I. TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI REPRODUKSI PRIA
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine ke luar dari buli-buli melalui proses
miksi. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan sperma. Uretra diperlengkapi
dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dan sfingter
uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Secara anatomis uretra
dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Uretra pars anterior, yaitu uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis, terdiri dari:
pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikulare, dan meatus uretra eksterna.
2. Uretra pars posterior, terdiri dari uretra pars prostatika, yaitu bagian uretra yang dilengkapi
oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea.
Uretra merupakan sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung kencing ke lubang luar,
dilapisi membran mukosa yang bersambung dengan membran yang melapisi kandung kencing.
Meatus urinarius terdiri atas serabut otot lingkar yang membentuk sfingter uretra (Pearce, 2006).
Panjang uretra wanita 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa kurang lebih 23-25 cm. Perbedaan
panjang inilah yang sering menyebabkan hambatan pengeluaran urine pada pria (Basuki P.
Purnomo, Edisi 2, 2007). Ada tiga bagian uretra (Sloane, 2003), yaitu:
1. Uretra prostatic
Dikelilingi oleh kalenjar prostat. Uretra ini menerima dua duktus ejakulator yang
masing-masing terbentuk dari penyatuan duktus deferen dan duktus kalenjar vesikel seminal,
serta menjadi tempat bermuaranya sejumlah duktus dari kalenjar prostat.
2. Uretra membranosa
Bagian yang terpendek (1 cm sampai 2 cm). Bagian ini berdinding tipis dan
dikelilingi oleh otot rangka sfingter uretra eksternal.
3. Uretra kavernous (penile, bersepons)
Merupakan bagian yang terpanjang. Bagian ini menerima duktus kalenjar bulbouretra
dan merentang sampai orifisium uretra eksternal pada ujung penis. Tepat sebelum mulut
penis, uretra membesar untuk membentuk suatu dilatasi kecil, fosa navicularis. Uretra
kavernous dikelilingi korpus spongiosum, yaitu suatu kerangka ruang vena yang besar.
Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang permukaan ventral penis.
Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi funikulus ektoderm yang tumbuh melalui glands untuk
menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu. Hipospadia terjadi bila penyatuan di garis tengah
lipatan uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis. Ada beberapa
derajat kelainan pada glandular (letak meatus yang salah pada glands), korona (pada sulkus
korona), penis (di sepanjang batang penis), penoskrotal (pada pertemuan ventral penis dan
skrotum), dan perineal (pada perineum).
B. DEFINISI HIPOSPADIA
Hipospadia berasal dari dua kata yaitu “hypo” yang berarti “di bawah” dan “spadon“
yang berarti keratan yang panjang. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana
meatus uretra externa terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya
yang normal (ujung glans penis) (Arif Mansjoer, 2000). Menurut referensi lain, hipospadia adalah
suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis
(Ngastiyah, 2005). Hipospadia adalah kelainan congenital berupa muara uretra yang terletak di
sebelah ventral penis dan sebelah proksimal ujung penis. Letak meatus uretra bisa terletak pada
glandular hingga perineal (Purnomo. B. Basuki, 2003).
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis bagian bawah,
bukan di ujung penis. Hipospadia merupakan kelainan kelamin bawaan sej ak lahir.
Hipospadia sering disertai kelainan bawaan yang lain, misalnya pada skrotum dapat berupa
undescensus testis, monorchidism, disgenesis testis dan hidrokele. Pada penis berupa propenil
skrotum, mikrophallus dan torsi penile, sedang kelainan ginjal dan ureter berupa fused kidney,
malrotasi renal, duplex dan refluk ureter.
C. ETIOLOGI
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui
penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling
berpengaruh antara lain :
a. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis
kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh
yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk
cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek
yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak
mencukupi pun akan berdampak sama.
b. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada
gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
Mekanisme genetik yang tepat mungkin rumit dan variabel. Penelitian lain adalah turunan
autosomal resesif dengan manifestasi tidak lengkap. Kelainan kromosom ditemukan secara
sporadis pada pasien dengan hipospadia.
c. Prematuritas
Peningkatan insiden hipospadia ditemukan di antara bayi yang lahir dari ibu dengan
terapi estrogen selama kehamilan. Prematuritas juga lebih sering dikaitkan dengan hipospadia.
d. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat
teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
D. PATOFISIOLOGI
Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra
terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang
ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya
di perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup sisi dorsal
dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan
kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.
