Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

Ulkus Kornea

Disusun Oleh
Elmon Patadungan 112017185
Marina Dewi Utami 112017204
Hariani 112017229

Dosen Pembimbing
Dr. Dewi Prita Dharmastuti, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 12 AGUSTUS – 14 SEPTEMBER 2019
RUMAH SAKIT MATA DR. YAP
YOGYAKARTA

1
TINJAUAN PUSTAKA

I. Pendahuluan

Kornea merupakan bagian kecil dari bola mata yang sangat peka karena sifat
kejernihannya, kelengkungannya. Perubahan struktural maupun bentuk kornea yang minimal
sudah menimbulkan gangguan penglihatan.1

Ulkus kornea adalah keadaan patologi kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat supuratif
disertai diskontinuitas kornea, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari epitel sampai
stroma. Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma yang merusak epitel kornea.
riwayat trauma bisa saja hanya berupa trauma kecil seperti abrasi oleh karena benda asing, atau
akibat insufisiensi air mata, malnutrisi, ataupun oleh karena penggunaan lensa kontak. Peningkatan
penggunaan lensa kontak beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang dramatis
terhadap angka kejadian ulkus kornea, terutama oleh Pseudomonas Aeroginosa. Perjalanan
penyakit ulkus kornea dapat progresif, regresi atau membentuk jaringan parut. Ulkus kornea yang
luas dapat menyebabkan komplikasi berupa descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan
kebutaan.2

Ulkus kornea akan memberikan gejala mata merah, sakit mata ringan hingga berat,
fotofobia, penglihatan menurun dan kadang kotor. Ulkus kornea akan memberikan kekeruhan
berwarna putih pada kornea, iris sukar dilihat karena keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi
sel radang pada kornea. Dapat disertai penipisan kornea, lipatan descement, reaksi jaringan uvea
berupa flare, hipopion, hifema dan sinekia posterior. Adanya ulkus ini dapat dibuktikan dengan
pemeriksaan fluoresensi sebagai daerah berwarna kehijauan pada kornea. Daerah kornea yang
tidak terkena akan tetap berwarna jernih dan tidak terlihat infiltrasi sel radang. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang baik dibantu slit lamp. Pemeriksaan laboratorium
seperti mikroskopik dan kultur sangat berguna untuk membantu membuat diagnosis kausa.
Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus yang memakai larutan KOH.3

Pengobatan ulkus kornea adalah diberikan antibiotik yang sesuai dengan penyebabnya,
sikloplegik untuk mencegah sinekia posterior dan mengurangi rasa sakit akibat spasme silier.
Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat
reaksi obat atau perlunya obat sistemik. Pengobatan diberikan sampai terjadi epitelisasi dan mata

2
terlihat tenang. Pada ulkus kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti bila dengan pengobatan
tidak sembuh dan terjadinya jaringan parut yang mengganggu penglihatan.3

II. Anatomi dan Fisiologi Kornea

Gambar 1. Anatomi Kornea

Kornea merupakan dinding depan bola mata, berupa jaringan transparan dan avascular,
dengam bentuk seperti kaca arloji. Bentuk kornea agak elips dengan diameter horizontal 12,6 mm
dan diameter vertical 11,7 mm. jari-jari kelengkungan depan 7,84 mm dengan jari jari
kelengkungan belakang 7 mm. sepertiga radius tengah disebut zona optic dan lebih cembung,
sedangkan tepinya lebih datar. Tebal kornea bagian pusat 0,6 mm dan tebal bagian tepi 1 mm.
kornea melanjutkan diri sebagai sklera kearah belakang dan perbatasan antara kornea dan sklera
disebut limbus.1
Kornea merupakan suatu lensa cembung dengan kekuatan refraksi (bias) sebesar +43
dioptri. Kalo kornea mengalami sembab karena satu dan lain hal, maka kornea berubah menjadi
seperti prisma yang dapat menguraikan cahaya sehingga penderita akan melihat halo. 1
Berbeda dengan sklera yang berwarna putih, kornea jernih, fakto yang menyebabkan
kejernihan kornea adalah letak epitel kornea yang tertata sangat rapi, letak serabut kolagen yang
tertata sangat rapi dan padat, kadar air yang konstan dan tidak adanya pembuluh darah.
Kornea terdiri atas 3 lapisan selular (epitelium, stroma, endothelium) dan 2 lapisan
interface (membrane Bowman, membrane Descemet).1

3
Gambar 2. Lapisan Kornea

1. Lapisan epitel

- Tebalnya 40 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih;
satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
- Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi
lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat
dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan
makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang
merupakan barrier.
- Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
- Epitel berasal dari ektoderm permukaan.

