OLEH KELOMPOK 2 :
I. TUJUAN
Kompetensi yang dicapai :
Mahasiswa mampu menjelaskan : Organ sistem pencernaan, patofisiologi dan
mengklasifikasikan golongan obat sistem pencernaan, metode pengujian sistem
pencernaan, parameter pemeriksaan, pengolahan data dan penarikan kesimpulan.
Tujuan praktikum :
Melakukan dan mengetahui metode in vitro pendekatan sistem pencernaan manusia.
II. PRINSIP
Berdasarkan mekanisme fisiologi sistem pencernaan.
Saat Titik Akromik tercapai, panaskan semua tabung reaksi, dan diamati
warna yang terjadi
2. Fisiologi
a. Memeriksa Komponen Saliva
- Mikroskopis Saliva
3. Neutrofil
- Uji Benedict
Tabel 1
Pengamatan Pencernaan Amilum oleh Saliva
Waktu setelah
Warna yang terjadi Warna yang terjadi
pencampuran pasta
pada uji iodium pada uji Benedict
amilum + saliva
1 menit Biru kehitaman Biru
2 menit Biru kehitaman Biru
3 menit Biru Biru-Hijau
4 menit Biru Biru-Hijau
5 menit Biru Biru-Hijau
6 menit Biru (sedikit pudar) Hijau
7 menit Biru pudar Merah
8 menit Bening Merah Bata
Waktu setelah
Hasil uji biuret – Hasil uji biuret –
pencampuran dengan
Albumin Serum
pancreatin
15 menit ++++ ++++
30 menit +++ ++
45 menit ++ +
60 menit + -
e. Kerja Garam Empedu pada Pencernaan Lemak
VII. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini membahas anatomi dan fisiologi sistem pencernaan.
Sebagaimana kita kitahui, sistem pencernaan berawal dari mulut. Sehingga sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sampel saliva. Sebelum membahas mengenai
saliva, terlebih dahulu harus diketahui anatomi dari saluran pencernaan. Dibawah ini
terdapat gambar lengkap dari anatomi saluran pencernaan manusia dari mulai mulut
hingga anus.
3. Lambung (gaster)
Lambung adalah bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak
terutama di daerah epigaster. Bagian lambung terdiri dari :
• Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak sebelah kiri osteum
kardiumdan biasanya penuh berisi gas.
• Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah
kurvaturaminor.
Usus halus adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada
pilorus gaster dan berakhir pada sekum. Panjangnya + 6 meter, merupakan saluran
paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan. Di dalam
lapisan usus halus merupakan sel-sel epitel merupakan lipatan mukosa dan mikrovili
yang memudahkan proses pencernaan dan absorbsi. Lapisan usus halus terdiri dari:
Usus halus terbagi atas beberapa bagian yaitu duodenum, jejunum dan ileum.
a. Duodenum
Disebut juga usus 12 jari, panjangnya + 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke
kiri. Pada lengkungan ini terdapat pangkreas. Pada bagian kanan duodenum ini
terdapat selaput lendir yang disebut vateri. Pada papila vateri ini bermuara duktus
emperdu (duktus koleduokus) dan salurann pangkreas (duktus wirsungi/dukus
pankreatikus). Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak
mengandung kelenjar yang disebut kelenjar brunner, yang berfungsi memproduksi
getah intestinum.
Mempunyai panjang sekitar 6 meter. Dua perlima bagia atas adalah jejunum + 2,5 m
dan ileum dengan panjang sekitar 4-5 m. ujung bawah ileum berhubungan dengan
sekum dengan perantaran lubang yang bernama orifisium ileosekalis dan diperkuat
oleh katup sfingter ileosekalis.
5. Usus Besar
Usus besar panjangnya + 1½ m, lebarnya 5-6 cm. lapisan-lapisan usus besar dari
dalam ke luar: selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, dan
jaringan ikat. Ada beberapa bagian yang membentuk usus besar :
• Sekum
• Kolon tranvesum
• Kolon desenden
Panjangnya sekitar 25 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kiri membujur dari
atas ke bawah dari fleksure renalis sampai ke kolon sigmoid.
• Kolon sigmoid
Merupakan kelanjutan dari kolon desenden, terletak miring dalam rongga pelvis
sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan
dengan rectum.
6. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan
dunia luar. Terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh beberapa sfingter :
• Sfingter ani internus (sebelah atas), involunter.
• Sfingter levator ani, bersifat involunter.Sfingter ani eksternus (sebelah bawah),
bersifat volunter ( Syaifudin, 2006.)
