Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Makanan yang diperoleh dari alam oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya haruslah dapat dicerna sehingga menjadi molekul sederhana yang dapat
diserap oleh tubuh. Pencernaan merupakan proses pemecahan senyawa kompleks
menjadi senyawa yang lebih kecil. Proses pemecahan senyawa tersebut menghasilkan
energi yang penting bagi kebutuhan sel, jaringan, organ dan makhluk hidup.
Pencernaan merupakan proses kimia yang membutuhkan adanya enzim untuk
perubahan kimia bahan dasarnya. Enzim berperan dalam meningkatkan kecepatan
reaksi tanpa mempengaruhi hasil reaksi dan tidak ikut bereaksi. Dalam proses
pencernaan, enzim dihasilkan oleh berbagai organ, seperti usus halus, kelenjar ludah
dan lambung. Enzim bersifat spesifik dalam proses pemecahan bahan
kompleks(karbohidrat, protein, vitamin dan mineral). Perubahan suhu dan pH
mempunyai pengaruh besar terhadap kerja enzim. Kecepatan reaksi enzim juga
dipengaruhi oleh konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat. Pengaruh aktivator,
inhibitor, koenzim dan konsentrasi elektrolit dalam beberapa keadaan juga merupakan
faktor-faktor yang penting.
Praktikum sistem pencernaan dilakukan dengan mengadakan uji terhadap
keberadaan enzim di usus ikan dan menguji fungsi empedu dalam proses pencernaan.
Pengujian dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan mendeteksi hasil dari kerja
enzim. Pengujian dilakukan terhadap enzim amilase, enzim maltase, enzim tripsin dan
pengaruh empedu terhadap lemak. Enzim diekstrak dari ikan karnivora yaitu ikan
Sebelah (Psettodes erumeri).

1.2 Permasalahan
Permasalahan dari percobaan ini adalah bagaimana mengetahui macam-macam
enzim pencernaan makanan yang terdapat pada usus ikan serta mengetahui fungsi empedu
dalam pencernaan makanan.

1.3 Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah mengetahui macam-macam enzim pencernaan
makanan yang terdapat pada usus ikan serta mengetahui fungsi empedu dalam pencernaan
makanan.

\
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pencernaan


Semua hewan memiliki sistem pencernaan meskipun masih sangat sederhana.
Adanya sistem pencernaan ini merupakan salah satu faktor yang membedakan hewan
dengan tumbuhan. Makanan hewan pada umumnya merupakan bahan organik yang
sebagian besar terdiri atas tiga kelompok utama yaitu karbohidrat, lemak dan protein.
Makanan digunakan oleh hewan sebagai sumber energi dan sebagai sumber bahan baku
untuk membangun substansi yang diinginkan oleh tubuh (Hidayati, 2008).
Makanan supaya dapat digunakan sebagai sumber bahan baku untuk membangun
substansi yang diinginkan oleh tubuh maka harus diubah menjadi molekul sederhana
supaya dapat diserap dan digunakan dalam metabolisme. Metabolisme tubuh yang
berkaitan dengan pembentukkan energi adalah respirasi sel. Dalam respirasi sel, digunakan
bahan baku oksigen yang diperoleh dari sistem respirasi dan glukosa yang berasal dari
sistem pencernaan. Tujuan utama dari sistem pencernaan adalah memecah molekul-
molekul organik kompleks dalam makanan menjadi molekul yang lebih sederhana
sehingga dapat diserap dan digunakan oleh tubuh (Hidayati, 2008).
Sistem pencernaan vertebrata pada umumnya terdiri dari serangkaian organ yang
meliputi:
1. Saluran Pencernaan, struktur pada umumnya berbentuk pipa panjang dan muskular.
Saluran pencernaan berawal pada mulut dan berakhir pada anus/ kloaka.
2. Organ asesori berupa kelenjar pencernaan meliputi pankreas dan hati yang berfungsi
dalam mencurahkan zat kimia ke saluran.
(Hidayati, 2008)
Proses pencernaan dapat berlangsung secara :
1. Intraseluler : dilakukan dengan cara endositosis atau fagositosis yang berlangsung di
dalam sel. Contohnya pada parazoa
2. Ekstraseluler : proses pencernaan di luar sel yaitu dalam saluran pencernaan, terdapat
pada hewan-hewan invertebrata ataupun vertebrata. Pada umumnya dibantu dengan
adanya kelenjar pencernaan yang menghasilkan enzim-enzim.

(Suripto, 2002)
2.2 Enzim

Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi
sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam
suatu reaksi kimia. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat
yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena
enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah
terjadinya reaksi. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis
enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan
perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim α-amilase
hanya dapat digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa. Enzim dipelajari
dalam enzimologi (Campbell,2003).
Enzim membantu proses metabolisme di dalam tubuh. Enzim banyak terdapat pada
makanan segar karena enzim sangat sensitive terhadap panas dan akan rusak dalam proses
pemasakan dan pasteurisasi. Enzim berperan penting bagi kehidupan dengan cara
menjalankan seluruh metabolisme tubuh. Kita tidak dapat mencerna atau menyerap
makanan dan kita pun bisa mati jika tidak ada enzim dalam tubuh. Enzim adalah
biokatalisator spesifik yang bergabung dengan koenzim (vitamin dan mineral) yang
menjalankan roda kehidupan melalui metabolisme agar tubuh dapat berfungsi dengan baik.
Pada umumnya kita sudah mengetahui kegunaan vitamin dan mineral bagi tubuh, akan
tetapi kemungkinan besar Anda tidak menyadari bahwa vitamin tidak akan diaktifkan
dalam tubuh sampai bergabung dengan enzim (Campbell,2003).

