Anda di halaman 1dari 27

PROPOSAL PKM PENELITIAN TUBIN ANGIN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan energi di Indonesia khususnya dan di dunia pada umumnya terus

meningkat karena pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi dan pola konsumsi

energi itu sendiri yang senantiasa meningkat. Sedangkan energi fosil yang selama ini

merupakan sumber energi utama ketersediaannya sangat terbatas dan terus menipis.

Proses alam memerlukan waktu yang sangat lama untuk dapat kembali menyediakan

energi fosil ini.

Menurut Blueprint Pengelolaan Energi Nasional yang dikeluarkan oleh

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM) pada tahun 2005, cadangan

minyak bumi di Indonesia pada tahun 2004 diperkirakan akan habis dalam kurun

waktu 18 tahun dengan rasio cadangan/produksi pada tahun tersebut. Sedangkan gas

diperkirakan akan habis dalam kurun waktu 61 tahun dan batubara 147 tahun, seperti

yang diperlihatkan tabel 1.1 di bawah ini.

Tabel 1.1 Cadangan Energi Fosil

Banyak sumber daya alam terbarukan yang ada di Indonesia yang belum

dimanfaatkan secara optimal seperti energi angin, energi air, energi surya dan lainnya.

Pemanfaatan energi terbarukan dapat mencegah terjadinya kenaikan jumlah


karbon dioksida atau CO2 pada lapisan atmosfer yang menyebabkan pemanasan

global. Pada sebuah surat kabar The Atjeh Post pada Rabu 1 Juni 2011,

”International Energy Agency (IEA) mengungkapkan bahwa kenaikan emisi

karbondioksida CO2 pada tahun 2010 sebesar 1.6 gigaton (Gt), saat diakumulasikan

kenaikan karbondioksida di tahun 2010 menjadi 30.6 Gt, Nicholas Stern dari

London School of Economics bahkan mengklaim, jika hal ini terus berlangsung

pada 2100, suhu Bumi akan naik 4 derajat Celcius”.

Upaya-upaya pencarian sumber energi alternatif selain fosil menyemangati

para peneliti di berbagai negara untuk mencari energi lain yang dikenal dengan istilah

energi terbarukan. Energi terbarukan dapat didefinisikan sebagai energi yang secara

cepat dapat diproduksi kembali melalui proses alam. Beberapa kelebihan energi

terbarukan antara lain: sumbernya relatif mudah didapat, dapat diperoleh dengan

gratis, minim limbah, tidak mempengaruhi suhu bumi secara global, dan tidak

terpengaruh oleh kenaikkan harga bahan bakar (Jarass, 1980).

Penggunaan tenaga angin hanya 1% dari total produksi listrik dunia (2005).

Jerman merupakan produsen terbesar tenaga angin dengan 32% dari total kapasitas

dunia pada 2005; targetnya pada 2010, energi terbarui akan memenuhi 12,5%

kebutuhan listrik Jerman. Jerman memiliki 16.000 turbin angin, kebanyakan terletak

di utara negara tersebut - termasuk tiga terbesar dunia, dibuat oleh perusahaan

Enercon (4,5 MW), Multibrid (5 MW) dan Repower (5 MW). Provinsi Schleswig-

Holstein Jerman menghasilkan 25% listriknya dari turbin angin.


Tabel 1.2 Kapasitas Tenaga Angin Tiap Negara

Kapasitas tenaga angin yang terpasang


(akhir tahun)

Kapasitas (MW)

Urutan Negara 2005 2004

01 Jerman 18.428 16.629

02 Spanyol 10.027 8.263

03 AS 9.149 6.725

04 India 4.430 3.000

05 Denmark 3.128 3.124

06 Italia 1.717 1.265

07 Britania Raya 1.353 888

08 China 1.260 764

09 Belanda 1.219 1,078

10 Jepang 1.040 896

Total dunia 51.751 41.555

(sumber: wikipedia.com)

Angin di kawasan wilayah Indonesia mempunyai kecepatan dan arah yang

selalu berubah-ubah. Menurut Karwono (2008), pada turbin angin poros

horisontal pemanfaatannya harus diarahkan sesuai dengan arah angin yang

paling tinggi kecepatannya.

