Anda di halaman 1dari 17

Draft Kajian Impor Garam Indonesia

Oleh : BSO GARDAPANA 2016-2017


BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki luas wilayah laut lebih besar dari
wilayah daratnya. Struktur geografis dan oceanografis menunjukan lautan Indonesia mencakup 5,8
juta km2, yang terdiri dari perairan territorial seluas 300 ribu km2 perairan dalam dan kepulauan
seluas 2,8 juta km2 serta Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) seluas 2,7 juta km2 serta lebih dari 17.500
pulau. Data terbaru menunjukkan indonesia juga memiliki panjang total garis pantai sebesar 99.093
km1. Dengan kepemilikan tersebut sudah pasti Indonesia memiliki sumber daya alam melimpah.
Dengan berlimpahnya sumber daya alam tersebut tak lantas membuat indonesia mampu
mencukupi kebutuhan bahan pangannya sendiri, salah satunya adalah garam. Luas lahan yang
dijadikan tambak garam hanya sekitar 26.024 hektar. Garis pantai yang membentang sepanjang 99
ribu kilometer ini sebagian besar tidak dimanfaatkan untuk ladang garam.
Jika melihat kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi

“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Indonesia sendiri belum mampu menggunakan sepenuhnya kekayaan bumi yang dikandungnya
untuk memakmurkan rakyat sebesar-besarnya. Dengan segala permasalahan yang terjadi, Indonesia
selalu membuka keran impor garam tiap tahunnya meskipun produksi garam konsumsi di tahun
tersebut sudah memenuhi kebutuhan (terlepas dari garam industri yang belum bisa diproduksi dalam
negeri sehingga selalu impor).
Garam sendiri merupakan komoditas dagang internasional sejak dahulu. Hingga kini pun,
masyarakat Indonesia maupun mancanegara tidak bisa lepas dari garam dalam kehidupan sehari-
harinya. Garam digunakan untuk bumbu masakan, pengasinan ikan, ataupun keperluan industri
seperti produksi barang dan obat-obatan. Karena itulah masyarakat Indonesia maupun mancanegara
tidak bisa lepas dari garam dalam kehidupan sehari-harinya.
Tidak hanya untuk keperluan itu, garam juga diperlukan untuk menjaga kesehatan tubuh.
Kekurangan garam dapat menyebabkan gangguan kelenjar tiroid, seperti penyakit gondok
(pembengkakan kelenjar tiroid), hipotiroidisme (kelenjar tiroid tidak dapat menghasilkan enzin dalam
jumlah yang cukup), dan kretinisme (kekurangan iodium pada janin yang menyebabkan anak
memiliki keterbelakangan mental saat dewasa)2. Untuk penderitanya, sampai saat ini Indonesia
belum memiliki data secara nasional. Data penderita hipotiroidsme di Indonesia baru dapat diperoleh
dari RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dan RS Hasan Sadikin Bandung. Dari tahun 2000 hingga
2014 didapatkan rasio penderita hipotiroidisme pada bayi sebanyak 1 : 2513 tiap tahunnya3.

1
“Panjang Garis Pantai Indonesia Capai 99.000 kilometer” diakses 20 September 2017,
http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/10/terbaru-panjang-garis-pantai-indonesia-capai-99000-kilometer
2
“Kekurangan Iodium”, diakses 3 Oktober 2017, http://www.alodokter.com/kekurangan-yodium
3
“Situasi dan Analisis Penyakit Tiroid”, diakses 3 Oktober 2017,
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-tiroid.pdf
Kebutuhan garam nasional yang kian meningkat tiap tahunnya tidak dibarengi dengan
peningkatan kesejahteraan petani tambak garam yang jumlahnya cenderung menurun dalam kurun
waktu 5 tahun terakhir. Kondisi ini ditumpuk lagi dengan kenyataan bahwa hasil panen garam rakyat
pada tahun 2016 hanya tercapai 3,9% dari targetnya yaitu 3 juta ton. Walaupun masih terdapat
surplus garam pada tahun 2014 dan 2015, lantas tak membuat Indonesia terhindar dari kelangkaan
stok garam tahun ini. Dengan terjadinya kelangkaan garam pada tahun ini harga jual garam di tingkat
petambak melonjak drastis, yang berimbas pada kenaikan harga di pasar. Untuk mengatasi hal ini,
pemerintah membuka keran impor hingga akhir Agustus.
Dengan segala permasalahan yang terjadi, Indonesia selalu membuka keran impor garam tiap
tahunnya meskipun produksi garam di tahun tersebut sudah memenuhi kebutuhan. Maka dari itu,
kebijakan pemerintah untuk membuka keran impor memang selalu dipertanyakan, apakah memang
benar menyelesaikan masalah seluruh pihak atau hanya pihak tertentu yang diuntungkan. Selebihnya
akan dibahas lebih lanjut pada kajian ini.

Fokus dan Rumusan Masalah

Masalah swasembada garam dan kesejahteraan petani garam di Indonesia memang menjadi
masalah yang belum dapat diselesaikan sepenuhnya. Walaupun sejak tahun 2014 Indonesia sudah
dapat melaksanakan swasembada garam konsumsi, keran impor garam konsumsi tetap dibuka
sehingga jumlah garam konsumsi membludak dan harga jual petani menurun. Karena itu pula jumlah
petani garam cenderung menurun dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Sebagian besar petani garam
alih profesi menjadi buruh kasar atau pekerjaan informal lainnya dan berkontribusi terhadap
fenomena migrasi kemiskinan dari desa ke kota. Namun pada tahun 2016 kondisi cuaca yang tidak
mendukung menyebabkan anjloknya produksi garam yang mengakibatkan kelangkaan stok garam
nasional sehingga harga jual garam konsumsi petani meningkat. Dengan berbagai permasalahan
tersebut, kajian ini dibuat untuk menganalisis tepat tidaknya kebijakan impor garam konsumsi yang
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dan swasembada garam dalam negeri.