2.2.1 Aktivitas katalitis yang dimiliki enzim memfasilitasi pendeteksian enzim


tersebut
Jumlah enzim yang kecil di dalam sel mempersulit pengukuran kadarnya di dalam
ekstrak jaringan atau cairan. Untungnya, aktivitas katalitis yang dimiliki enzim dapat
menjadi sarana pemeriksaan yang sensitive dan spesifik bagi pengukuran kadar enzim itu
sendiri. Kemampuan mengatalitis transformasi ribuan, puluhan ribu, atau bahkan lebih
molekul substat menjadi produk dalam periode waktu yang singkat memberikan kepada
setiap molekul enzim kemampuan untuk secara kimiawi menguatkan keberadaannya
(Lehninger, 1995).
Untuk mengukur kadar enzim di dalam sebuah sampel ekstrak jaringan atau cairan
biologik lain, kecepatan reaksi yang dikatalitis oleh enzim dalam sampel tersebut harus
ditentukan. Dalam kondisi yang tepat, hasil pengukuran kecepatan reaksi harus sebanding
dengan jumlah enzim yang ada. Karena jumlah molekul atau massa enzim yang ada sukar
ditentukan, hasil pengukuran tersebut dinyatakan dalam unit enzim. Jumlah relatif enzim
dalam berbagai ekstrak kemudian dapat dibandingkan. International Union of Biocemistry
mengartikan satu unit aktivitas enzim sebagai 1 mikromol (1 mol; 10-6) substrat yang
bereaksi atau produk yang ditransformasikan per menit (Lehninger, 1995).

2.3 Koenzim
Banyak enzim yang mengatalisis proses pemindahan gugus dan reaksi lain
memerlukan, di samping substratnya, sebuah molekul organic sekunder yang dikenal
sebagai koenzim karena tanpa koenzim, enzim tersebut tidak aktif. Koenzim akan
memperbesar kemampuan katalitik sebuah enzim sehingga menjadi jauh melebihi
kemampuan yang ditawarkan hanya oleh gugus fungsional asam aminonya, yang
menyusun massa enzim tersebut. Koenzim yang berikatan secara erat dengan enzim lewat
ikatan kovalen atau gaya nonkovalen kerap kali disebut sebaga gugus prostetik. Koenzim
yang mampu berdifusi ecara bebas umumnya berfungsi sebagai unsure pembawa
hydrogen, hidrida, atau unit-unit kimia seperti gugus asil, atau gugus metal, membawanya
bolak-balik antara tempat pembentukannya dan pemakaiannya. Oleh karena itu, koenzim
yang disebut belakangan ini dapat dianggap sebagai substrat sekunder.
Jenis-jenis enzim yang membutuhkan koenzim adalah enzim yang mengatalisis
reaksi oksidoreduksi, pemindahan gugus, serta isomerasi, dan reaksi yang membentuk
ikatan kovalen. Reaksi lisis, termasuk reaksi hidrolisis yang dikatalisis oleh enzim-enzim
pencernaan, tidak memerlukan koenzim. (Murray, 2003)
2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim
Perubahan suhu dan pH mempunyai pengaruh besar terhadap kerja enzim.
Kecepatan reaksi enzim juga dipengaruhi oleh konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat.
Pengruh aktivator, inhibitor, koenzim dan konsentrasi elektrolit dalam beberapa keadaan
juga merupakan faktor-faktor yang penting. Hasil rekasi enzim juga dapat menghambat
kecepatan reaksi (Indah, 2004).

2.4.1 Suhu
Suhu rendah yang memdekati titik beku biasanya tidak merusak enzim.
Pada suhu dimana enzim masih aktif, kenaikan suhu sebanyak 10 0C, menyebabkan
keaktifan menjadi 2 kali lebih besar (Q10 = 2). Pada suhu optimum reaksi
berlangsung paling cepat. Bila suhu dinaikan terus, maka jumlah enzim yang aktif
akan berkurang karena mengalami denaturasi. Enzim didalam tubuh manusia
memiliki suhu optimum sekitar 37oC. Enzim organismemikro yang hidup dalam
lingkungan dengan suhu tinggi mempunyai suhu optimum yang tinggi. Sebagian
besar enzim menjadi tidak aktif pada pemanasan sampai + 60oC. Ini disebabkan
karena proses denaturasi enzim. Dalam beberapa keadaan, jika pemanasan
dihentikan dan enzim didinginkan kembali aktivitasnya akan pulih. Hal ini
disebabkan oleh karena proses denaturasi masih reversible. pH dan zat-zat
pelindung dapat mempengaruhi denaturasi pada pemanasan ini (Indah, 2004).

2.4.2 pH

Bila aktivitas enzim diukur pada pH yang berlainan, maka sebagian besar
enzim didalam tubuh akan menunjukan aktivitas optimum antara pH 5,0-9,0,
kecuali beberapa enzim misalnya pepsin (pH optimum = 2). Ini disebabkan oleh :
1. Pada pH rendah atau tingi, enzim akan mengalami denaturasi.
2. Pada pH rendah atau tinggi, enzim maupun substrat dapat mengalami perubahan
muatan listrik dengan akibat perubahan aktivitas enzim.
2.4.3 Pengaruh Konsentrasi Enzim

Kecepatan rekasi enzim (v) berbanding lurus dengan konsentrasi enzim


(Enz). Makin besar jumlah enzim makin cepat reaksinya. Dalam reaksinya Enz
akan mengadakan ikatan dengan substrat S dan membentuk kompleks enzim-
substrat, Enzs. EnzS ini akan dipecah menjadi hasil reaksi P dan enzim bebas Enz.
Makin banyak Enz terbentuk, makin cepat reaksi ini berlangsung. Ini terjadi sampai
batas tertentu (Indah, 2004).
2.4.4 Pengaruh Konsentrasi Substrat

Bila konsentrasi substrat (S) bertambah, sedangkan keadaan lainya tetap


sama, kecepatan reaksi juga akan meningkat sampai suatu batas maksimum V.
Pada titik maksimum ini enzim telah jenuh dengan subtrat. Pada titik-titik A dan B
belum semua enzim bereaksi dengan subtrat, maka pada A dan B penambahan
subtrat S akan menyebabkan jumlah EnzS bertambah dan kecepatan reaksi v akan
bertambah, sesuai dengan penambahan S. Pada titik C semua enzim telah bereaksi
denagn subtrat, sehingga penambahan S tidak akan menambah kecepatan reaksi,
karena tidak ada lagi enzim bebas. Pada titik B kecepatan reaksi tepat setengah
kecepatan maksimum. Konsentrasi subtrat yang menghasilkan setengah kecepatan
maksimum dinamakan harga Km atau konstanta Michaelis (Indah, 2004).

2.4.5 Pengaruh Faktor Lain

Enzim dapat dirusak dengan pengocokan, penyinaran ultraviolet dan sinar-x, sinar-
β dan sinar-γ. Untuk sebagian ini disebabkan karena oxidasi oleh peroxida yang
dibentuk pada penyinaran tersebut. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh adanya
inhibitor seperti obat-obatan dan sebagainya (Indah, 2004).