Ridho Hantoro, I.K.A.P. Utama, Erwandi, Aries Sulisetyono (2009)

melakukan penelitian ketidakstabilan gaya dan interaksi fluida-struktur pada turbin


sumbu vertikal untuk pembangkit energi arus laut, dengan hasil Simulasi dilakukan

dengan menggunakan foil jenis NACA 0018 tanpa puntiran (twist) mengindikasikan

adanya fluktuasi gaya yang harmonik selama turbin berotasi penuh 360 derajat,

terdapat fenomena munculnya dua pola fluktuasi dari resultan gaya yang dihasilkan.

perbandingan nilai koefisien gaya seret (Cd) dan Koefisien gaya angkat (Cl)

dilakukan pada sudut serang 0-90 derajat dan memberikan nilai kesalahan maksimum

6% untuk Cl dan 7% untuk Cd. Dinamika perubahan gaya disimulasikan dalam

interval 5 derajat dan menggunakan variasi kecepatan upstream dengan nilai 1 m/s, 2

m/s, dan 3 m/s.

Penelitian Moch. Arif Afifuddin (2010), mengenai performansi turbin angin

vertical axis. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa semakin panjang lengan

turbin maka semakin semakin kecil putarannya namun nilai torsinya semakin besar

dengan turbin angin sumbu vertikal tipe Savonious.

Konstruksi turbin angin Vertical Axis yang dapat memanfaatkan potensi

angin dari segala arah, konstruksi sederhana, dan tidak memerlukan tempat

pemasangan yang begitu luas serta menghasilkan momen yang besar merupakan

suatu pertimbangan penulis dalam memilih jenis turbin angin ini. Hal inilah

yang membuat penulis ingin melakukan analisa pada turbin angin yang dapat

digunakan pada kondisi tersebut yaitu dengan mengembangkan turbin angin

Vertical Axis.
B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana mengetahui

karakteristik daya dan efisiensi turbin angin Vertical Axis dua tingkat dengan jumlah

blade masing-masing tingkat tiga skala rumah tangga di lapangan ?

C. Batasan Masalah

Untuk lebih memfokuskan, penelitian dibuat batasan-batasan, antara lain:

1. Turbin angin sumbu vertical yang digunakan mengadopsi turbin angin vertical

axis tipe Darieus type-H.

2. Jenis Blade

3. Perhitungan kekuatan material turbin, seperti kekuatan rangka, rotor, dan bearing

diabaikan.

4. Variasi sudut pitch blade yang digunakan adalah 0,15o, 20o, 25o, 30o.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik daya dan

efisiensi turbin angin vertical axis dengan jumlah tiga blade dengan optimum.

E. Manfaat Hasil Penelitian

Penelitian yang penulis lakukan ini kiranya dapat bermanfaat bagi penulis

sendiri, bagi para pembaca atau pihak – pihak yang berkepentingan. Manfaat

penelitian ini yaitu :


1. Penguasaan teknologi turbin angin sumbu vertical sebagai media pemanfaatan angin

sebagai sumber energy.

2. Teknologi tepat guna turbin angin dari penelitian dapat digunakan sebagai alat

peraga untuk menunjang perkuliahan Mesin Konversi Energi.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Energi Angin

Angin adalah udara yang bergerak dari tekanan udara yang lebih tinggi ke

tekanan udara yang lebih rendah. Perbedaan tekanan udara disebabkan oleh perbedaan

suhu udara akibat pemanasan atmosfir yang tidak merata oleh sinar matahari. Karena

bergerak angin memiliki energi kinetik. Energi angin dapat dikonversi atau ditransfer

ke dalam bentuk energi lain seperti listrik atau mekanik dengan menggunakan kincir

atau turbin angin. Oleh karena itu, kincir atau turbin angin sering disebut sebagai

Sistem Konversi Energi Angin (Saiful, 2008).

Salah satu energi terbarukan yang berkembang pesat di dunia saat ini adalah

energi angin. Energi angin merupakan energi terbarukan yang sangat fleksibel.

