Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kompres dingin merupakan suatu perlakuan yang digunakan untuk
menghilangkan nyeri pada cidera dapat dilakukan dengan pemberian kompres
dingin basah atau kering ditempat yang cedera secara intermitten 20 sampai
30 menit selama 24 sampai 48 jam pertama setelah cedera, dengan pemberian
kompres dingin dapat menyebabkan vasokontriksi, yang dapat mengurangi
perdarahan, edema dan ketidaknyamanan (Smeltzer & Bare, 2002).
Fraktur merupakan ancaman potensial maupun actual terhadap integritas
seseorang, sehingga akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis
yang dapat menimbulkan respon nyeri. Nyeri adalah suatu keadaan subjektif
dimana seseorang memperlihatkan ketidaknyamanan secara verbal maupun
non verbal. Rasa nyaman merupakan salah satu kebutuhan dasar individu dan
merupakan tujuan diberikannya asuhan keperawatan pada seseorang di Rumah
Sakit (Mediarti, 2015).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun 2007, penyebab terjadinya
insiden fraktur biasanya karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda
tajam atau tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur
sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang
mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dan dari 14.127 trauma
benda tajam atau tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%).
Menurut Riyadina, (2005) yang melakukan penelitian tentang insiden
kecelakan lalu lintas di Jakarta pada pengendara motor menyatakan pada
bulan Oktober 2005 terdapat 425 orang mengalami insiden kecelakaan dan
132 orang diantaranya mengalami fraktur. Sehingga perlu diberikan kompres
dingin pada pasien yang mengalami fraktur, untuk itu kelompok membahas
lebih lanjut terkait pemberian kompres dingin khususnya pada pasien dengan
fraktur tertutup pada makalah ini.

1
1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami konsep tentang


penatalaksanaan dalam kasus kegawatdaruratan “Pemberian Kompres
Dingin Pada Fraktur Tertutup”.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui Konsep Penatalaksaan atau Pelayanan Gawat


Darurat.
2. Untuk mengetahui Konsep Fraktur Ekstremitas Tertutup.
3. Untuk mengetahui Konsep Kompres Dingin.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Penatalaksanaan atau Pelayanan Gawat Darurat


Kejadian gawat darurat bisa terjadi kepada siapa saja, kapan saja, dan
dimana saja, kondisi ini menuntut kesiapan petugas kesehatan untuk
mengantisipasi kejadian itu. Manajemen pertolongan keadaan gawat darurat
pada area tersebut sampai saat ini masih sangat menghawatirkan. Banyak
kematian-kematian di masyarakat yang mestinya bisa di cegah bila kita punya
kepedulian terhadap masalah tersebut (Rissamdani, 2014).
Pelayanan pasien gawat darurat merupakan pelayanan yang memerlukan
pelayanan segera, yaitu cepat, tepat, dan cermat untuk mencegah kematian
atau kecacatan. Salah satu indikator mutu pelayanan berupa response time
(waktu tanggap), dimana merupakan indikator proses untuk mencapai
indikator hasil yaitu kelangsungan hidup (Depkes, 2004).

2.2 Konsep Fraktur Ekstremitas Tertutup

2.2.1 Definisi Fraktur Ekstremitas Tertutup

Fraktur adalah terputusnya kontunitas tulang dan ditentukan sesuai jenis


dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2006 dalam Djamal, dkk., 2015). Menurut
WHO, kasus fraktur terjadi di dunia kurang lebih 13 juta orang pada tahun
2008, dengan angka pravalensi sebesar 2,7%. Sementara pada tahun 2009
terdapat kurang lebih 18 juta orang dengan angka pravalensi 4,2%. Tahun
2010 meningkat menjadi 21 juta orang dengan pravalensi 3,5%. Terjadinya
fraktur tersebut termasuk di dalamnya insiden kecelakaan, cedera olah raga,
bencana kebakaran, bencana alam dan lain sebagainya (Mardiono, 2010
dalam Djamal, dkk., 2015). Fraktur yang terjadi dapat menimbulkan gejala
yang umum yaitu nyeri atau rasa sakit, pembengkakan dan kelainan bentuk
tubuh (Djamal, dkk., 2015).

3
2.2.2 Etiologi Fraktur
Menurut Oswari, E (1993) etiologi pada fraktur adalah sebagai berikut :
1. Kekerasan Langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
2. Kekerasan Tidak Langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian
yang paling lemah dalam jalur hantaran vector kekerasan.
3. Kekerasan Akibat Tarikan Otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.

2.2.3 Mekanisme Nyeri pada Fraktur


Nyeri pada fraktur adalah nyeri yang termasuk dalam nyeri nosiseptif.
Apabila telah terjadi kerusakan jaringan, maka system nosisseptif akan
bergeser fungsinya, dari fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu
perbaikan jaringan yang rusak (Pinzom, 2014).

