Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENGAYAAN

MODUL 3
GASTROINTESTINAL

Disusun Oleh :
Kelompok 4A
Tutor : dr. Dwi Anggita, M. Kes
Elsha Tiskya Azhary 110 2018 0011
Annisa Tri Srilistiany 110 2018 0002
Muh Fikri Alhas 110 2018 0010
Annisa Nur Azhari Hidayati Bujan 110 2018 0044
Qurniawati 110 2018 0056
Andi Mappangara 110 2018 0058
A. Muh Risal 110 2018 0107
Nur Aritzah 110 2018 0059
Nadila Ardyani Nahardi 110 2018 0035
Dina Astarifa 110 2018 0004
Resti 110 2018 0006
Ulfa Namirah 110 2018 0040

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
MODUL 3 FISIOLOGI GASTROINTESTINAL

SKENARIO
Seorang laki-laki berusia 30 tahun sedang melewati sebuah rumah makan dan
mencium bau makanan dan yang dirasakan adalah hipersalivasi.

BEBERAPA PERTANYAAN PRINSIP


1. Jelaskan fungsi :
a. Ingesti, Digesti dan Absorpsi
b. Saliva, Lambung, Usus halus (small intestine) dan Usus besar
(colon), Pankreas, Hati dan Kandung empedu.
2. Jelaskan tentang :
a. Enzim-enzim pencernaan
b. Hormon-hormon yang terlibat dalam system gastrointestinal
c. Aktivitas listrik otot polos system gastrointestinal
3. Jelaskan mekanisme :
a. Tiga fase pada saat menelan (deglutition)
b. Tiga fase pada saat sekresi cairan lambung
4. Jelaskan tentang regulasi system saraf otonom dan saraf enterik pada
system gastrointestinal.
5. Carilah video interaktif yang berkaitan dengan fungsi motilitas dan
fungsi sekresi system gastrointestinal.

PEMBAHASAN

1. A. Fungsi dari Ingesti, Digesti dan Absorpsi


1. Ingesti
Ingesti Adalah proses masuknya makanan dan cairan dari
lingkungan ke tubuh melalui proses menelan baik melalui
koordinasi gerakan volunteer dan involunter. Tahap pertama pada
ingesti ini adalah koordinasi otot lengan dan tangan membawa
makanan ke mulut. Makanan di mulut terjadi proses mengunyah
yaitu prose penyederhanaan ukuran makanan yang melibatkan gigi,
control volunteer mulut, gusi, dan lidah. Proses mengunyah ini
dilakukan secara sadar dan diatur oleh system saraf pusat. Proses
mengunyah ini dilakukan untuk memudahkan makanan masuk
kedalam esophagus dan tidak mengiritasinya. Dalam proses
mengunyah ini, terjadi pencampuran makanan dengan saliva.
Bercampurnya saliva ini bukan hanya menyebabkan terjadinya
pemecahan ukuran makanan dimulut, melainkan juga terjadi proses
digsti. (asmadi. Teknik prosedur keperawatan konsep dan aplikasi
kebutuhan dasar klien.Penerbit: salemba medika).

2. Digesti
Merupakan rangkaian kegiatan fisik dan kimia pada
makanan yang dibawa kedalam lambung dan usus halus. Pada
proses digesti ini terjadi penyederhanaan ukuran makanan sampai
dapat diabsorbsi oleh intestinal. Organ yang berperan pada proses
ini di antaranya adalah mulut, faring, esophagus, lambung, usus
halus, dan kolon. (asmadi. Teknik prosedur keperawatan konsep
dan aplikasi kebutuhan dasar klien.Penerbit: salemba medika).

3. Absorpsi
Absorpsi merupakan proses nutrient diserap usus melalui
saluran darah dan getah bening menuju hepar. Prose absopsi ini
tidak merata di tiap bagian saluran pencernaan. Misalnya, di
lambung hanya terjadi proses absopsi alcohol, pada usus halus
terjadi proses absorpsi yang paling utama yaotu 90% dari nutrient
yang sudah dicerna dan sedikit absorpsi air. Secara spesifik,
absorpsi yang dilakukan pada usus halus adalah sebagai berikut :
pada usus halus bagian atas mengabsorpsi vitamin yang larut
dalam air, asam lemak, dan gliserol, natrium, kalsium, Fe, serta
klorida. Usus halus bagian tengah, mengabsorpsi monosakarida,
dan asam amino, dan zat lainnya. Sedangkan usus halus bagian
bawah mengabsorpsi garam empedu dan vitamin B12. Absorpsi air
paling banyak dilakukan pada kolon. (asmadi. Teknik prosedur
keperawatan konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien.Penerbit:
salemba medika).
B. Fungsi Saliva, Lambung, Usus halus, Usus besar, Pancreas, hati
dan kantung empedu