Energi angin dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan misalnya pemompaan air

untuk irigasi, pembangkit listrik, pengering atau pencacah hasil panen, aerasi tambak

ikan/udang, pendingin ikan pada perahu-perahu nelayan dan lain-lain. Selain itu,

pemanfaatan energi angin dapat dilakukan di mana-mana, baik di daerah landai

maupun dataran tinggi, bahkan dapat di terapkan di laut, berbeda halnya dengan

energi air (Daryanto, 2007).

B. Turbin Angin

Turbin angin adalah kincir angin yang digunakan untuk membangkitkan tenaga

listrik. Turbin angin ini pada awalnya dibuat untuk mengakomopdasi kebutuhan para

petani dalam melakukan penggilingan padi, keperluan irigasi, dll. Turbin angin terdahulu

banyak dibangun di Denmark, Belanda dan negara-negara Eropa lainnya dan lebih

dikenal dengan Windmill.


Turbin angin dibagi menjadi dua kelompok utama berdasarkan arah sumbu:

1. Turbin Angin Horizontal Axis

Turbin angin sumbu horizontal merupakan turbin angin yang sumbu rotasi

rotornya paralel terhadap permukaan tanah. Turbin angin sumbu horizontal

memiliki poros rotor utama dan generator listrik di puncak menara dan diarahkan

menuju dari arah datangnya angin untuk dapat memanfaatkan energi angin. Rotor

turbin angin kecil diarahkan menuju dari arah datangnya angin dengan pengaturan

baling – baling angin sederhana sedangkan turbin angin besar umumnya

menggunakan sensor angin dan motor yang mengubah rotor turbin mengarah pada

angin. Berdasarkan prinsip aerodinamis, rotor turbin angin sumbu horizontal

mengalami gaya lift dan gaya drag, namun gaya lift jauh lebih besar dari gaya

drag sehingga rotor turbin ini lebih dikenal dengan rotor turbin tipe lift, seperti

terlihat pada gambar:

Gambar 2.2 Gaya Aerodinamis rotor turbin angin ketika dilalui aliran udara.

(Sumber: Eric Hau. 2006. Wind Turbine)


Gambar 2.3 Komponen utama turbin angin sumbu horizontal
(Sumber: Sathyajith Mathew, hal 90)

Dilihat dari jumlah sudu, turbin angin sumbu horizontal terbagi menjadi:

1. Turbin angin satu sudu (single blade)

2. Turbin angin dua sudu (double blade)

3. Turbin angin tiga sudu (three blade)

4. Turbin angin banyak sudu (multi blade)

Single bladed, two bladed, three bladed and multi bladed turbines

Gambar 2.4 Jenis turbin angin berdasarkan jumlah sudu


(Sumber: Sathyajith Mathew, hal 17)

Berdasarkan letak rotor terhadap arah angin, turbin angin sumbu horizontal

dibedakan menjadi dua macam yaitu:

1) Upwind
2) Downwind

Turbin angin jenis upwind memiliki rotor yang menghadap arah datangnya

angin sedangkan turbin angin jenis downwind memiliki rotor yang

membelakangi/menurut jurusan arah angin.

Gambar 2.5 Turbin angin jenis upwind dan downwind


(Sumber: rapidshare.com)

Rotor pada turbin upwind terletak di depan turbin, posisinya mirip dengan

pesawat terbang yang didorong baling – baling. Untuk menjaga turbin tetap menghadap

arah angin, diperlukan mekanisme yaw seperti ekor turbin. Keuntungannya,

naungan menara berkurang. Udara akan mulai menekuk di sekitar menara sebelum

berlalu begitu sehingga ada kehilangan daya dari gangguan yang terjadi, hanya

tidak setingkat dengan turbin downwind.

