Anda di halaman 1dari 6

Biaya bahan baku, dimana biaya bahan dapat dibedakan menjadi biaya bahan baku dan

biaya bahan penolong. Biaya bahan baku adalah bahan yang identitasnya dapat dilacak pada
produk jadi dan yang diproses menjadi produk jadi dengan menggunakan tenaga kerja dan
overhead pabrik.

Biaya bahan baku merupakan salah satu elemen biaya utama. Bahan penolong adalah
bahan yang indentitasnya tidak dapat dilacak pada produk jadi dan nilai relatif tidak material.
Biaya bahan penolong merupakan elemen biaya overhead pabrik.

Akuntansi terhadap bahan baku dibedakan menjadi akuntansi pembelian bahan baku dan
akuntansi pemakaian bahan baku. Prosedur pembelian bahan terdiri atas (1) permintaan pembelian,
(2) pesanan pembelian, dan (3) penerimaan bahan. Oleh karena itu, terdapat 3 dokumen pembelian
bahan, yaitu (1) Surat Permintaan Pembelian (2) Surat Pesanan Pembelian, dan (3) Laporan
Penerimaan Barang.

Atas dasar 3 dokumen inilah pembelian bahan dicatat. Pencatatan persediaan bahan dapat
menggunakan metode periodik maupun metode perpetual. Metode perpetual lebih baik untuk
tujuan pengendalian dan lebih informatif dari pada metode periodik. Oleh karena itu, perusahaan
menengah dan besar umumnya menggunakan metode perpetual.

Metode periodik adalah cocok digunakan dalam penentuan biaya bahan baku dalam
perusahaan yang harga pokok produksinya dikumpulkan dengan metode harga pokok proses.
Metode perpetual adalah cocok digunakan dalam perusahaan yang harga pokok produksinya
dikumpulkan dengan metode harga pokok pesanan.

Ada beberapa masalah khusus dalam akuntansi biaya yang terkait bahan baku, jika dalam
proses produksi terjadi sisa bahan (scrap materials), produk cacat (defective goods), dan produk
rusak (spailed goods).

1. Di dalam proses produksi, tidak semua bahan baku dapat menjadi bagian produk
jadi. Bahan yang mengalami kerusakan di dalam proses pengerjaannya disebut sisa
bahan. Jika di dalam proses produksi mengalami proses produksi terdapat sisa
bahan, masalah yang timbul adalah bagaimana mamperlakukan hasil penjualan sisa
bahan tersebut. Hasil penjualan sisa bahan dapat diperlakukan sebagai:
a. Pengurang biaya bahan baku yang dipakai dalam pesanan yang menghasilkan sisa
bahan tersebut.
b. Pengurang terhadap biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi
c. Penghasilan di luar usaha (other income)

Jika jumlah dan nilai sisa bahan relative tinggi, maka diperlukan pengawasan
terhadap persediaan sisa bahan. Pemegang kartu persediaan di Bagian Akuntansi
perlu mencatat mutasi persediaan sisa bahan yang ada di gudang.

2. Produk rusak adalah produk yang tidak memenuhi standart mutu yang vtelah
ditetapkan, yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi produk yang baik.
Produk rusak berbeda dengan sisa bahan karena sisa bahan merupakan bahan yang
mengalami kerusakan dalam proses produksi, sehingga belum sempat menjadi
produk, sedangkan produk rusak merupakan produk yang telah menyerap biaya
bahan, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik.
3. Produk cacat adalah produk yang tidak memenuhi standart mutu yang telah
ditentukan, tetapi dengan mengeluarkan biaya pengerjaan kembali untuk
memperbaikinya, produk tersebut secara ekonomis dapat disempurnakan lagi
menjadi produk yang lebih baik. Masalah yang timbul dalam produk cacat adalah
bagaimana memperlakukan biaya tambahan untuk mengerjakan kembali (rework
cost) produk cacat tersebut. Perlakuan terhadap pengerjaan kembali produk cacat
adalah mirip dengan yang telah dibicarakan dalam produk rusak (spoiled goods).

Pengendalian bahan baku dimaksudkan agar proses produksi dapat berjalan lancar, dalam
arti bahan baku tersedia saat dibutuhkan, dan pengadaan bahan baku dilakukan secara efisien.
Prosedur pengendalian bahan baku dapat menggunakan lima metode, yaitu:

1. Metode order cycling adalah metode pengendalian bahan baku yang me-review
bahan baku secara periodik, misal setiap 30 hari. Jangka waktu me-review
dipengaruhi oleh jenis bahan bakunya. Bahan baku yang esensial membutuhkan
jangka waktu review yang lebih pendek dibanding bahan baku yang kurang
penting. Pada saat dilakukan review, pemesanan bahan baku dibuat sehingga pada
saat dibutuhkan bahan baku akan tersedia.
2. Metode the min-max adalah metode pengendalian bahan baku yang didasarkan atas
asumsi bahwa persediaan bahan baku berada pada dua tingkat, yaitu tingkat
maksimum dan tingkat minimum. Jika tingkat maksimum dan tingkat minimum
sudah ditetapkan, maka pada saat persediaan menuju ke tingkat minimum
pemesanan bahan baku harus dilakukan untuk menempatkan persediaan pada
tingkat maksimum.
3. Metode the two-bin method adalah metode pengendalian bahan baku yang dipakai
jika bahan bakunya relatif tidak mahal. Dalam metode ini, bahan baku dipisahkan
menjadi dua bagian yang disimpan dalam ruangan yang terpisah. Bagian pertama
adalah bahan baku yang akan digunakan selama periode saat bahan baku diterima
dan saat pemesanan dilakukan. Bagian kedua adalah bahan baku yang akan
digunakan dalam periode saat pemesanan dan saat pengiriman. Pemesanan bahan
dilakukan pada saat bahan bagian pertama sudah digunakan.
4. Metode pemesanan otomatis (the automatic order system) adalah metode
pengendalian bahan baku yang secara otomatis akan melakukan pemesanan bahan
baku jika persediaan mencapai jumlah tingkat pemesanan kembali. Metode ini akan
optimal jika digunakan komputer untuk mengadministrasikan persediaan bahan
baku.
5. Metode ABC (the ABC plan) digunakan jika perusahaan mempunyai persediaan
bahan baku dalam jumlah besar dengan nilai yang berbeda-beda. Pengendalian
bahan baku yang nilainya tinggi berbeda dengan persediaan yang nilainya rendah.
Dalam metode ABC, persediaan bahan baku digolongkan menjadi tiga kelompok
atas dasar nilainya, yaitu (1) kelompok A yang nilainya tertinggi, (2) kelompok B
yang nilainya sedang, dan (3) kelompok C yang nilainya terendah. Kelompok A
mempunyai karakteristik pengendalian sebagai berikut: (1) jumlah persediaan
minimal kecil, (2) tingkat review tinggi, (3) tingkat pemesanan tinggi, (4)
membutuhkan pencatatan rinci, dan (5) tingkat pengawasan tinggi. Kelompok C
mempunyai karakteristik pengendalian sebagai berikut: (1) jumlah persediaan
minimal besar, (2) tingkat review rendah, (3) tingkat pemesanan rendah, (4) tidak
membutuhkan pencatatan perpetual, dan (5) tingkat pengawasan rendah.
Biaya tenaga kerja merupakan biaya yang digunakan untuk memproses bahan menjadi
barang jadi. Biaya tenaga kerja dibedakan menjadi biaya tenaga kerja langsung dan biaya tenaga
kerja tidak langsung. Biaya tenaga kerja langsung adalah biaya tenaga kerja yang langsung
menangani proses pengubahan bahan menjadi barang jadi. Biaya tenaga kerja langsung merupakan
salah satu elemen biaya utama. Biaya tenaga kerja tidak langsung menjadi elemen biaya overhead
pabrik.

Akuntansi biaya tenaga kerja dibedakan ke dalam tiga kegiatan, yaitu (1) penghitungan
biaya tenaga kerja per karyawan, (3) perhitungan total biaya tenaga kerja, dan (3) alokasi biaya
tenaga kerja. Untuk melakukan kegiatan tersebut diperlukan dokumen kartu jam hadir (time
card/clock card) dan kartu jam kerja (labor job ticket). Kartu jam hadir mencatat jam kerja
karyawan setiap harinya, sedang kartu jam kerja mencatat jam kerja yang dilakukannya untuk
mengerjakan produk tertentu.

Biaya tenaga kerja (upah) untuk setiap karyawan dihitung atas dasar "kartu jam hadir",
sedang biaya tenaga kerja secara total dihitung dengan menjumlah biaya tenaga kerja per
karyawan. Selanjutnya total biaya tenaga kerja ini harus dialokasikan/dibebankan kepada pesanan
tertentu, departemen tertentu atau produk tertentu yang menikmati biaya tersebut. Pembebanan ini
didasarkan atas jumlah jam kerja yang terdapat dalam "kartu jam kerja".

Contoh

PT. XYZ membayar gaji dan upah karyawannya setiap tanggal 25 per bulannya. Gaji dan upah
yang dibayar tanggal 25 Juli 2000 adalah:

Biaya tenaga kerja langsung (produksi) Rp 10.000.000,00

Biaya tenaga kerja tidak langsung (produksi) Rp 2.000.000,00

Biaya tenaga kerja Bagian Administrasi Rp 5.000.000,00

Biaya tenaga kerja Bagian Pemasaran Rp 3.000.000,00

Total gaji dan upah Rp 20.000.000,00

Potongan-potongan:

Pajak penghasilan karyawan Rp (1.500.000,00)


Iuran pensiun Rp (400.000,00)

Iuran koperasi Rp (100.000,00)

Gaji dan upah yang dibayar Rp 18.000.000,00

Masalah-masalah yang berhubungan dengan biaya tenaga kerja, termasuk akuntansinya,


terdiri atas:

1. Pajak penghasilan karyawan adalah pajak yang dikenakan terhadap karyawan atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.
2. Shift premium adalah perbedaan tarif upah yang disebabkan karena perbedaan shift kerja.
Shift premium ini diperlakukan sebagai biaya overhead pabrik.
3. Overtime premium (lembur) adalah selisih jam kerja di atas jam kerja normal dikalikan
dengan selisih tarif upah. Tarif lembur ditetapkan lebih tinggi dari pada tarif upah normal,
biasanya tarif upah lembur 1,5 kali tarif upah normal. Perlakuan akuntansi terhadap
overtime premium dipengaruhi oleh penyebab terjadi lembur. Ada tiga perlakuan akuntansi
terhadap overtime premium: (1) Overtime premium (lembur) diakui sebagai biaya
overhead pabrik jika terjadinya lembur sudah direncanakan sebelumnya; (2) Overtime
premium diakui sebagai persediaan barang dalam proses jika terjadinya lembur karena
kebutuhan tambahan waktu untuk segera menyelesaikan pesanan atau produk tertentu
sesuai permintaan; dan (3) Overtime premium diakui sebagai rugi kelebihan jam kerja jika
terjadinya karena kesalahan karyawan atau kemampuan karyawan yang rendah.
4. Idle time adalah biaya tenaga kerja yang tetap dibayar walaupun karyawan tidak
mengerjakan proses produksi. Penyebab idle time dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1)
sifat proses produksi menyebabkan karyawan tertentu harus menunggu terlebih dahulu
pada saat tertentu (2) karyawan mengganggur akibat kesalahan yang dilakukannya. Idle
time yang diakibatkan sebab pertama diperlakukan sebagai biaya overhead pabrik, sedang
yang diakibatkan sebab kedua diperlakukan sebagai rugi idle time.
5. Upah langsung biasanya dibayar atas dasar unit yang diproduksi atau jam kerja yang
dilakukan dikalikan dengan tarif upahnya. Untuk meningkatkan produktifitas karyawan,
banyak perusahaan yang menetapkan upah dengan sistem insentif. Sistem upah ini akan
menguntungkan baik bagi karyawan lama maupun karyawan baru. Karyawan lama dengan
tingkat kemahiran (skill) yang sudah tinggi mempunyai produktifitas di atas normal
sehingga selain mendapat upah normal juga akan mendapat insentif. Karyawan baru karena
belum mempunyai keahlian produktifitasnya di bawah normal tetapi karyawan tersebut
tetap mendapat upah normal. Sistem insentif semacam ini disebut the Gant Task System.
Kekurangan produktifitas karyawan baru diakui sebagai biaya overhead pabrik
sesungguhnya.

Anda mungkin juga menyukai