Anda di halaman 1dari 7

Tugas Bioteknologi

KECAP MANIS KEDELAI HITAM


(Bioteknologi Konvensional)

DISUSUN OLEH:

IRNAWATI
1614040002
KELAS PENDIDIKAN BIOLOGI B 2016

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2019
KECAP MANIS KEDELAI HITAM
(Bioteknologi Konvensional)

Kecap merupakan produk olahan kedelai yang digunakan sebagai bahan


penyedap dan pemberi warna pada makanan. Kecap manis rasanya khas (manis,
asin, asam dan gurih) dan menjadi kekayaan kuliner Indonesia karena kecap dari
negara-negara Asia pada umumnya merupakan kecap asin. Citarasa sebagai salah
satu parameter kualitas kecap manis sangat ditentukan oleh jenis kedelai, proses
fermentasi, kualitas gula dan racikan bumbu yang digunakan. Kedelai berbiji
kuning maupun hitam dapat digunakan sebagai bahan baku kecap, namun kedelai
hitam lebih disukai karena dapat memberi warna hitam alami dan berkilau pada
kecap dengan citarasa yang sedap dan gurih, kedelai hitam juga mengandung
antosianin yang berfungsi sebagai antioksidan (Ginting, 2014).
Andarti (2015) juga menjelaskan bahwa kedelai hitam memiliki rasa yang
lebih gurih karena asam glutamat pada kedelai hitam lebih tinggi dibandingkan
dengan kedelai kuning. Jadi,
perbedaan kandungan protein antara
kedelai kuning dengan kedelai hitam
akan mempengaruhi citarasa dari
kecap. Penggunaan kedelai hitam
sebagai bahan baku pembuatan
kecap akan membuat flavour
meningkat. Selain itu, dengan
fermentasi dapat meningkatkan nilai
gizi dari kedelai hitam.
Proses pengolahan kecap
merupakan rahasia dan berbeda
untuk masing-masing produsen,
namun secara garis besar disajikan
pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram alir pengolahan kecap manis.
Sumber: Ginting dan Suprapto (2004).
Pembuatan kecap dilakukan melalui 2 fermentasi, fermentasi pertama
dilakukan inokulasi jamur tempe (Rhizopus oligosporus), selain jamur tempe
digunakan pula jenis kapang Aspergillus sp. Jika menggunakan Rhizopus
oligosporus maka hasil fermentasi disebut tempe, sedangkan jika menggunakan
Aspergillus sp. maka hasil fermentasinya disebut koji (Ginting, 2014). Pada
fermentasi jamur (koji), mikroba yang dominan adalah Aspergillus soyae. Selama
proses fermentasi koji, protein yang terkandung dalam kedelai akan dipecah
menjadi peptida dan asam amino oleh enzim proteolitik, terutama dari jenis
protease netral dan basa. Selain itu, Aspergillus soyae juga mensekresikan enzim
α-amilase yang berfungsi untuk menghidrolisis polisakarida menjadi
oligosakarida, disakarida dan monosakarida. Enzim lipase yang dapat memecah
lipid juga ditemukan ketika proses fermentasi koji berlangsung. Fermentasi 1 ini
memerlukan waktu 3-7 hari, agar kapang dapat tumbuh dengan baik, selain itu
kapang perlu untuk menancapkan hifanya kedalam biji kedelai dan menutupi
seluruh biji kedelai sehingga hidrolisis dari karbohidrat, protein dan lipid dapat
berlangsung dengan baik (Humairoh, 2017).
Seperti diketahui, jamur yang aktif, baik Aspergillus spp maupun Rhizopus
spp, memproduksi enzim-enzim protease, lipase, dan amilase untuk
menghidrolisis protein, lemak dan pati menjadi senyawa yang lebih sederhana
(asam amino, asam lemak, gula reduksi) agar dapat digunakan oleh
mikroorganisme yang aktif berikutnya (bakteri dan yeast) pada fermentasi II.
Moromi merupakan hasil fermentasi II berupa campuran biji dan larutan garam.
Kadar protein moromi tampak berkurang karena hidrolisis protein oleh enzim
yang dihasilkan pada fermentasi I masih terus berlangsung, meskipun jamurnya
telah mati dalam larutan garam, termasuk enzim protease yang menghasilkan
asam amino pemberi citarasa enak pada moromi (Ginting, 2014).
Konsentrasi garam yang optimal 17 sampai 19% berpengaruh terhadap
hidrolisis protein dalam moromi dan kecepatan pembentukan asam laktat dan