2.5 Mekanisme kerja enzim


Reaksi yang kecepatanya berubah-ubah akibat perubahan konsentrasi ion hidrogen
atau konsentrasi ion hidronium dalam larutan, tetapi tidak tergantung pada konsentrasi
asam atau basa lainya yang terdapat dalam larutan, dikatakan dapat mengalami katalisis
asam spesifik atau katalisis basa spesifik. Reaksi yang kecepatanya tergantung pada semua
asam dan basa yang terdapat dalam larutan dikatakan dapat menglami katalisis asam umum
(general acid) atau katalisis basa umum (general base). Mutarotasi glukosa adalah salah
satu rekasi yang tunduk pada katalisis asam-basa umum.
Setiap reaksi kimiawi melibatkan pemutusan ikatan dan pembentukan ikatan.
Investasi awal energi untuk memulai suatu reaksi (energi yang diperlukan untuk
memutuskan ikatan pada molekul reaktan) dikenal sebagai Ea. Ikatan-ikatan reaktan hanya
akan putus ketika molekul-molekulnya telah menyerap cukup banyak energi untuk
membuatnya menjadi tidak stabil. Penyerapan energi panas akan meningkatkan kecepatam
reaktan, sehingga reaktan tersebut bertubrukan lebih sering dan lebih bertenaga. Ketika
molekul telah mantap dengan ikatan barunya, energi dibebaskan ke sekelilingnya.
Rintangan Ea sangat penting bagi kehidupan. Protein, DNA, dan molekul kompleks
sel lainnya sangat kaya akan energi bebas dan memiliki kemampuan untuk terurai secara
spontan. Molekul-molekul ini ada karena hanya pada suhu yang khas bagi sel, beberapa
molekul berhasil melewati puncak puncak energi aktivasi itu. Namun demikian, kadang-
kadang rintangan reaksi tertentu harus diatasi, karena jika tidak, sel itu secara metabolic
akan menjadi stagnan. Dengan demikian, organisme harus menggunakan suatu alternatif :
suatu katalis (Campbell, 2003).
Suatu enzim mempercepat suatu reaksi dengan cara menurunkan rintangan Ea,
sehingga keadaan transisi dapat dijangkau pada suhu yang sedang. Suatu enzim tidak dapat
mengubah ΔG untuk suatu reaksi, dan tidak akan dapat mebuat reaksi endergonik menjadi
eksergonik. Enzim hanya dapat mempercepat reaksi yang memang pada akhirnya akan
terjadi dengan sangat lambat, akan tetapi fungsi ini memungkinkan sel untuk memiliki
suatu metabolisme yang dinamis. Selanjutnya, karena enzim sangat selektif dalam hal
reaksi yang dapat dikatalisisnya, maka enzim itu akan menentukan proses kimiawi mana
yang akan berlangsung pada suatu sel pada suatu waktu tertentu.
Ion logam melaksanakan peranan katalisi dan struktural yang penting pada protein.
Sebenarnya, lebih dari seperempat dari semua enzim yang dikenal mengandung ion logam
yang berikatan erat atau memerlukan ion logam untuk beraktivitasnya. Fungsi ion logam
ini diselidiki dengan cara fisika, lebih-lebihdengan kristalografi sinar-X, nuclearmagnetic
(ESR). Keterangan ini digabungkan dengan pengetahuan pembentukan dan kerusakan
kompleks logam dan reaksi dalam lingkaran koordinasi ion logam untuk memberi
pengertian tentang peranan ion logam pada reksi yang dikatalisi oleh enzim (Indah, 2004).
Lazim untuk membedakan antara metaloenzim dan enzim yang diaktifkan oleh
logam. Metaloenzim adalah enzim yang mengandung sejumlah tertentu ion-logam yang
berfungsi yang dipertahankan selama pemurnian. Enzim yang diaktifkan oleh logam tidak
mengikat logam sekuat seperti pada metaloenzim tetapi meskipun demikian memerlukan
tambahan logam untuk pengaktifanya. Akan tetapi, perbedaan inin, khususnya tidak
membantu, karena dikenal banyak contoh klasifikasi yang letaknya pada batas perbedaan.
Banyak enzim mempertahankan ion logam selama prosedur pemurnian normal tetapi
kehilangan logamnya bila dimurniakn dengan adanya “chelating agent” (zat-zat pengikat).
Aktivitas enzim kemudian hilang. Aktivitas ini diperbaiki hanya setelah penambahan ion
logam. Perbedaan antara metaloenzim dan enzim yang diaktifkan logam, bila hars ditarik
garis, jadi terletak pada afinitas enzim tertentu untuk ion logamnya. Dari aspek mekanisme
dimana ion logamnya melakukan fungsinya, tampak bahwa keduanya sama pada
metaloenzim dan enzim yang diaktifkan oleh logam (Campbell, 2003).

2.6 Macam enzim pencernaan

- Peptidase
Pertukaran protein, yaitu penguraian dan resintesis semua protein sel yang
berlangsung terus menerusm merupakan proses fisiologis yang penting dalam semua
bentuk kehidupan. Masing-masing protein diuraikan dengan laju yang sangat berbeda-
beda, dan lajunya bervariasi mengikuti responnya terhadap kebutuhan fisiologik.
Enzim protease intrasel menghidrolisis ikatan peptide internal protein sehingga
terjadi pelepasan peptide yang kemudian diuraikan menjadi asam amino bebas oleh enzim
peptidase. Endopeptidase memutukan ikatan internal di dalam peptide ehingga terbentuk
senyawa peptide yang lebih pendek. Aminopeptidase dan karboksipeptidase secara
terangkai mengeluarkan asam amino masing-masing dari gugus terminal –amino dan –
karboksil. Hasil akhirnya adalah asam amino bebas. (Murray, 2003)
Enzim peptidase ini bekerja salah satunya pada duodenum saat terjadi pencernaan
protein, dimana polipeptida dibongkar menjadi peptide kecil atau asam amino. (Hidayati,
2008)