Turbin angin downwind memiliki rotor di sisi bagian belakang turbin. Bentuk

nacelle didesain untuk menyesuaikan dengan arah angin . Keunggulannya yaitu sudu

rotor dapat lebih fleksibel karena tidak ada bahaya tabrakan dengan menara. Sudu

fleksibel memiliki keuntungan, biaya pembuatan sudu lebih murah dan mengurangi

tegangan pada tower selama keadaan angin dengan kecepatan tinggi karena

melentur memberikan beban angin didistribusikan secara langsung ke sudu

daripada ke menara. Sudu yang fleksibel dapat juga sebagai kekurangan dimana

kelenturannya menyebabkan keletihan sudu. Dibelakang menara merupakan


masalah dengan mesin downwind karena menyebabkan turbulensi aliran dan

meningkatkan kelelahan pada turbin.

2. Tubin Angin Vertikal Axis

Turbin angin sumbu vertikal merupakan turbin angin yang sumbu rotasi

rotor tegak lurus terhadap permukaan tanah. Jika dilihat dari efisiensi turbin, turbin

angin sumbu horizontal lebih efektif dalam mengekstrak energi angin dibanding

dengan turbin angin sumbu vertikal.

Meskipun demikian, turbin angin vertikal memiliki keunggulan, yaitu:

a. Turbin angin vertikal tidak harus diubah posisinya jika arah angin berubah, tidak

seperti turbin angin horizontal yang memerlukan mekanisme tambahan untuk

menyesuaikan rotor turbin dengan arah angin.

b. Tidak membutuhkan struktur menara yang besar

c. Konstruksi turbin sederhana

d. Turbin angin sumbu vertikal dapat didirikan dekat permukaan tanah, sehingga

memungkinkan menempatkan komponen mekanik dan komponen elektronik yang

mendukung beroperasinya turbin.

Jika dilihat dari prinsip aerodinamik rotor yang digunakan, turbin angin sumbu

vertikal dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a) Turbin angin Darrieus

Turbin angin Darrieus pada umumnya dikenal sebagai turbin eggbeater.

Turbin angin Darrieus pertama kali ditemukan oleh Georges Darrieus pada tahun

1931. Turbin angin Darrieus merupakan turbin angin yang menggunakan prinsip

aerodinamik dengan memanfaatkan gaya lift pada airfoil dalam mengekstrak energi

angin.
Turbin Darrieus memiliki torsi rotor yang rendah tetapi putarannya lebih tinggi

dibanding dengan turbin angin Savonius sehingga lebih diutamakan untuk

menghasilkan energi listrik. Namun turbin ini membutuhkan energi awal untuk mulai

berputar. Rotor turbin angin Darrieus pada umumnya memiliki variasi sudu yaitu dua

atau tiga sudu. Modifikasi rotor turbin angin Darrieus disebut dengan turbin angin H.

Gambar 2.6 Turbin angin Darrieus tipe-H


(sumber: Rapidshare.com)

Gambar 2.7 Pandangan turbin

Keterangan gambar:

β = sudut “pitch”
α = Sudut Serang

U∞ = Kecepatan angin (m/s)

Urot = Kecepatan putaran (rpm)

a= Titik lokasi Blade

Perhitungan turbin angin

Untuk menghitung daya yang dihasilkan yaitu:

𝑚 .𝑔 .ℎ
𝑃= .......................................................(2.1)
𝑡

dimana:

P = daya (watt)

m = massa beban (Kg)

g = Percepatan gravitasi (m/det2)

h = tinggi (m)

t = waktu (det)

Sedangkan untuk menghitung daya yang dihasilkan turbin adalah (Fiedler Tullis, 2009)

𝑃
𝐶𝑃 = 0,5 𝜌𝑈 2 𝑆 .......................................................(2.2)

dimana:

Cp = Koefisien daya turbin

P = Daya yang dihasilkan turbin (Watt)


𝜌 = Massa jenis udara (kg/m3)

𝑈∞ = kecepatan angin (m/det)

𝑆 = Span Area (m2)

Span area adalah luasan area sapuan turbin angin, yang dihitung dengan rumus (Fiedler

Tullis, 2009):

𝑆=𝐿𝑥𝐷 .......................................................(2.3)

Dimana L adalah panjang Blade dan D adalah diameter turbin angin, dengan

satuan meter (m).

