Anda di halaman 1dari 12

Makassar, 1 April 2019

BEDAH BUKU

Oleh Kelokpok 1 :

1. Zulfianti Tamsil 110 2018 0001


2. Annisa Tri Srilistiany 110 2018 0002
3. Nita Bonita 110 2018 0003
4. Dina Astarifa 110 2018 0004
5. Andi Muh. Richvan Junaid 110 2018 0005
6. Resti 110 2018 0006
7. Mahdiyyah Hanifah Ridwan 110 2018 0007
8. Andi Zahra Shafanisa Oddang 110 2018 0008
9. Anjani Berliana Alitu 110 2018 0009
10. Muh. Fikri Alhas 110 2018 0010
11. Handi Ardiansyah 110 2018 0201
12. Mukhbita Alifia Danial 110 2018 0221

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018
A. Judul Buku : Peristiwa 27 Juli 1996

B. Penulis : Peter Kasenda

C. Ringkasan
Di periode akhir Orde Baru, cengkraman rezim soeharto atas masyarakat
semakin bertambah longgar. Salah satunya adalah Soeharto tidak dapat lagi
bersandar pada dukungan penuh kalangan mihter. Benny Moerdani
dipertahankan dalam kabinet sebagai Menhankam tahun 1988, tapi kekuatan
yang loyal kepadanya di DPR dan dinas intelijen menggunakan pengaruh-nya
untuk menghembuskan kritik terhadap presiden yang semakin uzur. Di tingkat
yang lebih luas, masyarakat Indonesia telah berubah menjadi semakin terdidik,
sehat, mobilitas tinggi dan sejahtera dibandingkan dengan keadaan akhir tahun
1960-an. Pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik telah menghasilkan kelas
menengah yang semakin sinis terhadap berbagai retorika pemerintah seperti
bahaya laten komunisme, demokrasi Pancasila, hubungan industrial Pancasila
dan pers Pancasila. Soeharto tidak buta menghadapi perubahan sosial ini dan
berupaya merebut kembali prakarsa dengan mengulurkan tangannya ke
komunitas muslim yang telah dipinggirkan oleh pemerintah tahun 1970-an -
1980-an. Soeharto mensponsori pembentukan ICMI tahun 1990 di bawah
pimpinan Menristek Prof. Dr. Ing. BJ Habibie yang disambut hangat oleh
kalangan muslim kelas menengah di perkotaan termasuk sejumlah aktivis LSM
dan intelektual yang sebelumnya beroposisi terhadap pemerintah. Soeharto juga
berusaha berdamai dengan para pengkritiknya dari kalangan pluralis dengan
mengisyaratkan keterbukaan politik yang semakin besar di antaranya
mengurangi kontrol yang signifikan atas media massa awal tahun 1990-an. Surat
kabar dan majalah menguji batas-batasnya dengan me-nerbitkan sejumlah
tulisan tentang kebijakan dan politik pe-merintah. Kekuatan demokratisasi
internasional menekan Soeharto untuk mengakui keabsahan standar HAM
internasional. Peme-rintah membuat sejumlah konsesi terhadap tekanan ini
dengan membentuk Komnas HAM tahun 1993. Tetapi di saat yang sama,
pemerintah berpendapat bahwa standar-standar Barat tidak dapat diterapkan di
Indonesia. Para ideolog Orde Baru menghidupkan kembali gagasan yang
dikemukakan oleh Soepomo tahun 1945 bahwa Indonesia adalah negara
intergralistik yang diilhami dan dibimbing oleh nilai-nilai asli, yakni keselarasan
dan kerja sama. Dengan logika ini, setiap upaya mengimpor gagasan-gagasan
liberal seperti hak asasi individu dan pemisahan kekuasaan dianggap tidak absah
baik perspektif budaya maupun konstitusional. Sementara argumen-argumen ini
berkembang di elite, para aktivis radikal mulai memberi dampak kepada rakyat
dengan memobilisasi petani dan buruh. Radikatisme beraisal dalam gerakan
mahasiswa. Pasca tindakan keras merintah terhadap para aktivis kampus di akhir
tahun 1970. an, mahasiswa mulai mengorganisir diri dalam kelornpok.
kelompok kecil yang herbasis di luar kampus. Ntahasis, membaca literatur
Marcisme yang dilarang dalam pendidikan formalnya dan sangat antusias
dengan tradisi sayap kin y.ang telah berperan penting di Indonesia sejak abad
ke-20. Akhir tahun 1980-an, gerakan mahasiswa secara terbuka berpihak pada
petani yang berkonfrontasi dengan aparat keamanan.Awai tahun 1990-an,
mahasiswa radikal yang di antaranva terkait dengan organisasi-organisasi formal
berbasis Islam berhasll membantu buruh industri perkotaan untuk membentuk
clan melakukan aksi massa. Aksi-aksi proles ini memancing pembalasan yang
keras dari pemerintah seperti pembunuhan tokoh buruh Marsinah tahun 1993.
