Anda di halaman 1dari 14

SURAT-SURAT MAKKIYAH DAN MADANIYAH

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam


secara berangsur-angsur selama dua puluh tiga tahun, sebagian besar waktu
Rasulullah dihabiskan di Makkah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

ً ‫ث َون ََّز ْلنَاهُ تَ ْن ِز‬


‫يل‬ ِ َّ‫َوقُ ْرآنًا فَ َر ْقنَاهُ ِلتَ ْق َرأَهُ َعلَى الن‬
ٍ ‫اس َعلَ ٰى ُم ْك‬

“Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu
membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya
bagian demi bagian” [Al-Israa/17 : 106]

Oleh karena itu para ulama rahimahullahu membagi Al-Qur’an menjadi dua
bagian : Makkiyah dan Madaniyah.

Makkiyah adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhamamd Shallallahu


‘alaihi wa sallam sebelum berhijrah ke Madinah.

Madaniyah adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad


Shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah berhijrah ke Madinah.

Dengan dasar ini, maka firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

َ ‫ط َّر فِي َم ْخ َم‬


‫ص ٍة َغي َْر‬ ُ ‫ض‬ ْ ‫اْلس َْل َم دِينًا ۚ فَ َم ِن ا‬ ِ ‫ْاليَ ْو َم أ َ ْك َم ْلتُ لَ ُك ْم دِينَ ُك ْم َوأَتْ َم ْمتُ َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِي َو َر‬
ِ ْ ‫ضيتُ لَ ُك ُم‬
‫ور َر ِحي ٌم‬ َ َّ ‫ُمت َ َجانِفٍ ِ ِْلثْ ٍم ۙ فَإ ِ َّن‬
ٌ ُ‫َّللا َغف‬

“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat
dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [Al-
Ma’idah/5 : 3]

Termasuk ayat Madaniyah walaupun diturunkan kepada Nabi Shallallahu


‘alaihi wa sallam pada haji Wada’ di Arafah.

Dalam kitab Shahih Bukhari [1] diriwayatkan dari Umar Radhiyallahu ‘anhu
bahwasanya dia mengatakan : “Kami tahu hari itu dan tempat wahyu tersebut
turun kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wahyu tersebut turun
sementara Rasulullah sedang berdiri berkhutbah hari Jum’at di padang
Arafah”.

PERBEDAAN ANTARA AYAT-AYAT MAKKIYAH DAN AYAT-AYAT


MADANIYAH DILIHAT DARI KONTEKS KALIMAT DAN KANDUNGAN

Perbedaan Pada Konteks Kalimat.


1. Kebanyakan ayat-ayat Makiyyah memakai konteks kalimat tegas dan lugas
karena kebanyakan obyek yang didakwahi menolak dan berpaling, maka
hanya cocok mempergunakan konteks kalimat yang tegas. Baca surat Al-
Muddatstsir dan surat Al-Qamar.

Sedangkan ayat-ayat Madaniyah kebanyakan mempergunakan konteks


kalimat yang lunak karena kebanyakan obyek yang didakwahi menerima dan
taat. Baca surat Al-Maa’idah.

2. Kebanyakan ayat-ayat Makkiyah adalah ayat-ayat pendek dan


argumentatif, karena kebanyakan obyek yang didakwahi mengingkari,
sehingga konteks ayatpun mengikuti kondisi yang berlaku. Baca surat Ath-
Thuur.

Sedangkan ayat-ayat Madaniyah kebanyakan adalah ayat-ayat pendek,


penjelasan tentang hukum-hukum dan tidak argumentatif, karena disesuaikan
dengan kondisi obyek yang didakwahi. Baca ayat tentang hutang-piutang
dalam surat Al-Baqarah.

Perbedaan Pada Materi Pembahasan


1. Kebanyakan ayat-ayat Makkiyah berisikan penetapan tauhid dan aqidah
yang benar, khususnya yang berkaitan dengan Tauhid Uluhiyah dan iman
kepada hari kebangkitan ; karena kebanyakan obyek yang didakwahi
mengingkari hal itu.

