Anda di halaman 1dari 25

 Definisi (WHO,1975) :

Integrasi aspek somatik, emosi, intelektual,


dan sosial seksual manusia, dalam cara yang
secara positif memperkaya dan meningkatkan
kepribadian, komunikasi dan cinta
 Pengetahuan mengenai seksualitas dan
perilaku seksual
 Kemampuan untuk mengekspresikan seluruh
potensi seksual seseorang, tidak termasuk
semua bentuk kekerasan, eksploitasi dan
penganiayaan seksual
 Kemampuan untuk membuat keputusan
otonom mengenai kehidupan seksual
 Pengalaman kesenangan seksual sebagai
sumber kesejahteraan fisik, psikologis, kognitif
dan spiritual
 Kemampuan untuk mengekspresikan
seksualitas melalui komunikasi, sentuhan,
ekspresi emosi, dan cinta
 Hak untuk membuat pilihan reproduktif yang
bebas namun bertanggungjawab
 Kemampuan untuk mengakses layanan
kesehatan seksual untuk pencegahan dan
penanganan gangguan seksual
 Konsep diri seksual
 bagaimana seseorang menilai diri sendiri
sebagai makhluk seksual.
 konsep diri seksual yang positif
memungkinkan seseorang membentuk
hubungan intim sepanjang hidupnya
 Citra tubuh
 bagaimana perasaan seseorang terhadap
tubuhnya berkaitan dengan seksualitasnya
 Kehamilan, penuaan, trauma, penyakit
dapat mempengaruhi citra tubuh
 Identitas gender
 Citra tubuh seseorang sebagai wanita atau
pria. Sekali terbentuk, identitas gender
tersebut sulit diubah
 Transgender : individu yang memiliki
identitas gender atau ekspresi gender
berbeda dengan anatomis mereka
 Orientasi seksual
 yaitu ketertarikan seseorang thd orang dg
jenis kelamin yang sama, lain atau keduanya
1. Masa Bayi
Bayi mendapat penetapan gender sebagai perempuan maupun
laki-laki. Genetalia bayi sensitif terhadap sentuhan sejak lahir.
Dengan stimulasi bayi laki-laki berespon dengan ereksi penis
dan bayi perempuan dengan lubrikasi vagina.
2. Masa usia bermain
Anak dari usia 1 sampai 5 atau 6 tahun menguatkan rasa
identitas jender dan mulai membedakan perilaku sesuai jender
yang didefinisikan secara sosial.
3. Masa usia sekolah
Bagi anak dari usia 6 sampai 10 tahun, edukasi dan
penekanan tentang seksualitas datang dari orang tua dan
gurunya tetapi lebih signifikan dari kelompok teman
sebayanya.
4. Pubertas dan masa remaja (12 – 18 tahun)
Karakteristik seks primer dan sekunder berkembang. Pada wanita
biasanya terjadi menarke. Mengembangkan hubungan dengan
pasangan yang diminati. Mungkin berpartisipasi dalam aktivitas
seksual

5. Masa dewasa
Sering terjadi aktivitas seksual,mengembangkan gaya hidup dan
nilai diri sendiri. Pada usia > 40 th mengalami penurunan
produksi hormon, kualitas hubungan seksualitas menjadi lebih
penting
6. Masa dewasa tua (lansia)
Seksualitas dalam usia tua beralih dari penekanan
pada prokreasi menjadi penekanan pada
pertemanan, kedekatan fisik, komunikasi intim, dan
hubungan fisik mencari kesenangan. Dewasa yang
menua mungkin harus menyesuaikan tindakan
seksual dan berespon terhadap penyakit kronis,
medikasi, sakit dan nyeri.
1. Faktor fisik
klien dapat mengalami penurunan keinginan seksual karena alasan
fisik. Aktivitas seksual dapat menyebabkan nyeri dan
ketidaknyamanan. Penyakit dan keletihan adalah alasan seseorang
untuk tidak melakukan aktivitas seksual.

2. Faktor hubungan
masalah dalam berhubungan dapat mengalihkan perhatian
seseorang dari keinginan seks. Setelah kemesraan hubungan telah
memudar, pasangan mungkin mendapati bahwa mereka
dihadapkan pada perbedaan yang sangat besar dalam nilai budaya
atau gaya hidup.
3. Faktor gaya hidup
faktor gaya hidup seperti penggunaan atau
penyalahgunaan alkohol atau tidak punya waktu untuk
mencurahkan perasaan dalam berhubungan, dapat
mempengaruhi keinginan seksual.

