Bab 1 CKD Dan DM
Bab 1 CKD Dan DM
Bab 1 CKD Dan DM
PENDAHULUAN
abnormal baik secara struktural maupun fungsinya yang terjadi secara progresif
dan menahun, umumnya bersifat ireversibel. Sering kali berakhir dengan penyakit
ginjal terminal yang menyebabkan penderita harus menjalani dialisis atau bahkan
transplantasi ginjal. Penyakit ini sering terjadi, seringkali tanpa disadari dan
dan diabetes). 1
GGK atau sering disebut juga penyakit ginjal kronik (Chronic kidney
disease) memiliki prevalensi yang sama baik pria maupun wanita dan sangat
resesif.3,4
ginjal ringan sampai sedang lebih banyak daripada mereka yang dengan stadium
dan upaya preventif. Selain itu ditemukan juga bukti-bukti bahwa intervensi atau
1
pengobatan pada stadium dini dapat mengubah prognosa dari penyakit tersebut.
adanya cadangan fungsi ginjal yang bisa mencapai 20% diatas nilai normal,
sehingga tidak akan menimbulkan gejala sampai terjadi penurunan fungsi ginjal
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,
pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa
dialisis atau transplantasi ginjal. Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi urea
yang beragam, yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan
umunya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,
pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa
dialisis maupun transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan
laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada
3
Kriteria penyakit ginjal kronik: 5
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
- Kelainan patologis
darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test).
2.2 Epidemiologi
ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini
penduduk pertahun.
2.3 Etiologi
4
1. Kelainan parenkim ginjal
o Glomerulonefritis
o Pielonefritis
o Ginjal polikistik
o TBC ginjal
o Nefritis lupus
o Nefropati analgesic
o Amiloidosis ginjal
2.4 Klasifikasi
5
atau
ringan
sedang
Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung
diabetes
6
transplantasi Keracunan obat (siklosporin / takrolimus)
Transplant glomerulopathy
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes
melitus atau hipertensi, penyakit autoimun, batu ginjal, sembuh dari gagal
ginjal akut, infeksi saluran kemih, berat badan lahir rendah, dan faktor social
dan lingkungan seperti obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun,
2.6 Patofisiologi
terjadi kurang lebih sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
7
nefron yang progresif. Perubahan fungsi neuron yang tersisa setelah kerusakan
utuh akan mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi lingkaran setan
keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan Gagal Ginjal
Terminal (GGT) atau End Stage Renal Disease (ESRD). Adanya peningkatan
- Anemia
saluran cerna. Adanya toksik uremik pada GGK akan mempengaruhi masa
paruh dari sel darah merah menjadi pendek, pada keadaan normal 120 hari
menjadi 70 – 80 hari dan toksik uremik ini dapat mempunya efek inhibisi
eritropoiesis
8
- Sesak nafas
Menurut saya disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi
- Asidosis
lelah. Salah satu gejala khas akibat asidosis metabolik adalah pernapasan
9
kussmaul yang timbul karena kebutuhan untuk meningkatkan eksresi
- Hipertensi
- Hiperurikemia
- Hiponatremia
pada tubulus ginjal. Bila fungsi ginjal terus memburuk disertai dengan
10
natrium di cairan ekstraseluler. Keadaan hiponetremia ditandai dengan
- Hiperfosfatemia
- Hipokalsemia
plasma tetap rendah. Oleh karena itu, rangsangan untuk pelepasan PTH
11
banyak PTH. Kelaina yang berkaitan dengan hipokalsemia adalah
Karena reseptor PTH selain terdapat di ginjal dan tulang, juga terdapat di
banyak organ lain ( sistem saraf, lambung, sel darah dan gonad), diduga
- Hiperkalemia
meningkat, maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel –sel
kelainan kalium ini berkaitan dengan sistem saraf dan otot jantung, rangka
mental.