Setelah memahami mengenai anatomi saluran pencernaan, praktikum dilanjutkan
pada pemeriksaan fisiologis saliva. Saliva diambil sebagai zat uji karena saliva
terkandung di dalam mulut (saluran pencernaan pertama) dan yang paling mudah untuk
diamati dan diambil sampel untuk pengujian. Saliva merupakan cairan tidak berwarna
yang memiliki konsistensi seperti lender dan merupakan hasil sekresi dari kelenjar yang
berfungsi untuk membasahi gigi serta mukosa rongga mulut. Oleh tubuh, saliva
dikeluarkan kira-kira 1 sampai 1,5 liter per hari dan disekresikan karena adanya
rangsangan baik secara langsung maupun oleh ujung-ujung syaraf yang ada di mukosa
mulut.
Hal pertama yang dilakukan dalam praktikum ini adalah memeriksa komponen-
komponen mikroskopis saliva. Ada beberapa sel-sel yang terlihat saat pengamatan
mikroskopik saliva, yaitu :
a. Epitel Transisional
Epitel transisional terbuat dari 3-4 lapisan sel dengan lapisan paling bawah atau basal
tetap kontak dengan membran dasar. Sel-sel lapisan basal ini melekat pada lamina
propria melalui tonofilamen dan hemi-desmosom. Ini adalah salah satu sel yang
paling tidak terdiferensiasi dalam jaringan ini dan mendukung sel yang tersisa.Sel-sel
di lapisan menengah bersifat proliferasi dan dapat mengisi kembali sel-sel yang
hilang karena abrasi atau infeksi.
b. Sel Asini (dari Sub Mandibular Glands)
Sel Asini merupakan bagian dari kelenjar saliva yang menghasilkan secret. Dalam
sel asini terdapat beberapa susunan yaitu :
- Asini serous
Asini serous tersusun dari sel-sel berbentuk piramid yang mengelilingi lumen
kecil dan berinti bulat. Di basal sel terdapat sitoplasma basofilik dan di apeks
terdapat butir-butir pro-enzim eosinofilik, yang akan disekresikan ke lumen
asini menjadi enzim. Hasil sekresi aini serous berisi enzim ptialin dan bersifat
jernih dan encer seperti air.
- Asini mucous
Asini mukous tersusun dari sel-sel berbentuk kuboid sampai kolumner yang
mengelilingi lumen kecil dan memiliki inti pipih atau oval yang terletak di
basal. Sitoplasma asini mukous yang berada di basal sel bersifat basofilik
sedangkan daerah inti dan apeks berisi musin yang bewarna pucat. Hasil
sekresi asini mukous berupa musin yang sangat kental.
- Asini campuran
Asini campuran mempunyai struktur asini serous serta mukous. Bagian serous
yang menempel pada bagian mukous tampak sebagai bangunan berbentuk
bulan sabit.
c. Leukosit
Adalah rongga mulut dilapisi oleh mukosa yang terdiri atas epitel dan lamina
propria,serta jaringan ikat pada submukosa. Berbagai tipe leukosit terdapat di lapisan
submukosa yang dapat bermigrasi ke mukosa dan dapat ditemui di dalam saliva.
Contohnya neutrophil, biasanya sel leukosit dapat terlihat pada mikroskopis saliva
terutama pada orang setelah tindakan cabut gigi atau tambal gigi.
Setelah memeriksa sel saliva secara mikroskopis. Pengujian kedua adalah
pengujia terhadap pH dan sel mucin yang terdapat di saliva. Pada pengujian pH
didapatkan hasil bahwa pH sampel saliva adalah 7,0. pH tersebut dikatakan normal
karena pH saliva dalam keadaan normal berkisar antara 6,8 - 7,2, sedangkan derajat
keasaman saliva dikatakan rendah apabila berkisar antara 5,2 - 5,5 kondisi pH saliva
rendah tersebut akan memudahkan pertumbuhan bakteri asedogenik. Mengkonsumsi
makanan yang kaya karbohidrat dapat menyebabkan terjadinya proses fermentasi yang
dilakukan oleh bakteri atau mikroorganisme untuk membuat keadaan dirongga mulut
menjadi asam sehingga menyebabkan terjadinya perubahan pH < 5,5. Penurunan pH < 5
dapat terjadi dalam waktu 1-3 menit, sedangkan untuk mengembalikan ke pH saliva
normal sekitar 7 membutuhkan waktu sekitar 30-60 menit. Penurunan pH saliva yang
terjadi berulang kali dalam waktu tertentu dapat memicu proses demineralisasi gigi.