Landasan Awal
Swasembada pangan adalah hal yang dituju oleh negara-negara di dunia. Dengan tercapainya
keswasembadaan bahan pangan di negara tersebut dapat dibilang negara tersebut sudah berdaulat
dan berdiri sendiri secara ekonomi. Garam yang merupakan bahan pangan utama telah
diperdagangkan secara internasional sejak dahulu kala. Hingga kini pun, kebutuhan akan garam tidak
akan pernah lepas dari negara manapun. Jika suatu negara sudah dapat melaksanakan swasembada
garam, maka negara itu sudah lebih dekat menuju keswasembadaan bahan pangan.
Sama halnya dengan negara kita tercinta, Indonesia yang tak pernah lepas dari kebutuhan
akan garam. Dengan garis pantai sepanjang membentang sepanjang 99.093 km, sudah seharusnya
Indonesia dapat melaksanakan swasembada garamnya sendiri. Namun kenyataannya jauh berbeda
dengan harapan, sejak dahulu hingga saat ini Indonesia hanya dapat memproduksi garam konsumsi,
untuk garam industri belum dapat diproduksi di dalam negeri sehingga selalu memenuhi
kebutuhannya dengan impor. Mengamati tabel neraca garam nasional, sejak tahun 2012 Indonesia
sudah dapat memenuhi kebutuhan garam konsumsinya sendiri, bahkan terjadi surplus. Dengan
terjadinya surplus seperti itu pun tak membuat keran impor garam konsumsi berhenti hingga kini.
Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan ini, Indonesia memiliki Rancangan Program Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005 – 2025 dengan sasaran ”Mewujudkan Indonesia menjadi
negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional”4. Untuk
mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan terkait, maka pada kepengurusan 2015 – 2019
dibentuklah visi pembangunan nasional “Terwujudnya Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri, Dan
Berkepribadian Berlandaskan Gotong-Royong”4. Sebuah visi hanya akan menjadi rangkaian kata-kata
semata apabila tidak ada tindakan kelanjutannya, karena itu demi terwujudnya visi pembangunan
nasional tahun 2015 – 2019 tersebut maka dirancanglah 7 misi pembangunan4, yaitu :
1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang
kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan
kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.
2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis berlandaskan negara
hukum.
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera.
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan
kepentingan nasional.
7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

Dalam menterjemahkan arahan tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan menentukan 3


pilar sebagai misinya pada rencana strategis KKP 2015 – 2019 yaitu kedaulatan (sovereignty),
keberlanjutan (sustainability), dan kesejahteraan (prosperity)5.
Untuk melaksanakan misinya itu Kementerian Kelautan dan Perikanan telah merubah
ketentuan mengenai impor garam untuk mempersingkat alur kerja dan menguatkan peran
pemerintah dalam pengendalian pasar garam nasional, serta menjalankan program PUGAR
(Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat).
PUGAR adalah program pemberdayaan oleh pemerintah yang difokuskan pada kesempatan
kerja dan meningkatkan kesejahteraan bagi petani garam, dengan tujuan untuk meningkatkan
produksi dan kualitas garam rakyat serta kesejahteraan petambak garam rakyat6. Hingga sekarang,
realisasi program ini lebih ditekankan pada pengembangan produksi garam berupa peralatan dan
infrastruktur pendukung garam rakyat. Bentuk bantuan itu seperti bantuan pompa air dan
perlengkapannya, rehabilitasi irigasi tambak garam, pembangunan gudang penyimpanan garam,
pembangunan kantor koperasi, dan lain-lain.
Dengan adanya bantuan itu, lantas tak membuat Indonesia terhindar dari kelangkaan garam di
tahun 2017 yang disebabkan karena gagal panen tahun 2016. Teknologi pembuatan garam di
Indonesia yang pada umumnya masih tradisional tidak siap untuk menghadapi cuaca yang tidak
mendukung tahun 2016 yang mengakibatkan anjloknya hasil produksi. Karena itu, perjalanan
Indonesia menuju swasembada garam nasional masih panjang. Perlu dilakukannya pembenahan di
pemerintahan, manajemen, sumber daya manusia, teknologi, dan sebagainya.

4
“Buku I RPJMN 2015-2019” diakses 1 Oktober 2017, http://www.bpkp.go.id/sesma/konten/2254/Buku-I-II-
dan-III-RPJMN-2015-2019.bpkp
5
“Laporan Tahunan KKP 2015” diakses 5 September 2017, kkp.go.id/wp-content/uploads/2016/07/Lkj-KKP-
2015.pdf
6
“Laporan Tahunan KKP 2016”, diakses 5 september 2017, http://kkp.go.id/2017/07/06/laporan-tahunan/
BAB II
KONDISI KEKINIAN
II.1 Neraca Garam Nasional

Neraca garam nasional merupakan perbandingan antara kebutuhan, produksi, ekspor, dan
impor komoditas garam secara nasional dalam suatu periode tertentu. Pada neraca garam nasional
terdapat gambaran secara umum dan menyeluruh terhadap kegiatan ekonomi komoditas garam,
yang meliputi parameter kebutuhan, produksi, ekspor, dan impor sehingga sangat bermanfaat dalam
melakukan evaluasi kebijakan berlaku dan pertimbangan untuk perubahan kebijakan.
Secara rutin setiap tahun neraca garam nasional disusun secara bersamasama oleh 4 (empat)
instasi yang mengelola komoditas garam baik dari segi kebutuhan, produksi, perdagangan (ekspor
dan impor) maupun pendataannya. Keempat instansi tersebut diantaranya adalah Kementerian
Perindustrian (sisi kebutuhan), Kementerian Kelautan dan Perikanan (sisi produksi), Kementerian
Perdagangan (ekspor dan impor), dan Badan Pusat Statistik (sisi pendataan). Berikut adalah rincian
tabel neraca garam nasional7.

Tabel 1. Tabel neraca garam nasional


Keterangan : sumber data didapat dari Tabel Neraca Garam Nasional 2011-2014 (data statistik KKP).