Sedangkan ayat-ayat Madaniyah kebanyakan berisikan perincian masalah


ibadah dan muamalah, karena obyek yang didakwahi sudah memiliki Tauhid
dan aqidah yang benar sehingga mereka membutuhkan perincian ibadah dan
muamalah.

2. Penjelasan secara rinci tentang jihad berserta hukum-hukumnya dan kaum


munafik beserta segala permasalahannya karena memang kondisinya
menuntut demikian. Hal itu ketika disyariatkannya jihad dan timbulnya
kemunafikan, berbeda halnya dengan ayatayat Makkiyah.
MANFAAT MENGETAHUI PEMBAGIAN MAKKIYAH DAN MADANIYAH
Pengetahuan tentang Makkiyah dan Madaniyah adalah bagian dari ilmu-ilmu
Al-Qur’an yang sangat penting. Hal itu karena pada pengetahuan tersebut
memiliki beberapa manfaat, di antaranya.

1. Nampak jelas sastra Al-Qur’an pada puncak keindahannya, yaitu ketika


setiap kaum diajak berdialog yang sesuai dengan keadaan obyek yang
didakwahi ; dari ketegasan, kelugasan, kelunakan dan kemudahan.

2. Nampak jelas puncak tertinggi dari hikmah pensyariatan diturunkannya


secara berangsur-angsur sesuai dengan prioritas terpenting kondisi obyek
yang di dakwahi serta kesiapan mereka dalam menerima dan taat.

3. Pendidikan dan pengajaran bagi para muballigh serta pengarahan mereka


untuk mengikuti kandungan dan konteks Al-Qur’an dalam berdakwah, yaitu
dengan mendahulukan yang terpenting di antara yang penting serta
menggunakan ketegasan dan kelunakan pada tempatnya masing-masing

4. Membedakan antara nasikh dan mansukh ketika terdapat dua buah ayat
Makkiyah dan Madaniyah, maka lengkaplah syarat-syarat nasakh karena ayat
Madaniyah adalah sebagai nasikh (penghapus) ayat Makkiyah disebabkan
ayat Madaniyah turun setelah ayat Makkiyah.

[Disalin dari kitab Ushuulun Fie At-Tafsir edisi Indonesia Belajar Mudah Ilmu
Tafsir oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerbit Pustaka As-
Sunnah, Penerjemah Farid Qurusy]
_______
Footnote
[1]. Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab Al-Iman, Bab ; Ziyaadatul Iman Wa
Nuqshaanuhu (Bertambah dan berkurangnya keimanan), hadits nomor 45,
Muslim, Kitab At-Tafsir, Bab Fii Tafsiri Aayaatin Mutafarriqah, hadits nomor
3015

Read more https://almanhaj.or.id/2197-surat-surat-makkiyah-dan-


madaniyah.html
Al-Qur’an adalah mu’jizat terbesar yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad
SAW melalui malaikat Jibril sebagai pedoman hidup bagi ummat seluruh alam.
Untuk memudahkan dalam memahami dan mempelajarinya, para ulama berijtihad
dengan menghadirkan ‘Ulum Al-Qur’an, yaitu suatu cabang ilmu yang berisi
kumpulan mengenai ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi
keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk
yang terkandung di di dalamnya. Menurut terminologi, imam Assuyuthi berkata
mengenai ulumul qur’an dalam kitabnya Itmamu Ad-dirayah :
‫علم يبحث فيه عن احوال الكتاب العزيز من جهة نزوله وسنده وادابهوالفاظه ومعانيه المتعلقة باالحكام وغير ذالك‬.
“Ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunya, sanadnya,
adabnya makna-maknanya, baik yang berhubungan lafadz-lafadznya maupun yang
berhubungan dengan hukum-hukumnya, dan sebagainya”.
Dalam kitab Al-Itqan, imam Assuyuthi menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu dan
tiap-tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Salah satu
pembahasan yang penting untuk bisa memahami Al-Qur’an dan mempelajari ilmu
Al-Qur’an adalah mengetahui asbabun nuzul dan mengetahui bagian ayat atau surat
yang diturunkan di Makkah dan sekitarnya, serta surat yang diturunkan di Madinah
dan sekitarnya. Mengetahui surat yang diturunkan di Makkah tetapi hukumnya
Madaniyah atau surat yang diturunkan di Madinah tetapi hukumnya Makkiyah atau
ayat yang turun di Mekkah tetapi ditujukan untuk ahlul Madinah atau sebaliknya,
serta ayat-ayat yang tempat turunnya masih menjadi ikhtilaf para ulama.
A. Pengertian Makki dan Madani

