Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Definisi
Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 – International
Statistical Classification of Disease and Related Health Problems adalah
kematian fetal atau janin pada usia gestasional ≥ 22 minggu. 2.
WHO dan
American College of Obstetricians and Gynecologist (menyatakan Intra Uterine
Fetal Death ( IUFD ) ialah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500
gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau
lebih. Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin,
gawat janin atau infeksi

II. 2 Etiologi
Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin
dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal atau kelainan patologik plasenta.
 Faktor Maternal :
Post term (>42 minggu), diabetes melitus tidak terkontrol, seistemik lupus
erimatosus, infeksi, hipertensi, preeklampsia, eklampsia,
hemoglobinopati, umur ibu tua, penyakit rhesus, ruptura uteri,
antifosfolippid sindrom, hipotensi akut ibu, kematian ibu.
 Faktor Fetal :
Hamil kembar, hamil tubuh terhambat, kelainan kongenital, kelainan
genetik, infeksi
 Faktor plasental :
Kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, vasa previa
 Sedangkan faktor risiko terjadinya kematian janin intra uterine
meningkat pada usia ibu > 40 tahun, pada ibu infertil, riwayat bayi
dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma uretikum),
kegemukan, ayah berusia lanjut.

1
II.3 Klasifikasi

Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian


janin dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:
1. Golongan I : kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu
penuh (early fetal death)
2. Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu (intermediate fetal
death)
3. Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal
death)
4. Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga
golongan di atas.

Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan-
perubahan sebagai berikut :
1. Rigor mortis (tegang mati)
Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.
2. Maserasi grade 0 (durasi < 8 jam) :
kulit kemerahan ‘setengah matang’
3. Maserasi grade I (durasi > 8 jam) :
Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi
kemudian menjadi merah dan mulai mengelupas.
4. Maserasi grade II (durasi 2-7 hari) : kulit mengelupas luas, efusi cairan
serosa di rongga toraks dan abdomen. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai
air ketuban menjadi merah coklat.
.

2
5. Maserasi grade III (durasi >8 hari)
Hepar kuning kecoklatan, efusi cairan keruh, mungkin terjadi mumifikasi.
Badan janin sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang sangat longgar
dan terdapat oedem dibawah kulit.

II. 4 Manifestasi klinis & Diagnosis


1) Anamnesis :
 Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya.
 Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil
 Penurunan berat badan

2) Pemeriksaan Fisik :
 Tinggi fundus uteri menurun, atau lebih rendah dari usia kehamilan
 Tidak terlihat gerakan-gerakan janin yang biasanya dapat terlihat pada
ibu yang kurus
 Tidak teraba gerakan-gerakan janin

 Berat badan ibu menurun

 Dengan Doppler tidak dapat didengar adanya bunyi jantung janin.

3) Pemeriksaan penunjang:

a. USG
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan ultrasound,
dimana tidak tampak adanya gerakan jantung janin
b. Foto radiologik
– Tampak Tulang-tulang tengkorak tutup menutupi (tanda
Spalding) yaitu tumpang tindih (overlapping) secara
ireguler tulang tengkorak, yang terjadi akibat likuefaksi
massa otak dan melemahnya struktur ligamentosa yang
membentuk tengkorak. Biasanya tanda ini muncul 5 hari

3
setelah kematian. Namun ciri-ciri yang sama dapat
ditemukan pada kehamilan ekstrauterin dengan janin hidup.

Spalding’s sign.
– Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda
Naujokes)
– Hiperekstensi kepala tulang leher janin (tanda Gerhard)
– Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin (tanda
Robert)
– Femur length yang tidak sesuai dengan usia kehamilan.
Digunakan untuk menentukan usia kehamilan dan adanya
kelainan dari system skelet

Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan otopsi janin,


pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara komprehensif
untuk mencari penyebab kematian janin termasuk analisis kromosom,
kemungkinan terpapar infeksi untuk mengantisipasi kehamilan selanjutnya

Protokol Pemeriksaan pada janin dengan IUFD menurut Cunningham


dan Hollier (1997)1:

1. Deskripsi bayi
 malformasi
 bercak/ noda
 warna kulit – pucat, pletorik
 derajat maserasi

4
2. Tali pusat
 prolaps
 pembengkakan - leher, lengan, kaki
 hematoma atau striktur
 jumlah pembuluh darah
 panjang tali pusat
3. Cairan Amnion
 warna – mekoneum, darah
 konsistensi
 volume
4. Plasenta
 berat plasenta
 bekuan darah dan perlengketan
 malformasi struktur – sirkumvalata, lobus aksesorius
 edema – perubahan hidropik
5. Membran amnion
 bercak/noda
 ketebalan
 Tabel . Diagnosis dan Diagnosis Banding IUFD

Gejala dan Tanda


Gejala dan Tanda yang Kemungkinan
yang Kadang- Kadang
Selalu Ada Diagnosis
Ada

Gerakan janin berkurang Syok, uterus Solusio Plasenta


atau hilang, nyeri perut tegang/kaku, gawat janin
hilang timbul atau atau DJJ tidak terdengar
menetap, perdarahan
pervaginam sesudah
hamil 22 minggu

5
Gerakan janin dan DJJ Syok, perut kembung/ Ruptur Uteri
tidak ada, perdarahan, cairan bebas intra
nyeri perut hebat abdominal, kontur uterus
abnormal, abdomen
nyeri, bagian-bagian
janin teraba, denyut nadi
ibu cepat
Gerakan janin/DJJ hilang Tanda-tanda kehamilan IUFD
berhenti, TFU
berkurang, pembesaran
uterus berkurang

II.5 Komplikasi 1

Komplikasi yang dapat terjadi ialah trauma psikis ibu ataupun keluarga,
apalagi bila waktu antara kematian janin dan persalinan berlangsung lama. Bila
terjadi ketuban pecah dapat terjadi infeksi. Terjadi koagulopati bila kematian janin
lebih dari 2 minggu.

