Fraktur Tibia

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 27

PENANGANAN DAN PEMULIHAN KLIEN FRAKTUR TIBIA DEXTRA

KEPERAWATAN DEWASA I
HOME GROUP 1

Abdul Aziz Wahyudin 1506690132


Ade Yohana 1506689894
Khairunnisa 1506796095
Shafa Dwi Andzani 1506690063
Susan Dewi Kurniawati 1506689843

Kontribusi tiap anggota kelompok sama

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dewasa I semester gasal tahun
akademik 2016/2017

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS INDONESIA
2016

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk,
kekuatan, dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Penanganan dan Pemulihan Klien Fraktur Tibia Dextra”, ini dengan baik. Makalah ini
disusun sebagai hasil studi pustaka serta diskusi home group 1 untuk menyelesaikan tugas
Mata Kuliah Keperawatan Dewasa I.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini terutama kepada ibu Yulia, S.Kp., M.N. Selaku fasilitator
Keperawatan Dewasa I kelas B. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang
tua dan teman-teman yang telah mendukung hingga penyusunan makalah ini dapat
terselesaikan.

Penulis menyadari makalah ini masih perlu pembenahan dan perbaikan karena
keterbatasan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk pengembangan makalah ini. Tim penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Depok, 23 November 2016

Home Group 1

ii
ABSTRAK

Cedera diakibatkan karena kecerobohan manusia atau berlangsung tanpa adanya rencana.
Cedera yang dialami individu dapat memicu penyakit atau tidak berfungsinya suatu bagian
tubuh individu. Cedera yang berlangsung tanpa adanya rencana yaitu kecelakaan. Akibat dari
cedera ini yaitu munculnya luka. Luka yang dialami oleh individu beragam ukuran,
kedalaman, serta rasa nyeri yang dirasakan. Timbulnya luka menandakan terjadinya
kerusakan jaringan di dalam tubuh individu. Berdasarkan letak luka, luka terbagi menjadi luka
dalam dan luka luar. Luka dalam yaitu luka yang kerusakan jaringannya terjadi pada organ
dalam tubuh manusia. Luka luar yaitu luka yang kerusakan jaringannya mengacu pada
gangguan integritas kulit. Pada saat luka, kulit menjadi rusak dan jaringan di bawah kulit
mempunyai kontak langsung dengan lingkungan luar. Lingkungan luar ini misalnya udara
yang membawa berbagai macam bakteri dan mikroorganisme. Agar kontak antara luka dan
mikroorganisme tidak terjadi, maka luka harus steril dan terawat untuk memudahkan proses
penyembuhan. Dalam hal ini perawat berperan untuk melakukan perawatan luka agar proses
penyembuhan luka yang dialami klien tidak terhambat.

Kata kunci: cedera; luka; integritas kulit; perawat.

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ ii
ABSTRAK ................................................................................................................................iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. iv
BAB I.......................................................................................................................................... 5
1.1 Latar belakang................................................................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................. 5
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................... 6
1.4 Metode Penulisan .............................................................................................................. 6
1.5 Sistematika Penulisan ....................................................................................................... 6
BAB II ........................................................................................................................................ 7
2.1 Konsep Fraktur ................................................................................................................. 7
2.2 Anatomi Sistem Integumen .............................................................................................. 7
2.3 Integritas Kulit ................................................................................................................. 7
2.4 Jenis-jenis Luka ................................................................................................................ 7
2.5 Proses Terjadinya Luka (Contohnya luka memar) ........................................................... 8
2.6 Perbaikan Cedera di Integumen ........................................................................................ 8
2.7 Proses Penyembuhan Luka ............................................................................................... 9
2.8 Konsep Kebersihan Diri.................................................................................................... 9
2.9 Konsep Pemberian Cairan Infus ..................................................................................... 10
2.10 Dasar Penanganan dan Mekanisme Penanganan Fraktur ............................................. 12
BAB III ..................................................................................................................................... 14
3.1 Kasus ............................................................................................................................... 14
3.2 Analisis Data ................................................................................................................... 15
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan (Kerusakan Integritas Kulit dan Defisit Perawatan Diri)
.............................................................................................................................................. 17
3.4 Rencana Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik ............................................. 22
3.5 Rencana Asuhan Keperawatan Nyeri Akut .................................................................... 23
BAB IV ..................................................................................................................................... 25
4.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 25
4.2 Saran ............................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 26

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Asuhan keperawatan terkait gangguan integritas kulit dan defisit perawatan diri
yang tepat perlu menegakkan prinsip perawatan diri dan perawatan luka guna
memfasilitasi kenyamanan, keamanan, dan proses penyembuhan pasien, sehingga
mendukung peningkatan derajat kesehatannya. Hal tersebut berkaitan karena apabila
pasien dengan keterbatasan fisik yang biasanya tidak memiliki energi serta
ketidakmampuan untuk melakukan perawatan diri akibat intoleransi aktivitas dan
gangguan mobilitas. Misalnya, pasien dengan fraktur tibia kanan dan nyeri tentunya akan
membatasi kemampuan dan rentang gerak pasien dalam melakukan aktivitas, salah
satunya perawatan diri (Potter & Perry, 2010).

Perawat perlu membuat rencana perawatan dalam praktik perawatan diri yang
kompeten, kritis dan berprinsip pada dasar pengetahuan keperawatan, seperti
memperhatikan faktor sosial, pilihan pribadi, citra tubuh, status sosial ekonomi, budaya,
fisik, kepercayaan, dan motivasi kesehatan. Hal ini penting bagi pasien untuk
meningkatkan kenyamanan, kesegaran, serta menghindari risiko infeksi karena
melibatkan perawatan diri berupa bathing (higiene/mandi), toileting (proses eliminasi),
feeding (makan), dan dressing (berpakaian dan perawatan luka) (Potter & Perry, 2010;
Berman & Snyder, 2012).

Perawatan luka diberikan dengan tujuan mencegah adanya komplikasi dan


penyebaran luka yang lebih luas, serta menyediakan lingkungan yang mendukung
penyembuhan luka, sehingga membantu dalam pengembalian integritas kulit (Jones,
Davey, & Champion, 2013). Selain itu, perawatan luka juga dapat memberikan dampak
positif terhadap 3 hal, yakni pencegahan infeksi, meningkatkan kenyamanan dan proses
penyembuhan, dan meminimalisir finansial yang dikeluarkan pasien (Wynne, Botti,
Stedman, & Holsworth, 2004; Erfurt-Berge & Renner, 2014; Johnson, 2015).

Peran perawat dalam melakukan manajemen perawatan diri dan perawatan luka
akan berpengaruh pada kondisi pasien menuju derajat kesehatan yang meningkat.
Pengkajian yang akurat dan holistik mengenai kondisi pasien, lukanya, dan kebutuhan
perawatan merupakan titik awal yang akan membantu perawat dalam memberikan
intervensi yang tepat (Harvey, 2005).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan fraktur?


2. Apa sajakah etiologi yang menyebabkan terjadinya fraktur?
3. Bagaimanakah mekanisme atau tahapan penyembuhan fraktur?
4. Bagaimanakah penatalaksanaan pasien atau penanganan terhadap fraktur tibia?
5. Bagaimanakah penerapan terapi psikofarmakologi terhadap fraktur?
6. Apakah yang dimaksud dengan kebersihan diri atau perawatan diri?
7. Apakah tujuan dari kebersihan atau perawatan diri?
8. Bagaimanakah kriteria pasien yang mengalami masalah perawatan diri?

5
9. Bagaimanakah peran perawat dalam mengatasi permasalah perawatan diri?
10. Apa hubungan perawatan diri dengan integritas kulit?
11. Bagaimanakah analisa permasalahan dari kasus?
12. Bagaimanakah asuhan keperawatan yang tepat terkait dengan kasus?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui anatomi sistem integumen.
2. Mengetahui jenis-jenis luka
3. Memahami proses terjadinya luka.
4. Mengetahui bagaimana perbaikan cedera di integumen.
5. Memahami konsep fraktur
6. Mengetahui Farmakologi dan Non-farmakologis Nyeri
7. Mengetahui konsep kebersihan diri klien
8. Mengetahui asuhan keperawatan fraktur dan kebersihan diri

1.4 Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi literatur dari
berbagai sumber buku yang berkaitan dan penelusuran pustaka yang terpercaya dari
internet.