Secara bahasa, Makki adalah Makkah dan Madani adalah Madinah. Sedangkan
pengertian Makki dan Madani secara istilah terdapat tiga pengertian yang dipakai
oleh para ulama’ dalam mengartikan Makki dan Madani, yaitu :
Pertama : Makki adalah sesuatu (ayat atau surat) yang turun sebelum hijrah.
Sedangkan Madani adalah sesuatu yang turun setelah hijrah, entah itu turun turun di
Makkah atau di Madinah, pada tahun fathu Makkah atau haji wada’, atau turun
ketika Rasulullah tengah berada dalam perjalanan.
Kedua : Makki adalah sesuatu yang turun di Makkah, sedangkan madani adalah
sesuatu yang turun di Madinah, entah itu turun sebelum hijrah atau setelah hijrah.
Jika mengacu pada definisi ini, maka bagaimana dengan ayat atau surat yang turun
pada saat Rasulullah SAW berada dalam suatu perjalanan antara Makkah dan
Madinah?
Diriwayatkan oleh Thabrani dari Al-Walid bin Muslim, dari ‘Ufair bin Mu’dan, dari Ibnu
Amir dan dari Abi Umamah berkata, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda, “Al-
Quran diturunkan di tiga tempat : Makkah, Madinah dan Syam.”
Al-Walid berkata bahwa yang dimaksud dengan Syam adalah Baitul Maqdis.
Sedangkan Ibnu Katsir berkata bahwa yang dimaksud adalah Tabuk.
Oleh karena itu, Assuyuthi berkata dalam kitabnya Al-Itqan bahwa yang dimaksud
dengan Makkiyah adalah sesuatu yang turun di Makkah dan termasuk di dalamnya
daerah yang berada di sekitarnya, seperti yang turun di Mina, ‘Arafah dan
Hudaibiyah. Begitupun Madaniyah, termasuk di dalamnya ayat atau surat yang turun
di daerah sekitar Madinah seperti Badar dan Uhud.
Ketiga : Makki adalah sesuatu yang khitabnya ditujukan untuk masyarakat Makkah,
sedangkan Madani adalah sesuatu yang khitabnya ditujukan untuk masyarakat
Madinah dan perkataan ini mengacu pada pendapat Ibnu Mas’ud.
B. Cara mengetahui ayat Makkiyah dan Madaniyah
Ilmu tentang Makkiyah dan Madaniyah termasuk dalam ilmu riwayah. Oleh karena
itu, menurut Al-Baqillani, cara mengetahui apakah ayat tersebut Madaniyah adalah
dengan merujuk kepada perkataan para sahabat dan tabi’in. Sebab, hal ini tidak
dinyatakan langsung oleh Nabi Muhammad SAW secara terang-terangan. Para
sahabat telah menyaksikan langsung waktu, tempat dan obyek yang menjadi
sasaran turunnya suatu ayat atau surat. Rasulullah telah menyampaikan kepada
mereka, kemudian mereka menyampaikan apa yang disampaikan Rasulullah
kepada kita. Bukan hanya itu, mereka juga menyampaikan sebab diturunkannya
ayat serta tempat dan waktunya, mana yang diturunkan di malam atau siang hari,
saat waktu Rasulullah berada dalam perjalanan atau tidak, di musim panas atau
dingin dan seterusnya.
Ibnu Mas’ud RA pernah meriwayatkan dalam sebuah atsar :
“ ‫ وال نزلت أية من كتاب هللا إال و أنا أعلم فيما‬،‫وهللا الذي ال إله غيره مانزلت سورة من كتاب هللا إال وأنا أعلم أين نزلت‬
‫”أنزلت ولو أعلم أحدا أعلم مني بكتاب هللا تبلغه اإلبل لركبت اليه‬
Demi Allah Dzat yang tiada Tuhan selain Dia, tidak satupun dari Kitabullah ini yang
diturunkan kecuali aku mengetahui di mana ia diturunkan, dan tidak ada satu ayat
pun dari Kitabullah ini diturunkan kecuali aku mengetahui dalam konteks apa ia
diturunkan. Kalau aku tahu ada orang yang lebih tahu daripada aku mengenai
Kitabullah, yang bisa aku jangkau dengan unta, pasti aku akan mengendarainya
kesana (HR. Bukhori)
Karena itu, masalah Makkiyah dan Madaniyah adalah masalah sima’i. Maksudnya
adalah, rujukan utama untuk mengetahui hal tersebut berasal dari pendengaran
melalui para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Pernyataan mereka dalam hal ini
dihukumi marfu’ atau sama dengan hadits yang dinisbatkan langsung kepada
Rasulullah SAW, karena dalam hal ini tidak ada ruang bagi pendapat pribadi para
sahabat.
Al-Baqillani juga menganalogikan pernyataan tabi’in dan sahabat. Alasannya, karena
para tabi’in telah menyaksikan para saksi hidup wahyu tersebut, yaitu sahabat.
Merekalah yang menyampaikan informasi tersebut kepada kita.
Selain melalui pernyataan dari para sahabat dan tabi’in, para ulama juga
mengelompokkan dan meneliti ayat-ayat Makkiyyah dan Madaniyah melalui qiyas
ijtihadi. Jika di dalam surat tersebut terdapat ciri-ciri Makki lebih dominan daripada
Madani, maka surat tersebut termasuk kedalam surat Makkiyyah, begitupun
sebaliknya. Darimana para ulama mengambil landasan untuk mengidientifikasi
antara surat Makkiyyah dan Madaniyah?
Terdapat empat sandaran teori para ulama dalam menentukan kriteria untuk
memisahkan antara surat Makkiyyah dan Madaniyah. Mengetahui dari tempat
turunnya ayat atau surat, dari sasaran turunnya, dari waktu turunnya dan dari isi
yang terkandung dalam surat tersebut.
Daftar Pustaka :
1. Suyuthi,Imam Jalaluddin.Itqan fi Ulum Al-Qur’an. Jilid 1.Arab Saudi:Markaz
Dirasat Qur’aniyah
2. Al-Qaththan, Manna’.1973.Mabahits fi Ulum Al-Qur’an.Mansyurat Al-Ash Al-Hadits
Studi Ilmu-Ilmu AL-Qur’an
Perbedaan Makkiyah dan Madaniyyah