Sementara itu, pengujian terhadap musin saliva pun memberikan hasil positif ditandai
dengan adanya endapan pada sampel yang ditetesi asam asetat. Musin merupakan suatu
glikoprotein essensial yang menyusun saliva yang berfungsi mengentalkan saliva.
Pengujian selanjutnya adalah pengujian mengenai pencernaan pati di mulut.
Proses hidrolisa pati merupakan pemutusan ikatan glikosidik pada rantai polimernya oleh
suatu reaktan yang dibantu oleh air. Ikatan glikosidik pada pati cenderung stabil pada
kondisi basa namun kurang stabil pada kondisi asam. Ikatan tersebut juga dapat putus
oleh adanya enzim pemecah pati. Molekul pati mempunyai struktur tiga dimensi berupa
spiral, dalam struktur ini molekul pati dapat mengikat molekul iodium secara fisik,
dengan cara menempatkan iodium tersebut ke dalam spiral, sehingga kompleks tersebut
berwarna biru. Bila larutan dipanaskan, struktur spiral akan hilang sehingga molekul pati
tidak dapat lagi mengikat iodium (Almatsier 2010). Pati matang yang digunakan
merupakan pati yang sebelumnya sudah mengalami pemanasan. Enzim tersusun oleh
protein, sehingga sangat peka terhadap suhu. Pada suhu optimum, amilase dapat
menjalankan fungsinya mengubah amilum menjadi maltose. Amilum dan dekstrin yang
molekulnya masih besar dengan iodium menimbulkan warna biru, dekstrin-dekstrin
memberi warna coklat kemerahan. Sedangkan dekstrin-dekstrin yang molekulnya sudah
kecil dan maltosa tidak memberi warna dengan iodium (Winarno 2002). Titik saat
campuran tidak memberi warna lagi disebut titik akromatik. Warna jernih terbentuk
karena amilum berikatan dengan iod sehingga warna ungu telah mengalami proses
hidrolisis menjadi maltosa dan dekstrin yang tidak memberikan warna apabila berada
dalam larutan iodium (Panil 2004).
Pada awal pengamatan sampel percobaannya memiliki warna coklat muda yang
ditengahnya terdapat titik biru, semakin lama titik biru mulai berkurang dan menjadi
jernih kembali, kemudian warna larutannya berubah menjadi warna kuning. Hasil
pengamatan menunjukkan titik akromatik terjadi pada menit ke-8 yang berarti pada menit
tersebut seluruh pati telah terhidrolisis oleh enzim amylase yang terdapat pada saliva
sehingga tidak memberikan warna saat ditetesi dengan iodium.
Pada Uji Benedict menandakan kandungan gula pereduksi meskipun jumlahnya
sedikit. Uji Benedict merupakan sebuah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula
(karbohidrat) pereduksi. Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa
disakarida seperti laktosa dan maltosa (Sastrohamidjo 2005). Pada uji Benedict, teori
yang mendasarinya adalah gula yang mengandung gugus aldehida atau keton bebas akan
mereduksi ion Cu2+ dalam suasana alkalis menjadi Cu + yang mengendap sebagai Cu2O
berwarna merah bata (Mark 2000).
Uji Benedict digunakan untuk menentukan adanya gula pereduksi, seperti maltosa
dan glukosa dalam sampel. Pengaruh suhu terhadap aktivitas amilase air liur dilakukan
untuk menentukan seberapa besar suhu ketika enzim amilase masih dapat menghidrolisis
pati. Enzim amilase dapat menghidrolisis pati menjadi maltose kemudian hidrolisis akhir
maltosa menjadi glukosa. Maltosa dan glukosa yang merupakan gula pereduksi akan
memberikan hasil positif pada uji Benedict, sedangkan pada uji Iod akan memberikan
hasil negatif.
Pengujian selanjutnya adalah pengujian terhadap Pencernaan Protein di Lambung.
Protein tersusun atas sejumlah asam amino yang membentuk suatu untaian (polimer)
dengan ikatan peptida. Selain itu, protein juga memiliki gugus amina (NH2) dan gugus
karboksil (COOH). Berdasarkan banyaknya asam amino dapat dibedakan menjadi:
1. Peptida jika terdiri atas untaian pendek asam amino (2 - 10 asam amino).
2. Polipeptida jika terdiri atas 10 - 100 asam amino.
3. Protein jika terdiri atas untaian panjang lebih dari 100 asam amino.
Beberapa jenis protein antara lain:
