Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan utama dari pelayanan rumah sakit. Hal ini
terjadi karena pelayanan keperawatan diberikan selama 24 jam kepada pasien yang
membutuhkannya, berbeda dengan pelayanan medis dan pelayanan kesehatan lainnya yang
hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada kliennya. Dengan demikian pelayanan keperawatan perlu ditingkatkan kualitasnya
secara terus-menerus dan berkesinambungan sehingga pelayanan rumahsakit akan meningkat
juga seiring dengan peningkatan kualitas pelayanan keperawatan.

Kualitas pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh proses, peran dan fungsi dari
manajemen pelayanan keperawatan, karena manajemen keperawatan adalah suatu tugas
khusus yang harus dilaksanakan oleh manajer/ pengelola keperawatan yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan serta mengawasi sumber-sumber yang ada, baik
sumber daya maupun sumber dana sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang
efektif dan efisien baik kepada klien, keluarga dan masyarakat.

Mengingat pentingnya peranan manajemen pelayanan keperawatan, maka dalam makalah


ini penulis akan menguraikan tentang konsep dalam menejemen mutu pelayanan keperawatan
sehingga dapat menggambarkan bagaimana manajemen keperawatan yang bermutu
seharusnya dilaksanakan.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui konsep mutu pelayanan
keperawatan.
1.3 Manfaat Penulisan
Secara umum penyusunan makalah ini memiliki manfaat sebagai pedoman dalam
memahami konsep manajemen keperawatan khususnya konsep mutu pelayanan
keperawatan.

1
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Mutu Pelayanan Keperawatan


Berdasarkan kebijakan Depkes RI tahun 1998, mutu pelayanan keperawatan adalah
pelayanan kepada pasien yang berdasarkan standar kehalian untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan pasien, sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan yang akhirnya dapat
meningkatkan kepercayaan kepada rumah sakit, serta dapat menghasilkan keunggulan
kompetitif melalui pelayanan yang bermutu, efisien, inovatif, dan menghasilkan “customer
responsiveness”.
Strategi peningkatan mutu pelayanan keperawatan antara lain pendidikan berlanjut,
sumber daya dimanfaatkan secara efisien dan efektif aman bagi pasien dan provider,
memuaskan bagi pasien dan provider, serta menghormati aspek sosial, ekonomi, budaya,
agama, etika, dan tata nilai masyarakat. Prasyarat peningkatan mutu pelayanan keperawatan
antara lain pimpinan yang peduli dan mendukung, sadar mutu bagi seluruh staf, program
diklat untuk peningkatan sumber daya manusia, sarana dan lingkungan yang mendukung dan
adanya standar Depkes RI (1998).
Peningkatan mutu pelayanan adalah derajat memberikan pelayanan secara efisien dan
efektif sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan yang dilaksanakan secara
menyeluruh sesuai dengan kebutuhan pasien, memanfaatkan teknologi tepat guna dan hasil
penelitian dalam pengembangan pelayanan kesehatan/keperawatan sehingga tercapai derajat
kesehatan yang optimal.

2.2 Indikator Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan

Indikator untuk mutu standar asuhan keperawatan (Depkes,2001) :


1) Standar kompetensi
Instrument yang digunakan untuk mengetahui catatan keperawatan yang
dibuat oleh perawat dilakukan dalam rekam medis sesuai aturan
dokumentasi atau tidak.

2
2) Observasi
Dilakukan selama pemberian as uhan keperawatan berlangsung yang
dilakukan oleh observer.
3) Angket
Indicator masukan untuk memahami persepsi pasien terhadap proses asuhan
keperawatan yang diberikan oleh perawat selama proses asuhan keperawatan
yang diberikan oleh perawat selama proses asu han keperawatan
berlangsung.
Indikator Mutu Keperawatan menurut ANA
Kategori Ukuran
Ukuran 1 Angka kematian pasien karena komplikasi operasi
berfokus 2 Angka decubitus
outcomes 3 Angka pasien jatuh
pasien 4 Angka psien jatuh dengan cidera
5 Angka restrain
6 ISK karena pemasangan cateter di ICU
7 Blood stream infection karena pemasangan cateter line central di
ICU dan HDNC
8 VAP di ICU dn HDNC
Ukuran 9 Konseling berhenti merokok pada kasus AMI
berfokus pada 10 Konseling berhenti merokok pada kasus Gagal jantung
intervensi 11 Konseling berhenti merokok pada kasus Peneumonia
perawat
Ukuran 12 Perbandingan antara RN, LVN/LPN, UAP dan kontrak
berfokus pada 13 Jam perawatan pasien per hari oleh RN,LPN/LPN dan UAP
system 14 Practice Environment Scale—Nursing Work Index
15 Turn over
Sumber: The National Database of Nursing Quality Indicators (NDNQI),2007.

