Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Seksualitas bergantung pada empat faktor yang saling berkaitan identitas


seksual, identitas gender, orientasi seksual, dan perilaku seksual. Keempat faktor
ini memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi kepribadian. Seksualitas
adalah sesuatu yang lebih dari sekedar seks fisik, koitus atau bukan koitus, dan
perilaku yang hanya diarahkan untuk memperoleh kesenangan. Identitas seksual
adalah pola ciri seksual biologis seseorang: kromosom, genitalia eksterna, genitalia
interna, komposisi hormon, gonad dan ciri seks sekunder. Pada perkembangan
normal, ciri ini membentuk suatu pola yang menyatu yang membuat seseorang
tidak meragukan jenis kelaminnya. Identitas gender adalah perasaan kelaki-lakian
atau keperempuanan seseorang.

Respons seksual normal atau fisiologis menurut Masters and Johnsons terdiri dari :

Fase Karakteristik Disfungsi


1. Hasrat/dorongan Fase ini berbeda dari yang Gangguan dorongan
dikenali semata-mata seksual hipoaktif,gangguan
melalui fisiologi dan keengganan
mencerminkan motivasi seksual,gangguan
pasien ,dorongan dan dorongan seksual hipoaktif
kepribadian. Fase ini karena kondisi medis
ditandai oleh khayalan umum (laki-laki atau
seksual dan hasrat untuk perempuan);disfungsi
melakukan hubungan seks. seksual akibat zat dengan
gangguan dorongan
2. Rangsangan Fase ini terdiri daripada Gangguan rangsangan
perasaan subjektif tentang seksual wanita,gangguan
kenikmatan seksual dan erektil lakilaki ;gangguan
perubahan fisiologis yang erektil laki-laki karena
menyertai. kondisi medis
umum;dyspareunia karena
kondisi medis umum (laki-
laki atau
perempuan);disfungsi
seksual akibat zat dengan
gangguan rangsangan
3. Orgasme Fase ini terdiri dari puncak Gangguan orgasmik
kenikmatan seksual, perempuan;gangguan
dengan pelepasan orgasmik laki-laki;ejakulasi
ketegangan seksual dan prematur;disfungsi seksual
kontraksi ritmik otot lain karena kondisi medis
perineum dan organ umum;disfungsi seksual
reproduktif pelvik. akibat penggunaan zat
dengan gangguan orgasm
4. Resolusi Fase di mana terjadinya Disforia
relaksasi umum,sehat dan pascasenggama;nyeri
kekenduran otot.Selama kepala pascasenggama.
fase ini laki-laki adalah
refrakter terhadap
orgasme selama periode
waktu yang semakin
panjang dengan
bertambahnya usia
sedangkan perempuan
mengalami orgasm
multiple tanpa periode
refrakter

Disfungsi seksual bisa didapati pada laki-laki maupun perempuan, dan pada suami
atau isteri,atau kedua suami isteri secara bersamaan sebagai sebab akibat. Gejala khas
pada disfungsi seksual adalah terdapat halangan pada satu atau lebih fase seksual
normal,yaitu dari segi subjektivitas rangsangan seksual,maupun dari objektivitas dari
performa itu sendiri. Disfungsi seksual dapat merupakan gejala biologis atau konflik
intrapsikis atau interpersonal atau kombinasi kedua faktor tersebut.Antara faktor yang
dapat mempengaruhi fungsi seksual adalah stress,gangguan emosional, dan
ketidaktahuan fungsi dan fisiologi seksual. Dalam mempertimbangkan gangguan disfungsi
seksual,harus disingkirkan dulu kondisi medis umum dan penggunaan zat pada pasien
yang turut dapat mengakibatkan disfungsi tersebut. Apabila gangguan didapatkan
biogenik ,maka digolongkan dalam aksis III ,kecuali terdapat bukti bahwa episode
disfungsional adalah dari onset pengaruh fisiologis atau farmakologis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 GANGGUAN HASRAT SEKSUAL

Gangguan hasrat seksual dibagi menjadi dua,kelas yaitu gangguan hasrat


seksual hipoaktif (hypoactive sexual desire disorder) dan gangguan keengganan
seksual (sexual aversion disorder). Gangguan hasrat seksual hipoaktif ini
ditandai oleh defisiensi atau tidak adanya fantasi seksual dan hasrat untuk aktivitas
seksual. Gangguan ini lebih sering ditemukan dan keluhan adalah lebih ditemukan
pada wanita berbanding laki laki. Di mana Gangguan keengganan seksual
ditandai oleh keenggganan terhadap atau hindari kontak seksual genital dengan
pasangan seksual.