Saliva

 Membantu proses pencernaan dengan adanya amilase dan lipase


 Melarutkan dan membersihkan material dari rongga mulut
 Membantu indera pengecap dengan berperan sebagai pelarut ion dan
protein
 Menetralkan asam lemah dalam makanan dan minuman
 Menyimpan ion kalsium, phospor, dan fluoride untuk proses remineralisasi
 Menjaga kesehatan dari mukosa mulut dengan adanya growth factor untuk
membantu dalam proses penyembuhan luka. (Sherwood, lauralee. 2014.
Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta . EGC)

Lambung

 Tempat menyimpan makanan


 Tempat mencerna makanan
 Proses mekanik
Lambung melakukan pencernaan secara mekanik dengan
bnatuan otot-otot di dinding lambung yang bergerak secara
peristaltik untuk mengaduk dan mencampur makanan
denan getah lambung.
Setelah kurang lebih 3 jam, makanan tersebut akan
berbentuk seperti bubur yang disebut chyme (kimus).
Kemudian kimus akan masuk ke usus halus melalui sfingter
pylorus relatf sempit, maka kimusakan didorong masuk ke
usus halus sedikit demi sedikit
 Proses kimiawi
Proses pencernaan makanan dilakukan dengan bantuan
enzim-enzim yang di sekresikan oleh kelenjar didinding
lambung. Enzim-enzim pencernaan ini berfungsi untuk
memecah karbohidrat, protein, dan lemak yang kompleks
dan besar menjadi molekul yang lebih kecil.
Molekul-molekul inilah yang selanjutnya akan diserap usus
untuk kemudian masuk ke dalam darah dan mencapai
setiap sel tubuh untuk di ekstraksi sebagai energi.
Ada beberapa enzim yang terdapat dalam
lambung,diantaranya seperti pepsin yang memecah protein
menjadi pepton, lipase yang memecah lemak menjadi asam
lemak dan gliserol, asam klorida (HCL) yang mengubah
pepsinogen menjadi pepsin dan membunuh
mikroorganisme patogen serta renin yang berfungsi
mengendapkan protein susu menjadi kasein. (Sherwood,
lauralee. 2014. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta
. EGC)
 Membunuh mikroorganisme patogen
Lambung menghasilkan asam klorida (HCL) yang memiliki
banyak fungsi penting, salah satunya untuk membunuh
mikroorganisme patogen yang masuk secara tidak sengaja bersama
makanan.
 Membantu penyerapan vitamin B12
Sel parietal pada fundus lambung menghasilkan dua sekresi
penting, salah satu faktor intrinsik. Faktor intrinsik adalah
glikoprotein yang berperan penting dalam penyerapan vitamin B12
(kobalamin) dalam usus. Vitamin B12 merupakan nutrisi penting
dalam pembentukan sel darah merah.
 Sekresi hormon
Selain memproduksi enzim, lambung juga memproduksi beberapa
hormon yang beperan penting dalam sistem perncernaan, seperti
hormon gastrin dan ghrelin.
 Meredam bahaya asam
Di dalam lapisan mukosa lambung, terdapat sel yang disebut
dengan sel goblet. Sel ini mensekresikan lendir bikarbonat yang
bersifat basa ke lapisan terluar dari lambung agar tidak rusak akibat
aktivitas lambung dan enzim peptin. (Sherwood, lauralee. 2014.
Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta . EGC)

Usus halus

 Duodenum
Fungsi utama yaitu mencerna makanan secara kimia
dengan bantuan enzim-enzim pencernaan yang sebagian
berasal dari pankreas.
 Jejunum
Menyelesaikan percernaan kimiawi, melakukan hampir
90% proses penyerapan nutrisi dari makanan yang dicerna.
Pada bagian jejunum fungsi penyerapan usus halus akan
sangat baik.
 Ileum
Menyerap nutrisi makanan yang belum diserap pada proses
sebelumnya dan mengatur katup ileosekal agar tidak terjadi
refluks dari usus besar ke usus halus. (Sherwood, lauralee.
2014. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta . EGC)

Usus besar

 Menerima sisa mekanan yang tidak di serap oleh usus halus.


