Anda di halaman 1dari 9

Metode

Alat dan bahan

Alat yang digunakan pada praktikum serbuk tak terbagi adalah mortar, stemper, sendok
tanduk, sudip, timbangan,anak timbangan, batu penera, pipet tetes, lap, etiket, label, kertas
perkamen, cangkang kapsul dan pot plastik. Bahan yang digunakan pada praktikum adalah
parasetamol, sulfaguanidin, papaverin HCl dan elaeosh.menthapip yang terdiri atas campuran
sacharum lactis dan Ol.menthapip.

Cara pembuatan

1. Timbangan ditera menggunakan batu penera dan dialasi kertas perkamen di kedua sisi
timbangan
2. Semua bahan ditimbang sebesar setengah dosis untuk sepuluh bungkus yaitu
 Parasetamol: 10 x (0.5 x 0.20) = 1 g
 Sulfaguanidin : 10 x (0.5 x 0.10) = 0.5
 Papaverin : 10 x (0.5 x 0.02) = 0.1 g
 Elaeosh.menthapip : 10 x (0.5 x 0.20) = 1 g (Sacharum lactis 1 g + 1 tetes ol.
menthapip)
3. Sacharum lactis ditimbang kemudian dibagi menjadi tiga bagian menggunakan
sendok tanduk dengan perkiraan mata
4. Mortar dikeringakan dan dibersihkan sebelum digunakan serta dilapisi lap atau alas
lainnya di bagian bawah mortar yang dapat meredam suara gesekan mortar dengan
meja saat penggerusan atau pengadukan
5. Papaverin dimasukkan dan digerus menggunakan stemper kemudian ditambahkan
sepertiga sacharum lactis dan diadik hingga homogen. Setelah homogen, campuran
papaverin dan sacharum (1) disishkan di salah satu sisi mortar menggunakan sudip
6. Sulfaguanidin dimasukkan dan digerus menggunakan stemper pada sisi mortar
lainnya kemudian sepertiga sacharum lactis dimasukkan dan diaduk hingga homogen.
Seteleh homogen, campurkan dengan campuran ini dengan campuran (1) dan
homogenkan. Setelah homogen, campuran (2) disisihkan menggunakan sudip
7. Parasetamol dimasukkan dan digerus di dalam mortar kemudian cacharum lactis yang
tersisa dimasukkan dan diaduk hingga homogen. Setelah homogen, campuran tersebut
dicampur dengan campuran (2) dan diaduk hingga homogen. Seluruh serbuk dibagi
dua bagian sama banyak menggunakan timbangan kemudian dibagi ke 5 buah kertas
perkamen dari masing-masing bagian dengan perkiraan mata sehingga terdapat 10
bungkus
8. Serbuk yang telah terbagi menjadi 10 dimasukkan ke dalam cangkang kapsul yang
berdiameter lebih kecil. Semua serbuk harus dimasukkan ke dalam cangkang kapsul.
Setelah semua sediaan telah masuk, cangkang kapsul ditutup menggunakan cangkang
kapsul berdiameter lebih besar
9. Pol plastik diberi etiket dan label sebagai panduan penggunaan obat dan informasi
tentang obat serbuk terbagi