Gaya lift (FL) dihitung dengan menggunakan rumus(Aji Mardiono, 2005):

1
𝐹𝐿 = 𝑥 𝐶𝐿 𝑥 𝜌 𝑥 𝑈 2 𝑥 𝐴 ........................................(2.4)
2

Tip Speed Ratio (TSR) adalah perbandingan antara kecepatan blade turbin

dengan kecepatan angin, yaitu (Fiedler Tullis, 2009):

𝜔𝑟
𝜆= .......................................................(2.5)
𝑈∞

Dimana 𝜔 adalah kecepatan angular daripada turbin (rpm), dan 𝑟 adalah jari-

jari dari turbin (m).

Efisiensi turbin angin adalah perbandingan antara daya yang diserap turbin

angin terhadap daya angin yang tersedia. Untuk menghitung efisiensi dari turbin

angin adalah (M. Arsad, F. Hartono 2009)

𝑃
𝜂=1 𝑥 100 % .........................................(2.5)
𝜌 𝐴′ 𝑈 2
2

b) Turbin angin Savonious


Turbin angin Savonius pertama kali diperkenalkan oleh insinyur Finlandia Sigurd

J. Savonius pada tahun 1922. Turbin angin sumbu vertikal yang terdiri dari dua

sudu berbentuk setengah silinder (atau elips) yang dirangkai sehingga membentuk ‘S’,

satu sisi setengah silinder berbentuk cembung dan sisi lain berbentuk cekung yang

dilalui angin seperti pada gambar 2.14. Berdasarkan prinsip aerodinamis, rotor

turbin ini memanfaatkan gaya hambat (drag) saat mengekstrak energi angin dari

aliran angin yang melalui sudu turbin. Koefisien hambat permukaan cekung lebih

besar daripada permukaan cembung. Oleh sebab itu, sisi permukaan cekung

setengah silinder yang dilalui angin akan memberikan gaya hambat yang lebih

besar daripada sisi lain sehingga rotor berputar. Setiap turbin angin yang

memanfaatkan potensi angin dengan gaya hambat memiliki efisiensi yang terbatasi

karena kecepatan sudu tidak dapat melebihi kecepatan angin yang melaluinya.

Gambar 2.9 Prinsip rotor Savonious


(Sumber: Sathyajith Mathew, hal 21)

Dengan memanfaatkan gaya hambat, turbin angin Savonius memiliki

putaran dan daya yang rendah dibandingkan dengan turbin angin Darrieus.

Meskipun demikian turbin Savonius tidak memerlukan energi awal memulai rotor

untuk berputar yang merupakan keunggulan turbin ini dibanding turbin Darrieus.

Daya dan putaran yang dihasilkan turbin Savonius relatif rendah, sehingga

pada penerapannya digunakan untuk keperluan yang membutuhkan daya kecil dan
sederhana seperti memompa air. Turbin ini kurang sesuai digunakan untuk pembangkit

listrik dikarenakan tip speed ratio dan daya yang relatif rendah.

C. Airfoil

Sudu-sudu rotor turbin seringkali berpenampang airfoil tetapi adakalanya

sudu ini terbuat dari plat lengkung atau sudu layar yang merupakan

penyederhanaan dari bentuk propeler.

Gambar 2.10 Tipe airfoil NACA series

NACA (National Advisory Committe for Aeronautics) merupakan standar dalam

perancangan suatu airfoil. Perancangan airfoil pada dasarnya bersifat khusus dan dibuat

menurut selera serta sesuai dengan kebutuhan dari pesawat yang akan dibuat. Akan

tetapi NACA menggunakan bentuk airfoil yang disusun secara sistematis dan rasional.

NACA mengidentifikasi bentuk airfoil dengan menggunakan kode angka seperti seri “

satu “, seri “ enam ”, seri “ empat angka “, dan seri “ lima angka “.

Berikut adalah identifikasi angka-angka dari seri NACA tersebut :

1. Seri “ Satu “

a) Angka pertama adalah menunjukkan serinya.

b) Angka kedua menunjukkan letak tekanan minimum dalam persepuluh chord dari trailing

edge.

c) Angka ketiga menunjukkan koefisien gaya angkat (cl) rancangan dalam persepuluh chord.
d) Dua angka terakhir menunjukkan maximum thicknes atau ketebalan maksimum dalam

perseratus chord.