Kebutuhan garam Nasional semakin meningkat dari tahun ke tahun dimana kebutuhan garam
dibagi atas 2 (dua) macam yaitu garam konsumsi dan garam industri. Garam konsumsi adalah garam
yang dipergunakan untuk konsumsi dengan kadar NaCl minimal 94,7% hingga 97% dengan Pos
Tarif/HS ex. 2501.00.90.10. Sedangkan garam industri adalah garam yang dipergunakan sebagai
bahan baku atau bahan penolong bagi industri dengan kadar NaCl minimal 97% dengan Pos Tarif/HS
ex. 2501.00.90.108. Kode HS sendiri adalah sebuah kode untuk mengklasifikasikan produk
perdagangan yang bertujuan untuk mempermudah transaksi perdagangan internasional. Meskipun
produksi garam konsumsi tergolong besar tiap tahunnya, ini tidak berlaku bagi garam industri. Garam
Industri belum dapat diproduksi didalam negeri sehingga semuanya berasal dari impor7.

7
”Analisis Produksi Garam Indonesia”, diakses 5 september 2017, http://statistik.kkp.go.id/sidatik-
dev/Berita/Analisis%20Produksi%20Garam%20Indonesia.pdf
8
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 125/M-DAG/PER/12/2015 tentang ketentuan
impor garam, pasal 1.
Dari tahun 2011 hingga 2014, pertumbuhan kebutuhan garam industri rata-rata mencapai 5,82
persen per tahun sedangkan pertumbuhan garam konsumsi rata-rata mencapai 1,40 persen per
tahun. Pada tahun 2014, kebutuhan garam nasional mencapai 3,61 juta ton, terdiri dari garam
konsumsi sebesar 1,48 juta ton dan garam industri 2,13 juta ton. Kebutuhan garam konsumsi terdiri
dari kebutuhan rumah tangga sebanyak 511 ribu ton, kebutuhan industri aneka pangan sebanyak 447
ribu ton, dan industri pengasinan ikan sebanyak 525 ribu ton. Sedangkan kebutuhan garam industri
terdiri dari industri Chlor Alkali Plant (CAP) dan farmasi sebesar 1,91 juta ton, dan industri non CAP
sebesar 215 ribu ton.
Berdasarkan tabel neraca garam nasional, kebutuhan garam konsumsi nasional telah dapat
dipenuhi oleh produksi dalam negeri bahkan mengalami surplus. Impor garam konsumsi sebanyak
473 ribu ton hanya diperuntukkan garam industri Aneka Pangan tertentu khusus seasoning dan
noodle. Sedangkan jumlah garam yang diekspor mencapai 2,16 ribu ton.

II.2 Garam Rakyat

Produksi garam rakyat secara nasional merupakan total dari produksi garam hasil program
PUGAR dan Non PUGAR. PUGAR (Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat) sendiri merupakan program
pemberdayaan oleh pemerintah yang difokuskan pada kesempatan kerja dan meningkatkan
kesejahteraan bagi petani garam. Pugar sendiri bertujuan untuk meningkatkan produksi dan kualitas
garam rakyat serta kesejahteraan petambak garam rakyat melalui prinsip pemberdayaan masyarakat
yang dilaksanakan melalui prinsip bottom-up, artinya masyarakat petambak garam secara partisipatif
berperan aktif mulai dari tahap perencanaan, pengelolaan lahan dan air laut, penyediaan sarana dan
prasarana produksi, pemilihan dan pemanfaatan teknologi, sesuai dengan kondisi dan potensi
setempat7. Sampai sekarang, realisasi program ini lebih ditekankan pada pengembangan produksi
garam berupa peralatan dan infrastruktur pendukung garam rakyat. Bentuk bantuan itu seperti
bantuan pompa air dan perlengkapannya, rehabilitasi irigasi tambak garam, pembangunan gudang
penyimpanan garam, pembangunan kantor koperasi, dan lain-lain.
Hingga tahun 2015, Indonesia tercatat memiliki 48 kabupaten/kota sebagai produsen garam
dengan total luas tambak garam mencapai 26 ribu hektar7. Lokasi 48 kabupaten/kota tersebut
ditunjukkan oleh gambar 1 berikut.

Gambar 1. Lokasi produksi garam rakyat 2016


Sumber : Peta lokasi produksi garam rakyat, data statistik KKP
Dengan rincian lokasi berurut sesuai nomor urut sebagai berikut, Aceh besar, Pidie, Aceh utara, Aceh
Timur, Karawang, Indramayu (sentra), Cirebon (sentra), Brebes, Demak, Jepara, Pati (sentra),
Rembang (sentra), Tuban, Lamongan, Gresik, Kota Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Kota Pasuruan,
Probolinggo, Bangkalan, Sampang (sentra), Pamekasan (sentra), Sumenep (sentra), Buleleng,
Karangasem, Lombok barat, Lombok tengah, Lombok timur, Sumbawa, Kota Bima, Bima (sentra),
Manggarai, Nagekeo, Ende, Flores Timur, Lembata, Alor, Sumba Timur, Kupang, Timor Tengah Utara,
Pangkajene kepulauan, Takalar, Jeneponto (sentra), Kepulauan Selayar, Kota Palu, Pohuwato,
Minahasa Tenggara.
Dari ke 48 kabupaten/kota tersebut, pada tahun 2015 dihasilkan garam rakyat mencapai 2,92
juta ton. Berdasarkan volume produksi dan luas tambak tersebut maka produktivitas tambak secara
nasional dapat dihitung sebesar 112,87 ton/hektar. Namun pada tahun 2016 produksi garam rakyat
menurun drastis menjadi 118 ribu ton, hanya tercapai 3,9% dari target produksi garam rakyat 2016
oleh KKP yaitu sebanyak 3 juta ton6. Berikut adalah tabel produksi garam rakyat.