4. Faktor harga diri


tingkat harga diri klien juga dapat menyebabkan konflik
yang melibatkan seksualitas. Jika harga diri seksual
tidak pernah dipelihara dengan mengembangkan
perasaan yang kuat tentang seksual diri dan dengan
mempelajari keterampilan seksual, seksualitas mungkin
menyebabkan perasaan negatif atau menyebabkan
tekanan perasaan seksual.
 Masters dan Johnson (1996) telah mendefinisikan
siklus respon seksual dengan fase-fase excitement,
plateu, orgasmus, dan resolusi.
 Fase-fase ini adalah akibat dari vasokongesti dan
miotonia yang merupakan respon fisiologis dasar
dari rangsangan seksual.
 Vasokongesti adalah pengumpulan darah dalam alat
genital dan payudara wanita selama rangsangan
seksual. Miotonia atau tensi neuromuskular, secara
bertahap meningkat di seluruh tubuh selama fase
plateu dan orgasme.
 Respon tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor
psikologis dan lingkungan seperti keletihan dan
masukan alkohol. Ketepatan waktu serta intensitas
dari fase ini bervariasi di antara individu.
 Orientasi seksual adalah preferensi yang jelas, persisten, dan
erotik seseorang untuk jenis kelaminnya atau orang lain.

 Sebagian besar orang berkelompok di dekat ujung kontinum


heteroseksual, dengan persentase yang lebih kecil pada ujung
kontinum homoseksual atau gay, lesbian. Namun demikian
sebagian orang adalah biseksual dan merasa nyaman melakukan
hubungan seksual dengan kedua jenis kelamin. Kontinum seperti
ini memberi model konseptual untuk memahami varians tentang
orientasi seksual dalam masyarakat dan kompleksitas perilaku
manusia.
 Teori biologis menunjukkan orientasi seksual
sebagai komposisi genetik individu. Teori
psikologis menekankan bahwa pengalaman
pembelajaran dini dan proses kognitif menentukan
orientasi seksual.
A. Penyakit Menular Seksual Karena Bakteri
1. Gonorea dan Klamidia
2. Penyakit Inflamasi Pelviks
3. Sifilis

B. Penyakit Menular Seksual Karena Virus


1. Herpes Simpleks
2. Kutil Genital

C. Human Immunodeficiency Virus


 Disfungsi Wanita
1. Gangguan gairah seksual hipoaktif
 ketidaktertarikan pada aktivitas seksual
2. Gangguan rangsangan seksual
 penyebab : gangguan aliran darah ke
vagina atau klitoris, kerusakan saraf
genital, depresi klnis
3. Gangguan orgasmus
4. Gangguan nyeri seksual
Vaginismus yaitu nyeri pada saat senggama
karena spasme otot involunter di sepertiga
bagian bawah vagina, bisa terjadi penis tidak
bisa insersi
Dispareunia nyeri selama hubungan seksual
karena lubrikasi tidak adekuat, luka parut,
infeksi vagina atau ketidakseimbangan
hormon
 Disfungsi Pria
1. Disfungsi ereksi (impotensi) yaitu ketidakmam
puan untuk mencapai atau mempertahankan
ereksi yang cukup untuk kepuasan seksual
2. Ejakulasi cepat / dini  tidak mampu me -
nunda ejakulasi untuk memuaskan pasangan
3. Ejakulasi lambat  ketidakmampuan untuk
ejakulasi ke vagina atau ejakulasi yang
tertunda
Penyebab Disfungsi ereksi :
1. Faktor fisiologis
gangguan neurologis, cedera saraf genital,
prostatektomi, DM, penyakit kronis lain,
penggunaan obat-obatan dan alkohol jangka panjang
2. Faktor Psikologis
- keraguan terhadap kemampuan utk melaku
kan atau maskulinitas seseorang
- keletihan, rasa marah atau stres
- pengalaman seksual traumatis (mis : penolakan)
- rasa bosan terhadap pasangan
Pengkajian

 Pemeriksaan fisik penting dalam mengevaluasi penyebab


kekuatiran atau masalah seksual dan mungkin merupakan
kesempatan terbaik untuk menyuluh klien tentang seksualitas.
Perawat mengkaji payudara dan genetalia internal dan eksternal
klien.

 Klien wanita dapat belajar untuk melakukan pemeriksaan


payudara sendiri (sadari) selama pengkajian fisik. Selain itu
perawat dapat memilih untuk mengajarkan klien melakukan
latihan Kegel. Latihan ini menguatkan otot pubokoksigeus. Tonus
otot menurun karena perenggangan selama persalinan dan
kehilangan elastisitas umum selama proses penuaan.
 Klien pria dapat belajar untuk melakukan
pemeriksaan testis mandiri selama pengkajian
fisik. Pengetahuan tentang struktur anatomis
skrotum normal membantu klien dalam
mendeteksi tanda kanker testis.
Diagnosa Keperawatan
 Perubahan pola seksualitas yang berhubungan
dengan :
 Ketakutan tentang kehamilan
 Efek antihipertensif
 Konflik atau stresor perkawinan
 Depresi terhadap kematian atau perpisahan dari
pasangan
 Disfungsi seksual yang berhubungan dengan :
 Cedera medulla spinalis
 Penyakit kronis
 Nyeri
 Ansietas mengenai penempatan di rumah perawatan
atau panti
Implementasi

Peran perawat mencakup promosi


kesehatan seksual sebagai komponen
kesejahteraan menyeluruh. Perawat
dapat meningkatkan kesehatan seksual
dengan membantu klien mendapat
wawasan mengenai masalah mereka dan
menggali metoda untuk menghadapi
masalah tersebut secara efektif.

Anda mungkin juga menyukai