3
2.3 Audit Internal Pelayanan Keperawatan

Audit internal adalah suatu kegiatan penjagaan mutu (menilai kesesuaian antara fakta
dan kriterianya) dan konsultasi oleh tim independen serta objektif yang dirancang untuk
memberikan nilai tambah sekaligus memajukan kegiatan organisasi dalam mencapai
tujuannya. Auditor internal membantu manajemen dalam hal :
- Memonitor aktivitas yang tidak dapat dilakukan manajemen, dimana tim audit setiap
tahun mengajukan jadwal audit ke manajemen eksekutif (contoh audit asuhan
keperawatan, audit infeksi nosokomial)
- Mengidentifikasi dan meminimalkan resiko
- Memvalidasi laporan untuk manajemen senior dengan melakukan tinjauan terhadap
laporan untuk meyakinkan akurasi, ketepatan waktu dan maknanya, sehingga keputusan
manajemen yang didasrkan pada laporan tersebut lebih valid
- Meninjau kegiatan yang sudah berlalu dan sedang berjalan
- Kegiatan audit program berupa penilaian kebijakan atau program pada saat masih dalam
rancangan, pada saat diimplementasikan, dan hasil actual yang dicapai oleh kebijakan
atau program tersebut
- Membantu manajer karena masalah dapat timbul bila manajer tidak cermat
mengendalikan aktivitasnya – auditor internal pada umumnya dapat menemukan
masalah tersebut dan memberikan rekomendasi perbaikannya.

a) Objektivitas audit internal

Audit internal harus memiliki kriteria tertentu, yaitu:

o Harus objektif dalam melaksanakan audit dan ini merupakan sikap mental
independen yang harus dijaga dalam menjalankan audit
o Memiliki kejujuran atas hasil produknya dan tidak melakukan kompromi atas
kualitas audit
o Menjaga agar tidak terjadi penugasan audit kepada auditor yang secara nyata atau
potensial memiliki konflik kepentingan dengan penugasan auditnya
o Tidak dibebani tanggung jawab operasional

4
b) Pelaksanaan audit di keperawatan
o Dilakukan oleh tim mutu pelayanan keperawatan yang bertugas menentukan
masalah keperawatan yang perlu diperbaiki
o Menentukan criteria untuk memperbaiki masalah serta menilai pelaksanaan
perbaikan yang telah ditetapkan
o Merupakan bagian integral dari tim mutu rumah sakit dan bisa merupakan salah
satu komponen dari komite keperawatan
o Menyampaikan hasil laporan secara periodic pada komite keperawatan untuk
seterusnya disampaikan pada pimpinan rumah sakit sebagai bahan pertimbangan
kebijakan lebih lanjut
o Diperlukan kerjasama dengan berbagai departemen yang ada di rumah sakit untuk
dapat mengidentifikasi masalah, menentukan criteria dan merencanakan perbaikan,
seperti departemen farmasi, infeksi nosokomial, rekam medis, pelayanan medis,
bagian pemasaran, dan lain-lain.

