Anda di halaman 1dari 23

TUGAS PPKn

PELANGGARAN  HAM  DI  INDONESIA TENTANG
TRAGEDI TRISAKTI

Disusun oleh :
Kelompok 1
1. Alia Nabila Putri {05}
2. Alma Dzulfitria {06}
3. Fathy Tsaqib E {15}
4. Gaisya Rahma Putri {16}
5. Mori Anugrah Poda {25}
6. Razita Salsabila {31}

MAN 2 MATARAM
TAHUN PELAJARAN 2020 / 2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang. Kami

panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-

NyA kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang.

Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai

pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan

terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari segala hal tersebut, Kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada

kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya kami

dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat

memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang ini bisa memberikan manfaat

maupun inspirasi untuk pembaca.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


 Mataram,15 September 2020

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mahasiswa sebagai agent of change dan social control dalam kehidupan
bermasyarakat menempatkan mahasiswa sebagai basis intelektual menuju perubahan yang
lebih baik dan dalam praktiknya dilakukan dengan membentuk suatu gerakan
mahasiswa. Gerakan mahasiswa adalah kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam maupun
di luar perguruan tinggi yang dilakukan untuk meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan
kemampuan kepemimpinan para aktivis yang terlibat di dalamnya (wikipedia.com). Dalam
konteks transisi politik Indonesia, gerakan mahasiswa telah memainkan peranan yang secara
nyata mampu mendobrak rezim otoritarian (Prasetyantoko, 2001: 1). Ini dapat di lihat dari
pengalaman historis bangsa Indonesia bahwa mahasiswa selalu mendapat peranan penting
dalam setiap perjuangan bangsa Indonesia. Seperti pada masa kolonialisme Belanda di
Indonesia, kaum-kaum terpelajar atau mahasiswa Indonesia sejak tahun 1915 telah mengenal
nasionalisme dan memulai gerakan-gerakan mereka dengan mendirikan TRIKORO-DARMO
yang kemudian gerakan-gerakan mahasiswa tersebut terus berspora ke seluruh pelosok
Nusantara. Pada masa pendudukan Jepang muncul Gerakan Bawah Tanah (GBT) yang
dilakukan oleh pemuda-pemuda Indonesia yang bertujuan untuk secepatnya memerdekakan
diri tanpa bantuan Jepang.
Gerakan mahasiswa tidaklah berhenti sampai Indonesia memproklamirkan
kemerdekaan. Gerakan mahasiswa masih berlanjut pada masa Orde Lama. Ini tentu mendapat
kritikan dari mahasiswa yang memiliki jiwa muda dan berintelektual sehingga mahasiswa
tidak segan-segan untuk menyuarakan tuntutannya dengan TRITURA yang berisi bubarkan
PKI beserta ormas-ormasnya, perombakan kabinet DWIKORA, dan turunkan harga dan
perbaiki sandang-pangan. Tuntutan mahasiswa tersebut berhasil menjatuhkan Soekarno atau
rezim Orde Lama dengan panglima politiknya.
Fenomena sejarah pun berulang pada rezim Soeharto tahun 1998. Gerakan mahasiswa
pun dapat membuat Soeharto mengundurkan diri dari kedudukannya sebagai presiden.
Terutama peristiwa yang menjadi klimaks dari pengunduran diri Soeharto yaitu pada tanggal
12 Mei 1998 yang di kenal Tragedi Trisakti. Berdasarkan permasalahan diatas, maka kami
akan membahas mengenai “Peristiwa Trisakti Mei 1998 Sebagai Tonggak Perpindahan
Kekuasaan Dari Orde Baru Ke Reformasi”.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pokok pikiran diatas, terdapat masalah utama yang menjadi kajian
penulisan makalah ini, yaitu: “Bagaimana Gerakan Mahasiswa tahun 1998 yang
mengakibatkan keruntuhan Orde Baru?”. Untuk lebih memfokuskan masalah dari masalah
utama maka penulis membatasi permasalahan yang dirumuskan dalam beberapa pernyataan
sebagai berikut:
a. Bagaimana latar belakang peristiwa tragedi Trisakti Mei 1998?
b. Bagaimana proses terjadinya peristiwa tragedi Trisakti Mei 1998?
c. Bagaimana dampak dari peristiwa tragedi Trisakti Mei 1998?

Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:
a. Menjelaskan bagaimana latar belakang gerakan Trisakti Mei 1998.
b. Menjelaskan proses tragedi Trisakti Mei 1998.
c. Menjelaskan dampak tragedi Trisakti Mei 1998.
BAB II
PEMBAHASAN
Latar Belakang Tragedi Trisakti Mei 1998
Dalam sejarah panjang Republik Indonesia kita mengenal masa Orde Baru dimana
selama hampir 32 tahun Soeharto menjabat sebagai Presiden. Banyak prestasi yang
ditorehkan, namun kita juga tidak dapat menutup mata bahwa masa Orde Baru juga
menyimpan banyak “kejelekan” pula. Terutama diakhir masa pemerintahannya kita banyak
mendengar terjadi demontrasi dimana-mana.
Bulan Juli 1997 pecah krisis moneter di Thailand yang ternyata menjalar ke wilayah
Asia Tenggara termasuk Indonesia (Asvi Warman Adam, 2009:53). Kejatuhan perekonomian
Indonesia sejak tahun 1997 membuat pemilihan pemerintahan Indonesia saat itu sangat
menentukan bagi pertumbuhan ekonomi bangsa ini supaya dapat keluar dari krisis ekonomi.
Pada bulan Maret 1998 MPR saat itu walaupun ditentang oleh mahasiswa dan sebagian
masyarakat tetap menetapkan Soeharto sebagai Presiden. Tentu saja ini membuat mahasiswa
terpanggil untuk menyelamatkan bangsa ini dari krisis dengan menolak terpilihnya kembali
Soeharto sebagai Presiden. Cuma ada jalan demonstrasi supaya suara mereka didengarkan.
Bukan hanya krisis ekonomi yang menyebabkan ketidakpuasan mahasiswa dan
masyarakat untuk melakukan demontrasi, namun krisis multidimesional juga sangat
mempengaruhi, diantara lain :
a.      Krisis Politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan
permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu,
bahkan lebih banyak dipegang oleh para penguasa. Keadaan seperti ini mengakibatkan
munculnya rasa tidak percaya terhadap institusi pemerintah, DPR, dan MPR.
Ketidakpercayaan itulah yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi. Kaum reformis
yang dipelopori oleh kalangan mahasiswa yang didukung oleh para dosen serta para
rektornya mengajukan tuntutan untuk mengganti presiden, reshulffe cabinet, dan menggelar
Sidang Istimewa MPR dan melaksanakan pemilihan umum secepatnya. Gerakan reformasi
menuntut untuk dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk keanggotaan DPR dan
MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN. Gerakan Reformasi juga menuntut agar
dilakukan pembaharuan terhadap lima paket undang-undang politik yang dianggap menjadi
sumber ketidakadilan, di antaranya:
                     UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum.
 UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang
DPR/MPR.
                     UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
                     UU No. 5 tahun 1985 tentang Referendum.
                     UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Massa.
Namun, setahun sebelum pemilihan umum yang diselenggarakan pada bulan Mei 1997,
situasi politik dalam negeri Indonesia mulai memanas. Pemerintah Orde Baru yang didukung
oleh Golongan Karya (Golkar) berusaha untuk memenangkan secara mutlak seperti pada
pemilu sebelumnya. Sementara itu, tekanan-tekanan terhadap pemerintah Orde Baru di
masyarakat semakin berkembang baik dari kalangan politisi, cendikiawan, maupun kalangan
kampus.
Keberadaan partai-partai politik yang ada di legislatif seperti Parta Persatuan Pambangunan
(PPP), Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dianggap tidak
mampu menampung dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Krisis politik sebagai factor
penyebab terjadinya gerakan reformasi itu, menyebabkan munculnya tuntutan masyarakat
yang menghendaki reformasi baik dalam kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan di
Indonesia. Masyarakat juga menginginkan agar dilaksanakan demokratisasi dalam kehidupan
social, ekonomi, dan politik. Di samping itu, masyarakat juga menginginkan aturan hukum
ditegakkan dengan sebenar-benarnya serta dihormatinya hak-hak asasi manusia. Di dalam
kehidupan politik, masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah terhadap oposisi
sangat besar, terutama terlihat dari perlakuan keras terhadap setiap orang atau kelompok yang
menentang atau memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah.
b.      Krisis Hukum
Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak
ketidakadilan. Misalnya, kekuasaan kehakiman yang dinyatakan pada pasal 24 UUD 1945
bahwa kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pamerintah
(ekskutif). Namun, pada kenyataanya kekuasaan kehakiman berada di bawah kekuasaan
eksekutif. Oleh karena itu, pengadilan sangat sulit mewujudkan keadilan bagi rakyat, karena
hakim harus melayani kehendak penguasa. Bahkan hukum sering dijadikan sebagai alat
pembenaran atas tindakan dan kebijakan pemerintah. Seringkali terjadi rekayasa dalam
proses peradilan, apabila peradilan itu menyangkut diri penguasa, keluarga kerabat atau para
pejabat Negara. Sejak gerakan reformasi muncul, masalah hukum juga menjadi salah satu
tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar dapat
mendudukkan masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya.
Reformasi hukum harus secepatnya dilakukan karena merupakan tuntunan agar siap
menyongsong era keterbukaan ekonomi dan globalisasi.
c.       Krisis Ekonomi
Jelas seperti yang sudah disinggung diatas, krisis moneter yang melanda Negara-
negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga mempengaruhi perkembangan
perekonomian Indonesia. Krisis ekonomi Indonesia berawal dari melemahnya nilai tukar
rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka
pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin
bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan
likuidasinya sejumlah bank pada akhir tahun 1997. Dalam perkembangan berikutnya, nilai
rupiah melemah dan menembus angka Rp 10000,- per dollar AS. Kondisi ini semakin
diperparah oleh para spekulan valuta asing baik dari dalam maupun luar negeri yang
memanfaatkan keuntungan sesaat, sehingga kondisi ekonomi nasional semakin bartambah
buruk. Memasuki tahun anggaran 1998/1999, krisis moneter telah mempengaruhi aktivitas
ekonomi lainnya. Banyak perusahaan yang tidak mampu membayar utang luar negerinya
yang telah jatuh tempo. Bahkan, banyak perusahan yang mengurangi atau menghentikan
sama sekali kegiatannya. Angka pengangguran meningkat, sehingga daya beli dan kualitas
hidup masyarakat pun semakin bertambah rendah. Kondisi perekonomian semakin
memburuk karena pada akhir tahun 1997 persediaan sembilan bahan pokok (sembako) di
pasaran mulai menipis. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda masyarakat,
seperti di Irian Barat, Nusa Tenggara Timur, dan termasuk di beberapa daerah di Pulau Jawa.
Faktor lain yang menyebabkan krisis ekonomi Indonesia tidak terlepas dari masalah utang
luar negeri, penyimpangan terhadap Pasal 33 UUD 1945, dan pola pemerintahan yang
sentralistik.
d.      Krisis Kepercayaan
Krisis multidimensi yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi kepercayaan
masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto. Berbagai aksi damai dilakukan para
mahasiswa dan masyarakat. Demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa itu semakin
bertambah gencar setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos
angkutan pada tanggl 4 Mei 1998.  
Tuntutan akan reformasi semakin meningkat seiring semakin memburuknya krisis
ekonomi yang meluas menjadi krisis multidimensional dan semakin jelas bahwa Rezim (Orde
Baru) tidak mampu mereformasikan diri. Amien Rais dan Muhammadiyah merupakan salah
satu pengecam paling menonjol pada tahap ini. Demonstrasi mahasiswa semakin marak.
ABRI membiarkan selama demonstrasi dilakukan di dalam kampus (Ricklefs, 2008: 689).
Demonstrasi digulirkan sejak sebelum Sidang Umum (SU) MPR 1998 diadakan oleh
mahasiswa Yogyakarta dan menjelang serta saat diselenggarakan SU MPR 1998 demonstrasi
mahasiswa semakin menjadi-jadi di banyak kota di Indonesia termasuk Jakarta, sampai
akhirnya berlanjut terus hingga bulan Mei 1998. Insiden besar pertama kali adalah pada