Tabel 2. Produksi tambak garam rakyat 2011-2016


Sumber data :
1. Tabel Neraca Garam Nasional 2011-2014 (data statistik KKP)
2. Tabel Capaian Produksi Garam Tahun 2016 (laporan tahunan KKP 2016)
3. Pusat Data dan Informasi KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan)

Selama tahun 2011 sampai dengan 2016, produksi garam rakyat mengalami pertumbuhan
dengan rata-rata sebesar 7,00% per tahun. Pada tahun 2011 produksi garam rakyat secara nasional
sebesar 1,62 juta ton meningkat menjadi 2,92 juta ton pada tahun 2015. Produksi garam rakyat
tahun 2014 mencapai 2,50 juta ton, untuk mendapatkan garam siap pakai maka garam rakyat masih
melalui proses penguapan sampai garam benar-benar kering sehingga volume produksi akan
berkurang 25%. Sehingga volume produksi garam rakyat tahun 2014 menjadi 1,88 juta ton.
Penurunan produksi garam rakyat pada tahun 2013 yang hanya mencapai 1,16 juta ton dengan
produktivitas sebesar 39,62 ton/hektar/musim disebabkan pendeknya musim panas pada tahun
tersebut, yaitu hanya sekitar 2 (dua) bulan. Produksi garam rakyat nasional masih sangat
bergantung pada cuaca dan iklim yang terjadi sepanjang tahun. Penurunan juga ditunjukkan pada
tahun 2016 yang hanya memproduksi garam rakyat 118 ribu ton (nilai 118 ribu ton ini merupakan
volume produksi yang sudah dikurangi 25%)6. Anjloknya produksi garam ini disebabkan oleh musim
kemarau basah (La Nina) yang terjadi disepanjang tahun 20169. Pada kondisi ini curah hujan di
sentra-sentra produksi garam cukup tinggi sehingga produksi garam terganggu.

9
“Usaha Garam Rakyat dan Persoalan yang Membelitnya diakses 2 September 2017,
http://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/14/091036926/usaha-garam-rakyat-dan-persoalan-yang-
membelitnya
Fenomena La Nina menyebabkan curah hujan di sentra-sentra produksi garam cukup tinggi
sehingga produksi garam pun terganggu. Akibat La Nina, produksi garam konsumsi nasional siap
pasar pada tahun 2016 hanya sebesar 118.054 ton, atau hanya 3,9 % dari target produksi sebesar 3
juta ton. Untuk tahun 2017, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan
hingga akhir tahun curah hujan di wilayah Indonesia masih tinggi. Salah satu penyebab tingginya
curah hujan lantaran musim kemarau mundur dari kondisi normal. "Kondisi ini akan berpengaruh
terhadap cuaca di Indonesia. Meskipun El Nino dan La Nina terpantau netral atau tidak ada, namun
curah hujan masih cukup tinggi" (Kepala Divisi Informasi Klimatologi BMKG, Evi Lutfiati, 2017)10. El
Nino sendiri adalah fenomena perubahan iklim secara global yang diakibatkan karena memanasnya
suhu di permukaan air laut Pasifik bagian timur, sedangkan La Nina merupakan kondisi dimana suhu
permukaan air laut di kawasan Timur Equador atau di lautan Pasifik mengalami penurunan, bisa
dibilang lawan fenomena dari El Nino11. Beberapa dampak dari El Nino adalah angin pasat timur
melemah, berkurangnya akumulasi curah hujan yang berada di wilayah Indonesia, Amerika Tengah,
dan Amerika Selatan di bagian Utara, dan menyebabkan cuaca cenderung terasa hangat dan juga
lembab di sepanjang daerah Pasifik Ekuatorial Tengah dan Barat11. Lain halnya dengan La Nina,
beberapa dampaknya adalah menguatnya angin pasat timur, akumulasi curah hujan menjadi
berkurang di wilayah Pasifik bagian Timur (menjadi lebih dingin dan juga kering), dan terjadinya
potensi hujan yang turun yang terdapat di sepanjang perairan Pasifik Ekuatorial Barat, yakng meliputi
Indonesia, Malaysia, dan juga bagian utara Australia. Hal ini menyebabkan cuaca menjadi hangat dan
juga lembab11.

Gambar 2. Petani garam


Sumber : regional.kompas.com

II.3 Pasar Garam di Indonesia

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan bahwa sudah berpuluh-puluh
tahun, industri garam domestik dikendalikan perusahaan-perusahaan besar yang membentuk
semacam kartel9. Merekalah yang menentukan harga garam petambak. Saat panen garam di
Indonesia, kartel justru mengimpor garam. Mereka mengimpor jenis garam industri, yang memang

10
“Produksi Garam Nasional Masih Dibayangi Tingginya Curah Hujan” diakses 3 September 2017,
http://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/10/090843226/produksi-garam-nasional-masih-dibayangi-
tingginya-curah-hujan
11
“Proses Terjadinya El Nino dan La Nina – Pengertian dan Dampak” diakses 19 September 2017,
https://ilmugeografi.com/fenomena-alam/proses-terjadinya-el-nino-dan-la-nina
tidak diproduksi di dalam negeri. Garam industri impor yang seharusnya hanya ditujukan untuk
industri aneka pangan, yang meliputi antara lain pabrik obat, pabrik kecap, pengasinan ikan, asinan
buah, bumbu makanan ringan, dan lain lain, faktanya garam industri yang diimpor itu tidak
sepenuhnya digunakan untuk kepentingan industri terkait9. Namun sebagian sengaja dijual ke pasar
sebagai garam konsumsi atau garam dapur (bumbu masak). Padahal kebutuhan garam konsumsi
seharusnya diambil dari garam yang diproduksi petambak garam. Praktik ilegal itu dilakukan karena
garam industri untuk aneka pangan memiliki kandungan yang tak jauh berbeda dengan jenis garam
konsumsi sehingga bisa dikonsumsi langsung oleh manusia. Selain itu harga garam industri impor
cukup bersaing karena importasinya tidak dikenakan bea masuk, sedangkan garam konsumsi
dikenakan bea masuk 10%9.
Berlimpahnya pasokan garam di pasar akibat dari masuk dan dicampurnya garam impor
menyebabkan harga turun drastis hingga menyentuh Rp 400 per kg, hal ini lah yang dimanfaatkan
oleh kartel tersebut. Kerugian pun tak dapat dihindarkan oleh para petambak garam. "Garam rakyat
seharga Rp 400 per kg itu kemudian mereka oplos dengan garam impor yang harganya sekitar Rp
600 per kg. Jadi modal mereka hanya sekitar Rp 500 per kg. Lalu mereka jual ke konsumen dengan
harga Rp 2.000 per kg. Mereka untung Rp 1.500 per kg atau tiga kali lipat dari modal. Jika setahun
impor garam mencapai 2 juta ton, maka kartel untung Rp 3 triliun" (Menteri KKP, Susi Pudjiastuti,
2017) 9. Kondisi ini menjelaskan mengapa Indonesia yang 70% wilayahnya adalah laut dan memiliki
garis pantai terpanjang kedua di dunia terus mengimpor garam selama puluhan tahun. Karena selalu
merugi saat panen, banyak petani yang akhirnya beralih profesi.
Namun kondisi pada tahun 2017 berbeda dengan kondisi di tahun-tahun sebelumnya, kondisi
seperti yang sudah dijelaskan. Anjloknya produksi garam rakyat pada tahun 2016 (tabel 2) yang
hanya mencapai 3,9% dari target produksi garam rakyat, mengakibatkan kelangkaan stok garam di
indonesia. Walaupun pada tahun 2014 masih terdapat surplus garam ditambah dengan jumlah impor
garam pada tahun 2014, dan produksi garam rakyat tahun 2015 yang hampir menyentuh 3 juta ton,
namun tidak membuat Indonesia mengalami terhindar dari kelangkaan garam di tahun 2017.
Tentunya kelangkaan ini berimbas pada harga garam di pasar.