2. Membran Bowman

- Lapisan Bowman adalah lapisan yang terkuat dan terbentuk dari lapisan fibril kolagen
yang tersusun secara random.
- Ketebalan lapisan ini sekitar 8-14 mikro meter. Bila terjadi luka yang mengenai bagian
ini maka akan digantikan dengan jaringan parut karena tidak memiliki daya regenerasi.

4
3. Jaringan Stroma

- Terdiri atas lamela yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan yang
lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat
kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang
kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan
fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan
dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
- Transparansi kornea juga ditentukan dengan menjaga kandungan air di stroma sebesar
78%.

4. Membran Descement

- Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan
sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
- Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 µm.

5. Endotel

- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m. Endotel
melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula okluden.
- Sel endotel mempunyai fungsi transport aktif air dan ion yang menyebabkan stroma
menjadi relatif dehidrasi sehingga terut menjaga kejernihan kornea.

III. Epidemiologi
Insiden ulkus kornea sekitar 25.000 kasus/tahun yang pada umumnya diawali dengan
keratitis. Angka kejadian ulkus kornea pada pengguna lensa kontak sekitar 4/ 10.000. Ulkus kornea
antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, infeksi dan kadang-kadang tidak
diketahui penyebabnya. Berbagai mikroorganisme dapat menimbulkan penyakit ini, diantaranya
adalah bakteri, jamur, virus.4

Spektrum mikroba pathogen yang menjadi penyebab ulkus bervariasi pada setiap populasi,
namun beberapa penelitian di asia melaporkan mikroba pathogen yang menyebabkan ulkus kornea
adalah Streptococcus Pneumoniae. Penelitian di RSUP dr. Sardjito tahun 2015 dari 79 penderita

5
ulkus kornea, 66,67% memiliki kultul positif terhadap bakteri Pseudomonas Sp, dan bakteri lain
sebanyak 13,3%.1

Prevalensi terjadinya ulkus kornea di RS. Mata Dr. Yap Yogyakarta periode Mei – Juli
2019 adalah sebanyak 394 pasien, dengan 261 (66,25%) adalah laki-laki dan 133 (33,75%) adalah
perempuan. Prevalensi usia tertinggi terdapat pada usia >40 tahun sebanyak 272 pasien (69,03%).

Jenis kelamin (n = 394) Jumlah Persentase (%)

Laki-laki 261 66.25

Perempuan 133 33.75

Usia

<18 tahun 40 10.15

19 – 40 tahun 82 20.82

>40 tahun 272 69.03

Ulkus kornea dapat mengenai semua umur. Kelompok dengan prevalensi penyakit yang
lebih tinggi adalah mereka dengan faktor resiko. Kelompok pertama yang berusia di bawah 30
tahun adalah mereka yang memakai lensa kontak dan atau dengan trauma okuler, dan kelompok
kedua yang berusia di atas 50 tahun adalah mereka yang mungkin menjalani operasi.3

IV. Patofisiologi

Apabila kerusakan lapisan epithelium telah dimasuki oleh agen-agen asing menginfeksi
kornea, terjadi perubahan patologik pada lapisan kornea sehingga dapat terbentuk ulkus kornea
dan proses ini dapat dideskripsikan dalam empat stadium, yaitu infiltrasi, ulkus aktif, regresi, dan
sikatrik. Hasil akhir dari stadium ulkus kornea ini tergantung kepada virulensi agen infektif,
mekanisme daya tahan tubuh, dan terapi yang diberikan. Kemungkinan yang dapat terjadi sebagai
hasil akhir dari ulkus kornea : ulkus terlokalisir dan sembuh, perforasi, menyebar luas di
permukaan kornea dalam bentuk ulkus.

6
a. Stadium infiltrasi progresif. 5

Karakteristik yang menonjol adalah infiltrasi dari polimorphonuklear dan/atau


limfosit ke epithelium dari suplementasi sirkulasi perifer melalui stroma jika jaringan ini
juga terkena. Nekrosis pada jaringan juga dapat terjadi, tergantung pada virulensi agen dan
ketahanan daya tahan tubuh pasien.