tanggal 2 Mei 1998 di depan kampus IKIP Rawamangun Jakarta karena mahasiswa dihadang
Brimob dan di Bogor karena mahasiswa non-IPB ditolak masuk ke dalam kampus IPB
sehingga bentrok dengan aparat.
Saat itu demonstrasi gabungan mahasiswa dari berbagai perguruan tingi di Jakarta
merencanakan untuk secara serentak melakukan demonstrasi turun ke jalan di beberapa
lokasi sekitar Jabotabek. Namun yang berhasil mencapai ke jalan hanya di Rawamangun dan
di Bogor sehingga terjadilah bentrokan yang mengakibatkan puluhan mahasiswa luka dan
masuk rumah sakit.
Setelah keadaan semakin panas dan hampir setiap hari ada demonstrasi tampaknya
sikap Brimob dan militer semakin keras terhadap mahasiswa apalagi sejak mereka berani
turun ke jalan. Pada tanggal 12 Mei 1998 ribuan mahasiswa Trisakti melakukan demonstrasi
menolak pemilihan kembali Soeharto sebagai Presiden Indonesia saat itu yang telah terpilih
berulang kali sejak awal orde baru. Mereka juga menuntut pemulihan keadaan ekonomi
Indonesia yang dilanda krisis sejak tahun 1997.
Mahasiswa bergerak dari Kampus Trisakti di Grogol menuju ke Gedung DPR/MPR di
Slipi. Dihadang oleh aparat kepolisian mengharuskan mereka kembali ke kampus dan sore
harinya terjadilah penembakan terhadap mahasiswa Trisakti. Penembakan itu berlangsung
sepanjang sore hari dan mengakibatkan 4 mahasiswa Trisakti meninggal dunia dan puluhan
orang lainnya baik mahasiswa dan masyarakat masuk rumah sakit karena terluka.
Sepanjang malam tanggal 12 Mei 1998 hingga pagi hari, masyarakat mengamuk dan
melakukan perusakan di daerah Grogol dan terus menyebar hingga ke seluruh kota Jakarta.
Mereka kecewa dengan tindakan aparat yang menembak mati mahasiswa. Jakarta geger dan
mencekam.
Mahasiswa-mahasiswa yang gugur sebagai pahlawan reformasi pada saat terjadinya Tragedi
Trisakti adalah Elang Mulya, Hafidin Royan, Hendriawan Sie, Hery Hartanto.
Tragedi Trisakti Mei 1998
Dengan berbagai demontrasi yang terjadi pada bulan Mei 1998 tentunya memberikan
pukulan telak bagi rezim Soeharto. Bagimana tidak dengan adanya penembakan terhadap
mahasiswa Trisakti yang dilakukan oleh penembak jitu menambah kacau suasana di ibukota.
Ricklefs dalam bukunya menyatakan :
“pembunuhan mahasiswa Trisakti merupakan titik balik. Kematian mereka, bersama dengan
keruntuhan ekonomi, kebrutalan ABRI, korupsi rezim, dan kemustahilan akan adanya
reformasi, telah memporak-porandakan benteng terakhir keabsahan rezim dan ketertiban
sosial. Kerusuhan masal terjadi diberbagai tempat, dengan Jakarta dan Surakarta sebagai
yang terparah (Riclefs, 2008:689)”.
Kerusuhan masal yang kemudian dengan sebutan Peristiwa Mei 1998 itu pecah
dengan ganas dan mencekam setelah terjadinya pembakaran terhadap mahasiswa Universitas
Trisakti di Grogol, Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Berikut Kronologi Insiden
Trisakti yang didapatkan dari Pers Senat Mahasiswa Trisakti dan Arsip berita Kompas 13
Mei 1998 dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Tragedi_Trisakti {online} :
 10.30 -10.45
Aksi damai civitas akademika Universitas Trisakti yang bertempat di pelataran parkir
depan gedung M (Gedung Syarif Thayeb) dimulai dengan pengumpulan segenap civitas
Trisakti yang terdiri dari mahasiswa, dosen, pejabat fakultas dan universitas serta karyawan.
Berjumlah sekitar 6000 orang di depan mimbar.
 10.45-11.00
Aksi mimbar bebas dimulai dengan diawali acara penurunan bendera setengah tiang
yang diiringi lagu Indonesia Raya yang dikumandangkan bersama oleh peserta mimbar
bebas, kemudian dilanjutkan mengheningkan cipta sejenak sebagai tanda keprihatinan
terhadap kondisi bangsa dan rakyat Indonesia sekarang ini.
 11.00-12.25
Aksi orasi serta mimbar bebas dilaksanakan dengan para pembicara baik dari dosen,
karyawan maupun mahasiswa. Aksi/acara tersebut terus berjalan dengan baik dan lancar.
 12.25-12.30
Massa mulai memanas yang dipicu oleh kehadiran beberapa anggota aparat keamanan
tepat di atas lokasi mimbar bebas (jalan layang) dan menuntut untuk turun (long march) ke
jalan dengan tujuan menyampaikan aspirasinya ke anggota MPR/DPR. Kemudian massa
menuju ke pintu gerbang arah Jl. Jend. S. Parman.
 12.30-12.40
Satgas mulai siaga penuh (berkonsentrasi dan melapis barisan depan pintu gerbang)
dan mengatur massa untuk tertib dan berbaris serta memberikan himbauan untuk tetap tertib
pada saat turun ke jalan.
 12.40-12.50
Pintu gerbang dibuka dan massa mulai berjalan keluar secara perlahan
menuju Gedung MPR/DPR melewati kampus Untar.
 12.50-13.00
Long march mahasiswa terhadang tepat di depan pintu masuk kantor Walikota Jakarta
Barat oleh barikade aparat dari kepolisian dengan tameng dan pentungan yang terdiri dua
lapis barisan.
 13.00-13.20
Barisan satgas terdepan menahan massa, sementara beberapa wakil mahasiswa (Senat
Mahasiswa Universitas Trisakti) melakukan negoisasi dengan pimpinan komando aparat
(Dandim Jakarta Barat, Letkol (Inf) A Amril, dan Wakapolres Jakarta Barat). Sementara
negoisasi berlangsung, massa terus berkeinginan untuk terus maju. Di lain pihak massa yang
terus tertahan tak dapat dihadang oleh barisan satgas samping bergerak maju dari jalur
sebelah kanan. Selain itu pula masyarakat mulai bergabung di samping long march.
 13.20-13.30
Tim negoisasi kembali dan menjelaskan hasil negoisasi di mana long march tidak
diperbolehkan dengan alasan oleh kemungkinan terjadinya kemacetan lalu lintas dan dapat
menimbulkan kerusakan. Mahasiswa kecewa karena mereka merasa aksinya tersebut
merupakan aksi damai. Massa terus mendesak untuk maju. Dilain pihak pada saat yang
hampir bersamaan datang tambahan aparat Pengendalian Massa (Dal-Mas) sejumlah 4 truk.
 13.30-14.00
Massa duduk. Lalu dilakukan aksi mimbar bebas spontan di jalan. Aksi damai
mahasiswa berlangsung di depan bekas kantor Wali Kota Jakbar. Situasi tenang tanpa
ketegangan antara aparat dan mahasiswa. Sementara rekan mahasiswi membagikan
bunga mawar kepada barisan aparat. Sementara itu pula datang tambahan aparat dari Kodam
Jaya dan satuan kepolisian lainnya.
 14.00-16.45
Negoisasi terus dilanjutkan dengan komandan (Dandim dan Kapolres) dengan pula
dicari terobosan untuk menghubungi MPR/DPR. Sementara mimbar terus berjalan dengan
diselingi pula teriakan yel-yel maupun nyanyian-nyanyian. Walaupun hujan turun massa
tetap tak bergeming. Yang terjadi akhirnya hanya saling diam dan saling tunggu. Sedikit
demi sedikit massa mulai berkurang dan menuju ke kampus.
Polisi memasang police line. Mahasiswa berjarak sekitar 15 meter dari garis tersebut.
 16.45-16.55
Wakil mahasiswa mengumumkan hasil negoisasi di mana hasil kesepakatan adalah
baik aparat dan mahasiswa sama-sama mundur. Awalnya massa menolak tapi setelah dibujuk
oleh Bapak Dekan FE dan Dekan FH Usakti, Adi Andojo SH, serta ketua SMUT massa mau
bergerak mundur.
 16.55-17.00
Diadakan pembicaraan dengan aparat yang mengusulkan mahasiswa agar kembali ke
dalam kampus. Mahasiswa bergerak masuk kampus dengan tenang. Mahasiswa menuntut
agar pasukan yang berdiri berjajar mundur terlebih dahulu. Kapolres dan Dandim Jakbar
memenuhi keinginan mahasiswa. Kapolres menyatakan rasa terima kasih karena mahasiswa
sudah tertib. Mahasiswa kemudian membubarkan diri secara perlahan-lahan dan tertib ke
kampus. Saat itu hujan turun dengan deras.
Mahasiswa bergerak mundur secara perlahan demikian pula aparat. Namun tiba-tiba
seorang oknum yang bernama Mashud yang mengaku sebagai alumni (sebenarnya tidak
tamat) berteriak dengan mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor ke arah massa. Hal ini
memancing massa untuk bergerak karena oknum tersebut dikira salah seorang anggota aparat
yang menyamar.
 17.00-17.05
Oknum tersebut dikejar massa dan lari menuju barisan aparat sehingga massa
mengejar ke barisan aparat tersebut. Hal ini menimbulkan ketegangan antara aparat dan
massa mahasiswa. Pada saat petugas satgas, ketua SMUT serta Kepala kamtibpus Trisakti
menahan massa dan meminta massa untuk mundur dan massa dapat dikendalikan untuk
tenang. Kemudian Kepala Kamtibpus mengadakan negoisasi kembali dengan Dandim serta
Kapolres agar masing-masing baik massa mahasiswa maupun aparat untuk sama-sama
mundur.