Pembahasan

Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak
yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga terbuat dari pati
atau bahan lain yang sesuai (Murtini 2018). Kapsul tidak berasa, mudah pemberiannya,
mudah pengisiannya tanpa persiapan atau dalam jumlah yang besar secara komersil. Didalam
praktek peresepan, penggunaan kapsul gelatin keras diperbolehkan sebagai pilihan dalam
meresepkan obat tunggal atau kombinasi obat pada perhitungan dosis yang dianggap baik
untuk pasien secara individual. Fleksibilitasnya lebih menguntungkan daripada tablet.
Beberapa pasien menyatakan lebih mudah menelan kapsul daripada tablet, oleh karena itu
lebih disukai bentuk kapsul bila memungkinkan. Pilihan ini telah mendorong pabrik farmasi
untuk memproduksi sediaan kapsul dan dipasarkan, walaupun produknya sudah ada dalam
bentuk sediaan tablet. (Gennaro 2000). Jenis jenis kapsul adalah Hard capsule (cangkang
kapsul keras) dan Soft capsule (cangkang kapsul lunak). Kapsul cangkang keras terdiri atas
wadah dan tutup yang dibuat dari campuran gelatin, gula dan air, jernih tidak berwarna dan
pada dasarnya tidak mempunyai rasa. Biasanya cangkang ini diisi dengan bahan padat atau
serbuk, butiran atau granul. Ukuran kapsul mulai dari yang besar sampai yang kecil yaitu 000,
00, 1, 2, 3, 4, 5 . Kapsul gelatin lunak dibuat dari gelatin dimana gliserin atau alkohol polivalen
dan sorbitol ditambahkan supaya gelatin bersifat elastis seperti plastik. Kapsul-kapsul ini
mungkin bentuknya membujur seperti elips atau seperti bola dapat digunakan untuk diisi
cairan, suspensi, bahan berbentuk pasta atau serbuk kering (Ansel, 2005). Sediaan kapsul memiliki
keuntungan dapat menutupi rasa dan bau obat yang kurang enak. Sediaan kapsul juga dapat memudahkan
dalam penggunaannya karena dapat diberikan campuran kombinasi bahan obat dan dosis yang lebih tepat
Sementara itu, kerugian atau kelemahan dari
sesuai dengan kebutuhan individu (andriyani 2014).
penggunaan kapsul adalah Tidak dapat digunakan untuk diisi dengan zat-zat mudah menguap
sebab pori-pori cangkang tidak menahan penguapan, Tidak untuk zat-zat yang higroskopis
(mudah mencair), Tidak untuk zat-zat yang bereaksi dengan cangkang kapsul, Tidak untuk
balita, Tidak bisa dibagi (misal ¼ kapsul) (murtini 2018)