1.5 Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri dari bab I, bab II, bab III, dan bab IV. Bab I merupakan
pendahuluan, yang terdiri dari paragraf yang menjabarkan latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II
merupakan tinjauan pustaka. Bab III berisi analisis kasus terkait yang didapatkan. Bab IV
berisi kesimpulan dan saran yang tepat untuk makalah ini. Makalah diakhiri dengan
halaman daftar pustaka di mana referensi materi diperoleh.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Fraktur


Menurut Smeltzer, et al (2012) fraktur merupakan patah tulang atau terputusnya
kontinuitas jaringan tulang. Pada kasus klien mengalami fraktur tibia dextra yang berasal
dari trauma langsung akibat kecelakaaan motor. Fraktur tibia dextra merupakan
terputusnya kontinuitas tulang di daerah tibia atau tulang kering (Smeltzer, et al., 2012).
Fraktur dapat disebabkan oleh 1) trauma langsung, yang dialami karena adanya tekanan
langsung dan kuat terhadap tulang yang normal mengakibatkan fraktur pada daerah
tekanan tersebut, bersifat komunitu dan jaringan lunak juga mengalami kerusakan, dan 2)
trauma tidak langsung terjadi jika trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari
daerah fraktur, misalnya jika terjatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur
pada klavikula dan pada keadaan ini jaringan lunak tetap utuh (Grace & Borley, 2006).

2.2 Anatomi Sistem Integumen


Sistem integumen terdiri dari kulit, rambut,
kelenjar minyak dan kelenjar keringat, kuku
dan reseptor sensorik. Sistem yang menutupi
dan membantu menjaga suhu tubuh agar tetap
konstan, melindungi tubuh, dan menyediakan
reseptor sensorik terhadap informasi tentang
lingkungan sekitarnya. Dari semua organ
tubuh, sistem integument mudah diperiksa
ketika terkena infeksi dan cedera kulit.
Walaupun, sistem ini rentan terhadap
kerusakan yang ditimbulkan dari trauma, dan
sinar matahari (Tortora & Derrickson, 2008).

2.3 Integritas Kulit


Integritas kulit sangat dipengaruhi oleh faktor internal seperti genetik, usia, dan status
kesehatan individu (Berman & Synder, 2015). Faktor genetik seperti usia mempengaruhi
dalam warna kulit, sensitivitas pada cahaya matahari, dan alergi. Dari segi usia, kulit
memiliki integritas yang lebih baik pada usia muda dan menjadi lebih rapuh dan rentan
pada usia lanjut. Selain itu, proses penyembuhan luka lebih cepat berlangsung pada anak-
anak daripada orang dewasa (Berman & Synder, 2015). Penipisan kulit dan kerusakan
integritas kulit juga dapat terjadi sebagai akibat dari status gizi yang buruk, penyakit
kronik, perawatan, dan konsumsi obat tertentu (seperti kortikosteroid, antibiotik tertentu,
kemoterapi, psikoterapi tertentu, dll).

2.4 Jenis-jenis Luka


Jenis-jenis luka menurut Stevens, P.J.M., Bordui, F., dan Van Der Weyde, J.A.G., 1999 :
1) Luka tertutup : luka dimana jaringan yang ada pada permukaan tidak rusak, seperti
keseleo, terkilir, patah tulang dan sebagainya.
2) Luka terbuka : luka dimana kulit atau jaringan selapur lendir rusak. Bentuk-bentuk
luka antara lain :
a. Luka laserasi/lecet : yang terjadi pada permukaan kulit
b. Luka robek : mempunyai dinding luka yang tidak rata

7
c. Luka tusuk : luka yang sangat dalam yang mengakibatkan banyak jaringan yang
ada di dalamnya rusak.
d. Luka penetrasi : terjadi jika suatu benda (contohnya peluru) masuk ke dalam tubuh

2.5 Proses Terjadinya Luka (Contohnya luka memar)


1) Terjadinya luka memar biasanya diawali oleh adanya suatu benturan atau kekerasan
dengan energi yang cukup untuk mengganggu permeabilitas sel-sel pembuluh darah
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar daerah tubuh yang terkena benturan
2) Pembengkakan ini ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel sirkulasi darah ke
jaringan-jaringan interstisial
3) Proses perubahan struktur jaringan diatas yang sering disebut sebagai proses
peradangan (inflamasi) (Herlambang, 2008)
4) Radang adalah reaksi dari suatu jaringan hidup yang mempunyai vaskularisasi
terhadap trauma (injury) lokal. Reaksi ini dapat disebabkan oleh infeksi mikrobial, zat
fisik, zat kimia, jaringan nekrotik, dan reaksi imunologik. Peran proses radang adalah
untuk membawa dan mengisolasi trauma, memusnahkan mikroorganisme penginfeksi
dan menginaktifkan toksin, serta untuk mencapai penyembuhan dan perbaikan.
Cardinal signs atau tanda-tanda dan gejala umum terjadi pada saaat terjadi peradangan,
yaitu : a. Dolor (nyeri/sakit), b. Tumor (Pembengkakan), c. Rubor (Kemerahan), d.
Kalor (Panas), dan e. Fungsiolaesa (Kehilangan Fungsi).

2.6 Perbaikan Cedera di Integumen


Perbaikan cedera di integument menurut
Tortora, Gerard & Derrickson, Bryan.
(2009), yaitu :
1) Fase Inflamasi : Perdarahan terjadi
pada tempat cedera segera setelah
cedera, dan sel-sel yang ada
disekitarnya memicu daerah respon
inflamasi.
2) Fase detruktif : setelah beberapa jam,
luka tersebut kering (koreng) telah
terbentuk dan sel-sel stratum basal
bermigrasi sepanjang tepi luka. Sel-
sel memfagosit dan menghapuskan
puing-puing. Dan sel-sel tersebut
meningkatkan sirkulasi didaerah agar
terjadi pembekuan di tepi luka.
3) Fase proliferatif : setelah 1 minggu
terjadinya cedera, pembuluh darah
baru yang diperkuat oleh jaringan ikat,
menginfiltrasi luka
4) Fase maturasi : setelah beberapa
minggu, terjadi re-epitelisasi dan
reorganisasi jaringan ikat. Namun, pada luka umumnya meninggal bekas yang disebut
dengan jaringan parut.

8
2.7 Proses Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor
tersebut antara lain (Berman & Synder, 2015):
1. Pertimbangan Usia Perkembangan
Usia perkembangan sangat berpengaruh pada waktu penyembuhan luka. Proses
penyembuhan luka pada anak-anak akan berlangsung lebih cepat daripada orang
dewasa. Pada lansia, perubahan fisiologis tubuh seperti perubahan pembuluh darah
dapat mengganggu aliran darah ke area luka. Hal tersebut disebabkan pembuluh darah
mengalami ateroskleorosis dan atrofi pembuluh darah di kulit sehingga proses
penyembuhan lebih lama. Jaringan kolagen dan parut mengalami penurunan
kelenturan sehingga meningkatkan risiko kerusakan. Sistem kekebalan tubuh juga
mengalami perubahan sehingga dapat mengurangi pembetukan antibodi.
2. Nutrisi
Nutrisi sangat dibutuhkan dalam penyembuhan luka karena proses
penyembuhan luka membutuhkan energi yang tinggi. Pada lansia, defisiensi asupan
nutrisi dapat menyebabkan eritrosit dan leukosit mengalami penurunan jumlah
sehingga traspor oksigen dan respon inflamasi menjadi terhambat.
3. Gaya Hidup
Gaya hidupyang sehat seperti rutin berolahraga mempercepat penyebuhan luka.
Hal ini disebabkan karena olahraga melancarkan sirkulasi darag sehingga oksigen dan
nutrisi yang dibutuhkan selama proses penyembuhan luka dapat dihantarkan dengan
baik.
4. Pengobatan
Obat anti inflamasi seperti steroid dan aspirin serta agen antinoeplastik
mempegaruhi proses penyembuhan. Penggunaan antibiotik yang diperpanjang dapat
memuat klien mengalami resistensi organisme sehinga infeksi luka menjadi sulit
sembuh.