1. Glikoprotein yaitu protein yang mengandung karbohidrat.
2. Lipoprotein yaitu protein yang mengandung lipid.
Pencernaan protein di lambung terjadi pada sel mukosa lambung yaitu sel parietal
(Chief cell) yang mensekresikan asam lambung (HCl), sedangkan sel zymogen
mensekresikan proenzim pepsinogen. Proenzim pepsinogen oleh HCl diaktifkan menjadi
enzim pepsin. Protein setelah didenaturasi (dirusak) oleh HCl, kemudian dihidrolisis oleh
enzim pepsin menjadi peptida sederhana. Komposisi getah lambung, pada kondisi normal
berwarna jernih, kekuningan, asam (0.2- 0,5% HCl), Bj +1,007, pH +1; mengandung
99% air, 1% zat padat, anorganik (HCl, NaCl, KCl, Ca/mg Fosfat), organik yaitu mucin,
pepsin, lipase, rennin. (Hendarmin & Wulandari, 2010).
Di lambung, protein yang tertampung akan bereaksi dengan enzim pepsin yang
berasal dari getah lambung. Enzim pepsin sendiri hanya akan terbentuk jika asam
lambung (HCl) menemukan protein dan melakukan penguraian rangkaiannya. Penguraian
rangkaian protein dalam lambung secara biokimia akan menstimulasi pepsin pasif
menjadi pepsin aktif. Enzim pepsin memecah ikatan protein menjadi gugus yang lebih
sederhana, yaitu pepton dan proteosa. Kedua gugus ini merupakan polipeptida pendek
yang masih belum dapat diabsorpsi oleh jonjot usus.
Asam HCl : Mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin. Sebagai disinfektan, serta
merangsang pengeluaran hormon sekretin dan kolesistokinin pada usus halus
Lipase : Memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Namun lipase yang
dihasilkan sangat sedikit.
Renin : Mengendapkan protein pada susu (kasein) dari air susu (ASI). Hanya dimiliki
oleh bayi.
Mukus : Melindungi dinding lambung dari kerusakan akibat asam HCl.
Tahapn praktikum selanjutnya adalah pengujian pencernaan kimiawi di usus
halus. Pada usus halus hanya terjadi pencernaan secara kimiawi saja, dengan bantuan
senyawa kimia yang dihasilkan oleh usus halus serta senyawa kimia dari kelenjar
pankreas yang dilepaskan ke usus halus. Pencernaan kimiawi di usus halus memiliki
prinsip yang sama dengan pengujian biuret pada saliva yang dilakukan untuk mengetahui
keberadaan gugus amida pada saliva (air liur) yang diuji. Prinsipnya adalah pembentukan
senyawa kompleks Cu2+ (yang berasal dari larutan CuSO4) dengan gugus karbonil (-
CO) dan gugus amina (-NH) yang berasal dari ikatan peptida dalam suasana basa. Fungsi
penambahan NaOH adalah untuk mencegah terjadinya endapan Cu(OH)2 dan memecah
ikatan protein. Sedangkan fungsi penambahan larutan CuSO4 berfungsi sebagai donor
Cu2+ yang kemudian akan bereaksi dan membentuk senyawa kompleks dengan protein
dan akan membentuk warna ungu (Lehninger, 1982). Uji biuret ini biasanya diperlukan
untuk mendeteksi adanya ikatan peptida dalam suatu larutan (Poedjiadi, 2009).
Pada percobaan pencernaan kimiawi diusus halus ini terbagi menjadi dua yaitu
pengujuan terhadap kecepatan pencernaan albumin dengan serum darah oleh pancreatin.
Salah satu zat yang terkandung didalam serum darah adalah albumin yang merupakan
protein globular (Podjiadi, 1994). Protein ini memiliki sifat-sifat yang khas, salah satunya
dapat terdenaturasi atau terjadi perubahan struktur, hal ini dapat ditandai dengan
terbentuknya endapan. Terbentuknya endapan dapat dilakukan dengan penambahan
asam, ion logam, gram divalent,atau dengan pemanasan (Arakawa dan Timashiff, 1984).
Makanan yang mengalami pencernaan secara kimiawi adalah karbohidrat, protein, dan
lemak. Hasil akhir pencernaan protein menjadi asam amino. Larutan pankreatin
digunakan untuk mengubah protein menjadi pepton atau untuk mengeluarkan enzim-
enzim protein, protein di usus dicerna menjadi pepton, maka pepton akan diuraikan oleh
enzim tripsin, kimotripsin, dan erepsin menjadi asam amino. Pada percobaan ini
dilakukan inkubasi suhu 40℃, hal ini dilakukan untuk menjaga keadaan albumin dan
serum darah memiliki suhu yang sama dengan suhu normal tubuh manusia. Biuret
digunakan untuk melihat perbedaan kecepatan antara albumin dan serum darah dengan
berubahnya warna. Terjadi perbedaan kecepatan pencernaan antara sebelum dan ketika
diinkubasi karena waktu dan suhu mempengaruhi kelarutan, semakin lama waktu
inkubasi maka semakin cepat kelarutan terjadi. Hasil dari percobaan ini, pencernaan
serum darah lebih cepat dibandingkan pencernaan albumin. Partikel serum darah itu lebih
kecil karena telah mengalami proses pencernaan sebelumnya sehingga serum darah lebih
cepat dicerna.