Gambar 2.1 Mekanisme Nyeri

4
Pada kasus nyeri nosiseptif terdapat proses transduksi, transmisi,
modulasi dan persepsi. Transduksi merupakan konversi stimulus noksious
termal, mekanik (trauma pada fraktur) atau kimia menjadi aktivitas listrik
pada akhiran serabut sensorik nosiseptif. Proses ini diperantarai oleh
reseptor ion channel natrium yang spesifik. Konduksi merupakan perjalanan
aksi potensial dari akhiran saraf perifer ke sepanjang akson menuju akhiran
nosiseptor di system saraf pusat. Transmisi merupakan bentuk transfer
sinaptik dari satu neuron ke neuron lainnya. Kerusakan jaringan yang
diakibatkan trauma seperti robekan otot, putusnya kontinuitas tulang, akan
memacu pelepasan zat-zat kimiawi (mediator inflamasi) yang menimbulkan
reaksi inflamasi yang diteruskan sebagai sinyal ke otak. Sinyal nyeri dalam
bentuk impuls listrik akan dihantarkan oleh serabut saraf nosiseptor tidak
bermielin (serabut C dan delta) yang bersinaps dengan neuron di kornu
dorsalis medulla spinalis. Sinyal kemudian diteruskan melalui traktus
spinotalakmikus di otak, dimana nyeri pada fraktur dipersepsi, dilokalisis
dan diinterpretasikan (Pinzon, 2014) .

2.3 Konsep Kompres Dingin


2.3.1 Definisi Kompres Dingin
Pengertian kompres dingin adalah suatu metode dalam penggunaan
suhu rendah setempat yang dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis
(Price, 2005). Aplikasi kompres dingin adalah mengurangi aliran darah
ke suatu bagian dan mengurangi perdarahan serta edema. Diperkirakan
bahwa terapi dingin menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat
kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih
sedikit. Mekanisme lain yang mungkin bekerja adalah bahwa persepsi
dingin menjadi dominan dan mengurangi persepsi nyeri (Price, 2005).

2.3.2 Tujuan Kompres Dingin


Menurut Hegner, (2003) Tujuan kompres dingin adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan vasokonstriksi

5
b. Mengurangi edema
c. Mengurangi nyeri
d. Mengurangi atau menghentikan perdarahan.

2.3.3 Mechanisme Kompres Terhadap Tubuh


Menurut Hegner, (2003) Mekanisme kompres terhdap tubuh adalah
sebagai berikut :
a. Menyebabkan pengecilan pembuluh darah (Vasokonstriksi)
b. Mengurangi oedema dengan mengurangi aliran darah ke area luka.
c. Mematirasakan sensasi nyeri.
d. Memperlambat proses inflamasi.

2.3.4 Indikasi Kompres Dingin


Indikasi Kompres yang dilakukan adalah :
a. Klien dengan perdarahan hebat
b. Klien yang kesakitan
c. Luka memar.
(Potter & Perry, 2005).

2.3.5 Metode Kompres Dingin


Menurut Potter & Perry, (2005) metode yan di dapat dilakukan
dalam kompres dingin adalah :
a. Kedalam sebuah kirbat es kita masukkan air es atau air dingin.
b. Kompres menggunakan air dingin dilakukan didekat lokasi nyeri,
disisi tubuh yang berlawanan tetapi berhubungan dengan lokasi nyeri,
atau dilokasi yang terletak antara otak dan lokasi nyeri.
c. Pemberian kompres menggunakan air dingin dapat dilakukan dalam
waktu, <5 menit, 5-10 menit dan 20-30 menit.

6
BAB III

PEMBAHASAN JURNAL

3.1 Pembahasan
Pengertian Ftraktur menurut teori kelompok kami Fraktur adalah
terputusnya kontunitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
(Smeltzer& Bare, 2006). Menurut WHO, kasus fraktur terjadi di dunia kurang
lebih 13 juta orang pada tahun 2008, dengan angka pravalensi sebesar 2,7%.
Sementara pada tahun 2009 terdapat kurang lebih 18 juta orang dengan angka
pravalensi 4,2%. Tahun 2010 meningkat menjadi 21 juta orang dengan
pravalensi 3,5%. Terjadinya fraktur tersebut termasuk di dalamnya insiden
kecelakaan, cedera olah raga, bencana kebakaran, bencana alam dan lain
sebagainya (Mardiono, 2010). Fraktur yang terjadi dapat menimbulkan gejala
yang umum yaitu nyeri atau rasa sakit, pembengkakan dan kelainan bentuk
tubuh (Djamal, dkk., 2015).
Sedangkan menurut jurnal yang kelompok kami dapat pengertian Fraktur
merupakan ancaman potensial maupun aktual terhadap integritas seseorang,
sehingga akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat
menimbulkan respon berupa nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan subjektif
dimana seseorang memperlihatkan ketidaknyamanan secara verbal maupun
non verbal. Padahal rasa nyaman merupakan salah satu kebutuhan dasar
individu dan merupakan tujuan diberikannya asuhan keperawatan pada
seseorang di rumah sakit.
Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan
umur dibawah 45 tahun, biasanya berhubungan dengan olahraga, pekerjaan,
atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Pada orang
tua, wanita lebih sering mengalami fraktur dari pada laki-laki berkaitan
dengan perubahan hormon pada saat menopausesehingga meningkatkan
insiden osteoporosis.
Kelompok kami mendapat jurnal yang berjudul Pengaruh Pemberian
Kompres Dingin Terhadap Nyeri pada Pasien Fraktur Ekstremitas Tertutup.