Kemampuan aktivis-aktivis radikal ini untuk meng-organisasikan aksi protes
mahasiswa dan bunch yang besir selama periode 1989 -1994 membangkitkan
kembali aksi rnassa yang memperlemah kekuasaan Soeharto tahun 1996 dan
run-tuhnya rezim ini tahun 1998. Pembentukan PRD tahun 1994 merupakan
pembangkangan terhadap hukum dan menjadijura bicara utama radikalisme
politik di akhir Orde Baru (David Bourchier dan Vedi R Hadiz. 2006. 22 — 26)
Menyusutnya kekuasaan Orde Baru dan meningkatnya relevansi politik massa
adalah terpilihnya Megawati Soekarno-putri secara mengejutkan sebagai Ketua
Umum PDI tahun 1993. Soeharto yang takut terhadap bayangan Sockarno
menyadari bahwa penghormatan terhadap presiden pertama itu masih terns
mengilhami kalangan rakyat miskin. Megawati Soekarno-putri dengan cepat
menjadi simbol oposisi, menarik kekaguman rakyat dan meraih dukungan
koalisi intelektual liberal, maha-SiSWa radikal dan aktivis buruh. Ada
pengharapan yang sangat tinggi bahwa PDI akan memenangi bagian besar suara
dalam Pemilu 1997 dan menantang Soeharto untuk merebut kursi kepresidenan
dalam SU MPR tahun 1998. Pemerintahan Soeharto mendukung kongres PDI
tandingan tahun 1996 dan menaikkan Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang
sudah dikalahkan Megawati Soekarnoputri tahun 1993. Para pengik-ut
Megawati Soekarnoputri menolak kepernimpinan Soerjadi dengan menduduki
kantor DPP PDI di kawasan elite Jakarta Pusat dan menggelar mimbar bebas
mengecam peme-rintah. Menyadari popularitas Megawati Soekarnoputri di
Jakarta, pemerintah enggan bertindak dan membiarkan pendu-dukan kantor DPP
PDI itu berlangsung selama beberapa pekan. Mengingat keabsahannya terns
mengalami kemerosotan dengan cepat, pemerintah memutuskan untuk
mengambil alih kantor DPP PDI dengan kekerasan. Tanggal 27 Juli 1996,
tentara dan preman bayaran melancarkan serangan frontal yang menewas-kan
sejumlah pendukung PDI Pro Megawati Soekarnoputri dan memicu kerusuhan
di Jakarta. Seperti biasa dengan beberapa peristiwa sebelumnya, dalang-dalang
ekstremis segera diidentifikasikan. PRD dituduh bertanggung jawab alas
penghasutan kerusuhan. Tindakan keras terhadap PRD yang hcrlangsung di
seturuh membuat pars pcmimpinnya dipenjara untuk jang1...6, yang lama dan
jaringan simpatisannya dianiaya, diminta. du. . bebcrapa kasus "dihilangkan".
Taktik scmacam nun kan pctncrintah terhadap pars pembangkang di Timor
Tirn.. Acch, dan Papua Barat. Tctapi pilihan pemerintah untuk kukan kekerasan
dan intimidasi di Jakarta sebagai ibu kab negara sccara luas dianggap sebagai
pertanda semakin ter. asingnya rezim Ordc Baru (David Bourchier dan Vedi R
Nadia, 2006 22 — 26). Ada tiga periode politik yang berkaitan dengan Peristiw.
27 Juli 1996 dengan berbagai akibatnya. Pertama, aktor-aktor yang sadar secara
politis menjelang Pemilu 1997 mulai ber. an cang -an cang mengambil
momentum dengan mendirikan KIPP — lembaga pengawasan Pemilu yang
pertama kali didirilcan di Indonesia — awal Desember 1995 dengan harapan
munculnya partisipasi masyarakat yang luas tanpa mempedulikan iden-titasnya.