 17.05-18.30
Ketika massa bergerak untuk mundur kembali ke dalam kampus, di antara barisan
aparat ada yang meledek dan mentertawakan serta mengucapkan kata-kata kotor pada
mahasiswa sehingga sebagian massa mahasiswa kembali berbalik arah. Tiga orang
mahasiswa sempat terpancing dan bermaksud menyerang aparat keamanan tetapi dapat
diredam oleh satgas mahasiswa Usakti.
Pada saat yang bersamaan barisan dari aparat langsung menyerang massa mahasiswa
dengan tembakan dan pelemparan gas air mata sehingga massa mahasiswa panik dan
berlarian menuju kampus. Pada saat kepanikan tersebut terjadi, aparat melakukan
penembakan yang membabi buta, pelemparan gas air mata dihampir setiap sisi jalan,
pemukulan dengan pentungan dan popor, penendangan dan penginjakkan, serta pelecehan
seksual terhadap para mahasiswi. Termasuk Ketua SMUT yang berada di antara aparat dan
massa mahasiswa tertembak oleh dua peluru karet dipinggang sebelah kanan.
Kemudian datang pasukan bermotor dengan memakai perlengkapan rompi yang
bertuliskan URC mengejar mahasiswa sampai ke pintu gerbang kampus dan sebagian naik ke
jembatan layang Grogol. Sementara aparat yang lainnya sambil lari mengejar massa
mahasiswa, juga menangkap dan menganiaya beberapa mahasiswa dan mahasiswi lalu
membiarkan begitu saja mahasiswa dan mahasiswi tergeletak di tengah jalan. Aksi
penyerbuan aparat terus dilakukan dengan melepaskan tembakkan yang terarah ke depan
gerbang Trisakti. Sementara aparat yang berada di atas jembatan layang mengarahkan
tembakannya ke arah mahasiswa yang berlarian di dalam kampus.
Lalu sebagian aparat yang ada di bawah menyerbu dan merapat ke pintu gerbang dan
membuat formasi siap menembak dua baris (jongkok dan berdiri) lalu menembak ke arah
mahasiswa yang ada di dalam kampus. Dengan tembakan yang terarah tersebut
mengakibatkan jatuhnya korban baik luka maupun meninggal dunia. Yang meninggal dunia
seketika di dalam kampus tiga orang dan satu orang lainnya di rumah sakit beberapa orang
dalam kondisi kritis. Sementara korban luka-luka dan jatuh akibat tembakan ada lima belas
orang. Yang luka tersebut memerlukan perawatan intensif di rumah sakit.
Aparat terus menembaki dari luar. Puluhan gas air mata juga dilemparkan ke dalam kampus.
 18.30-19.00
Tembakan dari aparat mulai mereda, rekan-rekan mahasiswa mulai membantu
mengevakuasi korban yang ditempatkan di beberapa tempat yang berbeda-beda menuju
RS.
 19.00-19.30
Rekan mahasiswa kembali panik karena terlihat ada beberapa aparat berpakaian gelap
di sekitar hutan (parkir utama) dan sniper(penembak jitu) di atas gedung yang masih
dibangun. Mahasiswa berlarian kembali ke dalam ruang kuliah maupun ruang ormawa
ataupun tempat-tempat yang dirasa aman seperti musholla dan dengan segera memadamkan
lampu untuk sembunyi.
 19.30-20.00
Setelah melihat keadaan sedikit aman, mahasiswa mulai berani untuk keluar dari
ruangan. Lalu terjadi dialog dengan Dekan FE untuk diminta kepastian pemulangan mereka
ke rumah masing- masing. Terjadi negoisasi antara Dekan FE dengan Kol.Pol.Arthur
Damanik, yang hasilnya bahwa mahasiswa dapat pulang dengan syarat pulang dengan cara
keluar secara sedikit demi sedikit (per 5 orang). Mahasiswa dijamin akan pulang dengan
aman.
 20.00-23.25
Walau masih dalam keadaan ketakutan dan trauma melihat rekannya yang jatuh
korban, mahasiswa berangsur-angsur pulang.
Yang luka-luka berat segera dilarikan ke RS Sumber Waras. Jumpa pers oleh pimpinan
universitas. Anggota Komnas HAM datang ke lokasi
 01.30
Jumpa pers Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin di Mapolda Metro Jaya.
Hadir dalam jumpa pers itu Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin, Kapolda
Mayjen (Pol) Hamami Nata, Rektor Trisakti Prof. Dr. R. Moedanton Moertedjo, dan dua
anggota Komnas HAM AA Baramuli dan Bambang W Soeharto.
Sementara Soeharto pergi ke Kairo untuk menghadiri konfrensi puncak pada tanggal
7 Mei 1998, namun  segera kembali tanggal 15 Mei 1998 (Ricklefs, 2008:690). Dan
setibanya di Jakarta demonstrasi semakin merajalela setelah kejadian pembunuhan
mahasiswa Trisakti. Penjarahan dan pembakaran terjadi hampir di seluruh sudut kota Jakarta
dan kota-kota lainnya. Yang menjadi objeknya kebanyakan adalah toko warga masyarakat
etnis Tiongkhoa. Lebih dari seribu orang tewas di Jakarta karena kerusuhan yang terjadi
antara 13-15 Mei. Asvi Warman Adam dalam bukunya mengatakan “waktu pembakaran
hampir pada waktu yang bersamaan pada titik-titik yang jauh jaraknya. Terkesan bahwa
peristiwa itu direkayasa sungguh pun tidak terbukti siapa provokatornya (Asvi Warman
Adam, 2009:54).”