Hipospadia terjadi dari pengembangan tidak lengkap uretra dalam rahim. Penyebab pasti
cacat diperkirakan terkait dengan pengaruh lingkungan dan hormonal genetik (Sugar, 1995).
Perpindahan dari meatus uretra biasanya tidak mengganggu kontinensia kemih. Namun, stenosis
pembukaan dapat terjadi, yang akan menimbulkan obstruksi parsial outflowing urin. Hal ini dapat
mengakibatkan ISK atau hidronefrosis (Kumor, 1992). Selanjutnya, penempatan ventral
pembukaan urethral bisa mengganggu kesuburan pada pria dewasa, jika dibiarkan tidak terkoreksi
(Jean Weiler Ashwill, 1997).
E. PATHWAY
rasa nyaman
Resiko tinggi
infeksi
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis hipospadia terdiri dari:
a. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang
menyerupai meatus uretra eksternus.
b. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis.
c. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga ke
glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
d. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
e. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
f. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
g. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
h. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
i. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
j. Pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, biasanya kebawah, menyebar, mengalir
melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok pada saat BAK.
k. Pada Hipospadia grandular/ koronal anak dapat BAK dengan berdiri dengan mengangkat
penis keatas.
l. Pada Hipospadia peniscrotal/ perineal anak berkemih dengan jongkok.
Penis akan melengkung kebawah pada saat ereksi.
G. DIAGNOSTIK TEST
Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan pemeriksaan
tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan berikut
untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan pada ginjal sebagai komplikasi maupun kelainan
bawaan yang menyertai hipospadia:
a. Rontgen
b. USG sistem kemih kelamin.
c. BNO-IVP
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Untuk penatalaksanaan hipospadia pada bayi dan anak biasanya dilakukan dengan
prosedur pembedahan. Tujuaan utama pembedahan ini adalah untuk merekontruksi penis menjadi
lurus dengan meatus uretra di tempat yang normal atau dekat normal sehingga pancaran kencing
arahnya kedepan. Keberhasilan pembedahan atau operasi dipengaruhi oleh tipe hipospadia dan
besar penis. Semakin kecil penis dan semakin ke proksimal tipe hipospadia semakin sukar tehnik
dan keberhasilan operasinya.
Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah teknik tunneling Sidiq-Chaula dan teknik
Horton dan Devine.
a. Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
1. Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan terowongan yang berepitel
pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 ½ -2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus
masih pada tempat yang abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan preputium
bagian dorsal dan kulit penis
2. Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut sudah lunak. Dibuat
insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari
kulit dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit
preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan pada garis tengah.
Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan harapan bekas luka operasi pertama
telah matang.
b. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih besar dengan penis
yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal (yang letaknya lebih ke
ujung penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis
dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah. Mengingat pentingnya preputium untuk
bahan dasar perbaikan hipospadia, maka sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan
dilakukan berbarengan dengan operasi hipospadi.