Gambar 3: Stadium infiltrasi progresif 5

b. Stadium ulkus aktif. 5

Ulkus aktif adalah suatu hasil dari nekrosis dan pelepasan epithelium. Lapisan
Bowman dan stroma. Dinding dari ulkus aktif membengkak pada lamella dengan
menginhibisi cairan dan sel-sel leukosit yang ada diantara lapisan bowman dan stroma.
Zona infiltrasi memberikan jarak antara jaringan sekitar dan tepi ulkus.
Pada stadium ini, sisi dan dasar ulkus tampak infiltrasi keabu-abuan. Pada stadium
ini, akan menimbulkan hiperemis pada pembuluh darah jaringan circumcorneal yang
menimbulkan eksudat purulen pada kornea. Eksudasi menuju kamera okuli anterior
melalui pembuluh darah iris dan badan silier dapat menimbulkan hipopion.
Ulserasi mungkin menyebar ke lateral atau ke arah dalam dan dapat menyebabkan
pembentukan desmetocele dan dapat menyebabkan perforasi.

Gambar 4: Stadium ulkus aktif 5

7
c. Stadium regresi.5

Regresi dipicu oleh daya tahan tubuh natural (produksi antibodi dan immune
selular) dan terapi yang dapat respon yang baik. Garis demarkasi terbentuk disekeliling
ulkus, yang terdiri dari leukosit yang menetralisir dan fagosit yang menghambat organisme
dan sel nekrotik. Proses ini didukung oleh vaskularisasi superfisial yang meningkatkan
respon imun humoral dan seluler. Ulkus pada stadium ini mulai membaik dan epithelium
mulai tumbuh pada sekeliling ulkus.

Gambar 5: Stadium regresi 5

d. Stadium sikatrik.5

Stadium ini, proses penyembuhan berlanjut dengan semakin progresifnya


epithelisasi yang membentuk lapisan terluar secara permanen. Selain epithelium, jaringan
fibrous juga mengambil bagian dengan membentuk fibroblast pada kornea dan sebagian
sel endotelial untuk membentuk pembuluh darah baru.
Stroma yang menebal dan mengisi lapisan bawah epithelium , mendorong epithel
ke anterior. Derajat jaringan parut (scar) pada penyembuhan bervariasi. Jika ulkus sangat
superfisial dan hanya merusak epithelium saja, maka akan sembuh tanpa ada kekaburan
pada kornea pada ulkus tersebut. Bila ulkus mencapai lapisan Bowman dan sebagian
lamella stroma, jaringan parut yang terbentuk disebut dengan nebula. Makula dan leukoma
adalah hasil dari proses penyembuhan pada ulkus yang lebih dari 1/3 stroma kornea.

Gambar 6: Stadium sikatrik. 5

8
Etiologi

a. Infeksi1,2
 Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella
merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral. Gejala
klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen
yang bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
 Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium,
dan spesies mikosis fungoides.
 Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas dendrit
dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan
menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami
nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia
(jarang).
 Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air yang
tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa
kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga
biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah
yang tercemar.
b. Non-Infeksi1,2
 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan
organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan
protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat
destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali
antara lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium hidroksida
dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen kornea.
 Radiasi atau suhu

9
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan merusak
epitel kornea.
 Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang
merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film
air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel
yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih
lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan
flurosein.
 Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A dari
makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh
tubuh.
 Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid, IDU
(Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
 Pajanan (exposure)
 Neurotropik
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas) 1,2
 Granulomatosa wagener
 Rheumathoid arthritis

Manifestasi klinik
Tukak kornea akan memberikan gejala mata merah, sakit mata ringan hingga berat,
fotofobia, penglihatan menurun, dan kadang kotor. Tukak kornea akan memberi kekeruhan
berwarna putih pada kornea dengan defek epitel yang bila diberi pewarnaan fluoresensi akan
berwarna hijau ditengahnya. Iris sukar dilihat karena keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi
sel radang pada kornea. Gejala yang dapat menyertai adalah terdapatnya penipisan kornea, lipatan
descement, reaksi jaringan uvea ( akibat gangguan vaskularisasi iris ), berupa suar, hipopion,
hifema dan sinekia posterior.1-6