Pada tanggal 18 Mei, Harmoko, ketua MPR, terang-terangan meminta Soeharto untuk
mengundurkan diri demi kepentingan Nasional. Pada tanggal 19 Mei, Soeharto bertemu
dengan sembilan pemimpin Islam terkemuka termasuk Abdurahman Wahid dan Nurholish
Madjid, namun tidak mengikutsertakan Amin Rais. Soeharto meminta pendapat mereka
apakah dia memang seharusnya turun jabatan (Ricklefs, 2008:691).
Pada tanggal 20 Mei direncanakan rapat akbar dilapangan Monas Jakarta. Subuh hari,
Amin Raies mengatakan rapat itu batal. Mahasiswa yang sudah pergi ke Monas mengalihkan
rute demontrasinya ke Gedung MPR/DPR yang waktu itu tidak begitu mendapatkan
penjagaan yang ketat karena aparat keamanan bersiap di Monas. Gedung MPR/DPR berhasil
dikuasai mahasiswa. Siang harinya, 14 Mentri menyatakan tidak bersedia duduk dalam
kabinet baru yang dibentuk Soeharto. Ini tikaman terakhir dari pembantu dekat Soeharto
(Asvi Warman Adam, 2009:54-55).
Akhirnya, pada pagi hari tanggal 21 Mei 1998, awak televisi dipanggil ke istana
negara untuk mengabadikan momen pengunduran diri Soeharto (Ricklefs, 2008:691). Dalam
waktu yang bersamaan pula wakil presiden yaitu B.J Habibie dilantik menjadi Presiden.
Dampak Tragedi Trisakti Mei 1998
Dalam Tragedi Trisakti Mei 1998, kita dapat melihat bagaimana perjuangan
mahasiswa di Indonesia dengan turun kejalan. Mahasiswa bergerak dari kampus-kampus
bukan hanya di Jakarta saja, hingga akhirnya suara Reformasi dapat lahir. Namun, tidak dapat
dipungkiri bahwa gerakan mahasiswa Trisakti 1998 dengan terbunuhnya 4 mahasiswanya
menjadi kasus beli bagi munculnya gerakan mahasiswa yang jauh lebih besar lagi. Dampak
yang ditimbulkan dari Tragedi Trisakti Mei 1998 bukan hanya berdampak bagi kampus
Trisakti tetapi juga berimbas kepada hal lainnya.
Dampak Insiden Trisakti 1998 Terhadap Pemerintahan Orde Baru
Berikut dipaparkan dalam bagian ini mengenai dampak insiden Trisakti terhadap
pemerintah berdasarkan kronologi :
A.    Sabtu, 16 Mei 1998
Menurut penulis skripsi (Siti Jubaedah, 2010:122) pukul 09.00 Presiden Soeharto
menerima delegasi guru besar Universitas Indonesia yang dipimpin oleh Rektor UI Usman
Budisantoso di Jl. Cendana. Pada kesempatan tersebut, Kepala Negara menegaskan bahwa
menjadi Presiden bukan keinginannya tetapi sebagai wujud rasa tanggung jawab sebagai
mandataris MPR (Pambudi, 2009:12).
Pukul 11.00 presiden menerima pimpinan DPR untuk mengadakan rapat konsultasi.
Pada saat itu yang hadir adalah Harmoko (Ketua), Ismail Hasan Matareum (Wakil), Syarwan
Hamid (wakil), Abdul Gafur (wakil), dan Sekjen DPR RI Afif Mafoef (Pambudi, 2009:12).
Dalam kesempatan itu Presiden soeharto menegaskan tiga hal
yaitu :pertama,  mempersiapkan kelanjutan jalannya reformasi, kedua, memperbaiki kinerja
pemerintah dengan melakukan reshuffle cabinet. Dan terakhir, Presiden akan menggunakan
wewenang untuk melindungi keamanan rakyat dengan Tap MPR No.5/1998(Pambudi,
2009:13).
B.     Minggu, 17 Mei 1998
Rapat menteri bidang Polkam digelar untuk menanggapi meluasnya gejolak unjuk
rasa. Disamping itu pemerintah asing mulai memerintahkan evakuasi terhadap warganya
yang masih berada di Indonesia, serta melarang warganya untuk berkunjung ke Indonesia.
Perintah tersebut datang dari pemerintahan Amerika Serikat, Jerman, Taiwan, China,
Australia, dan Filipina (Pambudi, 2009:14). Travel Warning yang diberikan beberapa negara
terhadap Indonesia memang sangat masuk akal karena yang menjadi sasaran anarkis masa
tidak dapat ditebak. Segala hal bisa menjadi korban luapan kemarahan masa.
C.    Senin, 18 Mei 1998
Pada hari ini juga, Presiden Soeharto mengeluarkan Inpres No. 16/1998 yang
memberikan kewenangan untuk mengatasi segala tindakan yang dianggap perlu guna
mengatasi kekacauan. Inpres ini diberikan kepada Pangab Jenderal Wiranto (Pambudi,
2009:15). Intruksi Presiden No.16 Tahun 1998 yaitu mengenai pembentukan sebuah badan
yang bernama Komando Operasi Kewaspadaan dan Keselamatan Nasional (KOPKKN) dan
Panglima ABRI ditunjuk sebagai panglimanya (Subroto, 2009:5).
Mengutip penulis skripsi yang dikutip dari buku Kontroversi Kudeta Prabowo,
dibawah ini adalah pernyataan ketua MPR/DPR Harmoko yang dibacakan saat memberikan
keterangan pers.
“… Pimpinan dewan, baiknya ketua maupun wakil-wakil ketua, mengharapkan demi
persatuan dan kesatuan bangsa, agar Presiden secara arif dan bijaksana sebaiknya
mengundurkan diri”.
Pukul 19.50 sebagai reaksi atas keterangan pers pimpinan DPR/MPR , Jenderal TNI Wiranto
menyampaikan pernyataan pers. Isinya antara lain:
“… Memahami bahwa pernyataan pimpinan DPR RI agar Presiden Soeharto mengundurkan
diri adalah sikap dan pendapat individual, meskipun disampaikan secara kolektif. Sesuai
dengan konstitusi, pendapat seperti itu tidak memiliki ketetapan hukum (Pambudi, 2009:15)”.