B. PERSIAPAN ALAT
1. Basic Set
Desinfeksi klem : 1
Doek klem : 5
Handle mess no. 3 : 1
Pinset sirurgis bebek : 2
Pinset anatomis bebek : 2
Pinset anatomis : 1
Gunting mayo : 1
Gunting metzenbaum : 1
Klem mosquito : 3
Klem pean lurus sedang : 2
Klem kocher lurus sedang : 2
Nald voeder : 1
Gunting Benang : 1
Kanul suction : 1
2. Extra Set
Nald voeder mini : 1
Gunting metzenbaum mini : 1
Busi No. 0-20 untuk anak-anak : 1 set
3. Instrumen Penunjang
Handpiece bipolar : 1
Selang suction : 1
Nelaton cateter No. 10 : 1
Bengkok : 1
Kom : 1
Cucing : 2
Waskom : 1
4. Persiapan Linen
Duk tebal : 4
Duk kecil : 4
Duk besar : 4
Handuk steril : 5
Sarung meja mayo : 1
Scort (baju operasi) : 6
D. PERSIAPAN PASIEN
1. Pasien puasa 6-8 jam.
2. Pasien dalam kondisi bersih dan memakai pakaian khusus kamar operasi.
3. Memiliki kelengkapan data dan informed consent pembedahan dan anestesi
4. Menanggalkan semua perhiasan dan gigi palsu.
5. Vital sign dalam batas normal
F. TAHAP PENYELESAIAN
1. Siapkan 2 buah baskom
2. Isi baskom pertama dengan larutan dekontaminasi dan baskom kedua dengan air bersih
3. Buat larutan dekontaminasi dengan cara larutkan 1 sachet detergen enzimatik bubuk kedalam
5 liter air bersih
4. Rendam instrument ke dalam larutan dekontaminasi selama ± 15 menit
5. Cuci instrument di dalam larutan dekontaminasi
6. Masukkan instrument yang sudah dicuci ke dalam baskom berisi air bersih
7. Bilas semua instrument yang sudah dicuci dengan air mengalir
8. Keringkan instrument dengan handuk bersih
9. Inventaris jumlah set instrument
10. Packing instrument menggunakan 2 lapis kain pembungkus instrument
11. Beri label nama set instrument dan berikan indikator pada pembungkus instrument
12. Letakkan set instrument di tempat yang disediakan untuk dikirim ke ILSS
13. Buang air bekas cucian yang ada pada baskom pertama dan kedua
14. Rapikan tempat mencuci instrumen.
DAFTAR PUSTAKA
Arvin, Benheman & Kliegma. 2000. Ilmu kesehatan anak Nelson Volume 3 Edisi 15. Jakarta : EGC.
http://andisusanto.web.unej.ac.id/2015/05/06/asuhan-keperawatan-pada-pasien-hipospadia/
http://www.medicastore.com
Johnson M, dkk. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC). Second edition. Mosby.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.
Pearce, Evelyn. 2006. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : PT. Gramedia.
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2006. Pathofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta :
EGC.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta : EGC.
Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.
www.parenting.co.id/bayi/apa+itu+hipospadia%3F
LAPORAN TEKNIK INSTRUMENTASI PADA NY. K
DENGAN TINDAKAN TIMPANOMASTOIDEKTOMI SINISTRA
ATAS INDIKASI OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK SINISTRA + MEMBRAN TIMPANI
ADHESI DEXTRA + TUBOTIMPANIK DI OK5.6 (THT) RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
I. TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI TELINGA
B. DEFINISI
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah radang kronis telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 3
bulan, baik terus menerus ataupun hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental,
bening atau berupa nanah (Helmi 2005).
OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis
dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi) dan
ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Istilah kronik digunakan apabila
penyakit ini hilang timbul atau menetap selama 2 bulan atau lebih (Djaafar, 1997).
C. ETIOLOGI
Penyebab OMSK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai
hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi,dimana kelompok
sosioekonomi rendah memi liki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir
dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal
yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik.
Sistem sel -sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum
diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media
akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang
menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan
kronis
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mu kosa telinga tengah hampir tidak
bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur yang
digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram - negatif,
flora tipe - usus, dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas.
Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya
daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga
tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis
media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding
yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi
terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin - toksinnya, namun hal ini
belum terbukti kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belumdiketahui. Pada
telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba
eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan
tekanan negatif menjadi normal.
Infeksi Bakteri
Genetik
D. PATOFISIOLOGI Otitis media sebelumnya
Infeksi saluran nafas ata
Autoimun
Alergi
Hygine kurang
Gangguan tuba eustacius
Infeksi Telinga
Tengah
Mastoidektomi
sederhana
Tindakan
Pembedahan
Mastoidektomi
radikal
Mastoidektomi radikal
dengan modifikasi
Tympano Mastoidektomi
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi OMSK
Tidak jarang memerlukan waktu lama serta harus berulang-ulang. Sekret yang keluar
tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain di sebabkan oleh
satu atau beberapa keadaan, yaitu :
Adanya perforasi membran timpani yang permanen sehingga telinga tengah
berhubungan dengan dunia luar.