10
Biasanya kokus gram positif, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoni akan
memberikan gambaran tukak yang terbatas, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih abu-abu
pada anak tukak yang supuratif.1,3
Daerah kornea yang tidak terkena akan tetap berwarna jernih dan tidak terlihat infiltrasi sel
radang. Bila tukak disebabkan Pseudomonas maka tukak akan terlihat melebar dengan cepat,
bahan purulen berwarna kuning hijau terlihat melekat pada permukaan tukak. Bila tukak
disebabkan oleh jamur maka infiltrat akan berwarna abu-abu dikelilingi infiltrate halus
disekitarnya (fenomena satelit). Bila tukak berbentuk dendrit akan terdapat hipestesi pada kornea.
Tukak yang berjalan cepat dapat membentuk descemetokel atau terjadi perforasi kornea yang
berakhir dengan membentuk suatu bentuk lekoma adheren. Bila proses pada tukak berkurang maka
akan terlihat berkurangnya rasa sakit, fotofobia berkurang, infiltrat pada tukak dan defek epitel
kornea menjadi bertambah kecil.1

Klasifikasi Ulkus Kornea6,15


Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)

2.5.1. Ulkus Kornea Sentral


a. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Streptokokus :
Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea (serpiginous).
Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang
menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena
eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.

11
Ulkus Stafilokokus :
Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putih kekuningan disertai infiltrat
berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan
terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan infil trasi sel leukosit. Walaupun
terdapat hipopion ulkus seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.

Gambar 2.4 Ulkus Kornea Bakterialis

Ulkus Pseudomonas :
Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea. ulkus sentral ini dapat
menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyebaran ke dalam dapat mengakibatkan
perforasi kornea dalam waktu 48 jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu
dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini
seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.

Gambar 2.5 Ulkus Kornea Pseudomonas

12
Ulkus Pneumokokus :
Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi ulkus akan terlihat
menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan gambaran karakteristik yang disebut
Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-
kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan
di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak
selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila
ditemukan dakriosistitis.

Gambar 2.6 Ulkus Kornea Bakterialis dengan hipopion

b.. Ulkus Kornea Fungi


Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa minggu
sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini. Pada permukaan lesi terlihat
bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular
dan terlihat penyebaran seperti bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah
tempat asal penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya. Tukak
kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk
tukak lonjong dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan
radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.

13
Gambar 2.7 Ulkus Kornea Fungi

c. Ulkus Kornea Virus


Ulkus Kornea Herpes Zoster :
Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3
hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra,
konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat
dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex. Dendrit
herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi
dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi sekunder.

Ulkus Kornea Herpes simplex :


Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik.
Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu
dataran sel di permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi.
terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran
kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif, jelas diwarnai dengan
fluoresin dengan benjolan diujungnya.

14
Gambar 2.8 Ulkus Kornea Dendritik

Gambar 2.9 Ulkus Kornea Herpetik


d. Ulkus Kornea Acanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya, kemerahan dan
fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat
perineural.

Gambar 2.10 Ulkus Kornea Acanthamoeba

15
2.5.2. Ulkus Kornea Perifer
a. Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk ulkus
superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus, toksik atau alergi
dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok arteritis nodosa, dan lain-
lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada penderita
leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.

Gambar 2.11 Ulkus Marginal

b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral. ulkus mooren
terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori
yang diajukan dan salah satu adalah teori hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun.
Biasanya menyerang satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh permukaan
kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang sentral.

16
B

Gambar 2.12 Mooren's Ulcer (A : Gambaran awal ulkus Mooren, B : Gambaran lanjut
Ulkus Mooren, C: Ulkus Mooren dengan penyebaran lesi ke tengah)

c. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang berbentuk
melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam, kadang-kadang
timbul perforasi. Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat menjadi satu
menyerupai ring ulcer. Perjalanan penyakitnya menahun.

Gambar 2.13 Ulcer Ring

17
2.8. Diagnosis Ulkus Kornea4,6,13
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien
penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda
asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat
infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat
pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi
penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi
imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar, kornea
edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat terjadi iritis
yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
a. Ketajaman penglihatan
b. Tes refraksi
c. Pemeriksaan slit-lamp
d. Keratometri (pengukuran kornea)
e. Respon reflek pupil
f. Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

Gambar 2.14 Ulkus Kornea dengan fluoresensi


g. Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
h. Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari dasar dan
tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih

18
baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff.
Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.