1. Ciri-ciri khusus surat makkiyah


a. Mengandung ayat sajdah (Al-A’raf : 206, A-Nahl : 149, An-Nahl : 50, Al-Isra’ : 107, Al-
Isra’ : 108, Al-isra’ : 109, Maryam : 85, Al-Furqan : 60.)
b. Terdapat lafal kalla sebagian besar ayatnya (Al-Humazah : 4)
‫كال لينبذن فى الحطمة‬
c. Terdapat seruan dengan ya ayyuhannasu contonhya dalam surat Yunus : 57,
‫يايهاالناس قدجاءتكم موعظة من ربكم وشفاءلما فى الصدور وهدى ورحمة‬
‫للمؤمنين‬
d. Mengandung kisah nabi-nabi dan umat-umat yang telah lalu, kecuali surat Al-Baqarah
(surat Al-A’raaf : kisah Nabi Adam dengan iblis, kisah Nabi Nuh dan kaumnya, kisah
Nabi Shalih dan kaumnya, kisah Nabi Syu’aib dan kaumnya, kisah Nabi Musa dan
Firaun).
e. Terdapat kisah adam dan iblis.[3]
Contohnya dalam surat Al-A’raf : 11 yang artinya : “sesungguhnya kami telah
menciptakan kamu (adam), lalu kami bentuk tubuhmu, kemudian kami katakana
kepada malaikat : bersujudlah kamu kepada adam. Maka merekapun bersujud kecuali
iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud.”
f. Setiap suratnya terdapat Sujud Tilawah, sebagian ayat-ayatnya.
g. Semua atau sebagian suratnya diawali huruf tahajji seperti Qaf (‫( ق‬, Nun ( ‫) ن‬, Kha Mim
( ‫ ) حم‬contonya (‫ )ص‬dalam surat Shaad : 1
h. Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf terpotong-potong (al-ahraf al-
muqatha’ah ataufawaatihussuwar), seperti “‫( الم‬surat Ar-Rum :1), ‫( الر‬surat Hud
:1), ‫“هم‬, kecuali Q.S Al-Baqoroh dan Ali ‘Imron.[4]