Bahan yang digunakan untuk membuat sediaan serbuk terbagi (puyer) adalah parasetamol,
papaverin hcl, sulfaguanidin dan elaeosh.menthapip. satu persatu bahan dimasukkan ke
dalam mortaar dan dihaluskan menggunakan stemper. Pencampuran bahan-bahan yang
digunakan menggunakan cara trituration. Menurut Syamsuni (2006) trituration merupakan
salah satu cara mencampurkan bahan-bahan untuk membuaat sediaan serbuk yaitu dengan
mencampur bahan-bahan serbuk di dalam mortar menggunakan stemper. Penggerusan dan
pelarutan dilakukan untuk memperkecil ukuran partikel sehingga lebih mudah homogen
dengan bahan pengisi (Himawati 2011).Bahan pertama yang dimasukkan adalah papaverin
hcl Papaverin HCl adalah agen yang bersifat relaksan otot polos dan vasodilatator (choliq
2017). Mekanisme kerjas papaverine yaitu langsung menimbulkan efek relaksan nonspesifik
pada pembuluh darah, jantung dan otot polos lainnya (Lewis 2008). Papaverin hcl
mempunyai nilai pharmaceutical yang tinggi karena dapat mengobati berbagai macam
penyakit. Papaverine merupakan senyawa bahan alam yang mempunyai aktifitas fisiologi
yang cukup luas. Papaverine bersifat sebagai antimikrobial anti leukemik dan anti neoplastik
(sudarma 2007). Papaerin HCL memiliki efek spasmolitick pada otot polos. Efek
spasmolitick utamanya terjadi pada pembuluh darah termasuk pembuluh darah arteri koroner,
serebral, paru, dan parifer,serta merelaksasi otot polos pada bronkus, saluran cerna, ureter,
dan saluran kemih. Papaverin merelaksasikan otot jantung dengan menghambat stimulansi
otot jantung secara langsung, memperpanjang periode refleksi, dan menghambat konduksi.
Papaerin HCL memiliki efek spasmolitick pada otot polos. Efek spasmolitick utamanya
terjadi pada pembuluh darah termasuk pembuluh darah arteri koroner, serebral, paru, dan
parifer,serta merelaksasi otot polos pada bronkus, saluran cerna, ureter, dan saluran kemih.
Papaverin merelaksasikan otot jantung dengan menghambat stimulansi otot jantung secara
langsung, memperpanjang periode refleksi, dan menghambat konduksi. (AHPS 2002)
Penggunaan dosis tinggi secara parenteral dapat menyebabkan aritmia jantung. Penggunan
secara intravena atau intramuscular harus di injeksikan perlahan. Trombosis dapat terjadi
didaerah penginjeksian. Injeksi intrakavernosal dapat menyebabkan priapisme yang
tergantung dosis dan fibrosis lokal pada penggunaan jangka panjang. (sweetman 2009)
Setelah halus, papaverin ditambahkan dengan 1/3 sacharum lactis dan dihomogenkan
menggunakan stemper di dalam mortar. Saccharum lactis adalah zat gula yang terdapat dalam
susu (laktosa) (Henriette 2010). Pemeriaan sediaan ini berwarna putih berbentuk kristal, tidak
berbau, dan rasa agak sedikit manis. Larut dalam air, alcohol eter atau kloroform (wientarsih
2014). SL atau lactose C12H22O11+H2O SL digunakan sebagai substansi triturasi, pengencer
ekstrak, pemanis makanan, bahan pelengkap obat dan diuretic yang digunakan untuk kelainan
jantung. Dalam dosis besar obat ini dapat memperbaiki kondisi usus, dan sembelit.
Penambahan sacharum lactic tidak dapat dilakukan sekaliguas agar sacharum lactis dapan
dihomogenkan dengan baik dengan bahan bhan obat lainnya (Himawati 2011).
Bahan yang digerus selanjutnya adalah sulfaguanidin yang berfungsi sebagai
antibakteri. Sulfaguanidin merupakan antibakteri untuk pengobatan infeksi yang disebabkan
oleh mikroorganisme. Sulfaguanidin kompetitif menghambat paraaminobenzoic acid dan
mencegah pembentukan asam folat oleh sel bakteri. Aktifitas bakteriostatik terhadap
sejumlah patogen yang menyebabkan infeksi usus seperti Escherichia coli, Shigella,
Salmonella. Sulfaguanidin adalah salah satu turunan sulfonamida dan merupakan
sulfonamide pertama yang dirancang untuk mengobati infeksi enterik. Struktur sulfaguanidin
mirip dengan sulfametoksazol yang merupakan turuna sulfonamide juga. Pemberiannya
bisanya dikombinasikan dengan obat lain dalam pengobatan untuk infeksi gastrointestinal
dan digunakan secara lokal untuk tenggorokan dn kulit. Sulfaguanidin diindikasikan untuk
pengobatan infeksi usus seperti disentri, kolitis dan enterokolitis dengan diare, gastroenteritis,
mencegah komplikasi preoperative dan postoperative usus. Sulfaguanidin merupakan
golongan sulfonamide yang digunakan untuk infeksi intestinal. Obat golongan ini dirancang
agar sedikit diabsorpsi dalam saluran cerna, yaitu dengan memasukan gugus yang bersifat
hidrofil kuat, seperti ptalil, suksinil atau guanil, membentuk turunan sulfonamida yang lebih
polar di usus besar, senyawa dihidrolisis oleh bakteri usus, melepaskan secara perlahan-lahan
sulfonamida induk aktif (Fasseden 1994). Sulfaguanidin merupakan sulfonamida usus yang
sedikit sekali diserap oleh usus sehingga menghasilkan konsentrasi obat yang tinggi dalam
usus besar. Sulfaguanidin tidak dianjurkan untuk mengobati infeksi usus karena dapat
menimbulkan efek yang sistemik. Dahulu sulfa sering digunakan untuk mensterilkan usus
sebelum pembedahan. Sulfaguanidine banyak dimasukkan dalam sediaan kombinasi antidiare
(Tjay 2015). Setelah halus, sulfaguanidin dicampur dengan 1/3 sacharum lactis dan
dihomogenkan. Setelah homogen, campuran tersebut dicampur dengan campuran pertama
yaitu papaverin Hcl dengan sacharum lactis.
Bahan yang digerus selanjutnya adalah parasetamol yang bekerja sebagai antipiretik dan
antianalgesik. Parasetamol (N-Acetyl-p-Aminophenol) berupa serbuk hablur putih, tidak
berbau,rasa sedikit pahit dengan jarak leburnyaantara 168°C dan 172°C.Parasetamol
berdasarkan efekfarmakologisnya berkhasiat sebagaianalgetikaperifer yaitu mampu
meringankanatau menghilangkan rasa nyeri tanpamempengaruhi Susunan Syaraf Pusat
(SSP)atau menurunkan kesadaran serta tidakmenimbulkan ketagihan.Parasetamol juga
berdaya antipiretis, yangbekerja dengan cara menghambat sintesadari prostaglandin, tetapi
tidak digunakansebagai anti inflamasi karena parasetamolhanya menghambat siklooksigenase
yang lemah pada jaringan ikat (Tjay 2002). Parasetamol cepat diabsorbsi dari saluran
pencernaan, dengan kadar serum puncak dicapai dalam 30-60 menit. Waktu paruh kira-kira 2
jam. Metabolisme di hati, sekitar 3 % diekskresi dalam bentuk tidak berubah melalui urin dan
80-90 % dikonjugasi dengan asam glukoronik atau asam sulfurik kemudian diekskresi
melalui urin dalam satu hari pertama; sebagian dihidroksilasi menjadi N asetil benzokuinon
yang sangat reaktif dan berpotensi menjadi metabolit berbahaya. Pada dosis normal bereaksi
dengan gugus sulfhidril dari glutation menjadi substansi nontoksik. Pada dosis besar akan
berikatan dengan sulfhidril dari protein hati (darsono 2002). Parasetamol adalah
paraaminofenol yang merupakan metabolit fenasetin dan telah digunakan sejak tahun 1893
(Wilmana, 1995). Parasetamol (asetaminofen) mempunyai daya kerja analgetik, antipiretik,
tidak mempunyai daya kerja anti radang dan tidak menyebabkan iritasi serta peradangan
lambung (Sartono,1993).
Hal ini disebabkan Parasetamol bekerja pada tempat yang tidak terdapat peroksid sedangkan
pada tempat inflamasi terdapat lekosit yang melepaskan peroksid sehingga efek anti
inflamasinya tidak bermakna. Parasetamol berguna untuk nyeri ringan sampai sedang, seperti
nyeri kepala, mialgia, nyeri paska melahirkan dan keadaan lain (Katzung, 2011)