2.8 Konsep Kebersihan Diri

Konsep kebersihan pada diri klien berhubungan dengan tampilan fisik tubuh
seorang individu, salah satunya adalah kebersihan “kulit” yang merupakan pertahanan
pertama terhadap suatu penyakit. Dengan menjaga kulit yang bersih dapat mengurangi
jumlah mikroorganisme yang mengganggu tubuh, misalnya bakteri yang dapat
menyebabkan penyebaran infeksi pada seseorang (Horton & Parker, 2002) dalam
(Dingwall, 2010).
Kebersihan dan perawatan diri seorang pasien harus benar-benar dipertimbangkan,
diantarnya pasien harus tetap terlihat bersih dan akhirnya pasien akan merasa lebih baik
dan berada pada kepercayaan diri yang tinggi untuk berinteraksi sosial. Ketika pasien
tidak lagi mampu melakukan perawatan diri kita sendiri otomatis saat memilih
seseorang yang disukai malah akan menimbulkan berkurangnya rasa sosial dan
psikologis seseorang untuk tertarik pada lawan jenisnya (Switzer, 2001) dalam
(Dingwall, 2010)
Ada beberapa orang yang harus membutuhkan motivasi tersediri dalam memenuhi
kebutuhan dan kebersihan mereka. Alasannya mungkin karena berbagai hal, diantaranya
dampak penyakit, kesulitan mobilitas, nyeri, tekanan psikologis atau malu yang
membutuhkan perawatan lebih intim dari orang terdekat (Dingwall, 2010). Perlu
9
diperhatikan pula setiap perubahan kondisi fisik, kemampuan, beserta suasana hati
pasien harus ada pencatatatan tersendiri untuk ditindaklanjuti.
Selain itu perawat juga harus memenuhi semua kebutuhan kebersihan setiap
pasiennya mengenai hal kulit, rambut dan perawatan kuku dengan catatan pula
memperhatikan rasa hormat dan bermartabat dalam mempromosikan perawatan
terhadap mereka. Berikut beberapa kriteria yang sering dialami pasien terkait masalah
perawatan dirinya menurut (Keliat B. A, dkk, 2011) :
1. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki
dan bau, kuku panjang dan kotor.
2. Ketidakmampuan berhias/berdandan, ditandai dengan rambut acak-acakan, pakaian
kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak bercukur, pada
pasien wanita tidak berdandan.
3. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan ketidakmampuan
mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.
4. Ketidakmampuan defekasi/berkemih secara mandiri, ditandai dengan
defekasi/berkemih tidak pada tempatnya, tidak membersihakn diri dengan baik
setelah
5. defekasi/berkemih.

2.9 Konsep Pemberian Cairan Infus


Pemberian cairan intravena atau infus adalah kegiatan memasukkan cairan atau obat
tertentu yang diberikan secara langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan
waktu tertentu dengan menggunakan infus set (Potter & Perry, 2005). Pemberian terapi
intravena merupakan metode yang efektif guna memenuhi cairan ekstrasel secara langsung.
Terapi ini diberikan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan cairan pada klien yang tidak
mampu mengonsumsi cairan per oral secara adekuat, memberikan masukan-masukan
elektrolit untuk menjaga keseimbangan elektrolit, menyediakan glukosa untuk energi
dalam proses metabolisme, memberikan vitamin yang larut dalam air, dan membuat
saluran atau aliran dalam memasukkan obat-obatan melalui vena (Rejo, 2009).
Larutan intravena dapat dikatergorikan menjadi 2 kelompok besar, yaitu berdasarkan
konsentrasi, dan berdasarkan tujuannya (Kozier, 2010). Larutan intavena berdasarkan
konsentrasinya dibagi menjadi 3 yaitu isotonik, hipotonik, hipertonik. Sebagian besar
cairan intravena bersifat isotonik (memiliki konsentrasi zat terlarut yang sama dengan
plasma darah). Larutan isotonik sering kali digunakan untuk mengembalikan volume
vaskular. Larutan hipertonik memiliki konsentrasi zat terlarut yang lebih besar
dibandingkan plasma darah. Larutan hipotonik memiliki konsentrasi zat terlarut yang lebih
kecil dibandingkan plasma darah (Kozier, 2010).
Dalam pemasangan infus, ada beberapa alat yang harus perawat siapkan, yaitu:

Alat-alat
Seperangkat infus set steril Salep antiseptik, seperti providone-iodine
(pilihan)
Wadah larutan parenteral steril Kateter intravena
Cairan yang diperlukan Gunting verband
Tiang IV Bengkok (neirbekken)
Kain kasa steril atau balutan oklusif Infus set lengkap dengan gantungan botol (kolf)
transparan dalam tempatnya kapas alkohol
dalam tempatnya
10
Bebat tangan, jika dibutuhkan Perlak kecil dan alas
Plester perekat atau plester nonalergenik Tali pembendung (Tourniquet)
Sarung tangan bersih Spalk dalam keadaan siap pakai jika diperlukan

Walaupun dokter bertanggung jawab untuk memprogramkan terapi IV untuk klien,


perawat memasang, memonitor, dan mempertahankan infusi IV yang telah diinstruksikan.
Dalam pemasangan infus, kita sebagai perawat harus melalui prosedur yang sesuai dengan
aturan . Langkah-langkah yang harus dilakukan tersebut yaitu (Kozier, 2010)
1. Jelaskan prosedur tindakan kepada klien (bahwa punksi vena menyebabkan rasa tidk
nyaman selama beberapa detik. Beritahu kepada klien berapa lama proses akan
berlangsung).
2. Cuci tangan dengan prinsip lima benar sebelum melakukan tindakan
3. Perlak dan alas dipasang di bawah anggota tubuh yang akan dipasang infus
4. Buka dan siapkan set infus, kemudian tusuk kantong cairan infus
5. Tempelkan label obat pada wadah cairan infus jika obat dimasukkan ke dalamnya
6. Tempel label yang menunjukkan waktu pada wadah cairan infus
7. Botol cairan digantungkan pada tiang infus
8. Isi sebagian bilik tetes dengan cairan infus. (Pengaturan tetesan infus ini dilakukan setiap
30 menit sampai dengan 1 jam. Beberapa faktor yang memengaruhi jumlah tetesan yaitu
posisi pemasangan, posisi dan patency tube, tinggi botol infus, dan kemungkinan adanya
infiltrate)
9. Isi slang. Jika diindikasikan, cuci kembali tangan anda tepat sebelum kontak dengan klien
10. Pilih tempat punksi vena (pada orang dewasa biasanya infus dipasang didaerah lengan
bagian dalam, tangan, atau kaki. Untuk pemasangan infus yang dalam waktu lama yang
pertama harus digunakan adalah kateter vena sentral dibagian vena subklavia atau vena
jugularis).
11. Dilatasi vena. Pastikan untuk pakai sarung tangan bersih dan bersihkan tempat punksi
vena
12. Masukan kateter dan mulai pemasangan infus
13. Plester kateter dengan sisi yang lengket menghadap ke atas dan silangkan plester di atas
IV kateter
14. Balut dengan kasa steril yang telah dioleskan dengan betadine atau salep providin iodin
pada bagian punksi vena dan beri label punksi vena dan slang sesuai dengan kebijakan
lembaga
15. Pastikan ketepatan aliran infus
16. Labeli slang Intravena dan dokumentasikan data terkait, termasuk pengkajian.
Perawat yang akan memasang IV harus dapat mengitung aliran kecepatan infus yang
benar. Untuk mengitung kecepatan aliran, perawat harus mnegtahui volume cairan yang akan
diinfuskan dan waktu infus yang spesifik. Dua metode yang umum digunakan yaitu mengatur
jumlah mililiter yang akan diberikan selama 1 jam (mL/jam) dan jumlah tetes yang akan
diberikan dalam 1 menit (gtt/mnt). (Kozier, 2010).
1) Mililiter per jam
Cara menghitungnya yaitu :