2. Ciri-ciri surat makkiyah yang aghlaniyah (umum)


a. Ayat-ayatnya pendek, surat-suratnya pendek (An-Nass 6 ayat, Al-Ikhlas 4 ayat, Al-
Falaq 5 ayat, Al-Lahab 5 ayat), nada perkataannya keras dan agak bersajak (surat Al-
Ashr).
.‫والعصر‬
.‫ان االنسن لفى خسر‬
.‫اال الذين ءامنوا وعملواالصلحت وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر‬
b. Mengandung seruan pokok-pokok iman kepada Allah, hari akhir dan menggambarkan
keadaan surga dan neraka.
c. Menyeru manusia berperagai mulia dan berjalan lempang di atas jalan kebajikan(An-
Nahl, = akhlak-akhlak baik)
d. Mendebat orang-orang musyrik dan menerangkan kesalahan-kesalahan pendirian
mereka (surat Al-Kahfi ayat 102-108)
e. Banyak terdapat lafadz sumpah.[5] (surat Al-Anbiyaa’ : 57)
‫وتا هللا الكيدن اصتمكم بعد ان تولوا مدبرين‬
3. Ciri-ciri khusus surat madaniyyah
a. Di dalamnya ada izin berperang atau ada penerangan tentang hal perang dan penjelasan
tentang hukum-hukumnya. (QS. Al-Ahzab = tentang perang ahzab / khandaq).
b. Di dalamnya terdapat penjelasan bagi hukuman-hukuman tindak pidana, fara’id, hak-
hak perdata, peraturan-peraturan yang bersangkut paut dengan bidang keperdataan,
kemasyarakatan dan kenegaraan. (QS. An-Nur = tentang hukum-hukum sekitar
masalah zina, li’an, adab-adab pergaulan di luar dan di dalam rumah tangga. QS. Al-
Ahzab = tentang hukum zihar, faraid)
c. Di dalamnya tersebut tentang orang-orang munafik (surat An-Nur ayat 47-53 tentang
perbedaan sikap orang-orang munafik dengan sikap orang-orang muslim dalam
bertakhim kepada Rasul)
d. Di dalamnya didebat para ahli kitab dan mereka diajak tidak berlebih-lebihan dalam
beragama, seperti terdapat dalam surat Al-Baqarah, An-Nisa’, Ali Imran, At-Taubah
dan lain-lain.[6]

4. Ciri-ciri surat madaniyyah yang aghlaniyah (umum)


a. Suratnya panjang-panjang, sebagian ayatnya pun panjang serta jelas menerangkan
hukum (QS. Al-Baqarah surat dan ayatnya panjang, dan didalamnya terdapat hukum
haji dan umrah, hukum qishas, hukum merubah kitab-kitab Allah, hukum haid, iddah,
hukum bersumpah, hukum arak dan judi)
b. Menjelaskan keterangan-keterangan dan dalil-dalil yang menunjukkan kepada hakikat-
hakikat keagamaan.