Gambar 2. Pedagang agen sembako di Pusat Perkulakan Pasar Induk Tanah Tinggi, Tangerang
Sumber : ekonomi.kompas.com
Dalam beberapa bulan terakhir, harga garam melonjak tinggi hingga mencapai Rp 3.500 per kg
di tingkat petambak. Padahal biasanya, harga garam di tingkat petambak sangat rendah, bahkan bisa
hanya Rp 400 per kg saat musim panen9. Kondisi ini tentunya berimbas baik bagi petani garam
karena pendapatan mereka meningkat seiring dengan naiknya harga jual garam mereka. Harga
garam di tingkat petani yang sebelumnya di kisaran Rp 350 - Rp 500 per kilogramnya, kini mencapai
Rp 3.500 per kilogram atau naik sekitar 1.000%12. Kenaikan harga di tingkat petani juga diikuti
dengan kenaikan harga garam di pasar tradisional, contohnya di Kabupaten Jember, Jawa Timur yang
menembus Rp16.000 per kilogram karena pasokan dari distributor ke pedagang di sejumlah pasar
tradisional sempat menipis13. Seorang pedagangan di Pasar Tanjung Jember mengatakan bahwa
Harga garam kemasan yang biasanya dijual sebesar Rp1.000 per kemasan dengan berat 250 gram,
kini naik menjadi Rp4.000 per kemasan13.
Kelangkaan garam ini membuat pemerintah membuka keran impor. Masuknya garam impor
akan membuat stok garam di pasar meningkat dan harga akan turun. Keran impor 2017 dibuka
pertama kali pada periode Januari – Juni dan periode ke dua Juli-Agustus dengan menugaskan PT
Garam sebagai satu-satunya lembaga yang berhak melakukan impor garam konsumsi. Pada periode
pertama, garam yang masuk sebanyak 75.000 ton dengan rincian 55.500 ton datang dari Australia,
dan 20.000 ton datang dari India. Pada periode ke dua, garam konsumsi yang masuk sebanyak
125.000 ton garam konsumsi. Yang mana 75.000 ton garam konsumsi dari Australia sudah masuk
terlebih dahulu pada kamis 10 Agustus 2017, dilanjutkan pada tanggal 11 Agustus 2017 sebanyak
27.500 ton, dan terakhir pada tanggal 21 Agustus 2017 sebanyak 22.500 ton14.
Untuk impor tanggal 10 Agustus 2017 sebanyak 75.000 ton itu adalah akumulasi dari asupan
garam impor di Pelabuhan Ciwandan (Banten), lalu Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya), dan
Pelabuhan Belawan (Medan) yang masing-masingnya menerima 25.000 ton garam impor14.
Selanjutnya asupan 27.500 ton garam impor akan sampai di Pelabuhan Tanjung Perak dengan kapal
MV Golden Kiku, dan asupan tanggal 21 Agustus 2017 sebanyak 22.500 ton akan sampai di
Pelabuhan Belawan dengan kapal MV Uni Challenge14. Setelah sampai di tempat, PT Garam sebagai
importir tunggal yang ditugaskan pemerintah untuk mendistribusikan garam ke sejumlah industri
terkait. Impor garam konsumsi ini dibatasi dari hingga 31 Agustus, pemerintah menentukan bahwa
setelah 31 Agustus tidak boleh lagi ada impor15. Melalui konferensi pers pada tanggal 17 Agustus
2017, Direktur Keuangan PT Garam, Anang Abdul Qoyyum menuturkan bahwa garam impor yang
sudah diterima akan didistribusikan kepada lebih dari 200 industri kecil dan menengan, yang
nantinya akan dijual dengan harga Rp 2.250 per kg hingga Rp 2.500 per kg15.

12
“Harga Melonjak, Petani Garam Akhirnya Menikmati "Manisnya" Si Asin”, diakses 3 September 2017,
http://regional.kompas.com/read/2017/08/01/18205991/harga-melonjak-petani-garam-akhirnya-menikmati-
manisnya-si-asin
13
“Harga Garam di Jember Tembus Rp16 Ribu”, diakses 2 September 2017,
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170729143119-92-231169/harga-garam-di-jember-tembus-rp16-
ribu/
14
“Garam Impor Asal Australia Mulai Masuk Ke Indonesia” diakses 2 September 2017,
http://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/11/080000726/garam-impor-asal-australia-mulai-masuk-ke-
indonesia
15
“Garam impor siap didistribusikan” diakses 2 September 2017,
http://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/17/153122826/garam-impor-siap-didistribusikan
BAB III