Banyak parpol, khususnya yang berorientasi Islam memastikan bahwa aktivitas
pengawasan Pemilu dapat menarik banyak partisipasi masyarakat ke dalam
politik. Pendukung Megawatt Soekarnoputri yang mayoritas terdiri dari kaum
miskin perkotaan yang sensitifsangat reponsif terhadap berbagai peluang politik
dan paling potensial dikerahkan. Kedua, kongres PDI dukungan pemerintah di
Medan tanggal 20 Juni 1996 mendorong peningkatan perlawanan dari bawah di
dalam parpol itu. Konflik internal PDI akibat eatnpur tangan pemerintah
dianggap sangat berlebihan. Tekanan ini justru mengakibatkan pars pendukung
Megawati Soekarnoputri di tingkat bawah semakin berani mempertahankan hak
untuk menentukan nasibnya sendiri. Media massa menyebutnya sebagai
kekuatan "arus bawah" di dalam tubub PDI sendiri. Respons masyarakat pun
semakin kuat dibandingkan sebelum-nya. Di walctu yang bersamaan,
pemerintah juga mulai berpikir untuk memperbailci posisinya mcnjelang
penyerbuan tentara ke kantor DPP PDI Jakarta Pusat tanggal 27 Juli 2996 yang
mengakibatkan Jakarta kacau-balau. Pasca peristiwa itu, seba-gian besar aktor
politik menarik mundur perlawanannya untuk sementara. Ketiga, sebagian besar
aktor politik melakukan konsolidasi dan barn muncul setahun kemudian akibat
penyerbuan 27 Juli 1996 itu. Satu-satunya aktor politik yang tetap muncul di
per-mukaan adalah pastor Jesuit Tr Sandyawan yang menolong korban
penyerbuan, khususnya masyarakat miskin pendukung Megawatt Soekarnoputri
dan sedikit banyak melakukan politisasi atas isu-isu tersebut dengan
menampung aktivis politik PRD yang diburu pemerintah (Prasetyohadi dan
Bimo Nugroho, 2001 : 200 — 202). Kampanye Pemilu 1997 merupakan
kekalahan penting pemerintah. Taktik sentral kontra revolusi — pemaksaan
politik — massa mengambang — runtuh. Mengutip laporan CSIS tentang
Pemilu 1997, tercatat sejumlah besar pihak yang dengan se-mangat tempur
tinggi melakukan pembangkangan terhadap aparat keamanan, pemerintahan
sipil, dan kepemimpinan parpol. Terjadi mobilitas militan dalam skala besar di
seluruh negeri. Orde Baru sudah mengalami krisis politik jauh sebelum negeri
ini terpuruk oleh krisis ekonomi Asia dan rezim ini telah kehilangan kendali
dalam mengelola agenda politik publik. Aksi protes meningkat secara dramatis
dalam beberapa bulan berikutnya yang terpisah dengan keresahan yang dipicu
oleh krisis ekonomi dan dampaknya yang dirasakan masyarakat. Gerakan yang
mendongkel soeharto dari kekuasaannya adalah hasil dari upaya berliku dan
didorong oleh kesadaran untuk membangun gerakan politik berbasis massa yang
bertujuan menjatuhkan sang diktator. Sejak 1980-an, mereka mempelopor
kembali gerakan turun ke jalan, pemogokkan buruh pabrik dan penguasaan
lahan. Tahun 1970, banyak pimpinan kami diserap ke dalam kemapanan politik
orde baru bergabung dengan golkar, bahkan mucul sebagai pengusaha besar,
lainnya menajdi akademisi, tapi beberapa di antaranya tetap menjadi
“mahasiswa” memegang posisi dalam lembaga baru yang didirikian sebagai
bagian dari gerakan mahasiswa. Tahun 1970-1972, berbagai pimpinan
mahasiswa muncul mengkritik pemerintahan Soeharto dengan menggunakan
aksi protes jalanan, tetap diproyeksikan murni sebagai kekuatan moral, bukan
kekuatan politik. Kampanye antikorupsi yang dimulai januari 1970 merupakan
perwujudan dari kritik dari kalangan kekuatan moral mahasiswa tersebut.