Gambar 2.15 Pewarnaan gram ulkus kornea fungi

Gambar 2.16 Pewarnaan gram ulkus kornea herpes simpleks

Gambar 2.17 Pewarnaan gram ulkus kornea herpes zoster

A B

19
Gambar 2.18 A. Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri , B : Pewarnaan gram ulkus
kornea akantamoeba

DIAGNOSIS 7,11
Diagnosis ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang. Keberhasilan penanganan ulkus kornea tergantung pada ketepatan
diagnosis, penyebab infeksi, dan besarnya kerusakan yang terjadi. Adapun jenis pemeriksaan yang
dapat dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis adalah:
 Anamnesis
Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya gejala subjektif yang dikeluhkan oleh pasien, dapat
berupa mata nyeri, kemerahan, penglihatan kabur, silau jika melihat cahaya, kelopak terasa
berat. Yang juga harus digali ialah adanya riwayat trauma, kemasukan benda asing, pemakaian
lensa kontak, adanya penyakit vaskulitis atau autoimun, dan penggunaan kortikosteroid jangka
panjang.

 Pemeriksaan fisis
- Visus
• Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi oleh karena
adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke dalam
media refrakta.
- Slit lamp
• Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan pada kornea.
• Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva ataupun perikornea.
 Pemeriksaan penunjang
- Tes fluoresein
Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan kornea. Untuk melihat
adanya daerah yang defek pada kornea. (warna hijau menunjukkan daerah yang defek pada
kornea, sedangkan warna biru menunjukkan daerah yang intak).
- Pewarnaan gram dan KOH
Untuk menentukan mikroorganisme penyebab ulkus, oleh jamur.

20
- Kultur
Kadangkala dibutuhkan untuk mengisolasi organisme kausatif pada beberapa kasus.

21
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan dalam Rumah Sakit Mata Yap, Yogyakarta. Penelitian dilakukan mulai dari
tanggal 15 Agustus 2019 sampai dengan 2 September 2019.

1.3 Sampel Penelitian


Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling dengan kriteria inklusi dan eksklusi
sebagai berikut:

1.3.1 Kriteria Inklusi


- Pasien RS Mata Yap yang berkunjung dari bulan Mei-Juli 2019 dengan diagnosa ulkus
kornea.

1.3.2 Kriteria Eksklusi


- Rekam medis tidak lengkap

3.5 Bahan Penelitian


Bahan penelitian diambil dari data sekunder, yaitu dari rekam medis pasien.

3.6 Variabel Penelitian

3.6.1 Variabel Independen


- Usia
- Jenis Kelamin

22
3.6.2 Variabel Dependen
- Ulkus kornea

3.7 Penyajian Data
3.7.1 Pengolahan data
Data diolah menggunakan komputer dengan MS Excel.

3.7.2 Penyajian Data


Data akan disajikan dalam bentuk tabular dan tekstular.

3.7.3 Analisis data


Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan secara deskriptif mengenai proporsi masing-
masing variabel yang diteliti. Variabel independen adalah usia dan jenis kelamin. Variabel
dependen yaitu ulkus kornea. Hasil analisis univariat akan disajikan dalam bentuk persentase
dalam tabel.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suhardjo, Angela NA. Buku Ilmu Kesehatan Mata. Edisi-3. Departemen Ilmu kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta; 2017: Hal. 1-130.

23
2. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata : Pemeriksaan anatomi dan fisiologi mata serta kelainan
pada pemeriksaan mata. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga Jakarta FKUI 2008. Hal. 27-
30.
3. Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, Eva PR, eds. General Ophtalmology 17th ed. USA
Appleton & Lange; 2008. p. 126-49
4. Borke J. Corneal Ulcer and Ulcerative Keratitis in Emergency Medicine: Background,
Pathophysiology, Epidemiology [Internet]. Emedicine.medscape.com. 2017 [cited 23 Agustus
2019]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/798100-overview
5. Khurana AK. Comprehensive Opthalmology. Fourth Edition. New Age International: New
Delhi. 2007. Pg. 80-82; 90-110; 170-3
6.

24

Anda mungkin juga menyukai