PEMBAHASAN

III.1 Perubahan Kebijakan


Peraturan mengenai ketentuan impor garam nasional yang diatur pada Peraturan Kementerian
Perdagangan Republik Indonesia nomor 58/M-DAG/PER/9/2012 tentang ketentuan Impor Garam,
kini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan impor garam diganti menjadi Peraturan
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia nomor 125/M-DAG/PER/12/2015 yang disahkan pada
29 Desember 2015. Peraturan ini efektif berlaku pada 1 April 2016 sebagai pengganti Permendag
nomor 58/M-DAG/PER/9/2012 tentang ketentuan Impor Garam16.
Pergantian undang-undang ketentuan impor garam ini merupakan lanjutan dari usul
Kementerian Kelautan dan Perikanan agar Kementerian Perdangan merevisi Peraturan Menteri
Perdangan tentang Ketentuan Impor Garam. Peraturan itu dinilai lemah dalam pengendalian impor
garam sehingga berpotensi melemahkan usaha garam rakyat yang kini sedang berbenah 17.
Perubahan peraturan ini difokuskan untuk menekan para oknum importir yang memainkan harga di
pasar dan menyebabkan kesejahteraan petambak garam menurun. Meskipun pada ketentuan
terbarunya telah menghapus ketentuan tentang harga patokan garam minimum dan meniadakan
kewajiban importir garam untuk menyerap garam dari pegaram setempat, pergantian ketentuan ini
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan usaha garam rakyat untuk waktu-waktu berikutnya.
Tidak hanya kedua poin tersebut yang menjadi perubahan pada ketentuan yang baru. Pokok-
pokok perubahan tersebut adalah :

Tabel 3. Pergantian ketentuan impor garam


Sumber data :
1. Artikel harian elektronik kompas 20 Januari 2016 “Revisi aturan impor garam”
2. Permendag nomor 58/M-DAG/PER/9/2012, dan nomor 125/M-DAG/PER/12/2015

16
“Peraturan impor garam, produksi garam lokal kian lesu”, diakses 3 September 2017,
https://beritagar.id/artikel/berita/peraturan-impor-garam-produksi-garam-lokal-kian-lesu
17
“Revisi Aturan Impor Garam”, diakses 2 September 2017,
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160120kompas/#/17/
Rekomendasi pada tabel 3 yang dimaksudkan sebagai rekomendasi impor garam. Pada ketentuan
yang sudah tidak berlaku, importir garam konsumsi dan produksi akan diakui secara hukum apabila
telah mendapatkan rekomendasi dari Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur, Kementrian
Perindustrian. Sedangkan pada Permendag nomor 125/2015, importir garam industri tidak
memerlukan rekomendasi apapun agar diakui secara hukum.
Selain itu, pada ketentuan yang baru Kementrian Kelautan dan Perikanan ikut dilibatkan
dalam impor garam, tepatnya pada impor garam konsumsi. Impor garam konsumsi hanya dapat
dilakukan oleh BUMN yang bergerak di bidang usaha pergaraman, setelah mendapat penugasan dari
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembinaan BUMN dan
rekomendasi dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan
dan perikanan18. Impor garam konsumsi hanya boleh dilakukan saat terjadi gagal panen raya
sehingga stok garam konsumsi tidak memenuhi kebutuhan nasional dan ketersediaan garam
konsumsi tidak memenuhi kebutuhan dalam negeri, kondisi gagal panen raya ini ditentukan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan18. "Ini
tahun pertama KKP dilibatkan dalam hal mengatur rekomendasi impor garam. Dulu (impor) bebas,
impor bocor, akhirnya harga garam jatuh. Petani mati karena harga per kilogram cuma Rp 200
perak," keterangan pers Susi Pudjiastuti seusai memberikan kuliah umum di Sumedang18.
Perubahan definisi dari garam konsumsi dan garam industri pada Peraturan Kementrian
Perdagangan Republik Indonesia nomor 125/M-DAG/PER/12/2015 dimaksudkan agar dapat
menjerat para oknum importir yang mencampur garam industri dengan garam konsumsi. Karena
pada ketentuan sebelumnya, kadar NaCl untuk garam konsumsi minimal 94,7% dan kadar NaCl untuk
garam industri minimal 97%, sehingga apabila garam industri dicampur masih tetap memenuhi
kriteria sebagai garam konsumsi.
Perbedaan yang menjadi perhatian lainnya dari perubahan kebijakan ini adalah monopoli
pasar garam konsumsi nasional. Dengan memonopoli impor garam konsumsi, permainan harga oleh
para kartel dapat ditekan, dan BUMN di bidang pergaraman (baca : PT Garam) akan mendapatkan
keuntungan yang cukup besar. “Sebagai gambaran, harga beli garam konsumsi impor sekitar Rp 600
per kg, sementara harga jual ke distributor senilai Rp 1.200 per kg. Dengan demikian, PT Garam
mendapatkan untung sekitar Rp 600 per kg. Karena sudah mendapatkan untung besar dari penjualan
garam impor, PT Garam bisa menolong petambak garam dengan membeli garam pada harga yang
menguntungkan petambak secara stabil” (Menteri KKP, Susi Pudjiastuti, 2017)9. Untuk tetap menjaga
kesejahteraan petambak garam sendiri, PT Garam akan menjaga harga garam dari petambak pada
harga Rp 1000 ke atas9. Dengan kondisi ini diharapkan para petambak garam yakin bahwa saat panen
sekalipun akan mendapatkan keuntungan, dan munculnya niat saing untuk meningkatkan kualitas
produk garamnya sendiri.
Berkaitan dengan alur impor, ketentuan yang berlaku (Permendag nomor 125/M-
DAG/PER/12/2015) memiliki alur impor garam industri yang berbeda dengan garam konsumsi. Untuk
garam konsumsi, apabila terjadi gagal panen dan ketersediaan garam konsumsi tidak dapat
memenuhi kebutuhan, maka pemerintah dapat menugaskan BUMN di bidang pergaraman PT Garam
untuk mengimpor garam konsumsi setelah mendapatkan penugasan dari menteri BUMN dan
rekomendasi dari menteri KKP. BUMN importir garam konsumsi juga harus mendapatkan
persetujuan impor garam konsumsi terlebih dahulu dari koordinator pelaksana UPTP I selaku
mandataris menteri perdagangan, sebelum mengimpor. Ringkasnya : Rekomendasi KKP dan