- Amilase
Amylase air liur mampu membuat pati dan glikogen dihidrolisis menjadi maltosa
dan oligosakarida lain dengan menyerang ikatan glikosidat. Amylase liur akan segera
terinaktivasi pada pH 4 atau kurang, sehingga kerja pencernaan makanan di dalam mulut
akan terhenti begitu lingkungan lambung yang asam menembus partikel makanan.
(Murray, 2003)
Kerja memecah molekul pati yang dimiliki getah pancreas terjadi akibat enzim
amylase pancreas. Kerja enzim ini serupa dengan kerja amylase liur, menghidrolisis pati
dan glikogen menjadi maltosa, maltotriosa dan campuran senyawa oligosakarida
bercabang, oligosakarida tak bercabang, serta beberapa glukosa. (Hidayati, 2008)

- Tripsin
Kerja pankreolitik yang dimiliki getah pancreas disebabkan oleh tiga buah enzim
endopeptidase : tripsin, kimotripsin, dan elastase yang menyerang protein serta polipeptida
yang dilepas dari lambung untuk membentuk senyawa-senyawa polipeptida, peptide, atau
keduanya. Tripsin bersifat spesifik untuk ikatan peptide asam amino dasar. Ketiga enzim
tadi disekresikan sebagai zimogen, membebaskan sebuah polipeptida kecil yang
memungkinkan molekul membuka lipatannya menjadi tripsin aktif. Begitu tripsin
terbentuk, enzim ini bukan hanya menyerang molekul tambahan tripsinogen, tetapi juga
zimogen lain di dalam getah pancreas, kimotripsinogen, proelastase, dan
prokarboksipeptidase, yang masing-masing secara berurutan membebaskan kimotripsin,
elastase, dan karboksipeptidase. (Murray, 2003)

2.7 Getah empedu


Disamping beragam fungsi pada metabolisme intermediate, hati dengan
memproduksi getah empedu, memegang peranan penting pada proses pencernaan.
Kandung empedu menyimpan getah empedu yang diproduksi oleh hati di antara waktu-
waktu makan. Selama pencernaan, kandung empedu akan berkontraksi dan mengalirkan
getah empedu secara cepat ke dalam duodenum melalui duktus koledokus. Getah pancreas
bercampur dengan getah empedu karena keduanya mengalir ke dalam duktus koledokus
sesaat sebelum memasuki duodenum. (Murray, 2003)

Sifat getah empedu :

 Emulsifikasi : garam empedu mempunyai kemampuan cukup besar


untuk menurunkan tegangan permukaan. Kemampuan ini membuat
getah empedu mampu mengemulsikan lemak di dalam usus dan
melarutkan asam lemak serta sabun yang tak larut air. Keberadaan
getah empedu di dalam usus merupakan factor pelengkap penting
dalam menyelesaikan proses pencernaan serta absorbsi lemak, di
samping absorbsi vitamin A, D, E, serta K yang bersifat larut lemak.
 Netralisasi asam : disamping fungsinya pada proses emulsifikasi,
getah empedu dengan pH di atas 7, menetralkan kimus asam dari
lambung dan menyiapkannya untuk proses pencernaan di dalam
usus.
 Ekskresi : getah empedu merupakan vehikulum penting bagi
ekskresi asam empedu dan kolesterol, tetapi juga berfungsi
mengeluarkan sejumlah bear obat, toksin, pigmen empedu, dan
berbagai substansi anorganik, seperti tembaga, seng, dan air raksa.
(Murray, 2003)
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Peralatan yang diperlukan dalam percobaan ini, antara lain: 10 buah tabung reaksi,
botol kaca gelap bertutup, mortar dan alu, kertas saring, papan seksi, dissecting set,
pembakar spirtus, rak tabung reaksi, gelas ukur 10 ml, corong kaca, erlenmeyer, penjepit
kayu, pipet tetes, dan korek api.
3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini, antara lain: usus ikan Sebelah
(Psettodes erumeri), empedu ayam, akuades, toluen, larutan amilum 1%, gliserin 50%,
albumin/putih telur, maltosa/sukrosa, reagen Biuret, reagen Benedict, dan minyak goreng.

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Pembuatan Ekstrak Usus
Ikan Sebelah (Psettodes erumeri) dibedah pada bagian ventral, dipisahkan usus
halus dari organ lainnya dengan cara dipotong dari bagian akhir lambung dan bagian awal
usus besar. Lalu usus halus disayat secara longitudinal dan dibersihkan dengan akuades.
Selanjutnya diambil 20 ml gliserin 50% dan dimasukkan pula usus halus, diletakkan dalam
kaca arloji. Usus halus dihaluskan lagi sambil ditambahkan 4-5 tetes toluen. Berikutnya
usus halus dimasukkan ke dalam botol yang ditutup rapat lalu disimpan pada ruang gelap
dan dibiarkan selama seminggu. Selanjutnya dilakukan tes terhadap hasil saringan tersebut,
yaitu tes pembuktian adanya amilase, maltase, dan tripsin.

1. Pembuktian Adanya Enzim Amilase.


Tiga buah tabung reaksi disiapkan dan diberi tanda A,B, dan C yang
masing-masing berisi 2 ml benedict. Tiga buah tabung reaksi lain disiapkan
ditandai D,E dan F masing-masing diberi amilum1% sebanyak 2,5 ml. Selanjutnya
ditambahkan 1 ml ekstrak usus pada tabung D, 1 ml akuades pada tabung E dan
ludah pada tabung F. Ketiga tabung (D, E, F) digoyang-goyang selama 5-10 menit.
5 tetes larutan dari tabung D diteteskan pada tabung A, 5 tetes larutan dari tabung E
diteteskan ke tabung B dan 5 tetes larutan F diteteskan pada tabung C. Selanjutnya
tabung A, B, dan C dipanaskan selama 5 menit sambil digoyang-goyang, lalu
diamati perubahan warna yang terjadi pada tabung A, tabung B dan tabung C.

2. Pembuktian Adanya Enzim Maltase.


Dua buah tabung reaksi disiapkan dan diberi tanda A dan B, masing-masing berisi
2 ml benedict. Dua buah tabung reaksi lain disiapkan ditandai C dan D, masing-
masing diberi 2,5 ml larutan sukrosa. Selanjutnya ditambahkan 1 ml ekstrak usus
pada tabung C dan 1 ml akuades pada tabung D. Kedua tabung (Cdan D) digoyang-
goyang selama 5-10 menit. 5 tetes larutan dari tabung C diteteskan pada tabung A
dan 5 tetes larutan dari tabung D diteteskan ke tabung B. Selanjutnya tabung A dan
B dipanaskan selama 5 menit sambil digoyang-goyang, lalu diamati perubahan
warna yang terjadi pada tabung A dan tabung B.