Terdapat sumber infeksi di laring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal.
Sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid.
Gizi dan higiene yang kurang.
2. Tindakan Pembedahan
a. Mastoidektomi sederhana
Operasi dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan pengobatan konservatif
tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid
dari jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak
berair lagi pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
b. Mastordektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang
sudah meluas. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan
patologis dan mencegah komplikasi ke intrakranial.
c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi
belum merusak kavum timpani. Tujuan operasi ialah untuk membuang semua
jaringan patologik dari rongga mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang
masih ada.
d. Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga
dengan nama timpanoplasti tipe I, rekonstruksi hanya dilakukan pada membran
timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah
pada OMSK tipe benigna dengan perforasi yang menetap.
e. Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih
berat atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan
medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran.
B. PERSIAPAN ALAT
1. Basic Set
Desinfeksi klem : 1
Doek klem : 5
Handle mess no. 3 : 1
Pinset sirurgis bebek : 1
Pinset sirurgis manis : 1
Pinset anatomis manis : 2
Gunting mayo : 1
Gunting metzenbaum kecil : 1
Klem mosquito : 1
Nald voeder : 1
Gunting Benang : 1
Kanul suction plastik : 1
Kanul suction kecil : 3
Kanul suction sedang : 1
Sambungan kanul suction : 1
2. Extra Set
Sprider lurus : 1
Sprider bengkok : 1
Hak kombinasi (senmiller) : 2
Raspatorium kecil : 1
Raspatorium besar : 1
Swing tajam : 1
Swing tumpul : 1
Pak tang kanan : 1
Graf presser + plate graf : 1
Ketut (sonde) : 1
Scuple (promnice) : 1
Mata bor diamond : 3
Mata bor cutting : 1
3. Instrumen Penunjang
Handpiece bipolar : 1
Handpiece monopolar : 1
Selang suction : 1
Bengkok : 3
Kom : 1
Cucing : 2
Waskom : 1
Mikroskop : 1
Penggerak bor elektrik : 1
4. Persiapan Linen
Duk tebal : 4
Duk kecil : 4
Duk besar : 4
Handuk steril : 5
Sarung meja mayo : 1
Scort (baju operasi) : 6
D. PERSIAPAN PASIEN
1. Pasien puasa 6-8 jam.
2. Pasien dalam kondisi bersih dan memakai pakaian khusus kamar operasi.
3. Memiliki kelengkapan data dan informed consent pembedahan dan anestesi.
4. Site marking area operasi.
5. Menanggalkan semua perhiasan dan gigi palsu.
6. Vital sign dalam batas normal.
7. Rambut sebelah kiri telah dicukur.
F. TAHAP PENYELESAIAN
1. Siapkan 2 buah baskom
2. Isi baskom pertama dengan larutan dekontaminasi dan baskom kedua dengan air bersih
3. Buat larutan dekontaminasi dengan cara larutkan 1 sachet detergen enzimatik bubuk kedalam
5 liter air bersih
4. Rendam instrument ke dalam larutan dekontaminasi selama ± 15 menit
5. Cuci instrument di dalam larutan dekontaminasi
6. Masukkan instrument yang sudah dicuci ke dalam baskom berisi air bersih
7. Bilas semua instrument yang sudah dicuci dengan air mengalir
8. Keringkan instrument dengan handuk bersih
9. Inventaris jumlah set instrument
10. Packing instrument menggunakan 2 lapis kain pembungkus instrument
11. Beri label nama set instrument dan berikan indikator pada pembungkus instrument
12. Letakkan set instrument di tempat yang disediakan untuk dikirim ke ILSS
13. Buang air bekas cucian yang ada pada baskom pertama dan kedua
14. Rapikan tempat mencuci instrumen.
DAFTAR PUSTAKA