- Proteinuria
12
Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari
proteinuria berat akan terjadi pengeluaran 3,5 g protein atau lebih yang
- Uremia
Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari
uremia pada GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal
sehingga dapat terjadi akumulasi ureum dalam darah. Urea dalam urin
ginjal. Bila filtrasi glomerulus kurang dari 10% dari normal, maka gejala
klinis uremia mulai terlihat. Pasien akan menunjukkan gejala iritasi traktus
serebral adapat terjadi pada keadaan ureum yang sangat tinggi dan
13
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia
a. Kelainan hemopoeisis
ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia pada pasien gagal ginjal
kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal lain yang ikut
berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal
perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g/dL atau
hematokrit < 30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum /
serum iron, kapasitas ikat besi total / Total Iron binding Capacity (TIBC), feritin
penyebab lain bila ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal yang
dianjurkan. Pemberian tranfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan hati-
hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah
14
hiperkalemia, dan perburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan muntah
masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora
usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau
rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini
akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.
c. Kelainan mata
pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari
Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris.
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam
kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan
d. . Kelainan kulit
15
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan
e. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan
depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat
seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering
dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai
pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar
kepribadiannya (personalitas).
f. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat
sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada
2.8 Diagnosis
histopatologis.9
16
Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
Meramalkan prognosis
pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik
perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal
laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan
17
ii) sindrom uremia yang terduru daru lemah, letargi, anoreksia, mual,
b. Pemeriksaan laboratorium
dan kreatinin serum, dan penurunan laju filtrasi glomerolus (LFG) yang dapat
18
pengaruh toksisk oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami
kerusakan
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,
klasifikasi
1. Terapi konservatif
dan elektrolit.
a.Peranan diet
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama
19
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya
LFG dan penyebab dasar penyakit ginjal tersebut (underlying renal disease).
2. Terapi simptomatik
a. Asidosis metabolik
b. Anemia
Dapat diberikan eritropoetin pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis inisial
50 u/kg IV 3 kali dalam seminggu. Jika Hb meningkat >2 gr/dL kurangi dosis
pemberian menjadi 2 kali seminggu. Maksimum pemberian 200 u/kg dan tidak
20
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah
c. Keluhan gastrointestinal
(chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi
mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu
d. Kelainan kulit
e. Kelainan neuromuskular
f. Hipertensi
21
g. Kelainan sistem kardiovaskular
yang penting, karena 40-50% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan
keseimbanagan elektrolit.
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
a. Hemodialisis
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat
pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
22
responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%.
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD,
yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal)
dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-
tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang
c. Transplantasi ginjal
2.10 Prognosis
sekarang ini, bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK itu sendiri.
23
Selain itu, biasanya GGK sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat
B. Diabetes Mellitus
2.11 Definisi
Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme
kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah
disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai
akibat insufisiensi fungsi insulin.
Klasifikasi diabetes melitus mengalami perkembangan dan perubahan dari
waktu ke waktu. Dahulu diabetes diklasifikasikan berdasarkan waktu munculnya
(time of onset). Diabetes yang muncul sejak masa kanak-kanak disebut “juvenile
diabetes”, sedangkan yang baru muncul setelah seseorang berumur di atas 45
tahun disebut sebagai “adult diabetes”. Namun klasifikasi ini sudah tidak layak
dipertahankan lagi, sebab banyak sekali kasus-kasus diabetes yang muncul pada
usia 20-39 tahun, yang menimbulkan kebingungan untuk mengklasifikasikannya.2
Disamping dua tipe utama diabetes melitus tersebut, pada klasifikasi tahun
1980 dan 1985 ini WHO juga menyebutkan 3 kelompok diabetes lain yaitu
Diabetes Tipe Lain, Toleransi Glukosa Terganggu atau Impaired Glucose
Tolerance (IGT) dan Diabetes Melitus Gestasional atau Gestational Diabetes
Melitus (GDM). Pada revisi klasifikasi tahun 1985 WHO juga mengintroduksikan
satu tipe diabetes yang disebut Diabetes Melitus terkait Malnutrisi atau
Malnutrition-related Diabetes Mellitus (MRDM. Klasifkasi ini akhirnya juga
dianggap kurang tepat dan membingungkan sebab banyak kasus NIDDM (Non-
Insulin-Dependent Diabetes Mellitus) yang ternyata juga memerlukan terapi
insulin. Saat ini terdapat kecenderungan untuk melakukan pengklasifikasian lebih
berdasarkan etiologi penyakitnya. Klasifikasi Diabetes Melitus berdasarkan
etiologinya dapat dilihat pada tabel 1.
24
Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Melitus Berdasarkan Etiologinya.2
B. Idiopatik
• Pankreatitis
• Trauma/Pankreatektomi
• Neoplasma
• Cistic Fibrosis
• Hemokromatosis
25
• Pankreatopati fibro kalkulus
D. Endokrinopati:
1. Akromegali
2. Sindroma Cushing
3. Feokromositoma
4. Hipertiroidisme
5 Pra-diabetes:
26
2.12 Etiologi dan Patofisiologi.1-3
27
seperti ICCA, titer ICSA juga makin menurun sejalan dengan lamanya waktu.
Beberapa penderita DM Tipe 2 ditemukan positif ICSA. Autoantibodi terhadap
enzim glutamat dekarboksilase (GAD) ditemukan pada hampir 80% pasien yang
baru didiagnosis sebagai positif menderita DM Tipe 1. Sebagaimana halnya ICCA
dan ICSA, titer antibodi anti-GAD juga makin lama makin menurun sejalan
dengan perjalanan penyakit. Keberadaan antibodi anti-GAD merupakan prediktor
kuat untuk DM Tipe 1, terutama pada populasi risiko tinggi. Disamping ketiga
autoantibodi yang sudah dijelaskan di atas, ada beberapa autoantibodi lain yang
sudah diidentifikasikan, antara lain IAA (Anti- Insulin Antibody). IAA ditemukan
pada sekitar 40% anak-anak yang menderita DM Tipe 1. IAA bahkan sudah dapat
dideteksi dalam darah pasien sebelum onset terapi insulin. Destruksi otoimun dari
sel-sel β pulau Langerhans kelenjar pankreas langsung mengakibatkan defisiensi
sekresi insulin. Defisiensi insulin inilah yang menyebabkan gangguan
metabolisme yang menyertai DM Tipe 1. Selain defisiensi insulin, fungsi sel-sel α
kelenjar pankreas pada penderita DM Tipe 1 juga menjadi tidak normal. Pada
penderita DM Tipe 1 ditemukan sekresi glukagon yang berlebihan oleh sel-sel α
pulau Langerhans.
28
sasaran untuk merespons terapi insulin yang diberikan. Ada beberapa mekanisme
biokimia yang dapat menjelaskan hal ini, salah satu diantaranya adalah, defisiensi
insulin menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas di dalam darah sebagai
akibat dari lipolisis yang tak terkendali di jaringan adiposa. Asam lemak bebas di
dalam darah akan menekan metabolisme glukosa di jaringan-jaringan perifer
seperti misalnya di jaringan otot rangka, dengan perkataan lain akan menurunkan
penggunaan glukosa oleh tubuh. Defisiensi insulin juga akan menurunkan
ekskresi dari beberapa gen yang diperlukan sel-sel sasaran untuk merespons
insulin secara normal, misalnya gen glukokinase di hati dan gen GLUT4 (protein
transporter yang membantu transpor glukosa di sebagian besar jaringan tubuh) di
jaringan adiposa.
Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak
penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai
90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45
tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja dan anak-
anak populasinya meningkat.
29
karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara
normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”. Resistensi insulin
banyak terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, antara lain sebagai
akibat dari obesitas, gaya hidup kurang gerak (sedentary), dan penuaan.
DM Tipe 1 DM Tipe 2
Mula muncul Umumnya masa kanak- Pada usia tua, umumnya >
kanak dan remaja, 40 tahun
walaupun ada juga pada
30
masa dewasa < 40 tahun
d. Pra-diabetes
Pra-diabetes adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang berada
diantara kadar normal dan diabetes, lebih tinggi dari pada normal tetapi tidak
cukup tinggi untuk dikatagorikan ke dalam diabetes tipe 2. Penderita pra- diabetes
diperkirakan cukup banyak, di Amerika diperkirakan ada sekitar 41 juta orang
yang tergolong pra-diabetes, disamping 18,2 orang penderita diabetes. Di
Indonesia, angkanya belum pernah dilaporkan, namun diperkirakan cukup tinggi,
jauh lebih tinggi dari pada penderita diabetes.
31
Kondisi pra-diabetes merupakan faktor risiko untuk diabetes, serangan
jantung dan stroke. Apabila tidak dikontrol dengan baik, kondisi pra-diabetes
dapat meningkat menjadi diabetes tipe 2 dalam kurun waktu 5-10 tahun. Namun
pengaturan diet dan olahraga yang baik dapat mencegah atau menunda timbulnya
diabetes. Ada dua tipe kondisi pra-diabetes, yaitu:
Setiap orang yang memiliki satu atau lebih faktor risiko diabetes
selayaknya waspada akan kemungkinan dirinya mengidap diabetes. Para petugas
kesehatan, dokter, apoteker dan petugas kesehatan lainnya pun sepatutnya
memberi perhatian kepada orang-orang seperti ini, dan menyarankan untuk
melakukan beberapa pemeriksaan untuk mengetahui kadar glukosa darahnya agar
tidak terlambat memberikan bantuan penanganan. Karena makin cepat kondisi
diabetes melitus diketahui dan ditangani, makin mudah untuk mengendalikan
kadar glukosa darah dan mencegah komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi.
32
Melahirkan bayi dengan berat badan >4 kg Kista
ovarium (Polycystic ovary syndrome) IFG (Impaired
fasting Glucose) atau IGT (Impaired glucose tolerance)
Hipertensi >140/90mmHg
33
dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga
komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf.3
2.15 Diagnosis
34
Tabel 4. Kriteria Diagnosis DM.4
35
3) Masuk kelompok etnik risiko tinggi (African American, Latino, Native
American, Asian American, Pasific Islander),
4) Wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat > 4000 gram atau
riwayat diaberes melitus gestasional (DMG),
5) Hipertensi,
6) Kolesterol HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL,
7) Wanita dengan sindrom polikistik ovarium,
8) Riwayat toleransi glukosa terganggu atau gula darah puasa terganggu,
9) Keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin (obesitas,
akantosis nigrikans, dan
10) Riwayat penyakit kardiovaskular.
2.16 Penatalaksanaan
36
The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan beberapa
parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan
diabetes
37
penderita diabetes oleh para praktisi kesehatan, baik dokter, apoteker, ahli gizi
maupun tenaga medis lainnya.
1. Pengaturan Diet
• Karbohidrat : 60-70%
• Protein : 10-15%
• Lemak : 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut
dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan
mempertahankan berat badan ideal.
38
Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging
dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak.
Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak
25 g per hari. Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak,
makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu
mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan
kalori yang berlebih. Disamping itu makanan sumber serat seperti sayur dan buah-
buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral.
2. Olahraga
Terapi Obat.4
Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olah raga)
belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu
dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat, baik dalam
bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin, atau kombinasi keduanya.
39
Tabel 7. Algoritme Pengolaan DM Tipe 2 di Indonesia
1. Terapi Insulin
40
1. Semua penderita DM Tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi
insulin endogen oleh sel-sel β kelenjar pankreas tidak ada atau hampir
tidak ada
2. Penderita DM Tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan terapi
insulin apabila terapi lain yang diberikan tidak dapat mengendalikan kadar
glukosa darah
3. Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan,
infark miokard akut atau stroke
4. DM Gestasional dan penderita DM yang hamil membutuhkan terapi
insulin, apabila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
5. Ketoasidosis diabetik
6. Insulin seringkali diperlukan pada pengobatan sindroma hiperglikemia
hiperosmolar non-ketotik.
7. Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan
suplemen tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat,
secara bertahap memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar
glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau
ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
9. Kontra indikasi atau alergi terhadap OHO
Insulin
Humulin *
Actrapid*
41
Insulin kerja menengah :
Humulin N*
Innsulatard *
Insuman Basal*
Insulin Campuran
70/30 Humulin*
70/30 Mixtard*
75/25 Humalogmix*
70/30 Novomix*
50/50 Premix
Liraglutide
Exenatide
Albiglutide
Lixisenatide
42
2. Terapi Obat Hipoglikemik Oral
43
Glikazida efektif pada penderita diabetes yang
sel-sel β pankreasnya masih
Glimepirida
berfungsi dengan baik
Glikuidon
Terapi Kombinasi
Pada keadaan tertentu diperlukan terapi kombinasi dari beberapa OHO atau OHO
dengan insulin. Kombinasi yang umum adalah antara golongan sulfonilurea
44
dengan biguanida. Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang sekresi
pankreas yang memberikan kesempatan untuk senyawa biguanida bekerja efektif.
Kedua golongan obat hipoglikemik oral ini memiliki efek terhadap sensitivitas
reseptor insulin, sehingga kombinasi keduanya mempunyai efek saling
menunjang. Pengalaman menunjukkan bahwa kombinasi kedua golongan ini
dapat efektif pada banyak penderita diabetes yang sebelumnya tidak bermanfaat
bila dipakai sendiri-sendiri.
1. Dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan
secara bertahap.
2. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping
obat-obat tersebut.
3. Bila diberikan bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi
obat.
4. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakanlah
menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal lagi, baru pertimbangkan
untuk beralih pada insulin.
5. Hipoglikemia harus dihindari terutama pada penderita lanjut usia, oleh
sebab itu sebaiknya obat hipoglikemik oral yang bekerja jangka panjang
tidak diberikan pada penderita lanjut usia.
6. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh penderita.
Beta-blockers Biguanida
Fenotiazin Klorokuin
Prazosin Klofibrat
45
Propoksifen Disopiramida
Kinin Guanetidin
Salisilat Haloperidol
Sulfonamida Insulin
2.17 Komplikasi
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan komplikasi akut
dan kronis. Berikut ini akan diuraikan beberapa komplikasi yang sering terjadi
dan harus diwaspadai.
a. Hipoglikemia
46
Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita diabetes tipe 1, yang
dapat dialami 1 – 2 kali perminggu. Dari hasil survei yang pernah dilakukan di
Inggeris diperkirakan 2 – 4% kematian pada penderita diabetes tipe 1 disebabkan
oleh serangan hipoglikemia. Pada penderita diabetes tipe 2, serangan hipoglikemia
lebih jarang terjadi, meskipun penderita tersebut mendapat terapi insulin.
b. Hiperglikemia
47
dapat memperburuk gangguan-gangguan kesehatan seperti gastroparesis,
disfungsi ereksi, dan infeksi jamur pada vagina. Hiperglikemia yang berlangsung
lama dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara
lain ketoasidosis diabetik (Diabetic Ketoacidosis = DKA) dan (HHS), yang
keduanya dapat berakibat fatal dan membawa kematian. Hiperglikemia dapat
dicegah dengan kontrol kadar gula darah yang ketat.
c. Komplikasi Makrovaskular
3 jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita
diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart disease = CAD),
penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer (peripheral
vascular disease = PVD). Walaupun komplikasi makrovaskular dapat juga terjadi
pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan komplikasi makrovaskular
ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia
dan atau kegemukan. Kombinasi dari penyakit-penyakit komplikasi
makrovaskular dikenal dengan berbagai nama, antara lain Syndrome X, Cardiac
Dysmetabolic Syndrome, Hyperinsulinemic Syndrome, atau Insulin Resistance
Syndrome.
d. Komplikasi Mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes tipe 1.
Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk
48
HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh
dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang
mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler, antara lain
retinopati, nefropati, dan neuropati. Disamping karena kondisi hiperglikemia,
ketiga komplikasi ini juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Oleh sebab itu dapat
terjadi dua orang yang memiliki kondisi hiperglikemia yang sama, berbeda risiko
komplikasi mikrovaskularnya. Namun demikian prediktor terkuat untuk
perkembangan komplikasi mikrovaskular tetap lama (durasi) dan tingkat
keparahan diabetes.
DAFTAR PUSTAKA
49
1. Ardaya. Manajemen gagal ginjal kronik. Nefrologi Klinik,
Indonesia, 2003:13-22.
Gagal ginjal kronik. Dalam Kapita selekta kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta:
Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, et al (eds):
Hill, 2005:1653-1663.
A, Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I.
http://www.kidney. professionals/kdoqi/guidelinesckd/toc.htm
50
8. Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. Chronic Renal failure in
Hipertensi. Azis R, Sidartawam S, Anna YZ, Ika PW, Nafriadi, Arif M, editor.
51