alkohol. Mikroba utama adalah Aspergillus soyae, bakteri-bakteri asam laktat
yang bersifat homo fermentatif, Pseudomonas cerevisae atau Pseudomonas soyae
dan khamir yang toleran terhadap garam tinggi terutama Saccharomyces rouxii.
Pada konsentrasi garam yang lebih tinggi 20-30% Pseudomonas soyae tetap
tumbuh baik dan menghasilkan asam laktat tinggi sehingga dapat menurunkan pH
sampai 4,9, bakteri tersebut berperan dalam pembentukan cita rasa dana roma
spesifik untuk kecap. Pada kondisi aerob dalam konsentrasi garam tinggi khamir
yaitu Saccharomyces rouxii mengubah sejumlah glukosa (50%) menjadi gliserol,
merupakan komponen penting pendukung cita rasa kecap. Gula kelapa yang
ditambahkandiperlukan dalam pembuatan kecap manis, berfungsi sebagai
pemanis sehingga jumlah gula kelapa yang ditambahkan dapat berpengaruh pada
respon rasa kecap organik (Humairoh, 2017).
Bakteri asam laktat (BAL) akan membentuk asam laktat dengan
menggunakan gula yang merupakan produk dari hidrolisis karbohidrat. Asam
laktat inilah yang memberi rasa asam pada kecap. Pada fermentasi kedua
dibentuk moromi dengan perendaman koji dalam larutan garam dengan
konsentrasi 17-20% hal inilah yang memberi rasa asin pada kecap. Kemudian
terjadi pembentukan ester dari asam dan alkohol yang berikatan, ester inilah yang
memberi aroma khas pada kecap. Selain itu, terjadi pula pembentukan MSG
(Mono Sodium Glutamat) yang memberi rasa gurih pada kecap. MSG ini
terbentuk dari asam glutamat (salah satu asam amino hasil hidrolisis protein) yang
bereaksi dengan NaCl (Natrium Clorida). Pada fermentasi moromi inilah yang
memakan waktu yang cukup lama berlangsung selama 1-3 bulan, fermentasi
berlangsung cukup lama karena membutuhkan waktu dalam inokulasi BAL dan
khamir, membutuhkan waktu dalam fermentasi asam laktat, lalu fermentasi
alkohol, pembentukan ester dan pembentukan MSG. Lama fermentasi pada
pembuatan kecapakan sangat mempengaruhi citarasa dan aroma pada kecap.
Moromi selanjutnya yang akan diproses menjadi kecap, tetapi sebelumnya
moromi perlu untuk direbus. Proses pemasakan dapat mereduksi jumlah kapang
yang terdapat pada cairan fermentasi kecap tersebut.Pembatasan jumlah kapang
tersebut sangat penting mengingat bahwa kapang berpotensi untuk dapat
menghasilkan aflatoksin yang membahayakan bagi tubuh. SNI (Standar Nasional
Indonesia) untuk kecap yaitu Mikroba dan Kimia dalam Makanan, batasan
cemaran mikroba untuk kecap kedelai manis adalah maksimum < 3 APM/mL
untuk koliform dan kapang maksimum 50 koloni/g (Humairoh, 2017).
Penambahan bumbu (gula, kluwek, pekak, lengkuas, sereh, daun salam)
berguna untuk menambah citarasa pada kecap. Penambahan gula berfungsi untuh
menambah rasa manis pada kecap, karena gula hasil hidrolisis karbohidrat pada
proses fermentasi kadarnya berkurang karena digunakan oleh bakteri asam laktat
dan khamir untuk tumbuh, gula reduksi juga digunakan untuk menghasilkan asam
laktat dan alkohol sehingga kadarnya berkurang. Tidak hanya itu dengan
pencampuran dengan larutan garam dan pembentukan asam laktat membuat kecap
rasanya dominan asin, asam dan gurih. Maka diperlukanlah penambahan gula
untuk menambah rasa manis pada kecap. Pemanasan gula menghasilkan karamel
yang aromanya enak dan warnanya coklat gelap. Pada reaksi karamelisasi terjadi
degradasi gula akibat panas dan membentuk senyawa 5 hidroksimetil 2 furaldehid
yang merupakan produk reaksi karamelisasi heksosa. senyawa 5 hidroksimetil 2
furaldehid akan bereaksi dengan peruvaldehidra dan gliseraldehid membentuk
pigmen coklat. Demikian pula dengan reaksi Maillard antara gugus amino dan
gula reduksi pada saat pemanasan kecap menghasilkan komponen aroma dan
citarasa serta pigmen melanoidin yang berwarna coklat (Ginting, 2014).