 Menyerap air
 Menurunkan tingkat keasaman dan mencegah infeksi.
 Daur ulang dari berbagai nutrisi
 Mengeluarkan K+ dan Cl-
 Memadatkan feses
(Sherwood, lauralee. 2014. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta .
EGC)
Pancreas

 Memproduksi enzim untuk sistem pencernaan dalam jaringan eksokrin


 Menciptakan hormon sebagai bagian dari sistem endokrin. (Sherwood,
lauralee. 2014. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta . EGC)

Hati

 Menyiapkan zat nutrisi untuk dapat digunakan bagi tubuh


 Memproduksi empedu, guna membantu membawa limbah metabolisme
dan memecah lemak didalam usus halus saat pencernaan berlangsung.
(Sherwood, lauralee. 2014. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta .
EGC)

Kantung empedu

 Membantu kerja dan fungsi enzim pencernaan


Berbagai enzim pencernaan yang berperan di usus halus seperti
enzim lipase, sukrase, laktase, atau enzim maltase akan bekerja secara
optimal apabila kondisi basa. Namun, karena terdapat proses sekresi pada
lambung ketika mencerna makanan maka makanan yang masuk ke usus
pun bersifat asam. Sifat asam pada usus halus ini akan memicu kelenjar
pankreas untuk melepaskan hormon sekretin yang dapat merangsang
empedu untuk mengabsorpsi air dan natrium bikoarbonat sehingga pH
empedu pun meningkat di bandingkan saat berada dalam kantung empedu.
(Sherwood, lauralee. 2014. Fisiologi manusia dari sel ke sistem.
Jakarta . EGC)

2. A. Enzim Enzim Pencernaan


Proses enzimatik mulai terjadi dimulut, yatitu enzim amilase yang
mulai mencerna karbohidrat dengan mengubah polisakarida menjadi
maltosa, enzim lipase yang mencerna lemak, dan enzim lisozim yang
dapat membunuh bakteri dan membilas bahan makanan yang mingkin
berfungsi sebagai sumber makanan bakteri, enzim-enzim ini di produksi
oleh saliva.

Proses enzimatik selanjutnya yaitu terjadi di lambung, yaitu enzim


pepsinogen dan HCL. enzim pepsinogen diproduksi oleh chief cell dan
disimpan dalam granula zimogen, pepsinogen disekresikan dalam bentuk
inaktif, karena untuk mencegah enzim ini dapat mencerna sel tempat ia
terbentuk, enzim pepsinogen diaktifkan oleh cairan HCL dilumen lambung
menjadi pepsin. Pepsin mulai mencerna protein dengan memutus ikatan-
ikatan asam amino tertentu untuk menghasilkan fragmen-fragmen peptida
(rantai pendek asam amino), enzim ini paling efektif bekerja daam
lingkuan asam yang dihasilkan oleh HCL tadi, selain menghasilkan asam
HCl juga dapat menyebabkan denaturasi protein : yaitu, menguraikan
bentuk final protein yang berupa gulungan atau lipatan sehingga ikatan
peptida lebih terpajan ke enzim, selain itu HCL juga bekerja sama dengan
lisozim untuk mematikan mikroorganisme yang tertelan bersama
makanan. Proses enzimatik selanjutnya terjadi di duodenum dimana
diduodenum ini paling banyak terjadi proses enzimatik. ketika protein dan
lemak berada pada lambung tubuh akan merespon untuk mengeluarkan
hormon CCK (kolesistokinin) di mukosa duodenum untuk merangsang
pengeluaran enzim-enzim pencernaan disel asinus pankreas. Sel asinus
pankreas memproduksi enzim-enzm pencernaan dan disimpan digranula
zimogen, kemudian di lepaskan jika ada ransangan dari hormon CCK
secara eksositosis, enzim-enzim di pankreas ini sangat penting, karena
hampir mencerna makanan secara sempurna tanpa adanya sekresi
pencernaan lain. Sel-sel asinus mengeluarkan tiga enzim pencernaan yang
mampu mencerna tiga kategori makanan : enzim proteolitik untuk
mencerna protein, enzim amilase pankreas untuk mencerna karbohidrat,
dan enzim lipase untuk mencerna lemak. Enzim proteolitik terbagi tiga
yaitu, tripsinogen, kimotripsinogen, dan prokarboksipeptidase, ketiga
enzim ini sama-sama mencerna protein, dan disekresikan dalam bentuk
inaktif. Tripsinogen disekresikan ke dalam lumen duodenum dalam bentuk
inaktif dan akan diaktifkan oleh enterokinase/enteropeptidase ketika sudah
sampai dilumenduodenum. Tripsinogen nantinya akan menjadi tripsin
ketika sudah diaktifkan. Kemudian tripsin akan mengaktifkan lebih
banyak tripsinogen, seperti pepsinogen. Enzim-enzim proteolitik ini
nantinya akan menyerang ikatan peptida yang berbed. Produk akhir dari
proses ini adalah campuran rantai peptida pendek dan asam amino. Selain
tripsinogen enzim amilase dan lipase juga berperan dalam proses
pencernaan diusus halus khususnya diduodenum, enzim amilase mencerna
karbohidrat dengan mengubah polisakarida menjadi disakarida maltosa.
Enzim lipase mencerna lemak dengan cara menghidrolisis trigliserida
menjadi monogliserida dan asam lemak bebas, yaitu satuan lemak yang
bisa dicerna. (Sherwood, lauralee. 2014. Fisiologi manusia dari sel ke
sistem. Jakarta . EGC)