2.1.1 Etiologi

Hasrat seksual yang rendah juga dikatakan sebagai suatu inhibisi selama
fase falik dan konflik oedipal yang tidak diselesaikan.Beberapa laki-laki terfiksasi
pada stadium falik dan perkembangannya ,mereka ketakutan pada vagina ,mereka
percaya bahwa vagina memiliki gigi secara tidak sadar,dikenali sebagai vagina
dentata.Tidak adanya hasrat seksual juga disebabkan oleh stress kronis ,depresi
,kelelahan dan kecemasan.Abstinensi dari seks untuk jangka panjang juga dapat
menekan impuls seksual.Terdapat masalah antara pasangan seperti permusuhan
juga dapat mengurangkan hasrat seksual. Yang paling umum faktor-faktor biologis
dalam nafsu hipoaktif adalah perasaan sakit, rasa sakit tubuh, dan berkurangnya
testosteron, hormon yang mengontrol ketertarikan seksual. Dalam paling umum
disfungsi seksual pada wanita dan mungkin penyebab sekunder adalah faktor
psikologis seperti defisiensi hormon, menopause, atau intervensi medis. Sebagai
faktor-faktor psikologis, mungkin termasuk depresi, stres, perasaan yang
bertentangan tentang seks, dan konfik hubungan.

2.1.2 Epidemiologi

Gangguan ini lebih sering ditemukan pada wanita dari laki-laki.Prevalensi


laki-laki dengan gangguan hasrat seksual hipoaktif tergantung latar belakang
geografi dan ketepatan diagnosis.Lebih dari 15 % laki-laki mengalami gangguan
hasrat seksual hipoaktif.Didapatkan 6% dari laki-laki berusia 18 hingga 24 tahun
dan 41% dari laki-laki berusia 66 hingga 74 tahun mengalami gangguan hasrat
seksual.

2.1.3 Faktor resiko

Faktor Psikis Gangguan hasrat seksual sering dipengaruhi mood dan


ansietas. Pasien dengan riwayat gangguan kepribadian pada masa lampau dikatakan
mempunyai kehilangan hasrat seksual yang sedang maupun berat dibanding dengan
15% gangguan hasrat yang tidak ada riwayat tersebut.

Lingkungan dan Sosial Alkohol dapat menngakibatkan gangguan hasrat


seksual.Hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan hasrat seksual
adalah mereka yang homoseksual yang tidak diterima atau yang dalam hubungan
heteroseksual, kekurangan edukasi seksual, atau trauma di dalam pengalaman
seksual pada masa lalu.

Genetik dan Fisiologis Masalah endokrin dapat menurunkan libido secara


signifikan.Juga dikatakan pada laki-laki yang hypogonadal,hasrat seksual
menurun.Namun tidak dapat dibuktikan jika laki-laki yang mengalami gangguan
hasrat seksual ada penurunan testosterone.

2.1.4 Pedoman Klinis


Kriteria diagnostik DSM-IV-TR gangguan hasrat seksual hipoaktif
a. Kurangnya (atau tidak adanya) fantasi seksual dan hasrat untuk aktivitas
seksual yang menetap atau berulang. Penilaian mengenai kurang atau tidak
adanya fantasi atau hasrat ini dilakukan oleh klinisi, dengan
mempertimbangkan faktor yang memengaruhi fungsi seksual, seperti usia
dan konteks kehidupan seseorang.
b. Gangguan ini menyebabkan penderitaan yang nyata atau kesulitan
interpersonal.
c. Disfungsi seksual sebaiknya tidak disebabkan gangguan aksis 1 lain
(kecuali disfungsi seksual lain) dan tidak hanya disebabkan pengaruh
fisiologis langsung suatu zat (cth, penyalahgunaan obat, pengobatan) atau
keadaan medis umum.
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR gangguan keengganan seksual
a. Keengganan yang ekstrem dan penghindaran yang menetap atau berulang
terhadap semua (atau hampir semua) kontak seksual genital dengan
pasangan seksual.
b. Gangguan ini menyebabkan penderitaan yang nyata atau kesulitan
interpersonal
c. Disfungsi seksual tidak lebih mungkin disebabkan gangguan aksis 1 lain
(kecuali disfungsi seksual lain)

Pedoman Klinis PPDGJ- III

F52.0 Kurang atau Hilangnya Nafsu Seksual


 Hilangnya nafsu seksual merupakan masalah utama dan tidak
merupakan gangguan sekunder dari kesulitan seksual lainnya,seperti
kegagalan ereksi atau dyspareunia. (F52.6)
 Berkurangnya nafsu seksual tidak menyingkirkan kenikmatan atau
bangkitan (arousal) seksual, tetapi menyebabkan kurangnya
aktivitas awal seksual.Termasuk frigiditas.

F52.1 Penolakan dan Kurangnya Kenikmatan Seksual

F52.10
 Penolakan Seksual (sexual aversion)
 Adanya perasaan negatif terhadap interaksi seksual,sehingga
aktivitas seksual dihindarkan.

F52.11
 Kurangnya Kenikmatan Seksual (lack of sexual enjoyment )
 Respons seksual berlangsung normal dan mengalami orgasme
,tetapi kurang ada kenikmatan yang memadai.
2.2 GANGGUAN RANGSANGAN (GAIRAH) SEKSUAL
Selama adanya stimulus seksual, tahap kedua dari pola respon yaitu
perasaan kenikmatan seksual disertai dengan ketegangan muskular dan vaskular
yang padat, atau meningkatnya aliran darah. Pada pria, hal ini menyebabkan
ereksi.Pada wanita, genitalnya membengkak dan dinding vagina mengeluarkan
cairan. Gangguan dari tahap ini mengambil dua bentuk, satu laki-laki dan satu
wanita.
a. Gangguan stimulus seksual wanita
Kehadiran dari gangguan stimulus seksual wanita paling baik diindikasikan
dengan cairan vagina yang tidak cukup.Walaupun gangguan ini dapat disebabkan
dari faktor psikologis, seperti distres emosi, sejarah dari trauma seksual, dan kurang
percaya pada pasangan.Gangguan ini dapat sebagai hasil dari masalah medis dan
fisik seperti operasi atau kekurangan hormonal.

2.2.1 Epidemiologi
Prevalensi gangguan rangsangan seksual wanita biasanya diperkirakan
lebih rendah dari angka yang sebenarnya karena banyak kasus tidak
dilaporkan.Wanita yang menderita disfungsi fase perangsangan sering kali
memiliki masalah orgasme.Dari penelitian pada pasangan yang menikah,33 persen
wanita mempunyai kesulitan mempertahankan perangsangan seksual.

2.2.2 Etiologi
Gangguan gairah seksual pada wanita memiliki penyebab fisik maupun
psikis. Penyebabyang utama adalah faktor psikis, yang bisa berupa perselisihan
pernikahan, depresi, dan keadaan yang menimbulkan stress. Seorang wanita bisa
menghubungkan seksual dengan perbuatan dosa dan kesenangan seksual dengan
perasaan bersalah.1Rasa takut akan keintiman juga dapat memegang
peranan.Sedangkan faktor fisik yang bisa menyebabkan gangguan gairah seksual
pada wanita diantaranya:
a. Rasa nyeri karena endometriosis atau infeksi kandung kemih (sistitis),
infeksi vagina(vaginitis).
b. Kekurangan hormon estrogen yang menyertai masa menopause atau
pengangkatan indung telur biasanya menyebabkan kekeringan dan
penipisan dinding vagina.
c. Histerektomi (pengangkatan rahim) atau mastektomi (pengangkatan
payudara).
d. Kelenjar tiroid yang kurang aktif.
e. Anatomi vagina yang abnormal, yang disebabkan oleh kanker,
pembedahan atau terapi penyinaran.
f. Hilang rasa karena alkolik, diabetes atau kelainan sistem saraf tertentu
(misalnya sclerosis multiple).
g. Penggunaan obat-obatan untuk mengatasi kecemasan, depresi atau
tekanan darah tinggi.

2.2.3 Pedoman Klinis


Pedoman Klinis untuk Gangguan Rangsangan Seksual pada Wanita
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM –IV).
a. Ketidakmampuan rekuren atau menetap untuk mencapai atau
mempertahankan respons lubrikasi-pembengkakan yang adekuat
dari rangsangan seksual, sampai selesainya aktivitas seksual.
b. Gangguan menyebabkan penderitaan yang jelas atau kesulitan
interpersonal.
c. Disfungsi seksual tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan Aksis
lainnya (kecuali disfungsi seksual lain) dan semata-mata bukan efek
fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

Pedoman Klinis PPDGJ-III


F52.2 Kegagalan dari Respons Genital
 Pada wanita masalah utama adalah kekeringan vagina atau
kegagalan pelicinan (lubrication).
b. Gangguan ereksi pada laki-laki
Gangguan ereksi pada laki-laki juga disebut sebagai disfungsi ereksi dan
impotensi. Seorang laki-laki dengan gangguan ereksi seumur hidup tidak pernah
mampu mendapatkan ereksi yang cukup untuk insersi ke dalam vagina. Pada
gangguan ereksi laki-laki yang didapat, seorang laki-laki pernah berhasil
melakukan penetrasi vagina pada suatu waktu di dalam kehidupan seksualnya,
tetapi dikemudian hari tidak mampu melakukannya. Pada gangguan ereksi laki-laki
situasional, seorang laki-laki mampu melakukan hubungan seksual pada situasi
tertentu. Tetapi tidak dapat melakukannya pada situasi lain, contohnya, ia dapat
berfungsi efektif dengan seorang pelacur tetapi ia menjadi impoten dengan istrinya.

2.2.4 Epidemiologi
Gangguan erektil pada laki –laki didapat telah dilaporkan terjadi pada 10
sampai 20 persen lakilaki.Gangguan erektil laki-laki seumur hidup adalah suatu
gangguan yang jarang terjadi pada kira kira 1 persen laki laki di bawah 35
tahun.Semakin meningkat usia,semakin meningkat insidensi impotensi.Dari
dewasa muda terdapat 8 persen yang mempunyai gangguan ereksi, dan 75 persen
pada laki-laki usia lebih dari 80 tahun.

2.2.5 Etiologi
Penyebab gangguan erektil laki-laki mungkin organik atau psikologis atau
kombinasi keduanya.. Riwayat penyakit yang baik adalah memiliki kepentingan
utama dalam menentukan penyebab disfungsi. Jika seorang laki-laki melaporkan
mengalami ereksi spontan saat ia tidak merencanakan untuk melakukan hubungan
seks, mengalami ereksi di pagi hari, atau memiliki ereksi yang baik dengan
masturbasi, penyebab organik impotensinya dapat diabaikan, dan prosedur
diagnostic yang mahal dapat dihindari.
Faktor organik: kelemahan sesudah suatu penyakit badaniah, diabetes
mellitus, hipotiroidi, anemia, dan malnutrisi, gangguan medulla spinalis, narkotika
(menurunkan libido sehingga terjadi impotensi), pemakaian lama barbiturate,
imipramin dan fenotiazin (mempunyai efek antikolinergik yang mengganggu
saluran otonomik yang perlu buat ereksi); thioridazin dapat menyebabkan penderita
tidak dapat bereyakulasi biarpun ia poten dan mencapai orgasme.
Faktor psikologis paling sering (ada yang katakana 90%, ada yang
katakana 60%) merupakan penyebab disfungsi ereksi yang menjadi manifest
mungkin sebagai disfungsi ereksi “biasa”, mungkin juga sebagai disfungsi ereksi
selektif (timbul hanya dalam keadaan tertentu dan dalam keadaan lain tidak, atau
hanya dengan istri dan tidak dengan wanita lain atau sebaliknya); disfungsi ereksi
karena kurang pengalaman (pada pengalaman heterosexual); disfungsi ereksi
sebelum orgasme dan ejakulasi (peni menjadi lemas sesudah memasuki vagina);
disfungsi ereksi karena gangguan identitas sexual, identitas gender dan preferensi
sexual (misalnya karena transvestite, bestialitas, sadism, masokhisme, penderita
mengalami disfungsi ereksi waktu hubungan heterosexual, tetapi dapat ereksi bila
melakukan tindakan sexual sesuai dengan gangguan sexualnya).