18
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 125/M-DAG/PER/12/2015 tentang ketentuan
impor garam, pasal 11, 12 dan 13
penugasan Kementrian BUMN + izin UPTP I → PT Garam impor garam konsumsi. Sedangkan impor
untuk garam industri hanya dapat dilakukan oleh importir garam industri yang memiliki Angka
Pengenal Importir Produsen (API-P) dan persetujuan impor garam industri yang diterbitkan oleh Unit
Pelayanan Terpadu Perdagangan I (UPTP I) selaku mandataris menteri perdagangan19. Untuk
mendapatkan persetujuan impor, importir harus mengajukan permohonan elektronik ke koordinator
pelaksana UPTP I dengan melampirkan Izin usaha industri / izin usaha sejenis, API-P, surat
pernyataan bermaterai yang memuat kebutuhan riil industri dan pernyaan tidak akan
memperdagangkan / memindahtangankan garam industri yang diimpor19. Koordinator pelaksana
UPTP I akan menerbitkan persetujuan atau penolakan paling lama 2 hari kerja sejak permohonan
diterima19. Dalam penerbitan surat persetujuannya tetap memperhatikan rencana kebutuhan garam
industri yang ditentukan dan disepakati oleh rapat koordinasi kementrian terkait19. Ringkasnya :
Importir mengajukan permohonan elektronik ke UPTP I → izin UPTP I → Impor garam industri.

III. 2 Penyelewengan Hak Impor

Tujuan mulia dari monopoli hak impor garam konsumsi nyatanya tidak berjalan dengan lancar.
Pada pertama kalinya impor garam konsumsi di tahun 2017 Direktur Utama PT Garam tersandung
kasus penyalahgunaan wewenang impor. Dirut PT Garam terbukti melaksanakan impor dengan SPI
(surat persetujuan impor) nomor 45 sebanyak 75.000 ton garam industri (55.000 ton dari Australia,
20.000 ton dari India) yang dikemas ulang menjadi garam konsumsi dengan merk Segi Tiga G dan
ditahan Juni 201720. Keterangan dari Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen
Agung Setya menyebutkan bahwa Dirut PT Garam merubah konsentrasi NaCl menjadi di atas 97% ,
kemudian permohonan ini diajukan beserta dukungan dari KKP ke mandatoris impor garam konsumsi
kemendag. Dari titik itu Dirut PT Garam berhasil mengantongi SPI nomor 4520.
Ada kejanggalan dalam kasus ditahannya Dirut PT Garam ini. Sebelum mengantongi SPI nomor
45, PT Garam sudah mengantongi SPI garam konsumsi nomor 42, dan 43 sebanyak 75.000 ton.
Namun, surat persetujuan ini urung direalisasikan lantaran pemenang lelang (asal Australia dan
India) ternyata adalah pemasok garam industri20.
1 bulan setelah ditahannya Dirut PT Garam, Kementrian Kelautan dan Perikanan kembali
menugaskan PT Garam dengan Direktur Utama yang baru untuk mengimpor garam konsumsi
sebanyak 125.000 ton. Yang mana 75.000 ton garam konsumsi dari Australia sudah masuk terlebih
dahulu pada kamis 10 Agustus 2017, dilanjutkan pada tanggal 11 Agustus 2017 sebanyak 27.500 ton,
dan terakhir pada tanggal 21 Agustus 2017 sebanyak 22.500 ton14.

III. 3 Solusi Jangka Pendek

Kelangkaan stok garam konsumsi ini diatasi dengan dibukanya keran impor. Keran impor
garam konsumsi yang dibuka pada bulan Agustus sebesar 125.000 ton itu hanya berlangsung sampai
31 Agustus 2017, setelah itu tidak ada lagi garam konsumsi yang boleh masuk15. Impor 125.000 ton
garam konsumsi tersebut dibagi menjadi 75.000 ton (akumulasi) garam konsumsi yang masuk di
Pelabuhan Ciwandan, Tanjung Perak, dan Belawan pada tanggal 10 Agustus 2017, 27.500 ton
berikutnya di Pelabuhan Tanjung Perak pada 11 Agustus 2017, dan 22.500 ton terakhir masuk di
Pelabuhan Belawan pada 21 Agustus 201714.

19
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 125/M-DAG/PER/12/2015 tentang ketentuan
impor garam, pasal 3, 4, dan 5
20
“Kronologi Penyelewengan Pengadaan Garam Impor oleh Dirut PT Garam, diakses 3 September 2017,
http://nasional.kompas.com/read/2017/06/11/15181531/ini.kronologi.penyelewengan.pengadaan.garam.imp
or.oleh.dirut.pt.garam
Kebijakan pemerintah soal impor ini sudah tepat, mengingat adanya gagal panen di tahun
2016. Dengan masuknya garam konsumsi dalam jumlah terbatas tentunya akan memenuhi
kebutuhan garam konsumsi nasional dan harga garam di pasar akan turun, namun tidak terlalu jatuh
sehingga petani garam pun tidak merugi.

III. 4 Solusi Jangka Panjang

Kebijakan impor memang tepat untuk menangani ketimpangan antara permintaan dan
ketersediaan barang di pasar. Namun impor bukanlah solusi jangka panjang untuk menopang
swasembada garam nasional. Aspek utama yang perlu ditingkatkan adalah teknologi dan kualitas
sumber daya manusia, dalam kasus garam ini adalah para petambak garam. Para petambak
Indonesia umumnya masih menggunakan panen garam tradisional. Metode tradisional dilakukan
dengan cara mengalirkan air laut ke tempat/petak tanah yang luas, lalu dijemur hingga menyisakan
kristal-kristal garam, kristal-kristal garam ini kemudian di panen dan dijual.
Metode yang memakan waktu berkisar 40 hari ini sudah mulai ditinggalkan dan beberapa
daerah sudah mengganti metodenya menjadi teknologi ulir filter. Prinsip utama dari teknologi ini
adalah mempercepat proses pembuatan air tua (20° Be, tingkat kekentalan air laut) dengan
memperpanjang aliran air serta tetap mempertahankan kebersihan air dan meja garam, dengan
memasang filter (disatukan dengan kincir angin) pada saluran air dan memasang terpal hitam pada
meja garam21.

Gambar 4. Teknologi ulir filter


Sumber : portal.bpppbanyuwangi.com
Keterangan : 5 cm adalah ketinggian air pada petakan tersebut.