Rumus Contoh
Total Volume infus x Faktor tetes 1000 mL x 20 = 41 tetes/ mnt
Total waktu infus dalam menit 8x60 mnt (480 mnt)

11
2) Tetes per menit
Cara menghitungnya yaitu :
Rumus Contoh

Volume infus total (ml) 3000 ml (Total volume infus) = 125ml/jam


Waktu infus total (jam) 24 jam (total waktu infus)

2.10 Dasar Penanganan dan Mekanisme Penanganan Fraktur

Tahapan penyembuhan fraktur menurut Black & Hawks (2009) :


Tahap pertama yaitu pembentukan hematoma (infalmatoris) yang terjadi selama
satu sampai tiga hari. Pada tahap ini terjadi pembentukan hematome di daerah sekitar
fraktur. Tahap kedua yaitu
pembentukan fibrokartilago yang
terjadi selama tiga hari sampai
dua minggu. Karena
terbentuknya hematoma
mengakibatkan adanya inflamasi
akut di daerah fraktur, maka
fibroblast, osteoblast, dan
kondroblast bermigrasi ke daerah
fraktur dan membentuk
fibrokartilago. Tahap ketiga
yaitu pembentukan kalus selama
dua sampai enam minggu. Jaringan granulasi matur menjadi pro-kalus, lalu pro-kalus
mengikat fragmen-fragmen fraktur, meluas hingga di daerah luar fraktur hingga menjadi
bidai tetpi belum terlalu kuat. Tahap ini sangat menentukan kesembuhan klien, karena
jika tahap ini tidak berhasil maka dua tahap selanjutnya tidak akan terjadi dan
mengakibatkan penyatuan tulang lambat atau tidak terjadinya penyatuan tulang (Black
& Hawks, 2009).
Tahap keempat yaitu penulangan selama tiga minggu hingga enam bulan. Kalus
permanen dari tulang keras akan menyeberangi gap fraktur dan bergabung dengan
fragmen-fragmen. Selain itu, di dalam tulang akan terjadi pembentukan kalus medularis
untuk menjaga keberlangsungan pembentukan antara rongga sumsum. Tahap terakhir
yaitu remodeling selama enam minggu sampai satu tahun. Kalus yang tidak dibutuhkan
akan dibuang dari lokasi penyembuhan tulang, dan waktu bagi proses remodeling sangat
bergantung kepada stress yang diberikan kepada tulang oleh usia, berat badan dan otot
(Black & Hawks, 2009).
Menurut Black & Hawks (2009) penatalaksanaan klien dengan fraktur
tibia terdiri atas tiga macam yaitu 1) Reduksi, merupakan manipulasi tulang untuk dapat
mengembalikan kelurusan, posisi, serta panjang yaitu dengan mengembalikan fragmen
tulang sedekat mungkin. Reduksi dilakukan pada fraktur yang bergeser dan untuk ini
mengurangi tekanan atau tarikan pada saraf dan pembuluh darah. 2) Fiksasi yang terdiri
atas dua jenis yaitu yaitu fiksasi internal yang menggunakan alat berupa sekrup, plat, pin,
kawat, atau paku guna menjaga kelurusan dari fragmen fraktur, dan fiksasi eksternal
yang bergantung pada kondisi klien dan keputusan dari dokter dimana digunakan untuk

12
menjaga posisi untuk fraktur-fraktur yang tidak stabil dan untuk otot-otot yang melemah,
dan alat ini pun dapat menyangga area-area dengan infeksi jaringan atau tulang,
contohnya ialah penggunaan gips. 3) Traksi, merupakan pemberian gaya tarik terhadap
bagian tubuh yang mengalami cedera atau kepada tungkai, sementara kontratraksi akan
menarik ke arah yang berlawanan.

13
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasus:
“Nn D. 29 tahun, seorang pedagang. Masuk ke rumah sakit (Ruang IGD), setelah
kecelakaan motor 2 jam yang lalu. Nn D dalam keadaan sadar mengeluh pusing dan rasa
sakit pada kaki kanan bagian bawah dan juga pada kedua siku (laserasi). Di ruang UGD
dilakukan x-ray, dan pengambilan darah. Medical diagnosis: fracture tibia kanan.
Cairan infus dipasang, obat-obatan diberikan untuk mengatasi nyeri dan Nn D
diinstruksikan untuk tetap bedrest. Data yang telah dikumpulkan oleh perawat IGD
sebagai berikut: badan tampak kotor terutama bagian ekstermitas, pasien mengeluh
lemas, kebutuhan pasien seperti: bathing/ hygiene, dressing dan toileting dibantu oleh
perawat.”
Pada kasus terlihat bahwa klien mengalami fraktur yang menyebabkan klien tidak
dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, dikarenakan fraktur yang terjadi dapat
mengakibatkan terputusnya kontinuitas jaringan sendi, tulang, bahkan kulit sehingga
merangsang nocireseptor sekitar untuk mengeluarkan histamin, bradikinin, dan
prostaglandin yang akan merangsang serabut α-delta untuk menghantarkan rangsangan
nyeri ke sumsum tulang belakang, kemudian dihantarkan oleh serabut-serabut saraf
aferen yang masuk ke spinal melalui “dorsal root” dan sinaps pada dorsal horn. Impuls-
impuls nyeri menyeberangi sumsum belakang pada interneuron-interneuron dan
bersambung dengan jalur spinal asendens, yaitu spinothalamic tract (STT) dan
spinoreticuler tract (SRT). STT merupakan sistem yang diskriminatif dan membawa
informasi mengenai sifat dan lokasi dari stimulus kepada thalamus kemudian ke korteks
untuk diinterpretasikan sebagai nyeri. Rasa nyeri yang ditimbulkan menyebabkan
keterbatasan gerak atau imobilisasi sehingga dapat menyebabkan klien menjadi enggan
untuk bergerak termasuk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya yaitu bathing/ hygiene,
dressing dan toileting.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa fraktur tibia kanan dan juga laserasi pada
kedua siku yang dialami oleh Nn. D mengalami fraktur tibia kanan. Hal ini membuat
kondisi fisik Nn.D tidak memungkinkan untuk memenuhi kebersihan dirinya sendiri
salah satunya bathing/hygiene dikarenakan keterbatasan gerak akibat luka yang
dialaminya. Dalam hal ini, complete bed bath dapat diterapkan pada Nn.D kecuali pada
bagian siku dan kaki kanan. Sehingga pada kasus Nn.D perawat sangat berperan dalam
menjaga kebersihan diri Nn.D , dan karena adanya laserasi inilah complete bed bath
yang dilakukan harus hati-hati agar laserasi tidak mengalami infeksi atau semakin parah.
Pemberian terapi intravena juga harus diberikan kepada Nn D yang bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan cairan karena Nn D tidak mampu mengonsumsi cairan oral
secara adekuat, memberikan masukan-masukan elektrolit untuk menjaga keseimbangan
elektrolit, menyediakan glukosa untuk energi dalam proses metabolisme, memberikan
vitamin yang larut dalam air, dan membuat saluran atau aliran dalam memasukkan obat-
obatan melalui vena. Cairan yang diberikan dalam infus ini adalah larutan elektrolit
seperti linger laktat untuk mengembalikan volume vaskular dan menggantikan cairan
dan elektrolit pada tubuh Nn D. Kemudian larutan nutrisi yang terdiri dari karbohidrat
(misal dekstrosa, glukosa, levulosa) dan air (disuplai untuk kebutuhan cairan dan
karbohidrat) juga dapat diberikan kepada Nn Duntuk mencegah dehidrasi dan ketosis.
Contoh larutan nutrisi yang dapat digunakan yaitu 5% Dextose in water (D5W), 5%