Pertengahan januari 1970, sekelompok mahasiswa UI mengeluarkan pernyataan
yang menyebabkan kemarahan dosen-dosennya seperti Ali Wardhana dan
Sumantri Brojonegoro yang menjabat sebagai menteri sehubungan dengan
pengumuman pemerintah soeharto untuk menaikkan harga bensin dan miyak
tanah sebesar 100%. Ketika mahasiswa menyebut nama-nama para pejabat yang
korup termasuk para pejabat militer yang dekat dengan soeharto, reaksi para
pejabat tersebut menjadi keras. Tanggal 24 januari 1970, kopamtib jaya
melarang semua demostrasi dan menangkapi para demonstran. Memasuki tahun
1998, terlihat jelas krisis keuangan di indonesia, penarikan dana besar-besaran
dan pelarian modal ke luar negeri. Tetapi dampaknya sangat serius bagi
kehidupan sehari-hari rakyat banya. Harga sembako dan transportasi umum naik
dan berbagai perusahaan memotong gaji para buruhnya agar bisa bertahan.
Semakin jatuhnya nilai tukar rupiah ini mengakibatkan kepanikan konsumen
kelas menengah atas yang membeli sembako besar-besaran di pasar-pasar
swalayan. Aksi ini terjadi serempak di kota-kota besar seperti jakarta, bandung,
surabay, dan medan yang membuat harga kian membumbung tinggi. Akibatnya
konsumen kelas bawah di pasar-pasar tradisional kian menderita. Tetapi reaksi
pemerintah seperti biasa tidak ada alasan untuk panik karena pemerintah telah
menyediakan bahan-bahan kebutuhan pokok secara cukup dan mengatur
distribusinya. Secara umum mahasiswa menghayati krisis ekonomi melalui
terhentinya kiriman uang dari orang tuanya, melonjaknya harga kertas, biaya
fotocopy, bahan praktikum, dan lain-lain. Di ITS surabaya, 500 dari 11.000
mahasiswa menunda pembayaran SPP, di Unpati Ambon, 300 dari 8.600
mahasiswa tidak mendaftar ulang karena tidak mampu meluasi SPP.masalah
serupa juga menimpa mahasiswa di Unibraw Malang, UGM Yogyakarta, dan
lain-lain. Keresahan masyarakat atas melangitnya harga-harga sembako dan
ancaman putus kuliah serta masa depan yang suram di kalangan mayoritas
mahasiswa menjadi faktor penggerak tersendiri bagi kalangan kampus –
mahasiswa dan civitas academica untuk menyatakan keprihatinannya. Aksi
mimbar bebas dan keprihatinan di berbagai kampus menyerukan tuntutan yang
berkaitan dengan krisis ekonomi lainnya. Pelaku baru gerakan aksi protes dan
perlawanan mahasiswa yang menamakan dirinya GKOB, dengan aktivis dan
massa yang kian membesar mulai menonjol akhir februari 1998. Demonstrasi
mahasiswa tidak lagi hanya digerakkan oleh GKOB yang mulai melintang
melawan rezim orde baru sejak 1998. Demonstrasi mahasiswa tidak lagi hanya
di gerakkan oleh GKOB yang malang melintang melawan rezim orde baru sejak
akhir 1980-an. Kalangan aktivis kampus dari organisasi “Resmi” seperti SMPT
dan BEM dan “setengah resmi” seperti KM atau presidium senat mahasiswa
fakulta-fakultas yang menyebut gerakannya sebagai “gerakan moral” dengan
format aksi keprihatinan di dalam kampus mulai muncul dan meluas. Elemen
gerakkkan mahasiswa yang baru ini pun didukung oleh staf pengajar dan
pimpinan pergurruan tinggi yang menjadikan gerakkan mahasiswa sebagai
gerakan civitas academica.
Peran kelompok mahasiswa bersama dengan civitas academica ditandai
oleh kasi mimbar bebbas yang terjadi di kampus UI salemba jakarta, tanggal 25
fenruari 1998. Mahasiswa UI bergabung dengan ILUNI UI yang dipimpin oleh
Irjen kehutanan mayjend. (Purn) hariadi darmawan yang didukung oleh bekas
rektor UI Prof. Dr. Mahar Mardjono dan guru besar UI termasuk Prof. Dr. Selo
Soemardjan dan Prof. Dr. Emil salim membuat aksi keprihatinan menuntun
pemerintah mengatasi berbagai krisis yang sedang melanda bangsa indoneisa.
Mimbar bebas ini ditutup dengan tindakan sumolis mahasiswa UI menutup
tulisan “kampu perjuangan orde baru” yang dipajang di depan kampus FKU UI.