D. Beberapa Contoh Ayat Makkiyah dan Madaniyah


1. Makkiyah[7]
Diantaranya :

1 Al-‘Alaq 47 An-Naml
2 Al-Qolam 48 Al-Qoshash
3 Al-Muzzammil 49 Al-Isro’
4 Al-Muddatstsir 50 Yunus
5 Al-Fatihah 51 Hud
6 Al-Lahab 52 Yusuf
7 At-Takwir 53 Al-Hir
8 Al-A’la 54 Al-An’am
9 Al-Lail 55 Ash-Shaffat
10 Al-Fajr 56 Luqman
11 Ad-Dhuha 57 Saba’
12 Al-Insyiroh 58 Az-Zumar
13 Al-Ashr 59 Ghofir
14 Al-Adiyat 60 Fushshilat
15 Al-Kautsar 61 Asy-Syura
16 At-takatsur 62 Az-Zukhruf
17 Al-Ma’un 63 Ad-Dukhan
18 Al-Kafirun 64 Al-Jatsiah
19 Al-Fiil 65 Al-Ahqof
20 Al-Falaq 66 Al-Adzariyat
21 An-Nas 67 Al-Ghosiyah
22 Al-Ikhlas 68 Al-Kahfi
23 An-Najm 69 An-Nahl
24 ‘Abasa 70 Nuh
25 Al-Qodar 71 Ibrahim
26 Asy-Syams 72 Al-Anbiya’
27 Al-Buruj 73 Al-Mu’minun
28 At-Tiin 74 As-Sajadah
29 Al-Quroisy 75 At-Thur
30 Al-Qori’ah 76 Al-Mulk
31 Al-Qiyamah 77 Al-Haqqoh
32 Al-Humazah 78 Al-Ma’arij
33 Al-Mursalat 79 An-Naba’
34 Qaf 80 An-Nazi’at
35 At-Thoriq 81 Al-Balad
36 Al-Qomar 82 Al-Infithor
37 Shad 83 Al-Insyiqoq
38 Al-A’rof 84 Ar-Rum
39 Jinn 85 Al-Ankabut
40 Yasin 86 Al-Muthoffifin
41 Al-Furqon 87 Al-Zalzalah
42 Fathir 88 Ar-Rod
43 Maryam 89 Ar-Rohman
44 Thoha 90 Al-Insan
45 Al-Waqiah 91 Al-Bayyinah
46 Asy-Syu’ara
2. Madaniyah
Diantaranya :

1 Al-Baqoroh 13 Ali-Imron
2 Al-Anfal 14 Al-Ahzab
3 Al-Mumtahanah 15 Al-Hujurat
4 An-Nisa’ 16 At-Tahrim
5 Al-Hadid 17 At-Taghabun
6 Al-Qital 18 As-Shaf
7 At-Tholaq 19 Al-Jumuah
8 Al-Hasr 20 Al-Fath
9 An-Nur 21 Al-Maidah
10 Al-Hajj 22 At-Taubah
11 Al-Munafiqun 23 An-Nashr
12 Al-Mujadilah

E. Fungsi Memahami Ilmu Makkiyah dan Madaniyah


An-Naisaburi dalam kitabnya At-Tanbih ‘ala Fadhl Ulum Al-Quran, memandang
subjek makkiyah dan madaniyyah sebagai ilmu Al-Quran yang paling utama. Sementara
itu , Manna’ Al-Qaththan mencoba lebih jauh lagi dalam mendeskripsikan urgensi
mengetahui makkiyah dan madaniyyah sebagai berikut.

1. Membantu dalam menafsirkan Al-qur’an


Pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa di seputar turunnya Al-Qur’an tentu sangat
membantu dalam memahami dan menafsirkan ayat-ayat Al-Quran, kendatipun ada teori
yang mengatakan bahwa yang harus menjadi patokan adalah keumuman redaksi ayat
dan bukan kehususan sebabin. Dengan mengetahui kronologis Al-Quran pula, seorang
mufassir dapat memecahkan makna kontradiktif dalam dua ayat yang berbeda, yaitu
dengan pemecahan konsep nasikh-mansukh yang hanya bisa diketahui melalui kronologi
Al-Quran.

2. Pedoman bagi langkah-langkah dakwah


Setiap kondisi tentu saja memerlukan ungkapan-ungkapan yang relevan. Ungkapan-
ungkapan dan intonasi berbeda yang digunakan ayat-ayat makkiyah dan ayat-ayat
madaniyyah memberikan informasi metodologi bagi cara-cara menyampaikan dakwah
agar relevan dengan orang yang diserunya. Oleh karena itu, dakwah Islam berhasil
mengetuk hati dan menyembuhkan segala penyakit rohani orang-orang yang diserunya.
Di samping itu, setiap langkah-langkah dakwah memiliki objek kajian dan metode-
metode tertentu, seiring dengan perbedaan kondisi sosio-kultural manusia. Periodisasi
makkiyah dan madaniyyah telah memberikan contoh untuk itu.