DAFTAR PUSTAKA

Andarti, Ika Yuli. 2015. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Karakteristik


Kimia, Mikrobiologi dan Organoleptik Miso Kedelai Hitam (Glycine Max
(L)). Jurnal Pangan dan Agrindustri. 3 (3): 889-898

Ginting, Erliana. 2014. Kualitas dan Preferensi Industri Terhadap Kecap dari
Varietas Unggul Kedelai Hitam. Jurnal Prosiding Balai Penelitian Tanaman
Aneka Kacang dan Umbi. 452-465

Humairoh, D. 2017. Identifikasi Kapang pada Kecap Kedelai Manis Produksi


Lokal Kediri dengan Metode Pengenceran. Jurnal sains dan Teknologi. 6 (1):
11-20
Pertanyaan:
Sri Fitrianty Aulia
Mengapa pada fermentasi moromi harus menggunakan koji kering. Apa
pengaruhnya jika kojinya kering dan kojinya basah?
Jawab:
Tujuan koji dikeringkan adalah untuk memisahkan kedelai yang telah ditumbuhi
spora dengan lapuk yang dihasilkan, karena lapuk ini tidak dibutuhkan dalam
pembuatan kecap, sehingga diperoleh koji yang dapat digunakan dalam
pembuatan tempe. Mutu kecap akan terjaga jika dilakukan usaha-usaha untuk
menekan jumlah cemaran kapang yang ada. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
mengayak butiran kedelai setelah dikeringkan atau dicuci serta dilakukan
penyaringan sebelum akhir proses pembuatan kecap (Hendritomo, 2015). Dengan
kata lain, bahwa mutu kecap akan terjamin selama proses produksi kualitas
kedelai menjadi prioritas utama.

Hardianto
Mengapa kadar protein pada kecap tanpa fermentasi moromi lebih tinggi
dibandingkan kecap dengan fermentasi moromi?
Jawab:
Kadar protein pada kecap dengan fermentasi moromi dengan yang tanpa
fermentasi moromi pastilah berbeda. Dimana kadar protein pada kecap yang tidak
melalui proses fermentasi moromi lebih tinggi disebabkan karena protein pada
kacang kedelai hanya di hidrolisis pada fermentasi koji dan tidak mengalami
fermentasi yang lebih lanjut, dimana dalam fermentasi moromi proses hidrolisis
protein oleh enzim protease tetap berlangsung, sehingga protein akan berkurang
karena dihidrolisis menjadi asam amino. Sedangkan pada kecap yang mengalami
fermentasi moromi akan mengalami proses hidrolisis protein lebih lama (semakin
lama kesempatan enzim menghidrolisis protein) dibandingkan yang tanpa
fermentasi moromi. Tetapi perlu diketahui kecap dengan fermentasi moromi
dengan tanpa fermentasi moromi memiliki rasa yang berbeda, kecap dengan
fermentasi moromi rasanya lebih gurih dibandingkan kecap tanpa fermentasi
moromi. Hal ini karena pada kecap tanpa fermentasi moromi tidak mengalami
pembentukan monosodium glutamat dan estrer yang memberi citarasa khas dan
aroma pada kecap. Pembentukan MSG dan ester hanya terbentuk pada saat
fermentasi moromi.
Selain itu, kadar protein pada kecap akan berbeda-beda sesuai dengan jenis
kapang yang digunakan pada fermentasi koji. Jika kapang yang digunakan R.
oligosporus lebih tinggi proteinnya daripada kecap manis hasil fermentasi R.
oryzae. Hal ini karena aktivitas proteolitik R. oligosporus lebih rendah
dibandingkan R. oryzae.

Anda mungkin juga menyukai