Efek analgesik Parasetamol dan Fenasetin serupa dengan Salisilat yaitu menghilangkan atau
mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan
mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat.
Parasetamol menghambat siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi
prostaglandin terganggu. Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada
aspirin, inilah yang menyebabkan Parasetamol menjadi obat antipiretik yang kuat melalui
efek pada pusat pengaturan panas. Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada
siklooksigenase perifer. Inilah yang menyebabkan Parasetamol hanya menghilangkan atau
mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol tidak mempengaruhi nyeri yang
ditimbulkan efek langsung prostaglandin, ini menunjukkan bahwa parasetamol menghambat
sintesa prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin. Obat ini menekan efek zat
pirogen endogen dengan menghambat sintesa prostaglandin, tetapi demam yang ditimbulkan
akibat pemberian prostaglandin tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan suhu oleh
sebab lain, seperti latihan fisik. (Aris 2009)
Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu Parasetamol dan Fenasetin tidak
digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis
prostaglandin (PG) yang lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada
kedua obat ini, demikian juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa.(anderson
2002)

Setelah halus, paracetamol dicampur dengan sacharum lactis dan dicampur dengan
campuran sebelumnya dan dihogenkan.

Setelah sediaan homogen, sediaan dibagi dua menggunakan timbangan halus


agar memoliki bobot yang sama pada masing masing kertas perkamen . setiap bagian
obat di kertas perkamen dibagi lagi ke lima buah kertas perkamen lainnya sehingga
terdapat 10 bungkus obat. Pembagian obat ke 10 buah kertas perkaamen dilakukan
dengan perkiraan mata. Titik kritis yang perlu diperhatikan adalah saat pembagian sediaan serbuk untuk
kapsul racikan. Semakin banyak jumlah kapsul racikan yang diinginkan maka perlu ketrampilan dan ketelitian
yang tinggi saat mengerjakan. Bila pembagian tidak tepat dapat berpengaruh pada dosis pula. Dosis tiap kapsul
racikan menjadi tidak sama bila bobot obat berbeda (andriyani 2014)Kaidah pembagian pulveres adalah
dengan penglihatan, sehingga hasilnya sangat dipengaruhi
oleh kondisi mata “reseptir”, untuk mengurangi kesalahan dapat dilakukan
dengan membagi serbuk dalam 2 bagian yang sama dengan cara ditimbang
kemudian dibagi dalam jumlah yang dimintain dalam resep. Bila diasumsikan
bahwa kadar persyaratan dan kesalahan analisis adalah kecil (1%) maka
kesalahan terbesar disebabkan oleh “reseptir” atau asisten apoteker (faktor
manusia). menyatakan bahwa sungguh sulit untuk memperoleh dosis (kadar) yang akurat
pada pulveres karena sangat ditentukan
oleh faktor manusia. Keseragaman bobot merupakan parameter yang penting karena dapat
mencerminkan kadar (dosis) obat dalam pulveres, dan salah satu faktor penentu
dalam keberhasilan terapi adalah ketepatan dosis obat (sugianto 2008). Ketidaktepatan dosis
pada sediaan puyer dapat terjadi ketika proses pembuatannya yang dapat menyebabkan
sebagian obat tertinggal pada wadah yang digunakan untuk menggerus, juga pada
pembungkus yang digunakan dan sediaan yang tertinggal saat memasukkan ke dalam
cangkang kapsul. Terjadinya variasi dalam bobot dan kandungan puyer juga dapat
disebabkan oleh keterbatasan dalam kemampuan pengamatan secara visual, ketelitian,
keterampilan, serta waktu dalam menyiapkan suatu sediaan puyer (Maharani dkk., 2013).