3. Memberi informasi tentang sirah kenabian


Penahapan turunnya wahyu seiring dengan perjalanan dakwah nabi, baik di mekah
atau di madinah, dimulai sejak diturunkannya wahyu pertama sampai diturunkannya
wahyu terakhir. Al-Quran adalah rujukan otentik bagi perjalanan dakwah nabi itu.
Informasinya tidak bisa diragukan lagi.
Mengetahui sejarah hidup nabi melalui ayat-ayat Al-Quran, sebab turunnya wahyu
kepada Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah dan segala peristiwa yang
menyertainya, baik pada periode makkah maupun periode madinah, sejak turun iqra’
sampai ayat yang terakhir diturunkan. Al-Quran adalah sumber pokok bagi hidup
Rasulullah. Pola hidup beliau harus sesuai dengan Al-Quran dan Al-Quran pun
memberikan kata putus terhadap perbedaan riwayat yang mereka riwayatkan. [9]
Selain itu juga pengetahuan tentang makkiyah dan madaniyah banyak membawa
hikmah dan faedah serta kagunaan yang bermacam-macam, antara lain sebagai berikut:
1. Mudah diketahui mana ayat-ayat yang turun lebih dahulu dan mana ayat yang turun
belakangan dari kitab suci Al-Quran
2. Mudah diketahui mana ayat-ayat Al-Quran yang hukum bacaannya telah dinaskh
(dihapus dan diganti) dan mana ayat-ayat yang menasakhkannya, khususnya bila ada
dua ayat yang menerangkan hukum sesuatu masalah, tetapi ketetapan hukumnya
bertentangan yang satu dari yang lain.
3. Mengetahui dan mengerti sejarah pensyariatan hukum-hukum Islam (Taarikhut
Tasyri’) yang amat bijaksana dalam menetapkan peraturan-peraturan.
4. Mengetahui hikmah disyariatkannya suatu hukum.
5. Mengetahui perbedaan dan tahap-tahap dakwah Islamiah.
6. Mengetahui perbedaan ushlub-ushlub (bentuk-bentuk bahasa) Al-Quran yang dalam
surat-surat makkiyah berbeda dengan yang ada dalam surat madaniyah.[10]
F. Ayat-ayat Al-qur’an Diturunkan Di Luar Kota Makkah dan Madinah

1. Ayat yang di bawa dari makkah ke madinah


Contohnya ialah surat Al-A’la. HR. Al-Bukhari dari Al-Bara’ bin Azib yang
mengatakan, “orang yang pertama kali datang kepada kami di kalangan sahabat Nabi
adalah Mush’ab bin Umair dan Ibnu Ummi Maktum keduanya membacakan Al-Quran
kepada kami. Sesudah itu datanglah Ammar, Bilal dan Sa’ad. Kemudian datang pula
Umar Bin Khattab sebagai orang yang kedua puluh. Baru setelah itu datanglah Nabi.
Aku melihat penduduk Madinah bergembira setelah aku membaca sabbihismarabbikal
a’la dari antara surat yang semisal dengannya.”
Pengertian ini cocok dengan Al-quran yang dibawa oleh golongan muhajirin, lalu mereka
ajarkan kepada kaum anshar.

2. Ayat yang di bawa dari madinah ke makkah


Contohnya dari awal surat Baqarah, yaitu ketika Rasulullah SAW memerintahkan
kepada Abu Bakar untuk pergi haji pada tahun ke Sembilan. Ketika awal surat Baqarah
turun, Rasulullah memerintahkan kepada Ali bin Abi Thalib untuk membawa surat
tersebut kepada Abu Bakar, agar ia sampaikan kepada kaum musyrikin, maka Abu
Bakar pun membacakannya kepada mereka dan mengumumkan bahwa tahun ini tidak
ada oseorang musyrik pun yang boleh berhaji.