Peristiwa ini secara simbolis menandai mahasiswa dan civitas academica UI
mengurangi dukungannya terhadap rezim orde baru. Gejala baru yang menarik
adlah meluasnya keterlibatan kalangan civitas academica ataupun birokrat
kampus dalam aksi –aksi protes mahasiswa. dukungan para pimpinan perguruan
tinggi yang besar, seperti rektor Unibram Malang, Unair Surabaya, UI Jakarta,
dan Purek III Unhas Ujung pandang terhadap aski protes mahasiswa, bahkan
diungkapkan secara terbuka.
Model aliansi mahasiswa dan civitas academica ini “menular” ke
berbagai kampus terkemuka di Indonesia. Tanggal 3 maret 1998, mahasiswa dan
civitas academica Unud Denpasar melibatkan 500-an massa mahasiswa
menyelanggarakan mimbar bebas keprihatinan dan antikekerasan. Setelah itu,
berturu-turur aksi mimbar bebas mahasiswa dan civitas academica muncul di
kampus-kampus seperti tanggal 5 maret 1998 di Unair Surabaya, tanggal 6
maret di Universitas Yarsi Jakarta, tanggal 7 maret 1998 Unpad Bandung,
tanggal 9 maret 1998 di Unpas Bandung, Undip semarang dan UIIYogyakarta.
terdapat 15 aksi protes yang terjadi di 10 kota dengan melibatkan dosen, guru
besar, dan pejabat dekanat serta pejabat rektorat perguruan tinggi yang
bersangkutan.
Unjuk rasa mahasiswa semakin marak terjadi di berbagai perguruan
tinggi di indonesia. Terjadi bentrokan antara mahasiswa dengan aparat
keamanan di kampus ITS surabaya yang menyebabkan 6 mahasiswacedera
dalam bentrokan. Salah serorang di anataranya mengalami geger otak. Maraknya
demonstrasi mahasiswa mei 1998 sudah memasuki minggu ke-10. Tidak ada
tanda-tanda bahwa aksi protes mahasiswa ini menjadi surut, baik karena
kelelahan maupun karena represi. Sebaliknya, represi brutal kalangan militer
justru memancing aksi-aksi protes mahasiswa yang kian meluas. Terhitung dari
tanggal 1 – 30 mei, tercatat lebih dari 445 demonstrasi yang merata di seluruh
indonesia. Angka ini masih belum termasuk demonstrasi di kota-kota kecil yang
tidak terpantau wartawan. Aksi-aksi protes mahasiswa mampus
menghadirkannya massa yang besar dengan dukungan media massa mampus
memberikan tekanan yang akhirnya menudutkan rezim orde baru. Jargon
“reformasi” yang sekaligus berarti “turunkan soeharto!” bergema di seluruh
pelosok Indoneisa. Bentrokan demi bentrokan antara mahasiswa dengan
kalangan militer dan polisi sejak februari – mei 1998 memperbesar solidaritas
barisan gerakan mahasiswa dari berbagai kelompok. Mahasiswa pun kian efektif
mengekspolitasi peristiwa bentrok ini dibangun di atas kekerasan dan represi
yang berkesinambungan.
Insiden penting yang sangat berpengaruh pada membesarnya gelombang
anti-orde baru adalah peristiwa terbunuhnya 4 mahasiswa universitas trisakti
hari selsa tanggal 12 mei 1998 akibat tembakana peluru tajam. Pelakunya diduga
adalah para penembak jitu dari tentara atau polisi ketika sekitar 6000 massa
menggelar mimbar bebas untuk keprihatinan terhadap kondisi politik dan
ekonomi terakhir. Situasi chaos akibat bentrokan anatar mahasiswa dengan
aparat keamanan berlangsung hinggal pukul 20.00 WIB. Disamping 4 orang
tewas, korban lain pun berjatuhan 5 orang luka parah dan 17 orang luka ringan.
