Anda di halaman 1dari 3

TUGAS K3 LINGKUNGAN DAN INDUSTRI DASAR

ISU LINGKUNGAN TERKINI


KEBAKARAN HUTAN

DISUSUN OLEH :

PROGRAM STUDI D3 HIPERKES & KK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2015
KEBAKARAN HUTAN

Kebakaran hutan sepertinya sudah menjadi agenda tahunan bencana yang melanda
Indonesia. Banyak yang beranggapan bahwa kebakaran hutan adalah karena kemarau yang
panjang. Padahal, usaha manusia untuk membuka lahan pertanian baru untuk meraup
keuntunganlah yang menjadi penyebab utamanya.
Kabut asap telah menjadi musibah yang menimpa masyarakat dalam cakupan yang
sangat luas. Cakupan musibah kabut asap kali ini paling luas; meliputi wilayah di 12 provinsi,
dengan luas jutaan kilometer persegi. Kabut asap pekat terutama menyelimuti wilayah Sumatera
Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Di
Sumatera, kabut asap menyelimuti 80 persen wilayahnya (Kompas, 5/9).
Kabut asap itu disebabkan oleh kebakaran yang menghanguskan puluhan ribu hektar
hutan dan lahan. Kebakaran menghanguskan lebih dari 40.000 hektar lahan di Jambi. Sebanyak
33.000 hektar yang terbakar adalah lahan gambut. (Kompas, 9/9).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, luas area yang
mengalami kebakaran di Kalimantan Tengah (Kalteng) mencapai 26.664 hektar (Kontan.co.id,
27/9).

Kerugian Akibat Kebakaran Hutan

Total nilai kerugian akibat bencana asap pada tahun 2015 belum bisa dihitung. Namun,
berdasarkan data BNPB, kerugian pada tahun 1997 saja, yaitu mencapai 2,45 miliar dolar AS.
Menurut Kepala BNPB Willem Rampangilei, kerugian akibat kebakaran lahan dan hutan serta
bencana asap di Riau tahun 2014 lalu, berdasarkan kajian Bank Dunia, mencapai Rp 20 triliun.

Saat ini, di Jambi saja—akibat pencemaran udara yang timbul oleh kabut asap, dampak
ekologis,ekonomi, kerusakan tidak ternilai dan biaya pemulihan lingkungan—kerugian
diperkirakan Rp 2,6 triliun. Nilai kerugian itu belum termasuk kerugian sektor ekonomi,
pariwisata dan potensi yang hilang dari lumpuhnya penerbangan.

Bencana kabut asap juga telah menyebabkan bencana kesehatan massal. Sebanyak 25,6
juta jiwa terpapar asap, yaitu 22,6 juta jiwa di Sumatera dan 3 juta jiwa di Kalimantan. Puluhan
ribu orang menderita sakit. Hingga 28/9, di Riau saja tercatat 44.871 jiwa terjangkit Infeksi
Saluran Pernapasan Akut/ISPA (Riau Online, 28/9). Jumlah itu masih mungkin akan bertambah.
Jumlah itu belum ditambah total puluhan ribu kasus ISPA di Jambi, Sumatera Selatan,
Kalimantan Tengah dan daerah lainnya.

Selain menyebabkan terganggunya roda perekonomian, kabut asap juga memberikan


dampak buruk bagi kesehatan, terutama bagi anak-anak. Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Dirjen
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI,
menyebutkan bahwa ada beberapa macam gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat terpapar
kabut asap, yaitu, iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokan, reaksi alergi, peradangan dan juga
infeksi.
Mereka yang berusia lanjut dan anak-anak, juga mereka yang punya penyakit kronik
dengan daya tahan tubuh rendah akan lebih rentan mendapat gangguan kesehatan. Kabut asap
juga memperburuk asma dan penyakit paru kronis lain, seperti bronkitis kronik, PPOK dan
sejenisnya. Selain itu kemampuan kerja paru menjadi berkurang dan menyebabkan orang mudah
lelah dan mengalami kesulitan bernapas. Begitu juga dengan kemampuan paru-paru dan saluran
pernapasan mengatasi infeksi berkurang, sehingga menyebabkan lebih mudah terjadi infeksi.
Secara umum, maka berbagai penyakit kronik juga dapat memburuk. Apalagi bahan polutan di
asap kebakaran hutan yang jatuh ke permukaan bumi juga mungkin dapat menjadi sumber
polutan di sarana air bersih dan makanan yang tidak terlindungi. Dan yang paling sering adalah
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) jadi lebih mudah terjadi, utamanya karena
ketidakseimbangan daya tahan tubuh, pola bakteri atau virus penyebab penyakit dan buruknya
lingkungan.

Cara Mengurangi Resiko Dampak Buruk Akibat Kabut Asap

Untuk melindungi diri dari risiko gangguan kesehatan akibat kabut asap, Prof Tjandra
menganjurkan agar kita mengurangi aktivitas di luar rumah atau gedung, terutama bagi mereka
yang menderita penyakit jantung dan gangguan pernafasan. Kalaupun terpaksa pergi ke luar
rumah atau gedung maka sebaiknya menggunakan masker. Minum air putih lebih banyak dan
lebih sering. Usahakan agar polusi di luar tidak masuk ke dalam rumah atau sekolah atau kantor
dan ruang tertutup lainnya.

Anda mungkin juga menyukai