II. 6 Penantalaksanaan 1,2,4

Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat


janin atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya
sehingga tidak diobati. 6

1. USG merupakan sarana penunjang diagnostik pasti untuk memastikan


kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda
kehidupan, tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan
ketuban berkurang.

2. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien


selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa kemungkinan
besar dapat lahir pervaginam.

3. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif,
perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.

6
4. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan
hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi
tanpa komplikasi

5. Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan


penanganan aktif.

6. Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu

a. Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin


atau prostaglandin.

b. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan


prostaglandin atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan
amniotomi karena berisiko infeksi

c. Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir

7. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan
serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:

a. Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang


sesudah 6 jam

b. Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis
menjadi 50 mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg
setiap kali dan jangan melebihi 4 dosis.

8. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.

9. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah,
waspada koagulopati

10. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan
melakukan kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.

11. Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi


plasenta dan infeksi .

7
SKEMA PENATALAKSANAAN IUFD1

Kasus refrakter atau kasus Partus Spontan

dimana terminasi kehamilan dalam 2 minggu

diindikasikan (80%)

 Psikologis
 Infeksi
 Penurunan kadar fibrinogen
 Retensi janin lebih dari 2 minggu
Rawat di RS, Induksi persalinan

Servik matang Servik belum matang

Infus Oksitosin Misoprostol

Gagal gagal

Oksitosin diulang dengan Ditambah dengan infus Oksitosin

Ditambah Prostaglandin/vaginam

8
II.6.1 METODE-METODE TERMINASI

1. Terminasi dilakukan dengan induksi, yaitu :

 Infus Oksitosin
Cara ini sering dilakukan dan efektif pada kasus-kasus dimana telah terjadi
pematangan serviks. Pemberian dimulai dengan 5-10 unit oksitosin dalam 500 ml
larutan Dextrose 5% melalui tetesan infus intravena. Dua botol infus dapat
diberikan dalam waktu yang bersamaan. Pada kasus yang induksinya gagal,
pemberian dilakukan dengan dosis oksitosin dinaikkan pada hari berikutnya. Infus
dimulai dengan 20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5% dengan
kecepatan 30 tetes per menit.

Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama, dosis dinaikkan
menjadi 40 unit. Resiko efek antidiuretik pada dosis oksitosin yang tinggi harus
dipikirkan, oleh karena itu tidak boleh diberikan lebih dari dua botol pada waktu
yang sama.

Pemberian larutan ringer laktat dalam volume yang kecil dapat menurunkan
resiko tersebut. Apabila uterus masih refrakter, langkah yang dapat diulang
setelah pemberian prostaglandin per vaginam. Kemungkinan terdapat kehamilan
sekunder harus disingkirkan bila upaya berulang tetap gagal menginduksi
persalinan.

 Misoprostol
Pemberian misoprostol per vaginam di daerah forniks posterior sangat efektif
untuk induksi pada keadaan dimana serviks belum matang. Pada kematian janin
24-28 minggu dapat digunakan, misoprostol secara vaginal (50-100 μg tiap 4-6
jam) dan induksi oksitosin. Pada kehamilan diatas 28 minggu dosis misoprostol
25 μg pervaginam / 6jam Langkah induksi ini dapat ditambah dengan pemberian
oksitosin.

2. Operasi Sectio Caesaria (SC)

Pada kasus IUFD jarang dilakukan. Operasi ini hanya dilakukan pada kasus
yang dinilai dengan plasenta praevia, bekas SC ( dua atau lebih) dan letak lintang.

9
II.7. Pencegahan 1,2,3

Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati


aterm adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan
janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya
solusio plasenta. Pada gemelli dengan T+T (twin to twin transfusion) pencegahan
dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis.

Resiko kematian janin dapat sepenuhnya dihindari dengan antenatal care


yang baik. Ibu menjauhkan diri dari penyakit infeksi, merokok, minuman
beralkohol atau penggunaan obat-obatan.

Tes-tes antepartum misalnya USG, tes darah alfa-fetoprotein, dan non-


stress test fetal elektronik dapat digunakan untuk mengevaluasi kegawatan janin
sebelum terjadi kematian dan terminasi kehamilan dapat segera dilakukan bila
terjadi gawat janin.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi IV,cetakan lima. Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2008. 357-8,
732-35.

st
2. Cunningham, FG. Williams Obstetrics 21 Edition. McGraw Hill.USA.
1073-1078, 1390-94, 1475-77

3. De Cherney, Alan. Nathan,Lauren. Current. Obstetry & Gynecology.LANGE.


Diagnosis and Treatment. Page 173-4, 201

4. Scott, James. Disaia, Philip. Hammond, B. charles, Danforth Buku Saku


Obstetri dan Ginekologi. Cetakan pertama, Jakarta ; Widya Medika, 2002.

5. Ultrasonography in Obstetry and Gynecology. Fifth Edition. Saunders


Elsevier. Page 747.

6. Pemantauan Janin. Handaya,Bambang, Prof. Gulardi.1999. Diakses dari :


http://www.geocities.com.

11

Anda mungkin juga menyukai