Akibatnya, lebih dari 32 aksi demonstarsidi 16 kota di in doensia serentak di
gelar keesokan harinya tangga 13 meni 1998 untukmenyatakan solidaritas dan
menghoramti arwah para korban. Para rektor pun menyatakan kuliah diliburkan
untuk berkabung. Orasi yang tidak jarang disertai isak tangis di berbagai kampus
terdengar mengutuk kekejaman aparat keamanan. Bendera setengah tiang
spontan berkibar di mana-mana. Ditahap ini, perasaan anti – soeharto dan orde
baru semakin mendekati puncaknya. Demosntrasi solidaritas untuk universitas
trisakti berlanjut selama beberapa hari sampai kerusuhan meledak di berbagai
tempat, khususnya di jakarta dan solo. Dampak dari tewasnya 4 mahasiswa
universitas Trisakti itu segera diikuti oleh kerusuhan massal di pusat-pusat
kegiatan ekonomi di jakarta. Massa yang terkesan terorganisir bergerak ke sana
kemari menuju pusat-pusat keramaian, membuat provokasi terhadap penduduk
setempat untuk menjarah, membakar, melakakukan kekerasan, dan pemerkosaan
terhadap perempuan etnis tionghoa. Peristiwa mei 1998 berbeda dalam konteks
keluasan daripada peristiwa malari dan peristiwa 27 juli 1996. Kerusuhan itu
melanda wilayah jabodetabek. Tampak jejak linier disana – sini, tapi yang
mencolok adalah wilayah pinggiran jakarta seperti bogor, depok tangerang dan
bekasi. Tanggal 18 mei 1998, mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dalam
jumlah besar diperkenankan masuk ke halaman gedung DPR/MPR senayan. Izin
diberi oleh sekjen MPR/DPR dan penanggung jawab keamanan berdasarkan
rekomendasi pangdam yang diketahui oleh pangab dengan pertimbangan
pengadilan keamanan yang lebih mudah dari pada mahasiswa berada diluar.
Kalangan militer berpandangan bahwa keinginan mahasiswa untuk
menyampaikan aspirasinya secara langusng ke DPR sudah sangat sulit untuk di
bendung. Pascar kasus trisakti yang diikut i oleh kerusuhan massal di hari- hari
berikutnya, aparat intilijen mengetahui adanya rencanamahasisswa menguasai
gedung DPR/MPR yang akan mendesak dilakukannya reformasi nasional dan
mencium adanya link-up antara para aktivis mahasiswa dengan para tokoh
reformasi dalam memperjuangkan keinginannya.
Bersama dengan kehadiran ribuan mahasiswa ke gedung DPR/MPR,
pimpinan DPR mengadakan rapat membahas perkembangan terakhir. Akhirnya,
ketua DPR Karmoko meminta presiden Soeharto untuk mengundurkan diri yang
di siarkan langsung oleh media massa secara luas. Tetapi sikap pimpinan DPR
tersebut mendapatkan reaksi dari pimpinan militer yang tidak mengetahui hal itu
sebelumnya. Pada tanggal 21 mei 1998 presiden Soeharto mengumumkan
pengunduran diri dari jabatannya di istana merdeka. Mahasiswa merayakan
lengsernya Soeharto dengan menceburkan diri di kolam kompleks Gedung
DPR/MPR, senayan, jakarta pada 21 mei 1998. Pengunduran diri Soeharto
disambut suka cita dan menjadi akhir dari aksi perjuangan mahasiswa dalam
melawan rezim orde baru.
D. Review
Buku ini berjudul peristiwa 27 juli 1996 “titik balik perlawanan rakyat”,
meskipun buku ini judulnya mengarah ke politik, namun di dalamnya membuka
sejarah-sejarah pergerakkan mahasiswa yang menolak penindasan yang di
lakukan oleh pemimpin-pemimpin zholim, buku ini mengingatkan kita tentang
perjuangan mahasiswa menjatuhkan pemimpin-peminpin kotor negeri ini, demi
sejahteranya rakyat indonesia tercinta. buku ini membuka kembali sejarah-
sejarah pergerakkan mahasiswa, dimana ada peristiwa penting terhadap bangsa
ini pasti selalu melibatkan kaum pemuda atau mahasiswa, mulai dari sejarah
pada sabtu kelabu, 27 juli 1996, peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi
hingga penyelesaiannya di masa pemerintahan BJ. Habibie, Abdurrachman
Wahid, hingga Megawati Soekarnoputri yang pada akhirnya menimbulkan pro
dan kontra.menurut saya buku ini masuk ke dalam salah satu dari 5 dimensi
KBMFK, yaitu kemahasiswaan, kita sebagai mahasiswa harus tau sejarah dari
pergerakkan mahasiswa di indonesia, kita juga sebagai mahasiswa haru tau
peran dan fungsi kita sebagai mahasiswa, di dalam buku ini juga mengingatkan
kita betapa kuatnya perjuangan mahasiswa dalam memperjuangkan keadilan,
bahkan ada yang penjara dan bahkan ada yang ditembak mati demi
meperjuangkan kesejahteraan masyarakat. Karena mahasiswa sebagai inti dari
kekuatan pemuda indonesia yang mempunyai posisi strategis dalam berbagai
aspek kehidupan yang memberi corak peradaban.