B. Hormon-hormon yang terlibat dalam system gastrointestinal

 gastrin
Diproduksi oleh sel yang disebut dengan sel G dinding lambung.
Ketika makanan memasuki lambung sel G memicu pelepasan gastrin
dalmadarah. Dengan meningkatnya gastrin dalam darah, maka lambung
mengeluarkan asam lambung yang membantu mecerna makanan.ketika
asam lambung yang diproduksi telah cukup untuk memecah makanan
kadar gastrin dalam darah akan kembali menurun jadi,pengaruh hormon
ini dalam mengatur pencernaan sebagai perangsang sekresi terus-menerus
getah lambung. (Sherwood, lauralee. 2014. Fisiologi manusia dari sel ke
sistem. Jakarta . EGC)
 CCK (cholecytokinin)
CCK diproduksi di dinding duodenum.hormon ini disekresi oleh
sel epitelmukosa dari duodenum.CCK juga diproduksioleh neuron dalam
sistem saraf enterik dan secara luas dan berlimpah didistribusikan di dalam
otak. (Sherwood, lauralee. 2014. Fisiologi manusia dari sel ke sistem.
Jakarta . EGC)

 Sekretin
Sekretin distimulus untuk produksi bubur makanan asam dalam
duodenum pengaruh hormon ini dalam proses pencernaan yaitu,
merangsang pankreas untuk mengeluarkan bikarbonat, yang menetralkan
bubur makanan (vhime) asam dalam duodenum. (Sherwood, lauralee.
2014. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta . EGC)

C. Aktivitas listrik otot polos system gastrointestinal

Otot polos pada gastrointestinal hampir terus menerus dijalani oleh


aktivitas listrik yang cenderung memiliki dua tipe yaitu gelombang lambat
dan potensial paku.

 Gelombang lambat
Kontraksi otot pada gastrointestinal ritmik, ditentukan oleh
frekuensi gelombang lambat, yang merupakan perubahan potensial
dan intesitasnya bervariasi antara 5-15 milivolt. Tidak
menyebabkan kontraksi pada sebagian otot gastrointestinal kecuali
lambung., sebaliknya mengatur munculnya potensial paku yang
kemudian menyebabkan sebagian besar kontraksi otot. (Sherwood,
lauralee. 2014. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta . EGC)
 Potensial paku
Potensial aksi yang timbul secara otomatis bila potensial membran
istirahat, otot polos makin pasif sekitar -40 menit.(Sherwood,
lauralee. 2014. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta . EGC)

3. A. Mekanisme pada saat menelan


Proses menelan mempunyai hubungan koordinasi dengan respirasi dan
mastikasi, masing-masing proses tersebut dikontrol oleh brainstem,
menelan dibagi menjadi 3 fase berdasarkan lokasi anatomi dari bolus,
ketiga fase ini bisa saling overlap dari segi waktu dan koordinasi.
1. Fase oral
 Pada fase ini makanan dikunyah oleh mulut dan didorong ke dinding
posterior faring oleh gerak volunter lidah, lalu timbul refleks menelan,
Fase oral dimulai pada saat bolus mulai memasuki rongga mulut Caranya
bervariasi, tergantung dari konsistensi dari material:
 Cairan berada diantara lidah dan palatum atau sulcus lingualis, namun
biasanya cairan ini akan melalui rongga mulut secara kontinyu
 Material yang lunak berada diantara lidah dan anterior dari palatum durum
atau berada di lateral untuk proses mengunyah sebelum berada pada
posisi midline untuk proses menelan
 Persiapan makanan padat memerlukan beberapa proses
-Ingestion adalah jalan yang dilalui makanan melalui bibir menuju
mulut dengan cara menggigit ataupun penempatan secara manual
- Diikuti langsung oleh stage 1, dimana makanan disorong dari
anterior ke bagian tengah atau posterior rongga mulut. Jika partikel
makanan masih berukuran besar atau kasar àtersisa di mulut
 Selama proses mengunyah, makanan dihaluskan, dan partikel
makanan akan menjadi lebih kecil melalui proses chewing
(incising : memotong, crushing : menghancurkan, grinding:
menggiling) dan dicampur dengan saliva.
 Makanan yang berada di rongga mulut akan menstimulasi
mekanoreseptor n. V yang berada pada periodontal membran dan
palatum
 Stimulasi pada reseptor ini akan mengaktivasi central pattern
generator untuk proses mastikasi, yang akan menghasilkan
serangkaian gerakan kontraksi dan relaksasi otot depresor dan
elevator mandibula: cyclic opening and closing of the mouth
 Gerakan rahang ini berkoordinasi dengan gerakan lidah yang akan
mendorong makanan yang berada di upper & lower teeth
 Saliva dieksresikan melalui kelenjar saliva, membantu
menghancurkan makanan dan menstimulasi taste buds.
 Konsistensi makanan akan dimonitor secara terus menerus oleh
mekanoreseptor rongga mulut
 Ketika Sebagian kecil dari makanan dari palatum durum sudah siap
(triturated), siklus stage 2 terinisiasi.
-Lidah terdorongke atas dan kedepan, menyentuh bagian anterior
dari palatum durum
 Area kontak antara lidah dan palatum melebar kebelakang, mendorong
makanan tersebut melalui fauchial arches dan menuju orofaring.
 Sebagian kecil makanan tadi dapat tertinggal di orofaring disaat
proses chewing berlanjut disertai siklus dari rahang
 Saat bolus yang besar disiapkan, menelan terinisiasi

2. Fase Faringeal

Serangkaian gerakan kompleks akan mendorong bolus menuju faring,


sekitar laring, melalui spingter faringoesofageal, menuju esofagus.

 Gerakan pada fase faringeal terjadi secara simultan, dan durasinya


sekitar 1 detik
 Respiration ceases dan palatofapharingeal isthmus menutupi
nasofaring
 Lidah terdorong kebelakang menuju faring seperti seperti a
plunger, mendorong bolus kebawah
 Epiglotis menutup, sehingga mem belokkan bolus menjauhi laring
dan jalan napas
 Laring menutup melalui kontraksi dari vocal folds dan penutupan
laringeal vestibule.
 Pharingoesophageal spingter membuka, sehingga bolus dapat
masuk ke esofagus.
 Pembukaan PE spingter merupakan suatu proses yang kompleks :
 Otot Cricopharingeus relaksasi
- Otot submandibula menarik tulang hyoid, laring, dan dinding
anterior faring keatas dan kedepan (menjauhi posterior faring
- Penekanan bolus yang turun membantu mendorong PE
spingter membuka
 Konstriktor faring berkontraksi secara sequential melalui
gelombang peristaltik dari atas ke bawah, membersihkan faring
dari residu.
3. Fase Esofageal
 Gelombang dari Konstriktor faring berlanjut ke esofagus sebagai
gelombang peristaltik primer yang akan mendorong bolus menuju
spingter gastroesofageal menuju ke lambung.
 Bersihan esofagus dibantu oleh gravitasi, namun juga diakibatkan
relaksasi GES
 Refluks dari isi lambung dicegah dengan adanya kontraksi tonik
dari GES dan refleks menelan yang dipicu oleh distensi esofagus
(peristaltik sekunder. (Sherwood, lauralee. 2014. Fisiologi manusia
dari sel ke sistem. Jakarta . EGC)
B. Fase sekresi lambung

 FASE SEFALIK
Fase sefalik sehresi lambuag merujuk kepada peningkatan sekresi
HCI dan pepsinogen yang terjadi melalui mekanisme umpan sebagai
respons terhadap rangsangan yang bekerja di kepala bahkan sebelum
makanan mencapai lambung (sefallk artinya "kepala'). Memikirkan,
mencicipi, mencium, mengunyah, dan menelan makanan meningkatkan
sekresi lambung oleh aktivitas vagus melaiui dua cara. Pertama, stimulasi
vagus terhadap pleksus intrinsik mendorong peningkatan sekresi ACh,
yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan sekresi HCI dan
pepsinogen oleh sel sekretorik. Kedua, stimulasi vagus pada sel G di
dalam PGA menyebabkan pembebasan gastrin, yang pada gilirannya
semakin meningkatkan sekresi HCI dan pepsinogen, dengan efek HCI
mengalami potensiasi (diperkuat) oleh pelepasan histamin yang dipicu
gastrin
 Fase Gastrik
Fase lambung sekresi lambung berawal ketika makanan benarbenar
mencapai lambung. Rangsangan yang bekerja di lambung yaitu protein,
khususnya potongan peptida; peregangan; kafein; dan alkohol
meningkatkan sekresi lambung melalui jalur-jalur eferen yang rumpang
tindih. Sebagai contoh, protein di lambung, perangsang paling kuat,
merangsang kemoreseptor yang mengaktifkan pleksus saraf intrinsik, yang
selanjutnya merangsang sel sekretorik. Selain itu, prorein menyebabkan
pengaktifan serat vagus ekstrinsik ke lambung. Aktivitas vagus semakin
meningkatkan stimulasi saraf intrinsik pada sel sekretorik dan memicu
pelepasan gastrin. Protein juga secara langsung merangsang pengeluaran
gastrin. Gastrin, pada gilirannya, adalah perangsang kuat bagi sekresi HCI
dan pepsinogen lebih lanjut serta juga menyebabkan pengeluaran histamin,
yang semakin meningkatkan sekresi HCl. Melalui jalur-jalur yang
sinergistik dan tumpang tindih ini, protein menginduksi sekresi getah
iambung yang sangat asam dan kaya pepsin, melanjutkan pencernaan
protein yang menjadi pemicu proses ini. Ketika lambung teregang oleh
makanan kaya protein yang perlu dicerna, respons-respons sekretorik ini
merupakan hal yang sesuai. Kafein dan, dengan tingkat yang lebih rendah,
alkohol juga merangsang sekresi getah lambung yang sangat asam,
meskipun tidak terdapat makanan. Asam yang tidak dibutuhkan ini dapat
mengiritasi lapisan dalam lambung dan duodenum. Karena itu, orang
dengan tukak atau hiperasiditas lambung seyogianya menghindari kafein
dan minuman beralkohol. (Sherwood, lauralee. 2014. Fisiologi manusia
dari sel ke sistem. Jakarta . EGC)

 Fase Intestinal
Fase usus sebresi lambung mencakup faktor-faktor yang berasal dari
usus halus yang mempengaruhi sekresi lambung. Sementara fase-fase lain
bersifat eksitatorik, fase ini inhibitorik. Fase usus penting untuk
menghentikan aliran getah lambung sewaktu kimus mulai mengalir ke
dalam usus halus, suatu topik yang kini akan kita bicarakan. (Sherwood,
lauralee. 2014. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta . EGC)

4. Regulasi system saraf otonom dan saraf enteric pada system


gastrointestinal/pencernaan

Saraf di Saluran Pencernaan

Di dalam bukunya The Autonomic Nervous System (1921) Langley


menyebutkan bahwa sistem persarafan otonom terdiri dari sistem
simpatis, sistem parasimpatis, dan sistem enteric. Dalam
perkembangan selanjutnya, pernyataan Langley itu dimodifikasi oleh
para ahli ilmu faal yang tergabung dalam The Physiological Society.
Subsistem enteric itu dinyatakan sebagai variasi dari subsistem
parasimpatis melalui keberadaan sistem relay ganglion n.vagus.
Penemuan neurotransmiter untuk saraf simpatis berupa epinephrine
yang kemudian diketahui bahwa yang berperan sebenarnya adalah
norepinephrine, dan penemuan acetylcholine sebagai neu-rotransmitter
untuk saraf parasimpatis, menyebabkan idea tersebut dilupakan. Pada
akhir dekade enampuluhan, Michael Gershon memperkenalkan
kemungkinan peranan serotonin (5-hydroxytryptamine = 5-HT)
sebagai neurotransmiter lain (ketiga) yang dihasilkan oleh dan khusus
bekerja di Sistem Saraf Saluran Pencernaan (SSSP) atau Enteric
Nervous System (ENS). Saluran pencernaan mendapat dua persarafan
yang berhubungan dengan SSP di otak dan medulla spinalis. Mulai
dari oesophagus sampai ke pertengahan colon transversum saluran
pencernaan diurus oleh saraf parasimpatis yang berasal dari cabang
n.vagus (dengan badan sel di ganglion nodosum); sedangkan pada usus
bagian distal persarafan parasimpatis itu diurus oleh serabut-serabut
saraf yang berpangkal pada medulla spinalis segmen sacral 2-4.
Persarafan simpatis diurus oleh serabut saraf cabang n.splanchnicus
major dan n.splanchnicus minor yang berasal dari segmen thoracal.
Secara embriologis, sel dan serabut saraf yang membentuk SSSP
berasal dari bakal n.vagus dan bakal saraf dari segmen medulla
spinalis. Dari antara kedua sumber itu, serabut yang berasal dari
n.vagus yang lebih dominan. Berkaitan dengan proses
perkembangannya ini, dapat dimengerti jika hubungan SSSP dengan
SSP diselenggarakan melalui serabut saraf aferent dan eferent simpatis
dan parasimpatis yang diurus kedua saraf itu. Serabut-serabut saraf
SSSP membentuk hubungan antar bagian-bagian saluran pencernaan
dan selanjutnya mengatur pergerakan masing-masing organ serta
waktu dan kuantitas sekresi kelenjarkelenjar pencernaan. Menurut
penelitian jumlah sel saraf yang tergabung dalam SSSP diperkirakan
sebanyak 100 juta (Goyal & Hirano, 1996) sama atau bahkan lebih
banyak dari sel saraf yang ditemukan di dalam medulla spinalis. Hal
itu menunjukkan keterlibatan SSSP dalam pengaturan suatu sistem
yang bobot dan derajatnya setara dengan medulla spinalis.Dengan
pertimbangan itu SSSP disetarakan dengan SSP sehingga dinamakan
juga The Second Brain. SSSP ini terutama berfungsi untuk mengatur
(1) kontraksi sel otot polos di saluran pencernaan, (2) sel kelenjar
mucosa, (3) sel kelenjar endokrin pada saluran pencernaan, (4) aliran
darah pada saluran pencernaan serta terlibat dalam reaksi imun atau
proses inflamasi. Setelah mencapai saluran pencernaan, kedua sistem
itu berhubungan dengan jaringan atau rangkaian saraf dan ganglion
yang tergabung membentuk plexus submucosus (Meissner) dan plexus
myentericus (Auerbach). Plexus submucosus terletak diantara lapisan
mucosa dan submucosa, sedangkan plexus myentericus diantara
lapisan serabut otot. Plexus myentericus terutama mengandung serabut
saraf motoris yang mengatur motilitas usus; sedangkan plexus
submucosus mengandung badan sel serabut saraf sensoris yang
mengatur plexus myentericus dan serabut motoris yang menstimulasi
sekresi kelenjar pencernaan (termasuk chief cell, sel parietal, sel
mucuos, enterocytes dan sel exokrin pancreas), dan otot polos serta
kelenjar endokrin pada tractus gastrointestinalis. Serabut saraf dari
otak dan medulla spinalis berakhir pada kedua plexus tersebut. Reaksi
akibat rangsangan saraf-saraf itu terhadap sistem pencernaan
selanjutnya akan diatur oleh SSSP. Serabut preganglioner parasimpatis
bersifat cholinergis dan mengeksitasi serabut saraf SSSP. Pengaruhnya
nyata pada ujung proximal dan distal saluran pencernaan, tetapi pada
usus halus hanya merangsang sejumlah kecil ganglia di plexus
myentericus. Fakta ini menunjukkan bahwa pengaturan oleh SSSP
pada bagian proximal (oesophagus) dan distal (colon distal dan
anorectum) saluran pencernaan masih dintervensi oleh impuls dari SSP
(Goyal & Hirano, 1996; Gershon, 1998). Fakta ini berhubungan
dengan peran kesadaran pada proses makan dan defekasi. Serabut
simpatis, di pihak lain, adalah serabut post-ganglioner yang bersifat
adrenergik. Serabut-serabut ini mempunyai paling sedikit 4 buah target
yaitu: neuron sekretomotor yang mengandung vasoactive intestinal
peptide, ujung saraf preganglioner yang cholinergik, pembuluh darah
submucosa, dan sphincter-sphincter yang ada di dalam saluran
pencernaan. Plexus pada saluran pencernaan tidak mempunyai badan
sel saraf simpatis yang bersifat adrenergik. Badan sel dan serabut saraf
yang membentuk SSSP tidak dapat dilihat dengan mikroskop cahaya
biasa. Serabutnya sangat halus sehingga hanya dapat dipelajari dengan
menggunakan mikroskop elektron (Gershon, 1998). Struktur serabut
SSSP berbeda dengan serabut saraf di luar sistem ini. Pada SSSP
serabut saraf tidak ditopang oleh jaringan kolagen, tetapi oleh sel glia
yang menyerupai astrosit. Sel glia ini berbeda dengan sel Schwann
karena tidak mempunyai lamina basalis dan membungkus kumpulan
serabut saraf, bukan membungkus setiap serabut (Gershon & Rothman,
1991). SSSP bekerja terhadap target organ secara langsung atau
melalui sel antara. Sel antara itu bisa berupa sel endokrin, sel
interstitial dari Cajal, dan sel sistem imun seperti misalnya mast-cell
dengan plexus submucosus. Badan sel saraf dari SSSP tersusun dalam
kelompok ganglia kecil yang mempunyai hubungan dengan serabut
saraf yang membentuk plexus myentericus dan plexus submucosus.
Serabut yang berhubungan dengan plexus myentericus mempunyai
serabut yang menghubungkannya dengan plexus submucosus dan
ganglia SSSP yang serupa dengan plexus submucosus yang terdapat
pada vesica felea, ductus cysticus, ductus choledochus dan pancreas.