21
“Cara Membuat Garam”, diakses 28 September 2017, https://inspiring.id/cara-membuat-garam/
Gambar 4 menunjukkan petak lahan 1 hektar teknolog ulir filter. Proses pengerjaannya sendiri
tertera sebagai berikut22 :
1. Air laut murni (densitas antara 0-1ᵒ Be) dialirkan menggunakan pompa ke dalam petak
penampungan pertama. Air laut yang telah alirkan, dijemur hingga kadar densitanya
mencapai 3° Be.
2. Kemudian air laut pada petak penampungan 1 dipompa melalui ulir besar yang bertujuan
untuk memperpanjang aliran sehingga air baku mengalami penguapan yang cukup banyak,
serta diharapkan partikel pengotor (yang masih bercampur pada air yang tidak tersaring
filter) dapat mengendap. Air baku yang mengalir ini kemudian dimasukkan ke petak
penampungan II, lalu dilakukan pengukuran densitas dengan Boumeter. Hasil pengukuran
densitas pada petak penampungan II diperoleh hasil 12 °Be.
3. Setelah proses pada penampungan 2 selesai, air dialirkan ke petak penampungan ke-3
melalui ulir kecil. Hampir sama dengan ulir besar, tujuan dialirkannya air melewati ulir kecil
dengan jarak yang panjang adalah untuk mempermudah penguapan air laut untuk
mendapatkan kekentalan sebesar 20 °Be.
4. Dari kotak penampungan 3 ini, air dialirkan ke meja garam dengan densitas sekitar 20-25°Be.
Perjalanan air dari penampungan 1 sampai meja garam membutuhkan waktu sekitar 12-15.
Walaupun keduanya masih sangat bergantung pada cuaca, terutama matahari, sehingga
apabila cuaca tidak mendukung maka produksi pun ikut menurun. Tetapi durasi waktu dari
pengambilan air laut hingga panen kristal garam berkisar 12-15 hari, jauh lebih cepat dibandingkan
metode tradisional yang membutuhkan waktu sekitar 40 hari. Akan lebih baik jika seluruh daerah
penghasil garam di Indonesia menggunakan teknologi ulir filter, sehingga kualitas dan kuantitas
produksi pun akan meningkat.
Selain kedua metode itu, Indonesia dapat pula mencontoh metode pembuatan garam di
negara lain yang tidak bergantung pada cuaca. Kedua metode itu adalah rock salt mining method,
dan vacuum method. Pertama adalah rock salt mining method yang mengolah batuan deposit garam
bawah tanah dengan cara mengekstraknya dengan pengeboran, peledakan, atau pengerukan deposit
garam tersebut. Hasil ekstrak itu kemudian dihancurkan menjadi kepingan-kepingan kecil yang akan
dibawa ke pabrik untuk diproses dan dikemas untuk siap pasar.

22
“Mengenal Teknologi Ulir Filter Dalam Pembuatan Garam”, diakses 28 September 2017,
http://www.portal.bpppbanyuwangi.com/index.php/publikasi/warta-kelautan-dan-perikanan/144-mengenal-
teknologi-ulir-filter
Gambar 5. Rock salt mining
Sumber : eusalt.com/salt-production

Ruang bawah tanah sisa pengekstrakan dapat digunakan sebagai tempat penyimpanan tertentu,
seperti penyimpanan bahan konsumsi, penyimpanan dokumen-dokumen penting, dan sebagainya.
Kedua adalah vacuum method, metode ini juga memanfaatkan lapisan deposit garam bawah
tanah sebagai sumber garam. Garam didapatkan dari lubang bor lapisan deposit garam bawah tanah.
Lubang bor tersebut kemudian diisi oleh air tawar yang nantinya akan larut dan menghasilkan air
garam jenuh. Larutan ini lalu dipompa menuju permukaan dan disimpan di tangki penyimpanan
untuk dibersihkan, setelah itu larutan dipompa menuju vacuum pans untuk kemudian didihkan dan
dibersihkan agar menghasilkan kristal-kristal garam kering. Metode ini menghasilkan garam dengan
konsentrasi sangat tinggi, tekstur dan kualitas yang baik.

Gambar 6. Vacuum salt


Sumber : eusalt.com/salt-production
Ruang-ruang sisa pengekstrakan yang sudah tidak terpakai lagi dapat digunakan sebagai lokasi
penyimpanan gas, hidrokarbon, dan lain-lain.
Kedua metode ini mungkin belum dapat diterapkan di Indonesia karena kendala teknologi,
dana, dan tingkat pendidikan masyarakat yang kurang merata. Namun melihat data tabel 2, dengan
metode penguapan matahari pun Indonesia mulai sudah dapat memenuhi kebutuhan garamnya
sendiri. Hanya perlu ditingkatkan teknologi untuk mempercepat durasi panen dan meningkatkan
kualitas produksi garam rakyat, agar tidak hanya memenuhi kebutuhan garam konsumsi namun juga
dapat memenuhi kebutuhan garam industri yang belum dapat diproduksi dalam negeri, di kemudian
hari.
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Kebijakan impor garam konsumsi sebelum tahun 2017 merupakan kebijakan yang kurang
tepat. Karena ketentuan mengenai impor yang sebelumnya, masih memberikan celah bagi para
oknum importir untuk mendapatkan keuntungan pribadi yang sangat merugikan petani lokal. Lain
halnya dengan kebijakan impor 2017, selain karena ketentuan mengenai impor garam konsumsi yang
telah diperketat dan dipersingkat alur kerjanya, impor garam konsumsi dalam jumlah tertentu, dapat
tetap menjaga harga jual garam di tingkat petambak menguntungkan bagi petambak itu sendiri.
Namun impor bukanlah jalan keluar jangka panjang yang terbaik, melihat teknologi pembuatan
garam di Indonesia yang masih sangat bergantung pada matahari dan musim perlu ditingkatkannya
teknologi untuk mempercepat masa panen dan kualitas garam produksi, ataupun teknologi untuk
memproduksi garam dengan cara selain dikeringkan dengan matahari. Apabila tercapai demikian,
maka swasembada garam bukan tak mungkin diraih oleh Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai