PENDAHULUAN
Respons seksual normal atau fisiologis menurut Masters and Johnsons terdiri dari :
Disfungsi seksual bisa didapati pada laki-laki maupun perempuan, dan pada suami
atau isteri,atau kedua suami isteri secara bersamaan sebagai sebab akibat. Gejala khas
pada disfungsi seksual adalah terdapat halangan pada satu atau lebih fase seksual
normal,yaitu dari segi subjektivitas rangsangan seksual,maupun dari objektivitas dari
performa itu sendiri. Disfungsi seksual dapat merupakan gejala biologis atau konflik
intrapsikis atau interpersonal atau kombinasi kedua faktor tersebut.Antara faktor yang
dapat mempengaruhi fungsi seksual adalah stress,gangguan emosional, dan
ketidaktahuan fungsi dan fisiologi seksual. Dalam mempertimbangkan gangguan disfungsi
seksual,harus disingkirkan dulu kondisi medis umum dan penggunaan zat pada pasien
yang turut dapat mengakibatkan disfungsi tersebut. Apabila gangguan didapatkan
biogenik ,maka digolongkan dalam aksis III ,kecuali terdapat bukti bahwa episode
disfungsional adalah dari onset pengaruh fisiologis atau farmakologis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Etiologi
Hasrat seksual yang rendah juga dikatakan sebagai suatu inhibisi selama
fase falik dan konflik oedipal yang tidak diselesaikan.Beberapa laki-laki terfiksasi
pada stadium falik dan perkembangannya ,mereka ketakutan pada vagina ,mereka
percaya bahwa vagina memiliki gigi secara tidak sadar,dikenali sebagai vagina
dentata.Tidak adanya hasrat seksual juga disebabkan oleh stress kronis ,depresi
,kelelahan dan kecemasan.Abstinensi dari seks untuk jangka panjang juga dapat
menekan impuls seksual.Terdapat masalah antara pasangan seperti permusuhan
juga dapat mengurangkan hasrat seksual. Yang paling umum faktor-faktor biologis
dalam nafsu hipoaktif adalah perasaan sakit, rasa sakit tubuh, dan berkurangnya
testosteron, hormon yang mengontrol ketertarikan seksual. Dalam paling umum
disfungsi seksual pada wanita dan mungkin penyebab sekunder adalah faktor
psikologis seperti defisiensi hormon, menopause, atau intervensi medis. Sebagai
faktor-faktor psikologis, mungkin termasuk depresi, stres, perasaan yang
bertentangan tentang seks, dan konfik hubungan.
2.1.2 Epidemiologi
F52.10
Penolakan Seksual (sexual aversion)
Adanya perasaan negatif terhadap interaksi seksual,sehingga
aktivitas seksual dihindarkan.
F52.11
Kurangnya Kenikmatan Seksual (lack of sexual enjoyment )
Respons seksual berlangsung normal dan mengalami orgasme
,tetapi kurang ada kenikmatan yang memadai.
2.2 GANGGUAN RANGSANGAN (GAIRAH) SEKSUAL
Selama adanya stimulus seksual, tahap kedua dari pola respon yaitu
perasaan kenikmatan seksual disertai dengan ketegangan muskular dan vaskular
yang padat, atau meningkatnya aliran darah. Pada pria, hal ini menyebabkan
ereksi.Pada wanita, genitalnya membengkak dan dinding vagina mengeluarkan
cairan. Gangguan dari tahap ini mengambil dua bentuk, satu laki-laki dan satu
wanita.
a. Gangguan stimulus seksual wanita
Kehadiran dari gangguan stimulus seksual wanita paling baik diindikasikan
dengan cairan vagina yang tidak cukup.Walaupun gangguan ini dapat disebabkan
dari faktor psikologis, seperti distres emosi, sejarah dari trauma seksual, dan kurang
percaya pada pasangan.Gangguan ini dapat sebagai hasil dari masalah medis dan
fisik seperti operasi atau kekurangan hormonal.
2.2.1 Epidemiologi
Prevalensi gangguan rangsangan seksual wanita biasanya diperkirakan
lebih rendah dari angka yang sebenarnya karena banyak kasus tidak
dilaporkan.Wanita yang menderita disfungsi fase perangsangan sering kali
memiliki masalah orgasme.Dari penelitian pada pasangan yang menikah,33 persen
wanita mempunyai kesulitan mempertahankan perangsangan seksual.
2.2.2 Etiologi
Gangguan gairah seksual pada wanita memiliki penyebab fisik maupun
psikis. Penyebabyang utama adalah faktor psikis, yang bisa berupa perselisihan
pernikahan, depresi, dan keadaan yang menimbulkan stress. Seorang wanita bisa
menghubungkan seksual dengan perbuatan dosa dan kesenangan seksual dengan
perasaan bersalah.1Rasa takut akan keintiman juga dapat memegang
peranan.Sedangkan faktor fisik yang bisa menyebabkan gangguan gairah seksual
pada wanita diantaranya:
a. Rasa nyeri karena endometriosis atau infeksi kandung kemih (sistitis),
infeksi vagina(vaginitis).
b. Kekurangan hormon estrogen yang menyertai masa menopause atau
pengangkatan indung telur biasanya menyebabkan kekeringan dan
penipisan dinding vagina.
c. Histerektomi (pengangkatan rahim) atau mastektomi (pengangkatan
payudara).
d. Kelenjar tiroid yang kurang aktif.
e. Anatomi vagina yang abnormal, yang disebabkan oleh kanker,
pembedahan atau terapi penyinaran.
f. Hilang rasa karena alkolik, diabetes atau kelainan sistem saraf tertentu
(misalnya sclerosis multiple).
g. Penggunaan obat-obatan untuk mengatasi kecemasan, depresi atau
tekanan darah tinggi.
2.2.4 Epidemiologi
Gangguan erektil pada laki –laki didapat telah dilaporkan terjadi pada 10
sampai 20 persen lakilaki.Gangguan erektil laki-laki seumur hidup adalah suatu
gangguan yang jarang terjadi pada kira kira 1 persen laki laki di bawah 35
tahun.Semakin meningkat usia,semakin meningkat insidensi impotensi.Dari
dewasa muda terdapat 8 persen yang mempunyai gangguan ereksi, dan 75 persen
pada laki-laki usia lebih dari 80 tahun.
2.2.5 Etiologi
Penyebab gangguan erektil laki-laki mungkin organik atau psikologis atau
kombinasi keduanya.. Riwayat penyakit yang baik adalah memiliki kepentingan
utama dalam menentukan penyebab disfungsi. Jika seorang laki-laki melaporkan
mengalami ereksi spontan saat ia tidak merencanakan untuk melakukan hubungan
seks, mengalami ereksi di pagi hari, atau memiliki ereksi yang baik dengan
masturbasi, penyebab organik impotensinya dapat diabaikan, dan prosedur
diagnostic yang mahal dapat dihindari.
Faktor organik: kelemahan sesudah suatu penyakit badaniah, diabetes
mellitus, hipotiroidi, anemia, dan malnutrisi, gangguan medulla spinalis, narkotika
(menurunkan libido sehingga terjadi impotensi), pemakaian lama barbiturate,
imipramin dan fenotiazin (mempunyai efek antikolinergik yang mengganggu
saluran otonomik yang perlu buat ereksi); thioridazin dapat menyebabkan penderita
tidak dapat bereyakulasi biarpun ia poten dan mencapai orgasme.
Faktor psikologis paling sering (ada yang katakana 90%, ada yang
katakana 60%) merupakan penyebab disfungsi ereksi yang menjadi manifest
mungkin sebagai disfungsi ereksi “biasa”, mungkin juga sebagai disfungsi ereksi
selektif (timbul hanya dalam keadaan tertentu dan dalam keadaan lain tidak, atau
hanya dengan istri dan tidak dengan wanita lain atau sebaliknya); disfungsi ereksi
karena kurang pengalaman (pada pengalaman heterosexual); disfungsi ereksi
sebelum orgasme dan ejakulasi (peni menjadi lemas sesudah memasuki vagina);
disfungsi ereksi karena gangguan identitas sexual, identitas gender dan preferensi
sexual (misalnya karena transvestite, bestialitas, sadism, masokhisme, penderita
mengalami disfungsi ereksi waktu hubungan heterosexual, tetapi dapat ereksi bila
melakukan tindakan sexual sesuai dengan gangguan sexualnya).
2.3.1 Epidemiologi
Ejakulasi dini lebih lazim dilaporkan pada laki-laki lulusan universitas
daripada laki-laki dengan tingkat edukasi yang lebih rendah. Keluhan ini dianggap
berkaitan dengan kepedulian mereka akan kepuasan pasangan tetapi penyebab
sebenarnya meningkatnya frekuensi gangguan ini belum ditentukan. Ejakulasi dini
keluhan utama kira-kira pada 35 hingga 40 persen laki-laki yang diterapi untuk
gangguan seksual.
2.3.2 Etiologi
Sejumlah peneliti membagi laki-laki yang mengalami ejakulasi dini menjadi
dua kelompok: mereka yang memiliki predisposisi fisiologis untuk mencapai
klimaks segera karena waktu latensi saraf yang lebih singkat dan mereka dengan
etiologi yang dipelajari secara psikogenik atau perilaku. Kesulitan pengendalian
ejakulasi dapat dikaitkan dengan ansietas mengenai kegiatan seksual, dengan rasa
takut yang tidak disadari mengenai vagina atau pembelajaran budaya yang negatif
2.4 DISPAREUNIA
Dispareunia adalah nyeri genital berulang atau menetap yang terjadi pada
laki-laki atau perempuan sebelum, selama, atau setelah hubungan seks. Gangguan
ini lebih lazim pada perempuan dibandingkan laki-laki.