Contoh airfoil dengan NACA 16-123, angka 1 adalah serinya (seri satu angka),

memiliki letak tekanan minimum 60 % chord dari trailing edge, memiliki koefisien gaya

angkat rancangan 0.1 dan mempunyai ketebalan maksimum 23 % chord.

Gambar 2.11 airfoil NACA seri ” satu “


Sumber: http://panggih15.wordpress.com/2010/02/03/naca-airfoil/

2. Seri “ Enam “

a) Angka pertama menunjukkan serinya.

b) Angka kedua menunjukkan letak tekanan minimum dalam sepersepuluh chord dari trailing

edge.

c) Angka ketiga menunjukan koefisien gaya angkat (cl) rancangan dalam sepersepuluh chord.

d) Dua angka terakhir adalah maksimum thickness dalam seperseratus chord.

Misalnya untuk airfoil dengan NACA 65-218, angka 6 adalah serinya (seri enam

angka), tekanan minimum terjadi pada 0.5c untuk distribusi tebal simetrik/dasar pada

gaya angkat nol, memiliki koefisien gaya angkat rancangan cl 0.2c, dan tebal maksimum

18% chord. Airfoil jenis ini dirancang sebagai airfoil laminar untuk kecepatan tinggi,

dirancang untuk menghasilkan clmax yang tinggi dan cd yang lebih rendah pada cl yang

tinggi.
Gambar 2.12 airfoil NACA seri ” enam “
Sumber: http://panggih15.wordpress.com/2010/02/03/naca-airfoil/

3. Airfoil simetris

Dibawah ini adalah airfoil yang akan penulis pergunakan pada peneltitan ini,

beserta dengan data pengujiannya, yakni airfoil NACA 0018.

Gambar 2.13 Airfoil NACA 0018


(http://worldofkrauss.com/)

Airfoil dengan NACA 0018, angka 0 adalah serinya, memiliki chamber dengan

nilai nol, dan tebal maksimum 18% chord.

Dan bagian-bagian airfoil adalah sebagai berikut:

1. Leading edge (LE) adalah ujung depan dari airfoil

2. Trailling edge (TE )adalah ujung belakang airfoil

3. Chord (c) adalah jarak antara leading edge dengan trailing edge

4. Chord line adalah garis lurus yang meng-hubungkan leading edge dengan trailing

edge
5. Chamber line adalah garis yang membagi sama besar antara permukaan atas dan

permukaan bawah dari airfoil.

6. Maksimum chamber (zc ) adalah jarak mak-simum antara mean chamber line dan

chord line. Posisi maksimum chamber diukur dari leading edge dalam bentuk

persentase chord.

7. Maksimum thickness (tmax) adalah jarak maksimum antara permukaan atas dan

permukaan bawah airfoil yang juga diukur tegak lurus terhadap chord line.

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada Bab III ini akan dibahas mengenai langkah-langkah atau prosedur ilmiah.

Berikut ini akan dibahas tentang metodologi yang berkaitan dengan penelitian yang peneliti

lakukan, antara lain:

A. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Gedung laboratorium terpadu Fakultas Teknik

Universitas Negeri Surabaya.

2. Waktu

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2015 hingga Oktober

2015.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen (experiment

research). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik turbin angin vertical

axis.
C. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian adalah uraian tentang prosedur atau langkah-langkah yang

dilakukan oleh peneliti dalam upaya mengumpulkan dan menganalisa data. Skema

flowchart penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini :

Studi pendahuluan dan penyusunan


proposal

Pembuatan model penelitan:

Blade (3 buah), Rangka, Penenang

Perakitan/pengaturan model penelitian

1. letak blade 3. kipas angin 5.pemasangan


2. rangka 4.letak penenang pulleydan beban

Pelaksanaan pengujian

Variabel Penelitian

- Kecepatan Angin 3 m/s dan 3,67 m/s


- Sudut Pitch 15o, 20o, 25o, 30o
- Beban 200 gr, 250 gr, 300 gr

Penghitungan data:
1. Daya
2. Efisiensi
Analisa data penelitian

Simpulan

Gambar 3.1 Flowchart penelitian


PKM 2015

Pengurusan
perijinan

Pembuatan Prototipe Turbin Angin Pembuatan Kontruksi Turbin Angin Rakit Sistem Pembangkit Listrik