7
Nyeri pada pasien fraktur salah satunya disebabkan karena spasme otot.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian kompres
dingin terhadap nyeri pada pasien fraktur ekstremitas tertutup. ada perbedaan
antara nyeri sebelum dan setelah pemberian kompres dingin pada pasien
fraktur ektremitas tertutup. Hasil ini menunjukkan adanya pengaruh
pemberian kompres dingin terhadap nyeri pada pasien fraktur ektremitas
tertutup. Disarankan kepada perawat di Instalasi Gawat Darurat agar dapat
mengaplikasikan intervensi kompres dingin untuk mengurangi nyeri pada
pasien fraktur ekstremitas tertutup.
Menurut teori ada beberapa tujuan melakukan kompres dingin pada
fraktur tertutup Menurut Hegner, (2003) :
a. Meningkatkan vasokonstriksi
b. Mengurangi edema
c. Mengurangi nyeri
d. Mengurangi atau menghentikan perdarahan.

8
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pelayanan pasien gawat darurat merupakan pelayanan yang memerlukan


pelayanan segera, yaitu cepat, tepat, dan cermat untuk mencegah kematian
atau kecacatan. Salah satu indikator mutu pelayanan berupa response time
(waktu tanggap), dimana merupakan indikator proses untuk mencapai
indikator hasil yaitu kelangsungan hidup. Salah satu kejadian yang sering
terjadi adalah fraktur, Fraktur adalah terputusnya kontunitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya, dan fraktur dapat menimbulkan gejala
yang umum yaitu nyeri atau rasa sakit, pembengkakan dan kelainan bentuk
tubuh. Fraktur dapat disebabkan karena adanya kekerasan langsung, kekerasan
tidak langsung dan kekerasan akibat tarikan otot. Nyeri pada fraktur adalah
nyeri yang termasuk dalam nyeri nosiseptif. Apabila telah terjadi kerusakan
jaringan, maka system nosisseptif akan bergeser fungsinya, dari fungsi
protektif menjadi fungsi yang membantu perbaikan jaringan yang rusak.

Kompres dingin adalah suatu metode dalam penggunaan suhu rendah


setempat yang dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis. Aplikasi kompres
dingin adalah mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan mengurangi
perdarahan serta edema. Diperkirakan bahwa terapi dingin menimbulkan efek
analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls
nyeri yang mencapai otak lebih sedikit.

4.2 Saran

Diharapkan kepada para pembaca dapat memahami dan menerapkan


Evidance Based Practice dalam penatalaksanaan kasus kegawatdaruratan pada
sistem musculoskletal terutama kepada tenaga kesehatan baik di wilayah
kerjanya. Kritik dan saran sangat diharapkan dalam pembuatan makalah ini.

9
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Pedoman Sistem


Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indoneia.

Djamal, R., dkk. (2015). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Skala Nyeri Pada
Pasien Fraktur di IRINA A RSUP Prof. DR. R.D. Kandou Manado. Vol 3.
No. 2 Oktober 2015. Universitas Sam Ratulangi Manado. Diakses tanggal
24 Juni 2019 from http://ejournal.unsrat.ac.id

Hegner, E. (2003). Asiten Keperawatan Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.


Jakarta : EGC.

Oswari, E. (1993). Bedah dan Perawatannya. Jakarta : PT Gramedia.

Pinzon, R. (2014). Essesment Nyeri. Yogyakarta : Bedha Gravika.

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep Proses
dan Praktik. Jakarta : EGC.

Price, S & Wilson, L. (2005). Patofisiologis : Konsep Klinis Proses Penyakit.


Jakarta : EGC.

Rissamdani. (2014). Hubungan Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat


Dengan Waktu Tanggap (Respon Time) Keperawatan Di Ruang IGD
Rumah Sakit Permata Bunda. Universitas Sumatera Utara : Medan.

10

Anda mungkin juga menyukai