14
dekstrosa dalam 0,45% NaCl (dekstrosa dalam ½ NS). Setiap 1 liter cairan Dextrose 5%
mengandung 170-200 kalori.
Selain itu Nn D terpasang cairan infus, Nn D juga diberikan obat-obatan analgesik
sebagai penghilang rasa nyeri. Tujuan dari pemberian analgesik ini adalah untuk
meredakan atau menurunkan rasa nyeri sementara tetap mempertahankan kemampuan
klien untuk mengontrol lingkungannya, dan supaya Nn D tetap dapat berpartisipasi
dalam upaya keperawatan.Obat-obatan yang dapat diberikan yaitu

Analgesik Nonopioid/
Analgesik Opioid Anagesik Penyerta
NSAIDs
 Butarfanol (stadol)  Asetaminofen  Amitriptilin (elavil)
 Fentanil sitrat (Tylenol, datril)  Klarpromazin (Thorazine)
(Sublimaze)  Asam asetilsalisilat  Diazepam (valium)
 Hidrokodon (lartab, (aspirin)  Hidroksizin (Vistaril)
vicodin)  Kolin magnesium
 Hidromorfon trisalisilat (trilisate)
hidroklorida (dilaudid)  Natrium diklofenak
 Meperidin hidroklorida (Voltaren)
(demerol)  Ibuprofen (Motrin,
 Kodein (tylenol 3, Advil)
empirin 3)  Indometasin natrium
 Morfin sulfat (morfin) trihidrat (indocin)
 Propoksifen napsilat  Naproksen (naprosyn)
(Darvan N, Darvocet-N)  Natrium naproksen
(anaprox)
 Piroksikam (feldene)
 Natrium tolmetin
(tolectin)

Namun saat memberikan analgesik kepada Nn D, perawat harus meninjau kembali efek
samping. Semua jenis opioid menyebabkan rasa ngantuk ketika pertama kali diberikan, tetapi
dengan pemberian teratur, efek samping ini cenderung berkurang. Opioid dapat menyebabkan
mual, muntah, konstipasi, dan depresi pernapasan sehingga diharapkan diberikan dalam
jumlah yang sedikit untuk Nn D. Melihat keadaan Nn D yang sedang mengalami nyeri yang
hebat, pemberian obat dapat diberikan secara intravena yaitu melalui infus,dan jika keadaan
Nn D sudah semakin membaik dan rasa nyeri sudah berkurang, selanjutnya pemberian obat
dapat dilakukan secara oral.
Nn D didiagnosis nyeri akut, kerusakan mobilitas fisik, kerusakan integritas kulit, dan
defisit perawatan diri. Dibawah ini akan dijelaskan mengenai asuhan keperawatan yang
meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, serta intervensi yang sesuai dengan kasus yang
dialami oleh Nn. D :

3.2 Analisis Data


Hal yang Dikaji Data Objektif Data Subjektif
Aktivitas - Status mental: sadar - Pekerjaan: pedangang
- Pengkajian neuromuscular - Perasaan: lemas dan pusing
Kekuatan: ekstremitas
15
bawah tidak kuat
Sirkulasi - Tekanan darah tinggi -
Integritas ego - -
Eliminasi - BAB dan BAK terganggu -
Cairan - Cairan infus dipasang -
Higiene - Penampilan umum: Badan Aktivitas sehari-hari: dependen pada
terlihat kotor terutama kebutuhan toileting, bathing, dan
bagian ekstremitas dressing
Neurosensori - Status mental: sadar - Riwayat: kecelakaan motor
- Deformitas - Pusing: Klien merasa pusing
- Kelelahan
Nyeri - Pemberian obat-obatan - Fokus: Klien merasa sakit dan nyeri
untuk mengatasi nyeri - Lokasi: di bagian kaki kanan bagian
bawah dan kedua siku
- Faktor presipitasi: fraktur pada kaki
dan laserasi pada siku
- Efek pada aktivitas: tidak dapat
melakukan perawatan diri
- Medikasi: diberikan obat anti nyeri
Respirasi - -
Keamanan - Integritas kulit: - Fraktur: tibia kanan
Laserasi: kedua siku Riwayat luka insidental: kecelakaan
- Kekuatan: gangguan pada motor
ekstremitas bawah
Seksualitas - -
Interaksi sosial - -
Pembelajaran - -

Data Kasus Etiologi Masalah Keperawatan


Data Subjektif: - Kemungkinan benturan saat - Imobilitas fisik
1. Klien mengeluh pusing dan kecelakaan - Intoleransi aktivitas
lemas - Kekurangan cairan
2. Klien mengeluh rasa sakit pada - Patah pada kaki kanan (bagian - Nyeri akut
kaki kanan bagian bawah dan tibia) - Imobilitas fisik
kedua siku - Terdapat laserasi pada kedua siku - Gangguan integritas kulit
Data Objektif:
1. Badan tampak kotor terutama
bagian esktremitas
2. Kebutuhan self-care klien - Rasa nyeri - Defisit perawatan diri: bathing
dibantu oleh perawat - Fraktur tibia - Defisit perawatan diri: dressing
- Terdapat laserasi pada kedua siku - Defisit perawatan diri: toileting
- Lemas

16
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan (Kerusakan Integritas Kulit dan Defisit
Perawatan Diri)
Dx: Domain 11 Kelas 2 00046 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (gesekan) ditandai dengan adanya nyeri dan laserasi pada
kedua siku
Definisi: Perubahan pada epidermis dan/atau dermis
NOC NIC Rational
 Integritas Jaringan: Membran Mukosa dan Perawatan Luka
Kulit Mandiri - Memantau adanya komplikasi lebih lanjut
Setelah 3x24 jam intervensi, pasien dapat menunjukkan - Kaji luka setiap mengganti balutan: akibat infeksi
kembali keutuhan struktural dan fungsi fisiologis - Lokasi, luas, dan kedalaman
integritas kulit dan membran mukosa dengan Kriteria - Ada atau tidak karakter eksudat dan jarigan
Evaluasi: nekrotik (kekentalan, warna, dan bau)
1. Pasien mencapai penyembuhan luka tepat waktu - Ada atau tidak infeksi (nyeri, edema, dan bau)
2. Suhu, elastisitis, hidrasi, dan sensasi pada kulit - Ada atau tidak perluasan luka ke jaringan kulit di - Menyediakan daerah yang bersih dan kering
yang terindikasi normal kembali bawahnya dan pembentukan saluran sinus pada saat pengaplikasian balutan
3. Keutuhan kulit mulai tercapai - Pengaplikasian balutan dengan cara:
4. Pasien mampu mendemonstrasikan teknik dalam - Gunakan sarung tangan sekali pakai - Mencegah infeksi nosokomial
mencegah kerusakan kulit lebih lanjut dan - Membersihkan kulit dengan air, gosok lembut - Melindungi kulit dari komplikasi infeksi
membantu penyembuhan dengan alkohol atau sedikit zink atau bubuk stearat - Mencegah adanya lekukan yang akan
 Penyembuhan Luka: Sekunder (bubuk tidak berlebih) menyebabkan trauma jaringan lebih parah
Setelah 3x24 jam intervensi, pasien dapat menunjukkan - Potong perban untuk menutupi daerah yang luka
penyembuhan luka sekunder dengan Kriteria Evaluasi: - Gunakan telapak tangan pada saat
1. Terbentuknya granulasi mengaplikasikan (hindari menggunakan ujung jari)
2. Pembentukan jaringan parut - Lakukan perawatan luka secara rutin meliputi:
3. Penyusutan luka - Pertahankan jaringan bebas dari keadaan lembab - Mencegah pertumbuhan bakteri dan infeksi
4. Luka tidak mengalami perluasan ke jaringan di - Lindungi pasien dari kontaminasi feses/urin
bawahnya - Lakukan masase di area sekitar luka - Merangsang sirkulasi darah pada area luka
 Penyembuhan Luka: Primer Kolaboratif sehingga mempercepat penyembuhan luka
Setelah 3x24 jam intervensi, pasien dapat menunjukkan - Konsultasi pada ahli gizi mengenai pemberian - Nutrisi dapat membantu membantu proses
penyembuhan luka sekunder dengan Kriteria Evaluasi: makanan tinggi protein, mineral, kalori, dan vitamin penyembuhan dan meningkatkan sistem imun
1. Penyatuan kulit sehingga terhindar dari infeksi
2. Pembentukan jaringan parut - Menggunakan unit TENS (transcutaneous electrical - Merangsang sistem saraf untuk menghilangkan
3. Tidak terdapat bau luka nerve stimulation) rasa nyeri