3. Pembuktian Adanya Enzim Tripsin


Dua buah tabung reaksi disiapkan dan diberi tanda A dan B, masing-masing
berisi 1 ml putih telur yang sudah diencerkan. Selanjutnya dipanaskan kedua
tabung sampai mendidih, lalu didinginkan. 1 ml ekstrak usus ditambahkan pada
tabung A dan akuades pada tabung B, lalu didiamkan kedua tabung tersebut selama
5-10 menit. Berikutnya 1-2 tetes biuret diteteskan ke dalam masing-masing tabung,
lalu diamati perubahan warna yang terjadi pada tabung A dan tabung B.

3.2.2 Tes Pengaruh Empedu Terhadap Lemak


Dua buah tabung reaksi disiapkan dan ditandai A dan B. Isi kantung empedu
dituang ke dalam gelas ukur lalu ditambah akuades sehingga volumenya menjadi 2 ml.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung A dan akuades sebanyak 2 ml dimasukkan ke
dalam tabung B sebagai kontrol. Selanjutnya ditambahkan 2 ml minyak goreng ke dalam
kedua tabung, lalu dikocok kuat-kuat, dibiarkan selama 5-10 menit lalu diamati perubahan
yang terjadi pada tabung A dan tabung B.
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Data


4.1.1 Pembuatan Ekstrak Usus
No
Perlakuan Pengamatan
.
Mula-mula ikan mas diletakkan di atas
Dibedah ikan mas pada bagian papan seksi lalu dibedah pada bagian
1.
ventralnya. ventralnya dengan alat bedah hingga
tampak organ-organ dalamnya.
Bagian usus halusnya terletak diantara
Diambil usus halusnya dengan cara
2. bagian akhir lambung dan bagian awal
memotongnya dengan gunting.
usus besar.
Dicuci usus halus dengan akuades Pencucian dilakukan supaya bersih dari
3.
dalam cawan Petri. kotoran yang ada di dalam usus halus.
Diangkat usus halus dengan pinset lalu  Gliserin tidak berwarna (jernih) dan
dimasukkan ke dalam cawan Petri yang berfungsi untuk menghidrolisis H2O.
4. berbeda, ditetesi 20 ml gliserin 50%,  Setelah dipotong halus terbentuk
dipotong sampai halus hingga berbentuk suspensi dari potongan usus halus
suspensi. dan berwarna kuning pudar.
Ditetesi suspensi usus halus dengan Toluen tidak berwarna (jernih) dan
5.
toluen sebanyak 5 tetes. berbau menyengat.
Setelah penambahan toluen, suspensi Setelah 1 minggu didapatkan ekstrak
dimasukkan ke dalam botol gelap dan usus halus.
6.
diletakkan dalam ruangan gelap, setelah
itu dibiarkan selama 1 minggu.
Disaring ekstrak usus halus dengan
7.
kertas saring.
Dilakukan tes terhadap hasil saringan
8. tersebut, yaitu tes pembuktian adanya
amilase, maltase, dan tripsin.

4.1.1.1 Tes Pembuktian Adanya Enzim Amilase


No Perlakuan Pengamatan
.
1. Disiapkan dua buah tabung reaksi serta
diberi tanda A, B, dan C.
2. Ditambahkan 2 ml reagen benedict ke Benedict berwarna biru muda jernih.
dalam kedua tabung tersebut.
3. Disiapkan tiga buah tabung reaksi lain
(diberi tanda D, E, dan F) lalu
dituangkan 2,5 larutan amilum 1% ke
dalamnya.
4. Ditambahkan 8 tetes ekstrak usus halus
pada tabung D, 1 ml akuades pada
tabung E dan ludah pada tabung F.
5. Digoyang-goyangkan tabung D, E dan F Larutan di dalam tabung mulai
selama 5-10 menit. bercampur.
6. 5 tetes larutan pada tabung D diteteskan
pada tabung A, 5 tetes larutan pada
tabung E diteteskan pada tabung B dan
5 tetes larutan pada tabung F diteteskan
pada tabung C
7. Dipanaskan kedua tabung selama 5
menit sambil digoyang-goyang.
8. Diamati perubahan warna yang terjadi  Pada tabung A terdapat endapan
pada tabung A dan tabung B. berwarna merah bata.
 Pada tabung B tidak terjadi
perubahan warna.
 Pada tabung C terdapat endapan
berwarna merah bata.

4.1.1.2 Tes Pembuktian Adanya Enzim Maltase


No Perlakuan Pengamatan
.
1. Disiapkan dua buah tabung reaksi serta
diberi tanda A dan B.
2. Ditambahkan 2 ml reagen benedict ke Benedict berwarna biru muda jernih.
dalam kedua tabung tersebut.
3. Disiapkan dua buah tabung reaksi lain Sukrosa berwarna bening.
(diberi tanda C dan D) lalu dituangkan
2,5 larutan sukrosa ke dalamnya.
4. Ditambahkan 8 tetes ekstrak usus halus
pada tabung C dan 1 ml akuades pada
tabung D.
5. Digoyang-goyangkan tabung C dan D Larutan di dalam tabung mulai
selama 5-10 menit. bercampur.
6. 5 tetes larutan pada tabung C diteteskan
pada tabung A, dan 5 tetes larutan pada
tabung D diteteskan pada tabung B.
7. Dipanaskan kedua tabung selama 5
menit sambil digoyang-goyang.
8. Diamati perubahan warna yang terjadi  Pada tabung A terlihat berwarna
pada tabung A dan tabung B. kemerahan pada dasar tabung dan
juga hijau kebiruan.
 Pada tabung B lebih terlihat berwarna
biru muda kehijauan.

4.1.1.3 Tes Pembuktian Adanya Enzim Tripsin


No Perlakuan Pengamatan
.
1. Disiapkan dua buah tabung reaksi serta
diberi tanda A dan B.
2. Ditambahkan 1 ml putih telur yang telah Cairan putih telur bening tidak berwarna
diencerkan dengan akuades 1 ml ke dan kental.
dalam masing-masing tabung.
3. Dipanaskan kedua tabung sampai Warna kedua tabung menjadi putih susu
mendidih lalu didinginkan. dan memadat (koagulasi).