2.4 Audit Personalia

Audit personalia adalah pemeriksaan dan penilaian data-data personalia. Audit


personalia mengevaluasi kegiatan-kegiatan personalia yang dilakukan dalam suatu organisasi,
baik bagian perbagian maupun organisasi secara keseluruhan. Hasil pemeriksaan dan
penilaian menunjukkan atau mencerminkan hal-hal berikut :
- Mengidentifikasi sumbangan departemen personalia kepada organisasi
- Meningkatkan kesan profesional terhadap departemen personalia
- Mendorong tanggung jawab dan profesionalisme lebih besar diantara karyawan
departemen personalia
- Menstimulasi keseragaman kebijakan dan praktek personalia
- Memperjelas tugas dan tanggung jawab departemen personalia
- Menemukan masalah personalia secara kritis
- Mengurangi biaya sumber daya manusia melalui prosedur personalia yang lebih efektif
- Menyelesaikan keluhan lama dengan aturan legal

5
- Meningkatkan kesediaan untuk menerima perubahan yang diperlukan dalam
departemen personalia
- Memberikan tinjauan terhadap system informasi departemen

a) Pendekatan teknis audit personalia


Ada lima pendekatan riset personalia yang dapat diterapkan untuk melakukan audit
personalia dalam suatu organisasi.
1. Pendekatan komperatif
Dilaksanakan dengan cara membandingkan organisasi/perusahaan lain, baik per
bagian atau secara menyeluruh, untuk menemukan bidang pelaksanaan kerja yang
tidak baik
2. Pendekatan wewenang dari luar
Bergantung pada penemuan-penemuan oleh para ahli atau konsultan dari luar
organisasi/perusahaan, yang digunakan sebagai standar penilaian dalam audit
personalia
3. Pendekatan statistic
Dengan memerhatikan dan/atau menggunakan data yang ada, standar disusun
secara statistic dengan berbagai program dan kegiatan yang dievaluasi.
4. Pendekatan kepatuhan
Dilaksanakan dengan cara mengambil sampel elemen-elemen. Selanjutnya,
system informasi personalia diperiksa terhadap pelanggaran hukum/peraturan
yang terjadi dengan maksud mengetahui kebenaran terjadinya pelanggaran
tersebut.
5. Pendekatan MbO (management by objective)
Dilaksanakan dengan membandingkan hasil kegiatan personalia dengan tujuan
yang telah ditetapkan. Bidang pelaksanaan kerja yang jelek dapat dideteksi dan
dilaporkan.

b) Laporan audit
Laporan audit umumnya disusun sebagai berikut:
• Judul

6
• Daftar isi
• Ringkasan dan kesimpulan, terutama berguna untuk pimpinan eksekutif puncak
• Masalah pokok (tujuan audit, analisis, evaluasi, dan sebagainya)
• Kesimpulan dan saran
• Tubuh (berisi: data, fakta, pandangan, serta alasan yang merupakan dasar
kesimpulan dan saran)
• Sumber data
• Lampiran yang dianggap penting

2.5 Keselamatan Pasien


Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko. Meliputi:
assessment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya,
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
System ini diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan dalam melakukan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.

Tujuh standar keselamatan pasien meliputi :

1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi meru[akan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

7
Sedangkan, tujuh langkah menuju keselamatan pasien, meliputi :
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2. Pimpin dan dukung staf
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko
4. Kembangkan system pelaporan
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tetntang keselamatan pasien
7. Cegah cedera melalui implementasi system keselamatan pasien

2.6 Kepuasan Pasien


Kepuasan pasien dapat diartikan sebagai suatu sikap konsumen yakni beberapa derajat
kesukaan atau ketidaksukaanya terhadap pelayanan yang pernah dirasakan, oleh karena itu
prilaku konsumen dapat juga diartikan sebagai model perilaku pembeli (Ilyas, 1999). Kotler
(2007), mendefinisikan bahwa kepuasan pasien adalah tingkat perasaan seseorang setelah
membandingkan kinerja (atau hasil) yang dia rasakan dibanding dengan harapannya.
Menurut Gerson (2004), kepuasan pasien adalah persepsi pasien bahwa harapannya telah
terpenuhi atau terlampaui.