Hubungan sensoris dengan SSP

Informasi sensoris dari saluran pencernaan diteruskan ke SSP melalui


n.vagus dan n.splanchnicus. Sebagian serabut n.vagus meneruskan
informasi tentang tegangan mekanis yang dialami dinding usus,
sebagian peka terhadap kadar glukosa, asam amino dan asam lemak
yang terdapat dalam lumen usus. Sebagian lagin meneruskan informasi
tentang rangsang mekanis, osmotis dan kimiawi yang lain. meneruskan
informasi tentang rangsang mekanis, osmotis dan kimiawi yang lain.
Gerak peristalstik dan reflex sekresi kelenjar pencernaan
dimungkinkan oleh adanya impuls sensoris yang berasal dari mucosa
saluran pencernaan dengan serotonin sebagai neurotransmiter.
Mekanisme kerja dan sekresi serotonin pada saluran pencernaan ini
cukup rumit. Pada sistem saraf pusat, serotonin membutuhkan
serotonin transporter (SERT) yang dihasilkan oleh serabut saraf yang
serotoninergis, tetapi di dalam usus SERT diperoleh melalui enterocyte
(Gershon, 2003; Gershon, 2005). Transmiter kimiawi yang dihasilkan
sel endokrin mucosa saluran pencernaan turut berperan dalam
meneruskan rangsang ke n.vagus. Sebagai contoh, muntah yang terjadi
pada pasien kanker yang mendapat kemoterapi, disebabkan oleh
dilepaskannya serotonin dalam jumlah besar oleh sel enterochromaffin
yang mengalami kerusakan. Muntah ini dapat dihentikan dengan
pemberian antagonis serotonin seperti misalnya ‘ondansteron’. Serabut
saraf aferent dari n.splanchnicus meneruskan sensasi sakit (dari
nociceptor), dengan neurotransmiter antara lain berupa peptida yang
berkaitan dengan calcitonin dan substansi P. (Mertz H. 2005.
Psychotherapeutics and serotonin agonist and antagonists. Journal of
Clinical Gastroenterology. Vol.39 (5 Suppl.): S247 – 250. Abstract.)
Daftar Pustaka

Asmadi. Teknik prosedur keperawatan konsep dan aplikasi kebutuhan dasar


klien.Penerbit: salemba medika.
Sherwood, lauralee. 2014. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta . EGC
Mertz H. 2005. Psychotherapeutics and serotonin agonist and antagonists. Journal
of Clinical Gastroenterology. Vol.39 (5 Suppl.): S247 – 250. Abstract.

Anda mungkin juga menyukai