4. Ditambahkan 8 tetes ekstrak usus halus


pada tabung A dan 1 ml pada tabung B.
5. Didiamkan kedua tabung reaksi selama  Tabung A: Bagian bawah lebih
5-10 menit. keruh dari bagian atas.
 Tabung B: pada bagian atas jernih
dan bagian bawah berwarna putih
susu.
6. Diteteskan 1-2 tetes reagen biuret ke
dalam masing-masing tabung reaksi
7. Diamati perubahan warna yang terjadi  Tabung A: Tidak terbentuk cincin
pada tabung A dan tabung B. biru pada larutan setelah diberi
reagen biuret.
 Tabung B: tidak terlihatnya adanya
pembentukan cincin biru setelah
diberi reagen biuret.

4.1.2 Tes Pengaruh Empedu terhadap Lemak


No Pelakuan Pengamatan
.
1. Disiapkan dua buah tabung reaksi serta
diberi tanda A dan B.
2. Dimasukkan isi kantung empedu ke Isi kantung empedu berupa cairan
tabung A dengan cara menggunting berwarna hijau tua.
permukaan kantung. Diambil 2 ml.
3. Dimasukkan 2 ml akuades ke dalam Akudes tampak jernih
tabung B sebagai kontrol.
4. Ditambahkan 2 ml minyak goreng ke  Tabung A : minyak bercampur
dalam tabung A dan tabung B. dengan cairan empedu, namun tidak
sempurna hanya di bagian atasnya
saja.
 Tabung B : terbentuk 2 lapisan yang
jelas (lapisan atas minyak, lapisan
bawah air), minyak dan air tidak
bercampur.
 Minyak yang digunakan berwarna
kuning jernih.
5. Dikocok kedua tabung reaksi dengan  Tabung A : Bercampur, berwarna
kuat hijau keruh, dibagian dasar tabung
tampak lebih gelap.
 Tabung B : Sulit bercampur,
berwarna kuning keruh (bagian yang
bercampur) tetap terbentuk 2 lapisan
(lapisan bawah air).
6. Dibiarkan selama 5-10 menit, diamati  Tabung A : terbentuk 2 lapisan.
perubahan yang terjadi.  lapisan atas : campuran
empedu berbentuk vesikel
(gelembung/cairan empedu
membungkus minyak).
 Lapisan bawah : berwarna
hijau sangat hitam, tidak
tampak campuran minyak di
dalamnya. Lapisan yang
terbentuk sangat jelas.
 Tabung B : terbentuk 2 lapisan
 Atas : minyak berwarna
kuning keruh.
 bawah : air.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Pembuatan Ekstrak Usus
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui macam-macam enzim pencernaan
makanan yang terdapat pada usus ikan serta untuk mengetahui fungsi empedu dalam
pencernaan makanan. Percobaan ini menggunakan ikan Sebelah (Psettodes erumeri) dan
empedu ayam sebagai objek utama percobaan. Percobaan ini terbagi menjadi dua bagian,
yakni pembuatan ekstrak usus halus yang diambil dari tubuh ikan mas beserta pembuktian
enzim-enzim yang ada di dalamnya, dan menguji pengaruh empedu terhadap lemak. Pada
pembuatan ekstrak usus halus dari ikan mas, mula-mula ikan Sebelah (Psettodes erumeri)
diletakkan di atas papan seksi lalu dibedah pada bagian ventralnya dengan alat bedah
hingga tampak organ-organ dalamnya. Kemudian organ usus halus ikan mas dipisahkan
dari organ-organ dalam lainnya dengan cara memotongnya. Potongan usus halus kemudian
dicuci dalam larutan garam fisiologis hingga terbebas dari lemak-lemak yang menempel.
Larutan garam fisiologis berguna untuk menjaga kondisi fisiologis sel usus halus agar tetap
sama saat seperti di dalam tubuh ikan mas karena larutan fisiologis bersifat isotonis
terhadap cairan dalam sel-sel usus halus. Selanjutnya, potongan usus halus dipotong kecil-
kecil agar dapat bercampur secara homogen dengan larutan garam fisiologis. Lalu usus
diangkat dengan pinset, dimasukkan ke dalam botol kaca berwarna gelap yang ada
tutupnya serta ditambahkan beberapa tetes gliserin dan toluen ke dalamnya.
Gambar : ikan Sebelah (Psettodes erumeri) yang dibedah dan di ambil ususnya untuk
diekstrak
Gliserin berguna untuk melarutkan sel epitel usus halus, sedangkan toluen berguna
sebagai pengawet sel agar tidak mudah menjadi rusak. Botol kemudian ditutup rapat
kemudian diletakkan di dalam tempat yang gelap selama seminggu. Perlakuan ini
bertujuan untuk memberikan waktu yang optimum bagi enzim-enzim dalam usus halus
untuk dapat bekerja lagi seperti saat berada pada tempatnya dalam tubuh ikan mas (tanpa
cahaya) setelah dikeluarkan dari tubuh ikan mas dan diberi perlakuan fisiologis tertentu.
Setelah 1 minggu botol diambil dari tempatnya dan ekstrak usus halus ikan mas yang telah
dibuat siap digunakan untuk uji adanya enzim-enzim yang terkandung di dalamnya.
Enzim-enzim yang akan dibuktikan keberadaannya dalam usus halus adalah enzim
amilase, maltase dan tripsin. Amilase dan maltase merupakan enzim pencerna molekul
makanan yang berupa karbohidrat, sedangkan tripsin adalah enzim pencerna molekul
makanan yang berupa protein yang diaktivasi oleh proenzim tripsinogen (Suripto, 2004).