E. Point Penting
 Sejak awal berkuasanya, Soeharto menrapkan model kepemimpinan
yang khas sebagai berikut : (1) Cara berpikir kultur jawa yang
memandang kekuasaan terpusat dan tidak boleh dikritik; (2)
Pengalamannya sebagai perwira tinggi militer yang cakap dan kaya
pengalaman; (3) Kecanggihannya sebagai aktor politik dalam melakukan
manajemen kekuasaan.
 Tahun 1970 – 1972, berbagai pimipinan mahasiswa muncul mengkritik
pemerintahan Soeharto dengan menggunakan aksi protes jalan, tapi tetap
diproyeksikan murni sebagai kekuatan moral, bukan kekuatan politik.
Kampanye antikorupsi yang dimulai januari 1970 meruapakan
perwujudan dari kritik dari kalangan kekuatan moral mahasiswa tersebut.

 Ketika pemerintah mengumumkan kenikan tarif listrik dan bahan bakar
tanggal 4 mei 1998, terjadi beberapa demonstrasi yang menyebabkan
bentrokan antara mahasiswa dan aparat. Akhirnya, pemerintah
melancarkan teror langsung terhadap mobilisasi mahasiswa. tanggal 12
mei 1998, mahasiswa yang sedang kembali ke kampus universitas
Trisakti ditembaki tentara dengan korban 4 mahasiswa tewas ditembak.
F. Biodata Penulis
Peter kasenda belajar di jurusan sastra perancis dan sejarah di fakultas
sastra (sekarang ilmu pengetahuan budaya) Universitas Indonesia .
Sekarang menjadi dosen di kampus merah putih – universitas 17 agustus
1945 jakarta.
Tulisnya pertama kali dimuat di harian prioritas tanggal 2- 3
oktober 1986 dan menjadi kontributor buku tokoh indonesia dalam Era
Bung Karno dalam pegulatan pemikiran (pustaka simponi,1991);
managing editor buku non aligned movement toward the next millenium
volume II dan III (harian Media Indonesia dan Bimantara Citra, 1995);
Bung Karno tentang Marhaen dan Proletar (Grasindo,1999); Sukarno
muda biografi pemikiran 1926-1933 (komunitas bambu,2010); john
lumingkewas: merah darahku, putih tulangku, pancasila jiwaku (PA
GMNI, 2010); kontributor buku mereka bilang kita orang indonesia
(Taman Mini Indonesia Indah, 2010); kontributor buku kembali ke cita-
cita proklamasi 1945 (GMNI Jawa Barat, 2011); Heldy Cinta terakhir
Bung Karno (penertbit Buku Kompas, 2011); Zulkifli Lubis Kolonel
Misterius di Balik pergolakkan TNI-AD (Penerbit Buku Kompas,2012);
hari hari terakhir sukarno (komunitas bambu,2012); Tim Penulis Buku
Soeharto; Penerus Ajaran Politik Soekarno (Optimis,2012); Soeharto :
Bagaimana ia bisa melanggengkan kekuasaan selama 32 tahun ?(Penerbit
Buku Kompas,2013); Bung Karno Panglima Revolusi (Galang
Pustak,2014); Sukarno, marxisme & Leninisme – Akar Pemikiran Kiri &
Revolusi Indonesia ( Komunitas Bambu, 2014); Hari-hari Terakhir Orde
Baru. Menulusuri Akar Kekerasan Mei 1999 (Komunitas Bambu,2015);
Tim Penulis Buku Membangun Otonomi Daerah: memperkuat NKRI
(Serat Alam Media, 2016), Manusia dalam pusaran sejarah (Intrans
Publishing,2016) dan kontibutor buku raffles dan kita: peringatan 200
tahun The History Of Java ( Badan Pelestarian Pusaka indonesia, 2017)
dan cendekiawan dalam arus sejarah (Intrans Publishing, 2018)
Tulisan-tulisannya dapat dibaca di blog
www.peterkasenda.wordpress.com dan bisa dihubungi via email:
perkasenda@rocketmail.com.

Anda mungkin juga menyukai