Sementara itu ribuan masa berhasil masuk Gedung DPR/MPR RI untuk melakukan
tekanan-tekanan terhadap MPR agar Soeharto turun dari jabatannya. Pendudukan gedung
MPR/DPR RI adalah peristiwa monumental dalam proses pelengseran Soeharto dari tampuk
kekuasaan Presiden dan tuntutan reformasi. Dalam peristiwa ini ribuan mahasiswa dari
berbagai kampus bergabung menduduki gedung MPR/DPR.
D.    Selasa, 19 Mei 1998
Penjelasan Presiden Soeharto di depan pers disambut kekecewaan oleh para pejabat
dan Staf Wapres, bahkan asisten Wapres Ahmad Watik Pratinya mengatakan “Pak Harto
telah menghianati BJ. Habibie sekaligus mengabaikan berlakunya pasal 8 UUD 1945, karena
tidak mempercayai Wakil Presiden dan disampaikan secara terbuka kepada masyarakat
bahwa presiden sanksi apakah Wakil Presiden dapat melanjutkan tugas-tugasnya, apakah
nanti tidak menjadi sasaran demonstrasi, apakah nanti juga harus mengundurkan diri
(Baharuddin, 2006:28)”.
E.     Rabu, 20 Mei 1998
Berdasarkan pada buku Kontroversi Kudeta Prabowo halaman 21 setelah diskusi
hangat, maka pada pukul 22.45 WIB dicapai kesimpulan yaitu :
a. Susunan kabinet diterima sebagai kenyataan.
b. Menyetujui keputusan presiden ditandatangani Pak Harto.
c. Pelantikan dilaksanakan oleh Pak Habibie.
Untuk melaporkan hasil sidang ad Hoc itu, BJ Habibie mencoba menghubungi
Presiden Soeharto tetapi Presiden Soeharto tidak bersedia berbicara dengan BJ Habibie.
Presiden Soeharto malah menugaskan Mensesneg Saadillah Mursyid untuk menyampaikan
bahwa esok harinya (21 Mei 1998) pukul 10.00 WIB Pak Harto akan mengundurkan diri
sebagai Presiden. Sesuai UUD 45’ Presiden menyerahkan kekuasaan dan tanggung jawab
kepada wakil presiden di Istana Merdeka (Bahruddin, 2006:41). 
F.     Kamis, 21 Mei 1998
Susunan kabinet baru akan diumumkan esok harinya. Setelah upacara pelantikan,
Presiden BJ Habibie kembali ke kediamannya di Kuningan Jakarta untuk memantau
perkembangan situasi terbaru lewat internet. Pukul 22.00 diadakan pertemuan untuk
membentuk Kabinet reformasi pembangunan. Letjen Prabowo bersama Mayjen Muchdi PR
menghadap Habibie pukul 23.00 di Kuningan dengan membawa konsep susunan kabinet
Habibie yang disiapkan oleh Mayjen Kivlen Zen, Fadli Zon dan Din Samsuddin. Hal ini
berani dilakukan Letjen Prabowo karena kedekatannya dengan Habibie selama ini. Prabowo
punya andil mendukung Habibie menjadi Wakil Presiden (Zen, 2004:89-90). Akhirnya pada
pukul 01.30 kabinet reformasi pembangunan terbentuk. Pukul 01.45 pertemuan ditutup
(Pambudi, 2007:22).
Pada tahun 1998, Rezim Soeharto runtuh ditengah-tengah suasana yang mirip dengan
suasana kelahirannya di tahun 1965-1966, yaitu ditengah-tengah krisis ekonomi, kerusuhan,
dan pertumpahan darah dijalan (Ricklef, 2008:659). Soeharto telah mundur dari kursi
presiden RI. ABRI meminta para mahasiswa yang menduduki gedung DPR/MPR RI untuk
pulang dan pada tanggal 23 Mei, para mahasiswa pun menuruti perintah itu  (Ricklef,
2008:692).
Dampak Tragedi Trisakti Mei 1998 Terhadap Kampus Trisakti
Menurut penulis skripsi (Siti Jubaedah, 2006:130) Dampak gerakan mahasiswa
Trisakti pada Mei 1998 menyebabkan banyak persoalan bagi Universitas Trisakti. Selain
harus kehilangan empat mahasiswanya karena ditembaki aparat, pengusutan kasus
penembakan tersebut belum selesai hingga sekarang. Pernyataan yang paling penting adalah
sebenarnya siapakah yang paling harus bertanggung jawab atas peristiwa tersebut? namun
jawaban itu belum pasti karena pengusutannya pun belum tuntas hingga saat ini.
Majalah time edisi Asia juga termasuk yang secara detail menggambarkan suasana
penembakan mahasiswa Trisakti. Sejak awal majalah ini menuliskan bahwa para penembak
adalah satuan dari polisi. Time bahkan menyaksikan dua polisi yang menembak secara
sporadis sementara seorang dibelakangnya mengambil jaket-jaket peluru yang jatuh ke aspal
(Zon, 2009:68).
Gedung M. Sjarief Thayeb kampus Universitas Trisakti, Jakarta menjadi saksi bisu,
bagaimana aparat keamanan melalui selongsongan peluru yang membubarkan barisan
mahasiswa, saat melakukan aksi mimbar bebas 12 Mei 1998 lalu. Peristiwa ini juga
mengakibatkan gedung-gedung maupun pertokoan rusak dan hancur oleh kekacauan amukan
mahasiswa yang demonstrasi pada pemerintahan. Begitu banyak korban yang harus dirawat
di Rumah Sakit. Polisi maupun Brimob yang mengurusi keamanan akhirnya tidak bisa
dikendalikan dengan baik yang kemudian terpaksa dengan menembaki mahasiswa dan
masyarakat.
Mahasiswa yang gugur sebagai pahlawan reformasi pada saat terjadinya Tragedi
Trisakti adalah:
 Elang Mulya Lesmana
Lahir 5 Juli 1978, anak kedua dari 3 bersaudara. Ia gemar melukis. Itulah yang
mendasarinya memilih jurusan arsitektur. Elang tercatat sebagai mahasiswa angkatan tahun
1996. Elang, yang tertembak dihalaman gedung Dr. Sjarief Thayeb, bukanlah aktivis dan
tidak aktif di senat mahasiswa (wawancara John Mohammad/3/8/2010).
         Hafidin Royan
Yang kerap dipanggil Idhin adalah mahasiswa jurusan Teknik Sipil, kelahiran
Bandung 28 September 1976. Idhin yang dijuluki Ustad oleh teman-temannya, seorang
aktivis yang vocal. Beberapa hari sebelum berpulang, ibunya sempat bertanya kapan ia akan
mudik ke Bandung. Idhin menjawab, akan pulang Rabu, 13 Mei 1998. Dan ia memang
pulang, tapi sudah dalam keadaan terbujur kaku (wawancara John Mohammad/3/8/2010).
         Hendriawan Sie
Mahasiswa jurusan Manajemen, perantau asal Balikpapan, Kalimantan Timur. Hendri
adalah putra tunggal dari pasangan Hendrik Sie dan Karsiyah, kelahiran 3 Mei 1998. Kepada
kakeknya, ia selalu mengatakan akan selalu berada digaris depan dalam setiap aksi
demonstrasi (wawancara John Mohammad/3/8/2010).
         Hery Hartanto
Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Trisakti angkatan 1995. Ia dikenal dengan getol
berwirausaha. Sebelum nyawanya terenggut, Heri sempat mengajukan pinjaman kredit
sebesar Rp. 200 juta untuk usahanya. Sebagai usaha yang tak pernah ia wujudkan
(wawancara John Mohammad/3/8/2010).