4.2.1.1 Tes Pembuktian Adanya Enzim Amilase


Pada pembuktian adanya enzim amilase, digunakan 3 buah tabung reaksi (D, E dan
F) yang masing-masing diisi dengan 2,5 ml amilum 1 %. Kemudian 1 ml ekstrak usus
halus ikan Sebelah (Psettodes erumeri) ditambahkan pada tabung D, 1 ml aquades
ditambahkan pada tabung E sebagai kontrol dan tabung F ditambahkan air ludah, lalu
digoyang-goyangkan beberapa menit agar dapat bercampur. Kemudian pada tabung D, E
dan F ditambahkan 5 tetes reagen Benedict dari tabung A, B, dan C lalu dipanaskan sambil
digoyang-goyangkan selama 5 menit agar dapat bercampur dan bereaksi, sambil diamati
dan dicatat perubahan warnanya. Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa pada larutan
dalam tabung A dan C terdapat endapan berwarna merah bata. Pada larutan dalam tabung
B tidak terjadi perubahan. Reagen Benedict yang bersifat basa dapat membuktikan adanya
gugus karbonil bebas pada larutan yang ditandai dengan timbulnya endapan berwarna
merah bata bila positif. Reaksi dari reagen Benedict bersifat mereduksi gula dalam larutan
alkali. Gula dengan gugus karbonil bebas (aldehid dan keton) di dalam larutan alkali akan
berubah menjadi bentuk enol yang reaktif dan mudah teroksidasi. Reagen benedict
mengandung bahan-bahan berupa CuSO4, Na sitrat, dan Na2CO3. Na sitrat dapat mencegah
endapan Cu(OH)2 dan Cu karbonat. Na karbonat dapat mengubah gula menjadi bentuk
enol yang reaktif dan dapat mereduksi Cu2+. Ion Cu2+ dan OH- membentuk CuOH yang
akan menimbulkan warna kuning, kemudian dengan pemanasan akan berubah menjadi
Cu2O yang berwarna merah bata. Monosakarida dan disakarida akan menunjukkan reaksi
positif. Amilum yang ada akan dipecah menjadi disakarida berupa maltosa oleh enzim
amilase.

Gambar : hasil yang menunjukan bahwa tabung B (larutan biru benedict)


menghasilkan hasil negatif dan tabung A juga tabung C menhasilkan endapan merah
yang positif
4.2.1.2 Tes Pembuktian Adanya Enzim Maltase
Praktikum sistem pencernaan ini dilakukan untuk mengetahui macam-macam
enzim pencernaan makanan yang terdapat dalam usus halus dari ikan Sebelah (Psettodes
erumeri), salah satunya adalah enzim maltase. Maltase, yaitu enzim yang menguraikan
maltose menjadi glukosa, dibentuk oleh dua gugus glukosa melalui ikatan 1-4 glikosidik.
Maltosa mudah larut dalam air dan memiliki rasa lebih manis daripada laktosa. Praktikum
dilakukan dengan mempersiapkan dua buah tabung reaksi dan masing-masing diberi tanda
A dan B sebagai perbandingan hasil yang akan diperoleh. Tabung A dan B dimasukkan 2
ml reagen Benedict. Benedict berfungsi untuk mendeteksi produk yang dikatalis dari enzim
karena reagen Benedict memberikan uji positif adanya enzim maltase dengan membentuk
warna hijau. Lalu disiapkan 2 tabung C dan D yang diberi 2,5 ml larutan sukrosa, yang
dalam sehari-hari kita kenal sebagai gula pasir. Sukrosa banyak terkandung pada tebu/bit.
Hidrolisis sukrosa akan menghasilkan glukosa dan fruktosa. Selanjutnya ditambahkan 8
tetes ekstrak usus halus pada tabung C dan 1 ml akuades pada tabung D, lalu kedua tabung
digoyang-goyang selama 5-10 menit agar larutan tercampur sempurna. Pada tabung A
ditambahkan usus halus sebanyak 8 tetes dengan menggunakan pipet tetes karena ekstrak
usus yang dihasilkan dari proses pengekstrakan sebelumnya hanya sedikit. Usus halus ini
merupakan bagian dari sistem pencernaan yang mensekresi beberapa enzim pada bagian
sel-sel mukosa terutama dari duodenum yang dapat mengubah maltose menjadi glukosa.
Sedangkan pada tabung B dimasukkan akuades sebagai kontrol untuk membandingkan
hasil reaksi yang terjadi antara tabung A dan tabung B.
Berikutnya 5 tetes larutan pada tabung C diteteskan pada tabung A, dan 5 tetes
larutan pada tabung D diteteskan pada tabung B, lalu dipanaskan tabung A dan B. tujuan
pemanasan ini untuk mempercepat proses katalisis dari enzim. Pada tabung A dan B
didapatkan perubahan warna yaitu warna kemerahan pada dasar tabung dengan sedikit
warna hijau kebiruan. Warna larutan tidak terlalu merah karena disebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya proses pemanasan yang kurang lama sehingga kerja enzim tidak
maksimal karena kerja enzim dipengaruhi oleh suhu optimum, dimana untuk aktivitas
enzim adalah 35-400 C. Selain itu juga disebabkan jumlah ekstrak usus halus yang sangat
sedikit sehingga enzim yang terdapat di dalamnya juga sedikit

Gambar : Hasil uji positif adanya enzim maltase yang dilihat dari timbulnya
endapan merah pada larutan

4.2.1.3 Tes Pembuktian Adanya Enzim Tripsin


Praktikum sistem pencernaan ini dilakukan untuk mengetahui macam-macam enzim
pencernaan makanan yang terdapat dalam usus halus dari ikan Sebelah (Psettodes
erumeri), salah satunya adalah enzim tripsin. Tripsin merupakan enzim yang berfungsi
untuk memecah protein dan pepton menjadi dipeptida dan asam amino serta berfungsi
mengkatalisis pembukaan ikatan antara karbon dengan atom lain. Protein merupakan
polimer yang tersusun dari asam amino sebagai monomernya. Monomer-monomer ini
tersambung dengan ikatan peptida, yang mengikat gugus karboksil milik satu monomer
dengan gugus amina milik monomer di sebelahnya.
Praktikum dilakukan dengan mempersiapkan dua buah tabung reaksi dan masing-
masing diberi tanda A dan B sebagai perbandingan hasil yang akan diperoleh. Tabung A
dan B dimasukkan 1 ml putih telur dan ditambahkan 1 ml akuades untuk pengenceran.
Putih telur digunakan sebagai bahan yang diduga mengandung protein. Proses selanjutnya
adalah pemanasan kedua tabung yang bertujuan untuk mempercepat proses katalisis dari
enzim. Pada tabung A ditambahkan usus halus sebanyak 8 tetes dengan menggunakan
pipet tetes karena ekstrak usus yang dihasilkan dari proses pengekstrakan sebelumnya
hanya sedikit. Usus halus ini merupakan bagian dari sistem pencernaan yang mensekresi
beberapa enzim pada bagian sel-sel mukosa terutama dari duodenum yang dapat mengubah
tripsinogen menjadi tripsin. Sedangkan pada tabung B dimasukkan akuades sebagai
kontrol untuk membandingkan hasil reaksi yang terjadi antara tabung A dan B. Kemudian
kedua tabung didiamkan selama 5 menit untuk proses reaksi. Pada kedua tabung diteteskan
reagen biuret sebanyak 2 tetes un tuk mendeteksi produk yang dikatalisis oleh enzim
tripsin karena reagen biuret memberikan uji positif adanya enzim tripsin pada protein
dengan membentuk cincin ungu. Namun pada tabung A dan B tidak terlihat terbentuknya
cincin ungu pada larutan . Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya proses
pemanasan yang kurang lama sehingga kerja enzim tidak maksimal karena kerja enzim
dipengaruhi oleh suhu optimum dimana untuk aktivitas enzim adalah 35-40 ºC dan jumlah
ekstrak usus halus yang sangat sedikit sehingga enzim yang terdapat di dalamnya juga
sedikit.