17
Dx: Domain 4 Aktivitas Kelas 5 00108 Defisit Perawatan Diri Mandi atau Kebersihan berhubungan dengan kerusakan pada musculoskeletal, kelemahan,
dan nyeri ditandai dengan badan tampak kotor terutama esktermitas atas, kebutuhan bathing pasien yang dilakukan oleh perawat, adanya fraktur tibia
kanan, pasien mengeluh sakit, dan lemas.
Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan atau memenuhi aktivitas mandi
NOC NIC Rational
Setelah 2x24 jam Mandiri (independen)
intervensi, pasien Pengkajian - Menentukan kemampuan klien dalam merawat diri, sejauh mana
mampu - Kaji toleransi kemampuan klien untuk melakukan perawatan diri tingkat bantuan yang dapat diberikan, dan menyesuaikan jenis
menunjukkan (menggunakan skala 0-4) mandi yang akan diberikan (di tempat tidur lengkap/parsial, di
perawatan diri bak dengan spons, di bak rendam, pancuran, atau bag bath)
pada aktivitas - Kaji keinginan klien untuk mandi (frekeunsi, waktu, tipe produk - Klien dapat berpartisipasi dan meningkatkan kenyamana klien
kehidupan sehari- higiene) terhadap higiene
hari dan mandi - Kaji kondisi kulit saat mandi (adanya ruam, kering, cairan dari lesi, - Menyediakan informasi untuk mengarahkan pemeirksaan fisik
dengan Kriteria atau kelembaban yang berlebih) kulit terutama luka
Evaluasi: - Kaji kondisi gigi pasien (warna dan debris) - Mencegah cedera kecelakaan dan menentukan tingkat bantuan
1. Pasien dan - Pantau adana perubahan kemampuan fungsi untuk aktivitas mandi selanjutnya
perawat - Menanyakan klien mengenai tingkat kelelahan setelah mandi - Menentukan frekuensi dan jenis mandi selanjutnya
memiliki Bantuan Perawatan Diri: Mandi/Higiene
hubungan saling - Melakukan higiene tangan sebelum menyentuh pasien - Mencegah transmisi mikroorganisme
percaya untuk - Memandikan klien di tempat tidur parsial - Klien belum mampu menjangkau bagian tertentu, namun masih
melakukan - Memastikan tempat tidur terkunci dapat mengurus diri sendiri
aktivitas - Menaikkan tempat tidur sesuai kenyamanan pasien dan menurunkan - Mencegah tempat tidur bergerak
perawatan tepi pembatas tempat tidur - Perawat tidak perlu menjangkau terlalu jauh sehingga
mandi menghindari ketegangan otot serta meninggikan tempat tidur
2. Pasien dapat - Letakkan selimut mandi di atas seprai,lalu lipat dan lepaskan seprai akan memfasilitasi mekanika tubuh yang tepat
mengungkapkan atas dan selimut di bawahnya. - Melepaskan seprai bagian atas untuk mencegah seprai jadi kotor
secara verbal atau basah dan selimut akan memberikan rasa privasi dan hangat
mengenai - Lepaskan pakaian klien dengan cara: pada pasien
kepuasan - Lepaskan kancing tanpa menarik selang infus dan selang IV, jika - Melepaskan pakaian dari sisi tidak sakit akan memungkinkan
tentang gaun dengan kancing. Jika pakaian biasa, melepaskan pakaian dan melepas pakaian lebih mudah dan tanpa merasa sakit pada
kebersihan infus dari sisi yang tidak sakit (turunkan botol infus dan lepaskan pergelangan tangan yang diinfus
tubuh pakainnya. Gantung kembali infus dan periksa aliran)

18
3. Pasien mampu - Klien menggunakan selang IV. Matikan pompa, jepit dengan - Regulasi supaya cairan yang masuk tidak salah dan adekuat pada
membersihkan klem, lepaskan selang dari pompa, lalu lepaskan pakaian. pasien
tubuh baik Masukkan kembali selang ke pompa, lepas klem, dan hidupkan
secara mandiri pompa. Atur aliran slang
maupun - Tutupi klien dengan selimut - Melindung privasi klien
menerima - Tinggikan pembatas tepi - Menjaga klien saat perawat tidak disisi klien
bantuan jika - Isi bak cuci dengan air hangat 2/3 volume maksimal bak (meminta - Air hangat dapat merelaksasikan otot
diperlukan klien untuk memeriksa suhu air dengan jari) - Memeriksa suhu untuk mencegah luka bakar dan meningkatkan
- Pindahkan bantal jika diperbolehkan, lalu naikkan kepala tempat kenyamanan klien
tidur 30-45 derajat - Memudahkan membersihkan bagian telinga dan leher
- Letakkan handuk dibawah kepala klien dan di atas dada klien - Mencegah seprai basah atau kotor
- Rendam kain permbersih dalam air dan peras - Membilas tubuh pasien
- Letakkan peralatan mandi yang dibutuhkan di samping tempat tidur - Memudahkan dalam mengambil peralatan
- Dukung kemandirian pasien dalam melakukan mandi pada - Melatih kemandirian dan ekstremitas atas yang masih dapat
ekstremitas atas dan higiene oral, bantu pasien jika diperlukan mobilisasi
- Instruksikan pasien untuk membersihkan bagian yang dapat diraih - Memandirikan klien dalam perawatan diri dan mencegah
dan pada bagian yang sakit agar berhati-hati perluasan luka akibat gesekan kain dan luka
- Membersihkan area yang tidak dapat dijangkau pasien dan berisiko - Mencegah komplikasi luka seperti infeksi dan perluasan luka
cedera lebih lanjut (trauma dan laserasi)
- Setelah dikeringkan, pakaikan pakaian yang bersih - Mempertahankan kebersihan tubuh dan kenyamanan klien
- Kenakan pakaian dimulai dari sisi yang sakit dahulu - Pakaian lebih mudah dimanipulasi jika dikenakan pada sisi
dengan ROM yang berkurang
- Beri pujian pada hasil tindakan pasien saat melakukan perawatan diri - Untuk membuat pasien merasa puas dan senang, dan
meningkatkan rasa percaya pasien kepada perawat

Pemeliharaan Kesehatan Mulut - Pasien dapat merasa nyaman saat berkomunikasi dan menjaga
- Anjurkan dan bantu pasien untuk membersihkan mulut setelah kesehatan gigi dan mulut
makan dan sesuai kebutuhan pasien