            Kini, museum tragedi itulah yang menyampaikan aspirasi, perjuangan pengorbanan


mereka hingga titik darah penghabisan. Berbagai barang kenangan almarhum juga terpajang
disebuah meja kaca. Catatan kuliah, sepatu, pakaian, dan topi. Saksi bisu perjuangan mereka,
yang hidupnya diakhiri sebuah peluru.
Monumen Tragedi Trisakti adalah sebuah monument yang dibangun sebagai
penghargaan bagi keempat mahasiswa Trisakti yang meninggal di dalam kampus sebagai
pahlawan reformasi. Monument Trisakti dibangun empat pilar utama yang mencirikan empat
orang mahasiswa yang tewas ketika peristiwa 12 Mei 1998. Dalam setiap pilar terdapat satu
bentuk cekungan sebagai symbol tembakan yang diterima oleh para korban, apabila cekungan
tersebut berada diatas hal tersebut seolah menjelaskan bahwa tembakan yang diterima di
bagian kepala (Siti Jubaedah, 2006:134 dalam wawancara John Mohammad/3/8/2010).  
Pada tanggal 12 November 1998 ratusan ribu mahasiswa dan masyarakat bergerak
menuju ke gedung DPR atau MPR dari segala arah, Semanggi-Slipi-Kuningan, tetapi tidak
ada yang berhasil menembus ke sana karena dikawal dengan sangat ketat oleh tentara,
Brimob dan juga Pamswakarsa (pengamanan sipil yang bersenjata bambu runcing untuk
diadu dengan mahasiswa). Pada malam harinya terjadi bentrok pertama kali di daerah Slipi
dan puluhan mahasiswa masuk rumah sakit. Satu orang pelajar, yaituLukman Firdaus, terluka
berat dan masuk rumah sakit. Beberapa hari kemudian ia meninggal dunia
(http://semanggipeduli.com/Sejarah/frame/semanggi.html).
Yang kemudian akan disusul peristiwa semanggi 1 dan semanggi 2 yang
mengakibatkan peristiwa ini, sejumlah petinggi TNI Polri sedang diburu hukum. Mereka
adalah Jenderal Wiranto (Pangab), Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin (mantan Pangdam Jaya),
Irjen (Pol) Hamami Nata (mantan kapolda Metro Jaya), Letjen Djaja Suparman (mantan
Pangdan jaya) dan Noegroho Djajoesman (mantan Kapolda Metro Jaya)
(http://dwisetiyono23.blogspot.com/2011/02/tragedi-trisakti-semanggi-1-dan-2.html).