Gambar : Hasil uji negatif pada uji enzim tripsin karena tidak ditemukan cicin biru
pada larutan

4.2.2 Tes Pengaruh Empedu terhadap Lemak


Prinsip praktikum ini adalah dengan melihat adanya enzim pencernaan melalui
produk yang dihasilkan dengan bantuan deteksi oleh reagen. Jadi, tidak menguji enzim
secara langsung tetapi menguji adanya aktifitas enzim berdasarkan produk yang dihasilkan.
Maksud dan tujuan praktikum pada sub item tes pengaruh empedu terhadap lemak adalah
untuk mengetahui fungsi empedu dalam pencernaan makanan.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah empedu ayam. Empedu ayam
dibersihkan kemudian digunting kantung pembungkus empedu dan isi cairan empedu
dimasukkan ke dalam tabung A sebanyak 2 ml. Akuades sebanyak 2 ml dimasukkan ke
dalam tabung B sebagai kontrol. Kemudian ditambahkan minyak goreng sebanyak 2 ml ke
dalam tabung A dan B. Pada tabung A minyak bercampur dengan cairan empedu, namun
tidak sempurna hanya dibagian atasnya saja. Setelah tabung reaksi dikocok dengan kuat,
cairan minyak dan empedu bercampur, berwarna hijau keruh, dan pada bagian dasar
tabung tampak lebih gelap. Namun, setelah dibiarkan selama 5-10 menit, perubahan yang
terjadi yaitu terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas adalah empedu bercampur dengan minyak
(campuran empedu) berbentuk vesikel (gelembung/cairan empedu membungkus minyak).
Sedangkan lapisan bawah, cairan empedu tidak becampur dengan minyak, cairan empedu
berwarna hijau sangat hitam, tidak tampak campuran minyak didalamnya. Lapisan yang
terbentuk sangat jelas.
Empedu (bile) adalah cairan yang dihasilkan hati untuk mencerna lemak.
Seharusnya, berdasarkan teori cairan empedu akan bercampur dengan minyak. Minyak di
sini diibaratkan sebagai lemak yang akan dicerna oleh empedu. Karena lemak tidak
mampu dicerna di dalam mulut, lambung atau usus, lemak dicerna oleh enzim yang berada
di dalam empedu. Namun, pada praktikum ini empedu tidak bisa bercampur sempurna
dengan minyak. Hal ini dimungkinkan akibat pengocokan yang kurang kuat sehingga tidak
bisa bercampur sempurna, penyebab lain dikhawatirkan enzim di dalam empedu sudah
rusak atau sebagian proteinnya mengalami denaturasi sehingga tidak mampu lagi untuk
mencerna lemak. Enzim merupakan protein yang bekerja secara spesifik. Faktor yang
dapat mempengaruhi kerja enzim ini antara lain suhu, substrat, pH, dan lain-lain.

Gambar : Hasil pengujian setelah kedua tabung dikocok selama 5 menit,


tabung A berisi empedu dan air tercampur sedangkan tabung B berisi air dan
minyak tidak dapat tercampur dan menyatu.

Pada tabung B air tidak mampu bercampur dengan minyak, terbentuk 2 lapisan
yang jelas (lapisan atas minyak, lapisan bawah air), minyak dan air tidak bercampur.
Setelah tabung reaksi dikocok dengan kuat pun, air dan minyak sulit bercampur, berwarna
kuning keruh (bagian yang bercampur) tetap terbentuk 2 lapisan (lapisan bawah air).
Bahkan setelah dibiarkan selama 5-10 menit perubahan yang terjadi adalah terbentuknya 2
lapisan yang semakin jelas (atas: minyak berwarna kuning keruh, bawah: air). Air dan
minyak merupakan dua jenis cairan yang mempunyai massa jenis yang berbeda. Massa
jenis air lebih besar daripada massa jenis minyak sehingga minyak selalu berada pada
bagian atas. Dari sini juga terlihat adanya perbedaan antara air dan cairan empedu. Cairan
empedu dapat bercampur dengan minyak meskipun tidak merata (menunjukkan adanya
aktivitas enzim yang dapat mencerna lemak) sedangkan air sama sekali tidak dapat
bercampur dengan minyak (dalam air tidak terdapat enzim yang dapat mencerna lemak).

BAB V
KESIMPULAN

Enzim merupakan katalisator protein yang mengatur kecepatan berlangsungnya


berbagai proses fisiologis. Sebagai katalisator, enzim ikut serta dalam reaksi dan kembali
ke keadaan semula bila reaksi telah selesai. Dari percobaan yang telah dilakukan
didapatkan kesimpulan yaitu pada usus halus terjadi pencernaan karbohidrat, lemak, dan
protein. Pencernan karbohidrat diindikasikan dengan adanya enzim amilase (memecah zat
tepung/amilum menjadi disakarida dan maltosa) dan maltase (mengubah maltosa menjadi
glukosa). Pencernaan protein diindikasikan salah satunya dengan adanya enzim tripsin
(memecah protein menjadi peptida berantai pendek). Sedangkan pencernaan lemak
membutuhkan sekret dari empedu yang memecah trigliserida menjadi monogliserida;
kemudian monogliserida menjadi asam lemak dan gliserol.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell. 2003. Biologi Jilid Pertama Edisi Kelima. Erlangga: Jakarta.

Harper. 2002. Biokimia. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Hidayati, Dewi. 2008. Modul Fisiologi Hewan. FMIPA ITS : Surabaya


Indah, Mutiara. 2004. Enzim. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Lehninger.A.L, 1995. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga: Jakarta

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Suripto. 2002. Fisiologi Hewan. ITB : Bandung

Anda mungkin juga menyukai