Pengujian terakhir adalah pengujian mengenai cara kerja garam empedu terhadap
pencernaan lemak. Didalam empedu terdapat garam empedu yang menyebabkan
meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga
membantu penyerapannya dari usus. Tujuan dari praktikum ini antara lain mengetahui
fungsi empedu dalam proses pencernaan lemak. Menurut Campbell (2004), hati
melakukan berbagai fungsi penting dalam tubuh, termasuk produksi empedu (bile), suatu
campuran zat-zat yang disimpan dalam kantung empedu sampai diperlukan. Empedu
tidak mengandung enzim pencernaan, tetapi mengandung garam empedu, yang bertindak
sebagai deterjen dan membantu dalam pencernaan dan penyerapan lemak. Empedu juga
mengandung pigmen yang merupakan hasil sampingan perusakan sel darah merah dalam
hati; pigmen empedu ini dikeluarkan dari tubuh bersama-sama dengan feses. Hampir
semua lemak dalam suatu hidangan mencapai usus halus dalam kondisi sepenuhnya
belum tercerna. Hidrolisis lemak adalah permasalahan khusus, karena molekul lemak
tidak larut dalam air. Garam empedu dari kantung empedu yang disekresikan ke dalam
lapisan duodenum akan melapisi droplet-droplet lemak yang sangat kecil dan
mencegahnya agar tidak menyatu, suatu proses yang disebut emulsifikasi. Karena droplet
itu kecil, maka luas permukaan lemak yang besar menjadi terpapar kelipase, enzim yang
menghidrolisis molekul lemak. Fujaya (1999) menjelaskan bahwa garam empedu
berperan melarutkan lemak dalam air, yakni dengan cara membuat stabil emulsi lemak
yang berasal dari makanan dan bila garam empedu bergabung dengan kolesterol, gliserid,
danasam lemak, maka akan terbentuk micel yang dapat diserap oleh dinding usus. Karena
itu kekurangan cairan empedudapat menurunkan pencernaan lemak dan kekurangan
vitamin-vitamin yang hanya larut dalam lemak , seperti vitamin A, D,E, dan K.
VIII. KESIMPULAN
Sistem pencernaan terdiri dari mulut, faring, Lambung, usus halus, usus besar dan
anus. Hasil yang didapatkan ada beberapa pengujian dalam sampel saliva yaitu pengujian
secara mikroskopik, pengujian mengukur pH sampel saliva, pengujian uji Benedit, pengujian
pati dimulut, pengujian pencernaan protein dalam lambung, pengujian pencernaan kimiawi
pada usus halus, dan terakhir pengujian cara kerja garam empedu terhadap pencernaan lemak.
Uji mikroskopik saliva hasil nya sel epitel terdapat myoepithel cells danserous
demilunes, sel plasma, neuotrfil dan Sub mandibular glands terdapat mucous acini dan serous
acini. Uji pH saliva yaitu 7,0 dan uji musin menunjukkan adanya endapan yang berarti postifi
mengandung musin. Uji protein (uji biuret) di dapatkan warna larutan merah ungu yang
menunjukkan saliva positif mengandung protein.
Almatsier S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID) : Gramedia PustakaUtama
Fujaya, Y. 1999. Fisiologi Ikan. Dasar Pengembangan Teknik Perikanan.Jakarta: Rineka Cipta.
Hendarmin, Laifa Annisa & Endah Wulandari. 2010. Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran.
Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta.
Judha, M. 2016. Anatomi dan Fisiologi Untuk Mahasiswa Kesehatan. Yogyakarta: Gosyen
Publishing
Lehninger A.L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Maggy T; penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan
dar: Principle of Biochemistry.
Mark DB. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar : Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta: EGC.
Panil, Zulbadar. 2004. Memahami Teori dan Praktek Biokimia Dasar Medis. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Poedjiadi, Anna dan F. M. Titin Supriyanti.1995. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI- Press.
Syaifudin, 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3. EGC: Jakarta