradasi protein. Enzim
pepsin memiliki pH optimum 1-2 dan akan inaktif pada pH diatas 6.
Pepsin adalah salah satu dari 3 enzim yang berfungsi untuk mendegradasi
protein yang lain adalah kemotripsin dan tripsin. Pepsin disintesa dalam
bentuk inaktif oleh lambung asam hidroklor juga diproduksi oleh gastric
mucosa kemudian akan diaktifkan pada pH optimum yaitu 1-2. Ada
sedikit endapan putih tebal ini dikarenakan pepsin tidak dapat bekerja
apabila tidak dalam suasana asam, tetapi pada tabung reaksi terlihat keruh
ada endapan dan ini menunjukkan bahwa pepsin dapat bekerja dalam
kondisi dipanaskan sehingga putih telur tersebut telah tejadi denaturasi
adanya kerusakan oleh putih telur akibat pemanasan yang menyatakan
bahwa pH rendah atau pH tinggi dapat menyebabkan terjadinya proses
denaturasi dan akan menyebabkan menurunnya aktifitas enzim. Dan
diteteskan HCl, adanya HCl akan mengubah pepsinogen menjadi pepsin.
Dalam bentuk pepsin inilah baru bisa dimanfaatkan untuk memecah
molekul protein. Fungsi HCl pada lambung diantaranya yaitu merangsang
keluamya sekretin, mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin untuk
memecah protein, desinfektan, merangsang keluarnya hormon
kolesistokinin yang berfungsi merangsang empedu mengeluarkan
getahnya. Kemudian, diinkubasikan selama 3 hari, dengan suhu 37°C
karena untuk menyesuaikan dengan suhu tubuh manusia. Pada hari
pertama diteteskan 50 HCl karena pH nya berubah menjadi 3, kemudian di
hari kedua juga sama diteteskan 30 HCl, setelah hari ketiga dituangkan
sedikit ke dalam tabung dan diteteskan 20 larutan biuret. Fungsi
penambahan larutan biuret yaitu untuk membuktikan keberadaan gugus
kimia ikatan peptida dalam protein. Protein mempunyai ikatan peptida
sebanyak dua buah atau lebih akan berwarna ungu, warna ungu terjadi
karena kompleks ikatan peptida dengan tembaga, semakin banyak ikatan
peptida maka semakin pekat warna ungu yang terbentuk.

Percobaan keempat, dengan kondisi optimum untuk aktivitas


pepsin

Percobaan kelima pencernaan kimiawi di usus halus, dengan


membandingkan kecepatan pencernaan albumin dan serum darah.

Percobaan keenam dengan kerja garam empedu terhadap


pencernaan lemak. Pada percobaan Tabung I, sebanyak 5 ml aquadest
yang dicampurkan dengan 2 tetes minyak sayur dan sudan kemudian
dikocok selama 5-10 menit, menghasilkan larutan putih keruh yang
mengalami dispersi. Tanpa adanya cairan empedu minyak sayur dan
sudan tidak dapat larut dalam aquadest. Minyak sayur dan sudan berada di
atas aquadest, karena massa jenis minyak lebih kecil daripada aquadest.
Pada Tabung II diketahui bahwa 2,5 ml cairan empedu ikan mas yang
ditambahkan dengan 2,5 ml aquades dan 2 tetes minyak sayur dan sudan
kemudian dikocok selama 5-10 menit, menghasilkan larutan berwarna
kuning cerah. Aquadest dan minyak sayur dan sudan dapat homogen
karena adanya aktivitas pada cairan empedu. Garam-garam empedu yang
terkandung di dalam cairan empedu berperan melarutkan minyak sayur
dan sudan dalam aquadest, yakni sebagai emulgator dengan cara
membuat stabil emulsi lemak yang berasal dari minyak sayur dan sudan.

VII. Kesimpulan

VIII. Daftar Pustaka


Hasibuan, S. 2002. Keluhan Mulut Kering ditinjau dari Faktor Penyebab
Manifestasi dan Penanggulangannya. Universitas Sumatra Utara:
USU University Press.

Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Faua, Kasper. 2000. Harrison


Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit DalamEdisi13 Vol 3. Indonesia:
EGC.

Junqueira, James, Robert, Carneiro, dan Kelly. 1995. Histologi Dasar


Edisi 8. Jakarta: EGC.

Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W. 2009. Biokimia harper.


Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Panil Z. 2004. Memahami Teori dan Praktek Biokimia Dasar Medis.


Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Rifai, M. 2011.Sejarah dan Konsep Umum Imunologi. Malang: PT.
Grafindo Persada.

Suntoro, Susilo, Handari. 1990. Struktur Hewan. Yogyakarta: Universitas


Gajah
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. EGC: Jakarta

Waluyo, Joko. 2016. Penuntun Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia.


Jember : Universitas Jember.

Anda mungkin juga menyukai