Kepuasan pasien akan terpenuhi apabila proses penyampaian jasa dari pembeli jasa
kepada pasien sesuai dengan apa yang dipersepsikan pelanggan. Persepsi ini dipengaruhi
oleh faktor subyektifitas yang dapat membuat perbedaan persepsi atau kesenjangan antara
pelanggan dan pemberi jasa.
Berdasarkan pada beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan
pasien merupakan nilai subyektif pasien terhadap pelayanan yang diberikan setelah
membandingkan dari hasil pelayanan yang diberikan dengan harapannya. Pasien akan merasa
puas jika pelayanan yang diberikan sesuai harapan pasien atau bahkan lebih dari apa yang
diharapkan pasien.
Menurut Jacobalis (1989), ketidakpuasan pasien yang paling sering dikemukakan adlah
ketidakpuasan terhadap :
a. Sikap dan perilaku petugas rumah sakit dan karyawan
b. Keterlambatan oleh dokter atau perawat

8
c. Dokter atau perawat yang merawat sulit ditemukan
d. Petugas kurang komunikatif dan informative
e. Lamanya proses masuk rawat inap
f. Aspek pelayanan “hotel” di rumah sakit, dan
g. Kebersihan dan ketertiban lingkungan
Sedangkan kepuasan terhadap mutu pelayanan keperawatan secara umum dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu tingkat (Azwar :1996) :
a. Kepuasan yang mengacu pada kode etik dan standar pelayanan
1. Hubungan dokter atau perawat dan pasien
2. Kenyamanan dan pelayanan yang menyangkut pada sarana dan prasarana rumah
sakit
3. Kebebasan dalam melakukan pilihan
4. Pengetahuan dan kmpetisi teknis yang merupakan prinsip pokok standar pelayanan
5. Efektifitas pelayanan
b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persaratan pelayanan meliputi :
1. Ketersediaan pelayanan
2. Kewajaran pelayanan
3. Kesinambungan pelayanan
4. Penerimaan pelayanan
5. Ketercapaian pelayanan

2.7 Kenyamanan

Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2005) megungkapkan kenyamanan/rasa nyaman
adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan
ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan
(kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah
dan nyeri).

Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah memberikan kekuatan,


harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan. Ada tiga tipe kenyamanan (dorongan,
ketentraman dan transcendence) serta empat konteks pengalaman (fisik, psikospiritual, sosial

9
dan lingkungan). Tipe-tipe kenyamaman didefiniskan sebagai berikut (Kolcaba, 2001 dalam
Tomey dan Alligood, 2006: 728):

a. Dorongan (relief): kondisi resipien yang membutuhkan penanganan yang spesifik dan
segera.
b. Ketenteraman (ease): kondisi yang tenteram atau kepuasan hati.
c. Transcendence: kondisi dimana individu mampu mengatasi masalahnya (nyeri).

Empat konteks kenyamanan adalah (Kolcaba, 2003 dalam Tomey dan Alligood, 2006:
728; Kolcaba 1991 dalam Peterson dan Bredow, 2004: 258) :

a. Fisik : berkaitan dengan sensasi jasmani.


b. Psikospiritual : berkaitan dengan kesadaran diri, internal diri, termasuk penghargaan,
konsep diri, seksual dan makna hidup; berhubungan dengan perintah yang terbesar atau
kepercayaan.
c. Lingkungan : berkaitan dengan keadaan sekitarnya, kondisi-kondisi, dan pengaruhnya.
d. Sosial : berkaitan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Mutu pelayanan keperawatan adalah pelayanan kepada pasien yang berdasarkan standar
kehalian untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien, sehingga pasien dapat
memperoleh kepuasan. Kepuasan pasien merupakan nilai subyektif pasien terhadap
pelayanan yang diberikan setelah membandingkan dari hasil pelayanan yang diberikan
dengan harapannya. Pasien akan merasa puas jika pelayanan yang diberikan sesuai harapan
pasien atau bahkan lebih dari apa yang diharapkan pasien.

3.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang ada maka penyusun dapat memberikan saran yang
kiranya dapat bermanfaat bagi pembaca maupun penulis sendiri yaitu agar lebih memahami
mengenai konsep manajemen dan kepemimpinan keperawatan terkhususnya pada makalah
ini yaitu mengenai mutu pelayanan keperawatan demi meningkatkan kualitas pelayanan
dalam pengaplikasiannya di bidang keperawatan.

11

Anda mungkin juga menyukai