3. Ayat yang turun di waktu dalam perjalanan


Mayoritas ayat-ayat dan surat-surat Al-Quran turun pada saat Nabi dalam keadaan
menetap. Akan tetapi, karena kehidupan Rasulullah tidak pernah lepas dari jihad dan
peperangan di jalan Allah, maka wahyu pun turun juga dalam perjalanan tersebut.
Imam As-Suyuthi menyebutkan awal surat Al-Anfal yang turun di Badar setelah selesai
perang, sebagaimana yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Sa’ad bin Abi Waqqash.
Sedangkan ayatnya adalah sebagai berikut

‫والذين يكنزون الذهب والفضة وال ينفقونها فى سبيل هللا‬


Diriwayatkan Ahmad dari Tsauban, bahwa ayat tersebut turun ketika Rasulullah dalam

salah satu perjalanan.


Juga awal surat Al-Hajj. At-Tirmidzi dan Al-Haakim meriwayatkan dari Imran bin

Hushain yang menyatakan “ketika turun kepada Nabi ayat ‘wahai manusia, bertakwalah

kepada tuhanmu, sesungguhnya goncangan Hari Kiamat itu adalah suatu kejadian yang

sangat besar … sampai dengan .. tetapi adzab Allah sangat kerasnya’ beliau sedang berada

dalam perjalanan.”

Begitu juga surat Al-Fath. Al-Hakim dan yang lain meriwayatkan, dari Al-Miswar bin

Makhramah dan Marwan bin Al-Hakam, keduanya berkata “surat Al-Fath dari awal

sampai akhir turun di antara kota makkah dan madinah berkaitan dengan masalah

perdamaian Hudaibiyah.”

Sebagian dari ayat Al-Quran tidak hanya turun di kota makkah dan sekitarnya dan

tidak pula di madinah dan sekitarnya, seperti firman Allah dalam surat At-Taubah ayat

42 dan pada surat Az-Zukhruf ayat 45. Yang kedua ayat tersebut tidak turun di kota

makkah dan sekitarnya dan tidak pula di kota madinah dan sekitarnya.

Menurut Ibnu Katsir bahwa surat At-Taubah ayat 42 turun di tabuk, dan surat Az-

Zukhruf ayat 45 diturunkan di abitul maqdis pada malam Isra’.[11]

4. Ayat yang turun di Kota Arofah pada haji wada’[12]


Surat Al-Baqarah ayat : 281
َ ‫َواتَقُوا يَ ْو ًما ت ُ ْر َجعُ ْو َن فِ ْي ِه اِلَى هللاِ ثُم ت ُ َوفى َ ُك ُل نَ ْف ٍس َما َك‬
‫سبَتْ َو ُه ْم َال‬
‫يُ ْظلَ ُم ْو َن‬
“Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu
semua dikembalikan kepada Allah. kemudian masing-masing diri diberi Balasan yang
sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya
(dirugikan).”[13]

5. Ayat yang turun di Kota Mina pada haji wada’


Surat Al-Maidah ayat : 3[14]
‫حرمت عليكم الميتة والدم و لحم الخنزير وما أهل لغير هللا به والمنخنقة‬
‫والموقوذة والمتردية والنطيحة وما أ كل السبع إالماذكيتم وماذبح على النصب‬
‫وأن تستقسموا باألزلم ذالكم فسق اليوم يئس الذين كفروا من دينكم فال‬
‫تخشوهم واشون اليم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتى ورضيت لكم اإلسلم‬
‫دينا فمن اضطر فى مخمصة غير متجانف إلثم فإن هللا غفوررحيم‬
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk,
dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan
bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan
anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini
orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah
kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai
Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja
berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”[15]

[1] Rosihon Anwar, Ulum al-Qur’an, bandung, Pustaka Setia, 2008, hal:102-
104.
[2] Quraish Shihab, Sejarah & Ulum Al-Quran, bandung, Pustaka
Firdaus, 1997, hal: 64.
[3]Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Ulumul Quran,
Semarang,Pustaka Rizki Putra, 2009, hal: 72.
[4] Jalaluddin Rakhmat. ‘Ulum Al-Quran, Bandung: 1431 H, hal: 49.
[5] Ibid, hal: 73.
[6] Ibid, hal: 73-74.
[7] Quraish Shihab, Sejarah & Ulum Al-Quran, Bandung, Pustaka Firdaus,
1997, hal : 65-

Anda mungkin juga menyukai