2.2.6 Pedoman klinis


Kriteria diagnostik DSM-IV-TR Gangguan ereksi pada laki-laki
a. Ketidakmampuan berulang atau menetap untuk mencapai atau
mempertahankan ereksi yang adekuat sampai aktivitas seksual berakhir.
b. Gangguan ini menimbulkan penderitaan yang nyata atau kesulitan
interpersonal.
c. Disfungsi ereksi tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguan aksis 1 lain
(kecuali disfungsi seksual lain) dan tidak hanya disebabkan oleh efek
fisiologis langsung suatu zat (cth, penyalahgunaan obat, pengobatan) atau
keadaan medis umum,

Pedoman Klinis PPDG-III


F52.2 Kegagalan dari Respons Genital
 Pada pria masalah utama adalah disfungsi ereksi,misalnya kesukaran untuk
terjadinya atau mempertahankan ereksi yang memadai untuk suatu
hubungan seksual yang memuaskan.
2.3 EJAKULASI DINI
Di dalam ejakulasi dini, laki-laki secara berulang dan menetap mencapai
orgasme dan ejakulasi sebelum mereka menginginkannya. Tidak ada kerangka
waktu yang pasti untuk mendefinisikan disfungsi ini. Diagnosis ditegakkan ketika
laki-laki secara teratur mengalami ejakulasi sebelum atau segera setelah memasuki
vagina. Klinisi harus mempertimbangkan faktor yang memengaruhi durasi fase
gairah, seperti usia, pasangan seksual baru atau lama dan frekuensi serta lama
koitus.

2.3.1 Epidemiologi
Ejakulasi dini lebih lazim dilaporkan pada laki-laki lulusan universitas
daripada laki-laki dengan tingkat edukasi yang lebih rendah. Keluhan ini dianggap
berkaitan dengan kepedulian mereka akan kepuasan pasangan tetapi penyebab
sebenarnya meningkatnya frekuensi gangguan ini belum ditentukan. Ejakulasi dini
keluhan utama kira-kira pada 35 hingga 40 persen laki-laki yang diterapi untuk
gangguan seksual.

2.3.2 Etiologi
Sejumlah peneliti membagi laki-laki yang mengalami ejakulasi dini menjadi
dua kelompok: mereka yang memiliki predisposisi fisiologis untuk mencapai
klimaks segera karena waktu latensi saraf yang lebih singkat dan mereka dengan
etiologi yang dipelajari secara psikogenik atau perilaku. Kesulitan pengendalian
ejakulasi dapat dikaitkan dengan ansietas mengenai kegiatan seksual, dengan rasa
takut yang tidak disadari mengenai vagina atau pembelajaran budaya yang negatif

2.3.3 Pedoman Klinis


Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Ejakulasi dini
a. Ejakulasi berulan atau menetap dengan stimulasi seksual yang minimal
sebelum, pada saat, atau segera setelah penetresi dan sebelum orang tersebut
menginginkannya. Klinisi harus memperhitungkan faktor yang
memengaruhi durasi fase gairah, seperti usia, pasangan seksual yang
baru/tidak berpengalaman, situasi dan frekuensi aktivitas seksual baru-baru
ini,
b. Gangguan ini menimbulkan penderitaan yang nyata atau kesulitan
interpesonal
c. Ejakulasi dini tidak hanya disebabkan efek langsung suatu zat (cth, putus
zat opioid).

Pedoman Klinis PPDG-III


F52.4 Ejakulasi dini
 Ketidakmampuan mengendalikan ejakulasi sedemikian rupa sehingga
masing-masing menikmati hubungan seksual

2.4 DISPAREUNIA
Dispareunia adalah nyeri genital berulang atau menetap yang terjadi pada
laki-laki atau perempuan sebelum, selama, atau setelah hubungan seks. Gangguan
ini lebih lazim pada perempuan dibandingkan laki-laki.

Anda mungkin juga menyukai