Rakit Keseluruhan Sistem Turbin


Angin Sumbu Vertikal untuk
Pembangkit Listrik skala rumah
tangga

Uji Lapangan

1. Dimensi Turbin
2. Kecepatan Angin.
3. Daya yang dihasilkan.
4. Effisiensi Turbin Angin

Laporan Penelitian PKM 2015

End

1. Parameter yang diukur antara lain


a. Putaran turbin (rpm)
b. Kecepatan angin (m/s)
c. Energi listrik yang dibangkitkan oleh turbin pengereman (w.h)

2. Peralatan dan Instrumen Penelitian


Peralatan dan instrumen merupakan peralatan uji yang digunakan untuk
memperoleh data penelitian. Rangkaian peralatan dan instrumen dapat dilihat
pada gambar 11 yang terdiri dari :

a. Satu set prototype turbin angin sumbu vertikal.


b. Anemometer.
c. Tachometer.
d. Inverter.
e. Batterai
f. Avometer

Gambar . Rangkaian instrumen penelitian

Prosedur Penelitian
1. Ukur Kecepatan Angin.
2. Ukur putaran turbin.
3. Ukur temperature udara.
4. Ukur tegangan yang dihasilkan oleh generator.
5. Ukur arus yang dihasilkan oleh generator.
6. Lakukan langkah 1 sampai 5 tiap 30 menit.

Tabel 1. Rencana format pengumpulan data

Tanggal : Jumlah bilah:

Pukul : Luasan sapuan:

Model Turbin :

Sudut Pitch :

Percobaan Kec Angin Putaran turbin Arus


Tegangan generator (A)
Ke. (m/s) (rpm)
(Volt)
1

D. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisa data pada penelitian ini

adalah statistika deskriptif. Sehingga analisis data dilakukan dengan cara menelaah data

yang diperoleh dari eksperimen, dimana hasilnya berupa data kuantitatif dalam bentuk

tabel dan ditampilkan dalam bentuk grafik. Langkah selanjutnya adalah mendeskripsikan

atau menggambarkan data tersebut sebagaimana adanya dalam kalimat yang mudah
dibaca, dipahami, dan dipresentasikan sehingga pada intinya adalah sebagai upaya

memberi jawaban atas permasalahan yang diteliti (Sugiyono, 2007:147).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.“Airfoil Investigation Database”. http://www.worldofkrauss.com/, diakses 13 Maret


2012.

Beri, Habtanu and Yingxue Yao. 2011. “Effect of Chamber Airfoil on Self Starting of
Vertical Axis Wind Turbine”. Journal of environmental Science and Technology 4 (3):
302-312. Harbin Institute of atechnology, China.

Cooper, Paul and Oliver Kennedy. 2002. ”Development and Analysis of a Novel Vertical Axis
Wind Turbine”. University of Wollongong, Wollongong, Australia.

Daryanto, 2007, “Kajian Potensi angin Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Bayu”. Balai
PPTAGG-UPT-LAGG, Yogyakarta, 5 April

Fiedler, Andrzej J. & Stephen Tullis. “Blade Offset and Pitch Effects on a High
SolidityVertical Axis Wind Turbine”. 2009. Department of Mechanical Engineering,
McMaster University

Herlamba S., Indra. 2007. “Mesin Konversi Energi”. Surabaya: Unipress

Hermawan. 2010. “Unjuk Kerja Model Turbin Angin Poros Vertikal Tipe Savonius Dengan
Variasi Jumlah Sudu Dan Variasi Posisi Sudut Turbin”. Univesitas Gadjah Mada.
Yogyakarta
Dalam pengajuan anggaran kamu buat

Sewa alat tachometer, anemometer

Anda mungkin juga menyukai