Dampak gerakan mahasiswa Trisakti 1998 terhadap perubahan sosial di Masyarakat


Indonesia
Mengutip dari Skripsi Siti Jubaedah Halaman 139-141 mengatakan bahwa Proses
reformasi pada tahun 1998 telah berdampak besar dalam kehidupan masyarakat di Indonesia
secara umum. Pertama, yang paling dapat dirasakan dan dapat dilihat dengan jelas adalah
jatuhnya rezim Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun. Selama berkuasa, Rezim
Orde Baru telah menjadi orde kekerasan, yang selalu mengedapankan tindakan represif dalam
menjaga kelanggengan kekuasaannya. Mundurnya Presiden Soeharto sebagai symbol dari
Orde Baru telah menjadi tolak ukur dari perubahan tersebut.
Kedua, seiring dengan jatuhnya Rezim Orde Baru maka berdampak pada struktur
pemerintah. Ketiga, perubahan system politik di Indonesia. Walaupun sering dikatakan
bahwa paham yang dianut oleh system politik di Indonesia adalah demokrasi, ini jauh
berbeda dengan apa yang dirasakan oleh masyarakat. Perbedaan pendapat kerap kali
dianggap mengganggu stabilitas nasional, menjadi hal yang dilarang pada masa Orde Baru.
Perubahan sosial juga mempengaruhi sistem nilai, sikap, dan perilaku dalam sistem
masyarakat di Indonesia. Dalam konteks Reformasi pada tahun 1998 terjadi perubahan-
perubahan yang cukup signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Pengekangan yang dulu
dilakukan pada masa Rezim Orde Baru diberbagai bidang berangsur-angsur sudah mulai
dihilangkan. Sebagai salah satu contohnya kebebasan berpendapat yang dilarang sekarang
sudah mulai terbuka. Kemudian, mulai dilindungi Hak Asasi Manusia menjadi salah satu
indikator perubahan sosial di Indonesia setelah jatuhnya Orde Baru.

Perubahan yang diharapkan dalam gerakan mahasiswa adalah sebuah perubahan yang
menyeluruh di masyarakat. Tujuannnya adalah semua kebijaksanaan politik dan ekonomi
berada ditangan rakyat. Walaupun pada akhirnya gerakan mahasiswa di Indonesia menjadi
gerakan moral yang menyuarakan masalah-masalah sosial masyarakat kemudian berubah
menjadi sebuah gerakan politik. Gerakan mahasiswa sebaiknya kembali menjadi gerakan
yang mempunyai pandangan lebih mendalam pada berbagai masalah sosial yang melanda
bangsa ini (Siti Jubaedah, 2006:139-141).
BAB III
PENUTUP

Gerakan mahasiswa muncul ketika golongan terpelajar yang memiliki pemikiran jauh
kedepan melihat keadaan negara yang sedang kacau. Krisis multidimensi yang melanda
Indonesia menjadi penyebab inti timbulnya demontrasi besar-besaran hampir di seluruh
wilayah Indonesia yang dimulai oleh mahasiswa. Agenda reformasi yang menjadi tuntutan
para mahasiswa mencakup beberapa tuntutan, seperti:
 Adili Soeharto dan kroni-kroninya,

 Laksanakan amandemen UUD 1945,

 Penghapusan Dwi Fungsi ABRI,

 Pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya,

 Tegakkan supremasi hukum,

 Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN.

Dengan tuntutan-tuntutan diatas mahasiswa tidak hanya melakukan aksi di dalam


kampus tetapi juga turun ke jalan. Begitu juga dengan mahasiswa Trisakti. Mereka
melakukan aksi hingga terjadi bentrok dengan aparat keamanan dan terjadilah penembakan
terhadap 4 mahasiswa Trisakti. Dengan adanya penembakan tersebut maka suasana hampir di
seluruh Indonesia mulai bergejolak. Terutama di Jakarta, mahasiswa semakin lantang
menyuarakan aspirasinya dan banyak terjadi bentrokan-bentrokan hingga ada juga oknum
yang memanfaatkan situasi tersebut dengan melakukan penjarahan ataupun perampokan.
Mahasiswa yang tergabung dalam Forkot (forum kota) berhasil menduduki gedung
DPR dan MPR dan dari sanalah berhasil mendesak Soeharto lengser dari kursi Presidennya.
Struktur dan tatanan pemerintah juga ikut berubah. Selain itu di masyarakat juga terjadi
perubahan sosial. Dimana masyarakat yang tadinya kurang memiliki kebebasan dalam
menyuarakan aspirasi akibat resresifnya pemerintah menjadi terbuka.  Kemudian, mulai
dilindungi Hak Asasi Manusia menjadi salah satu indikator perubahan sosial di Indonesia
setelah jatuhnya Orde Baru. Satu catatan yang harus digaris bawahi dari peristiwa tersebut
bahwa mahasiswa sebagai agen perubahan jangan hanya menyuarakan hal-hal yang berbau
politik saja tetapi sebaiknya juga memberikan porsi lebih untuk menyuarakan nasib
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber buku :
Adam, Asvi Warman. (2009). Membongkar Manipulasi Sejarah, Kontroversi Pelaku dan Peristiwa.
Jakarta : Kompas
Baharudin, JH. (2006). Detik-Detik yang Menentukan:  Jalan Panjang Indonesia Menuju
Demokrasi. Jakarta: TCH Mandiri.
Pambudi, A. (2007). Kontroversi Kudeta Prabowo. Yogyakarta: Media Pressindo.
Poesponegoro, MD dan Nugroho Notosusanto. (1993). Seajarah Nasional Indonesia Jilid V. Jakarta :
Balai Pustaka.

Prasetyantoko, A dan Ign. Wahyu Indriyo. (2001). Gerakan Mahasiswa dan Demokrasi di


Indonesia. Bandung: Yayasan Hak Asasi Manusia, Demokrasi dan Supremasi Hukum.
Ricklef, MC. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta : Serambi.

Zen, Kiplan. (2004). Konflik dan Integrasi TNI AD. Jakarta: Instute for Policy Studies.

Zon, Fadli. (2009). Politik Huru Hara Mei 1998. Jakarta : Instute for Policy Studies

Sumber Skripsi :
Jubaedah, S.(2010). Gerakan Mahasiswa: kajian tentang peranan mahasiswa universitas trisakti
pada mei 1998 dalam proses pergantian kekuasaan orde baru. Skripsi Sarjana pada Jurusan
pendidikan sejarah, fakultas pendidikan ilmu pengetahuan sosial, universitas pendidikan
indonesia Bandung : tidak diterbitkan.

Sumber Internet :
Dwisetiyono. (2011). Tragedi Trisakti dan Semanggi. [online] Tersedia
dalam :http://dwisetiyono23.blogspot.com/2011/02/tragedi-trisakti-semanggi-1-dan-2.html
[27 Oktober 2012.
Sejarah Indonesia (1996-1998), [online] Tersedia dalamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Orde_baru
[27 Oktober 2012].
Siaran Pers Senat Mahasiswa Trisakti dan Arsip berita Kompas 13 Mei 1998, [online] Tersedia
dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Tragedi_Trisakti [27 Oktober 2012].
Solikha, N. (2003). Kejatuhan Orde Baru. [online] Tersedia
dalam :http://semanggipeduli.com/Sejarah/frame/semanggi.html [27 Oktober 2012].

Anda mungkin juga menyukai