19
Dx: Domain 4 Aktivitas Kelas 5 Perawatan Diri 00108 Defisit Perawatan Diri Berpakaian berhubungan dengan kerusakan pada musculoskeletal,
kelemahan, dan nyeri ditandai dengan kebutuhan dressing pasien yang dilakukan oleh perawat, adanya fraktur tibia kanan, pasien mengeluh sakit, dan
lemas.
Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan atau memenuhi aktivitas berpakaian secara mandiri
NOC NIC Rational
Setelah 2x24 jam, pasien mampu Pengkajian
menunjukkan perawatan diri dalam aktivitas - Kaji kemampuan pasien untuk berpakaian dan berhias - Untuk mengetahui tingkat bantuan yang
kehidupan sehari-hari dengan Kriteria - Kaji toleransi dan kemampuan pasien dalam melakukan dibutuhkan pasien
Evaluasi: aktivitas dressing
1. Mampu mendemonstrasikan perawatan - Kaji apakah ada perubahan kemampuan saat melakukan - Untuk mengurangi risiko cedera lebih lanjut
dari pemberi asuhan secara mandiri aktivitas dressing
2. Mengungkapkan kepuasan ketika mampu - Kaji mengenai defisit sensori, kognitif, atau fisik yang dapat
melakukan dressing menghambat aktivitas dressing pada pasien
3. Mampu mengenakan pakaian dan dressing
dengan rapi Bantuan Perawatan Diri: Berpakaian & Berhias
4. Mampu melepas pakaian - Anjurkan dan dukung pasien untuk memilih, mengenakan, dan - Untuk memandirikan pasien dalam melakukan
5. Mampu menunjukkan rambut yang rapi melepaskan pakaian secara mandiri, bantu jika diperlukan aktivitas dressing
dan bersih - Latih pasien untuk mendemonstrasikan cara berpakaian dan
berhias secara mandiri (mengancing/merisleting pakaian,
menggunakan bedak atau alat rias lainnya) - Memudahkan pasien dalam berpakaian dan
- Berikan pakaian pasien di tempat yang mudah dijangkau dan mengurangi risiko jatuh skibat defisit fisik
diurutkan berdasarkan urutan saat berpakaian pada pasien
- Menjaga privasi dan meningkatkan rasa
- Pertahankan privasi pada saat pasien berpakaian percaya pasien
- Berikan pujian pada setiap hasil tindakan pasien - Meningkatkan rasa percaya diri pasien dan
kepuasannya sehingga mau melakukan
dressing di kemudian hari

20
Dx: Domain 4 Aktivitas Kelas 5 Perawatan Diri 00108 Defisit Perawatan Diri Eliminasi berhubungan dengan gangguan mobilitas, kerusakan pada
musculoskeletal, kelemahan, dan nyeri ditandai dengan kebutuhan toileting pasien yang dilakukan oleh perawat, adanya fraktur tibia kanan, pasien
mengeluh sakit, dan lemas.
Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas eliminasi secara mandiri
NOC NIC Rational
Setelah 2x24 jam, pasien Mandiri
mampu melakukan Pengkajian
eliminasi, baik - Kaji kemampuan ambulansi dan tingkat toleransi aktivitas pasien - Untuk mengetahui tingkat bantuan yang
BAB/BAK, secara - Kaji perubahan kemampuan pasien untuk ke toilet sendiri dibutuhkan pasien
mandiri dan optimal - Kaji defisit sensori, kognitif, atau fisik yang membatasi kemampuan eliminasi secara - Untuk mengurangi risiko cedera lebih
dengan Kriteria mandiri lanjut
Evaluasi: - Kaji kebutuhan dan kemampuan pasien dalam menggunakan alat bantu (seperti tongkat, - Mengetahui kemampuan mobilisasi
1. Pasien mampu walker) pasien dan bantuan yang sesuai untuk
menyelesaikan diberikan
eliminasi dengan Manajemen Defekasi
optimal, baik secara - Anjurkan pasien untuk melakukan pola eliminasi secara teratur - Menghindari risiko konstipasi, gagal
dibantu ataupun - Jika pasien mengalami konstipasi, lakukan terapi abdomen (dengan cara massage ginjal. atau risiko lain akibat sulit
secara bertahap abdomen searah jalur usus besar menuju anus) BAB/BAK
melakukannya dengan - Membiasakan pasien melakukan pola
mandiri Manajemen Lingkungan eliminasi
2. Pasien mampu - Modifikasi lingkungan sekitar pasien terutama toilet, seperti memastikan kondisi lantai - Menghindari risiko jatuh maupun cidera
melakukan higiene tidak licin, menyingkirkan hambatan/gangguan fisik yang menghambat akses ke toilet, pada pasien
setelah eliminasi menyediakan pencahayaan yang cukup
3. Pasien mampu - Modifikasi lingkungan sekitar pasien agar dapat dengan mudah memanggil perawat pada
memposisikan tubuh saat yang dibutuhkan, seperti menggunakan bel
dengan baik, baik
duduk maupun ketika Bantuan Perawatan Diri: Eliminasi
turun saat - Anjurkan pasien untuk mengenakan pakaian yang mudah dipakai dan dilepas, bantu jika - Memudahkan pasien dalam eliminasi dan
menggunakan perlu menghindari risiko jatuh pada pasien
kloset/psipot/fracture - Latih pasien cara melepas dan memakai kembali pakaian saat eliminasi - Membantu pasien menyelesaikan
pan/urinal - Letakkan pispot atau urinal di tempat yang mudah dijangkau pasien eliminasi secara optimal dan mengajarkan
- Bantu pasien saat menggunakan pispot/kloset/fracture pan/urinal pada saat dibutuhkan pasien untuk mandiri ke depannya

21
- Latih pasien menggunakan pispot/kloset/fracture pan/urinal secara mandiri
- Mengurangi risiko infeksi pada laserasi di
- Dorong dan latih pasien dalam melakukan higiene setelah eliminasi dengan cara kedua siku pasien
mencuci tangan dengan benar - Meningkatkan kepercayaan pasien
- Jaga privasi pasien pada saat eliminasi kepada perawat dan menjaga privasi
pasien

3.4 Rencana Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik


Diagnosis NOC NIC Rasional
1. Gangguan  Klien meningkat dalam Mandiri :
mobilitas fisik aktivitas fisik 1. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan 1. Mengidentifikasi masalah,
berhubungan  Klien melakukan rentang kebutuhan peralatan memudahkan intervensi
dengan pergerakan sendi penuh pada 2. Melakukan latihan ROM pasif dean membantu 2. Latihan ROM dan mekanisme tubuh
kehilangan semua sendi dengan latihan aktif . yang baik menguatkan otot abdomen
integritas struktur  Memverbalisasikan perasaan 3. Tentukan tingkat motivasi klien dalam melakukan dan fleksor tulang belakang.
tulang akibat dalam meningkatkan aktivitas. 3. mempengaruhi penilaian terhadap
fraktur dan Nyeri kekuatan dan kemampuan Terapi aktivitas : ambulansi kemampuan aktifitas apakah karena
tulang mobilasasi 4. Ajarkan dan pantau klien dalam hal penggunaan ketidakmampuan atau ketidakmauan.
 Memperagakan penggunaan alat bantu dan melatih klien dalam pemenuhan 4. Mobilisasi dini menurunkan komplikasi
alat bantu untuk mobilisasi ADLs (sesuai kemampuan). tirah baring dan meningkatkan
5. Damping dan bantu klien saat mobilisasi dan formalisasi fungsi organ.
bantu penuhi kebutuhan ADLs 5. Aktivitas bergantung pada situasi
individu. Biasanya dimulai lebih awal
dan berprogress lembut berdasarkan
pada toleransi klien.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi

22
3.5 Rencana Asuhan Keperawatan Nyeri Akut

Diagnosis NOC NIC Rasional


1. Nyeri akut  Klien menyatakan nyeri hilang Mandiri 1. Mengurangi rasa sakit dan mencegah
berhubungan dengan  Klien menunjukkan tindakan santai 1. Pertahankan imobilisasi pada bagian yang pergeseran tulang atau perpanjangan cedera
fraktur dan spasme : mampu berpartisipasi dalam sakit dengan tirah baring, gips, pemberat, jaringan
aktivitas/tidur/istirahat dengan ketat dan traksi 2. Perubahan temperatur dan pergerakan udara
 Klien menunjukkan penggunaan 2. Balut luka secepat mungkin atau kalau dapat menyebebkan nyeri yang sangat besar
keterampilan relaksasi dan aktivitas tidak, jika diperlukan dapat dilakukan 3. Mengangkat daerah luka dapat mengurangi
terapeutik sesuai indikasi untuk metode perawatan luka yang terekspos pembentukan edema, membantu aliran balik
situasi individu. udara terbuka. vena, dan perubahan posisi melalui
3. Tinggikan dan dukung posisi ekstrimitas pengangkatan dapat mengurangi rasa tidak
yang mengalami cedera secara berkala nyaman dan risiko kontraksi sendi
4. Hindari penggunaan sprei atau bantal 4. Dapat meningkatkan ketidaknyamanan
plastik di bawah ekstremitas yang di gips karena peningkatan produksi panas dalam
5. Evaluasi keluhan nyeri atau gips yang kering
ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan 5. Mempengaruhi pilihan dan pengawasan
karakteristik, termasuk intensitas (skala 0- keefektifan intervensi
10). Perhatikan petunjuk nyeri non verbal 6. Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan
6. Berikan alternatif tindakan kenyamanan, area tekanan dan kelelahan otot
misalnya pijatan dan perubahan posisi 7. Pergerakan dan latihan dapat mengurangi
7. Ubah posisi secara berkala dengan nyeri sendi dan keletihan otot, namun tipe
pemberian latihan RPS aktif atau pasif jika latihan tergantung dari lokasi dan rentang
dibutuhkan nyeri
8. Dorong klien menggunakan teknik 8. Memfokuskan kembali perhatian,
manajemen stress, contoh relaksasi meningkatkan rasa kontrol dan
progresif atau latihan nafas dalam, meningkatkan kemampuan koping dalam
imajinasi visualisasi manajemen nyeri.
9. Selidiki adanya keluhan nyeri yang tak 9. Dapat menandakan terjadinya komplikasi
biasa / tiba-tiba atau dalam, lokasi seperti infeksi, iskemia jaringan atau
progresif atau buruk tidak hilang dengan sindrom kompartemen.
analgetik 10. Menurunkan edema atau pembentukan
23
10. Lakukan kompres dingin (es) pada 24-72 hematoma dan menurunkan nyeri.
jam pertama dan sesuai keperluan 11. Membantu mengurangi konsentrasi pada
11. Berikan aktivitas yang sesuai dengan usia pengalaman nyeri dan mengarahkan pada
dan kondisi fokus yang lain
12. Meningkatkan waktu tidur tanpa diganggu 12. Kesulitan tidur dapat meningkatkan
persepsi dari nyeri dan mengurangi
Kolaborasi kemampuan koping.
13. Berikan analgetik sesuai indikasi

24
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Luka merupakan kerusakan integritas kulit yang terjadi karena trauma yang
dialami kulit sedangkan fraktur merupakan keadaan terputusnya keutuhan tulang
diakibatkan oleh trauma. Pada kasus klien mengalami lecet pada kulit serta fraktur tibia
dextra yang berasal dari trauma langsung akibat kecelakaan motor sehingga
menimbulkan rasa nyeri dan keterbatasan gerak. Hal ini akan menyulitkan klien dalam
melakukan kebersihan diri, sehingga perawat sangat berperan untuk membantu klien
dalam melakukan kebersihan diri atau pun perawatan diri klien mulai dari toileting
hingga bathing yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit . perawat
juga membantu mengatasi rasa nyeri yang dialami klien salah satunya dengan pemberian
analgesik.

4.2 Saran
1) Perawat harus mengetahui anatomi dan fisiologi dari sistem integumen
2) Perawat harus memahami jenis-jenis luka dan proses penyembuhan luka
3) Perawat harus mengetahui konsep fraktur
4) Perawat harus mengetahui dan menguasai cara melakukan perawatan diri atau
kebersihan diri untuk membantu klien menjaga kebersihan diri selama perawatan
5) Perawat harus mengetahui pemberian obat pengurang rasa nyeri serta meninjau efek
samping dari obat yang diberikan pada klien
6) Perawat harus mampu menyusun asuhan keperawatan yang tepat berdasarkan kondisi
klien yang luka dan fraktur

25
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasa
Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Black, Joyce M., Hawks, Jane H. (2009). Medical Surgical Nursing. Singapore vol.1 ed.8:
Elsevier. Gruendemann, B. J. (2005). Buku ajar keperawatan perioperatif. Jakarta: EGC
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Medical-Surgical Nursing: Clinical Management for
Positive Outcomes, 8th Ed. Singapore: Elsevier.
Dingwall, L. (2010). Personal Hygiene Care (Essential Clinical Skills for Nurses) (1st ed.).
Chichester, West Sussex: Wiley-Blackwell.
Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., Murr, A.C. (2006). Nursing Care Plans 8th Ed.
Philadelphia: F.A. Davis Company.
Doengoes, M., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2010). Nursing Care Plans: Guidelines for
Individualizing Client Care Aoss the Life Span (8th ed.). Philadephia: F. A. Davis
Company.
Grace, P. A., & Borley, N. R. (2007). At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Herlambang, Penggalih M. (2008). Mekanisme Biomolekular Luka Memar. Kepaniteraan
Klinik Forensik dan Medikolegal FK UNS Dr. Moewardi: Surakarta
Keliat, Budi Anna. Akemat. 2007. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC
Kozier, B., Erb., Berman, A.J. (2009). Fundamental of Nursing: Concepts, Process, and
Practice. Ninth Edition. New Jersey: Pearson
Kozier, Barbara. (2010). Buku Ajar Fundamental keperawatan vol.2 ed.7. Alih bahasa
Pamilih Eko Karyuni, Dwi Widiarti. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A. J., & Snyder. (2012). Fundamentals of Nursing: Concepts,
Process, and Practice. 9th Ed. New Jersey: Pearson Education, Inc
Kozier, B., Erb., G., Berman, A., Synder, S. J., & Frandsen, G. (2016). Fundamentals of
Nursing: Concepts, Process, and Practice, Tenth Edition. Canda: Pearson Education.
Mader, Sylvia S. n.d. Understanding Human Anatomy & Physiology. 5th Ed.
Martini, Frederic H., Nath, L Judith., & Bartholomew, Edwin F. (2012). Fundamentals of
Anatmoy & Physiology. 9th Ed. United States of America: Pearson Education
Muttaqin, A. (2008). Asuhan keperawatan klien gangguan sistem muskuloskeletal. Jakarta:
EGC
NANDA. (2014). NANDA International, Inc. Nursing Diagnoses: Definitions &
Classification 2015-2017. (10th ed.). UK: John Wiley & Sons, Ltd.
Potter,P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses dan
praktek edisi ke 4. Singapura: Elsevier.
Potter, P.A., Perry, A.G. (2010). Fundamental of Nursing 7th edition. Singapura:
ElsevierPotter, P. A., Perry, A. G., Stockert, P. A., & Hall, A. M. (2013). Fundamentals
of Nursing, Eight Edition. St. Louis: Elsevier Mosby.
Rejo (2009). Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit. From:
http://jurnal.akpermus.ac.id/index.php/jkemu/article/view/2
Smeltzer, S. C. O., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2012). Brunner & Suddarth’s
Textbook of Medical-Surgical Nursing. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Stevens, P.J.M., Bordui, F., dan Van Der Weyde, J.A.G. (1999). Ilmu Keperawatan. Edisi 2.
Jilid 2. Jakarta: EGC
Suratun., et al. (2008). Klien gangguan sistem muskuloskeletal: Seri asuhan keperawatan.
Jakarta: EGC.
Tortora, Gerard & Derrickson, Bryan. (2009). Principles of Anatomy and Physiology. 12th Ed.
United States of America: John Wiley & Sons, Inc.
26
Wilkinson, J. M., Ahern, N. R. Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook: NANDA
Diagnoses, NIC Interventions, NOC Outcomes (9th ed.). New Jersey: Pearson Education
Berman, A., & Snyder, S. (2012). Kozier & Erb's Fundamentals of Nursing. New jersey:
Pearson.
Erfurt-Berge, C., & Renner, R. (2014). Recent developments in topical wound therapy:
impact of antimicrobiological changes and rebalancing the wound milieu. BioMed
Research International, 1-8.
Johnson, S. (2015). Five steps to successful wound healing in the community. Journal of
Community Nursing, 29(4), 30,32,34-36,38-39.
Jones, M., Davey, J., & Champion, A. (2013). Dressing wounds. Nursing Standard, 12(39),
47-52.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010). Fundamental keperawatan Volume 2. Jakarta: Salemba
Medika.
Wynne, R., Botti, M., Stedman, H., & Holsworth, L. (2004). Effect of wound dressings on
infection, healing comfort, and cost in patients: a randomized trial. Chest, 125(1), 9-43.

27

Anda mungkin juga menyukai