Dalam pembuatan obat kelengkapan resep harus diperhatikan. Resep adalah suatu permintaan
tertulis dari dokter kepada apoteker untuk menyiapkan, meracik dan menyerahkan obat serta
memberikan informasi tentang obat kepada pasien.
Obat yang telah dimasukkan ke dalam wadah kemudian diberi etiket. Pada praktikum ini
etiket yang diberikan yaitu warna putih yang berarti untuk obat dalam. Tulisan yang tertera
pada etiket adalah “anjing (b) milik Ny. Endah Berikan sehari tiga kali satu bungkus sebelum
makan”. Selain diberi etiket obat juga harus diberi label yang bertuliskan “tidak boleh diulang
tanpa resep dari dokter hewan”. Hal ini disebabkan karena serbuk yang dibuat mengandung
obat keras yaitu papaverin HCl.(lewis 2008)

Himawati ER. 2011. Peracikan sediaan serbuk [skripsi]. Surabaya: Fakultas Farmasi
Universitas Airlangga

Sugianto L, Yetti OK, Sri H. 2008. Uji keseragaman bobot dan keseragaman kadar sediaan
pulveres yang dibuat apotek. MOTORIK. 3(6): 1-5.

Darsono L 2002Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol JKM 2, (1) 31-
38

Chusnul Choliq¹*, Chairun Nisa’2, Danny Umbu Tay Hambandima3, Muhammad Sulthan
Rasyid Rifai4
Diare Kronis pada Trenggiling Jawa (Manis Javanica) ARSHI Vet Lett, 2017, 1 (1): 1-2
Lewis rj 2008 hazardous chemicals desk reference sixth edition new jersey us john willey
&sons
Fessenden, J, S & Fessenden, R, J. 1994.Kimia Organik edisi ketiga Jilid I. Erlangga ; Jakarta.
Tjay th, rahardja k 2015 obat obat penting khasiat penggunaan dan efek efek sampingnta
jakarta id pt elex media komputindo

Tjay th 2002 obat obat penting edisi kelima jakarta id pt elex media komputindo

Syamsuni. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC

Sudarma im, bremner j.2007 Sintesis turunan benzodiazepine dari papaverin. Mataram id
laboratorium kimia universitas mataram

AHSP American Society Of Health-System Pharmacists. 2002.. Guidline On Advers


Drug Reaction Monitoring And reporting. Am. J. Health-Sys. Pharm 3(6).205-212
Sweetman, S et al. 2009. Martindale 36th. The Pharmaceutical, Press, London

Henriette. 2010. Sacchrum lactis. [internet]. [diunduh pada 2019 Sep 5] Tersedia pada http://
www.henriette ‘s herbal.com/sacchrum lactis.htm
Wilmana, P. F., 1995, Analgesik – Antipiretik Analgesik Anti-Inflamasi
Nonsteroid dan Obat Pirai, dalam: Farmakologi dan Terapi, Sulistia G.
Ganiswarna (Ed.), edisi 4, Gaya Baru, Jakarta, 207-218.
Sartono, 1993. Pengaruh pemberian dosis tunggal parasetamol
terhadap komposisi metabolit parasetamol dalam urin tikus
jantan malnutrisi. Majalah Kedokteran Diponegoro 30 (3,4):
227-32

Katzung, B.G. (1995). Farmakologi Dasar and Klinik. Agoes Edisi X.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 558-67.
Aris, Gunawan,. 2009. Perbandingan Efek Analgesik antara Paracetamol dengan Kombinasi
Paracetamol dan Kafein pada Mencit. Jurnal Biomedika, Volume 1, Nomor 1 37-43

Anderson, P.O., Konoben, J.E., dan Troutman, W.G. (2002). Handbook of


Clinical Drug Data. Edisi X. New York: McGraw-Hill. Hal.20-21.

Maharani, A.A.S.N., Pratama, K.M., Niruri, R.,


Dewantara, I G.N.A.,Wati, K.D.,
Wiradotama, I G.B.G. 2013. Pengaruh
metode pembagian visual dengan dan tanpa
coating terhadap keseragaman bobot puyer
isoniazid dosis besar untuk terapi anak
dengan HIV/AIDS-TB. Jurnal Farmasi
Udayana. I (1), halaman 93-98

Anda mungkin juga menyukai