Anda di halaman 1dari 10

Leukemia Granulositik/ Mielositik Kronik

Timothy John
102014207
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510
Email : tjl124@gmail.com

PENDAHULUAN

Leukemia adalah golongan penyakit yang ditandai dengan penimbunan sel darah putih
abnormal dalam sumsum tulang. Sel abnormal ini dapat menyebabkan kegagalan
sumsum tulang, hitung sel darah putih sirkulasi meninggi dan menginfiltrasi organ lain.
Dengan demikian gambaran umum leukemia mencakup sel darah putih abnormal dalam
darah tepi hitung sel darah putih total meninggi, bukti kegagalan sumsum tulang
misalnya : anemia, netropenia atau trombositopenia dan keterlibatan organ lain misalnya :
Hati, limpa, limfonodi, meningen, otak, kulit dan testis.

Leukemia digolongkan ke dalam kelompok akut dan kronis berdasarkan derajat maturasi
sel-sel ganas di dalam sumsum tulang. Leukemia akut ditandai adanya gangguan maturasi
yang mengakibatkan meningkatnya sel-sel muda dan terjadi kegagalan diferensiasi sel-sel
darah. Keadaan ini menyebabkan penyakit tampak sangat berat dan menyebabkan
kematian dalam beberapa bulan tanpa pengobatan. Sebaliknya pada leukemia kronik
terjadi peningkatan sel matur yang tidak terkendali, sehingga penyakit tampak relatif
lebih ringan. Leukemia kronik pada stadium akhir dapat menjadi progresif seperti
leukemia akut.
Anamnesis

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam
keadaan tertentu dengan penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis
dilakukan dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-
dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah
yang dikeluhkan oleh pasien.

1
Hal-hal yang bisa ditanyakan adalah :

Identitas
Menanyakan keluhan utama :
Perut membesar, perut teraba keras, cepat lelah, demam
Menanyakan sudah berapa lama keluhannya
Menanyakan riwayat perjalanan penyakit
Menanyakan sudahkah dilakukan pengobatan
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit keluarga1,2

Pemeriksaan Fisik & Penunjang

Umum : Pemeriksaan fisik umum yaitu pemeriksaan tanda vital antara lain tekanan
darah, nadi, pernapasan dan suhu.

Inspeksi : Pada inspeksi, pasien tampak pucat, lelah, konjungtiva anemis dan sklera
anikterik. Terkadang didapatkan juga pasien sesak napas dan berkeringat.

Palpasi : Pada palpasi, paling sering didapatkan splenomegali (>90%) dan juga terkadang
hepatomegali. Pada palpasi hepar, ditemukan konsistensi kenyal, tepi tumpul, permukaan
rata dan nyeri tekan.

Auskultasi : Bising usus normal.


Penunjang :
Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan leukosistosis berat 20.000-50.000 bahkan lebih,
pergeseran ke kiri pada hitung jenis dan trombositopenia nilai fosfatase alkali netrofil
selalu rendah dan anemia yang mula-mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut,
sehingga bersifat mikrositik hipokrom. Biasanya ditemukan eritrosit mikrositik
hipokrom, sering ditemukan adanya polikromasi eritroblas asidofil atau polikromatofil.
Seluruh tingkatan diferensiasi dan maturasi seri granulosit terlihat, presentasi sel mielosit
dan metamielosit meningkat, demikian juga presentasi eosinofil dan basofil.
Pada pemeriksaan sumsum tulang didapatkan keadaan hiperseluler dengan peningkatan
megakariosit dan aktivitas granulopoiesis.
Pada pemeriksaan sitogenetik dijumpai adanya kromosom philadelphia (Ph 1).
Kenaikan kadar vitamin B12 dalam darah.
Kadar asam urat meningkat
Tes Neutrophil Alkaline Phospatase (NAP) : Pada sekitar 95% pasien LGK, aktivitas
NAP rendah, bahkan mungkin turun hingga nol.1,3,5

Differential Diagnosis

2
Leukemia Limfositik Kronik : LLK ditandai dengan adanya sejumlah besar limfosit
matang yang bersifat ganas dan pembesaran kelenjar getah bening. Lebih dari 3/4
penderita berumur lebih dari 60 tahun, dan 2-3 kali lebih sering menyerang pria.
Pada awalnya penambahan jumlah limfosit matang yang ganas terjadi di kelenjar getah
bening. Kemudian menyebar ke hati dan limpa, dan keduanya mulai membesar.
Masuknya limfosit ini ke dalam sumsum tulang akan menggeser sel-sel yang normal,
sehingga terjadi anemia dan penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit di dalam
darah.
Beberapa jenis leukemia limfositik kronik dikelompokkan berdasarkan jenis limfosit
yang terkena. Leukemia sel B (leukemia limfosit B) merupakan jenis yang paling sering
ditemukan, hampir mencapai 3/4 kasus LLK. Leukemia sel T (leukemia limfosit T) lebih
jarang ditemukan.
Penyebab LLK belum diketahui. Kemungkinan yang berperan adalah abnormalitas
kromosom, onkogen, dan retrovirus (RNA tumour virus).

Pada awal diagnosis, kebanyakan pasien LLK tidak menimbulkan gejala,. Paling sering
ditemukan limfadenopati generalisata, splenomegali, hepatomegali, penurunan berat
badan dan kelelahan. Gejala lain meliputi hilangnya nafsu makan dan penurunan
kemampuan olahraga. Demam, keringat malam dan infeksi jarang terjadi pada awalnya,
tetapi semakin mencolok sejalan dengan perjalanan penyakitnya. Infiltrasi pada kulit,
kelopak mata, jantung, pleura, paru, dan saluran cerna umumnya jarang, dan timbul pada
akhir perjalanan penyakit. Sejalan dengan perjalanan penyakit, limfadenopati massif
dapat menimbulkan obstruksi lumen termasuk ikterus obstruktif, disfagia uropati
obstruktif, edema ekstremitas bawah, dan obtruksi usus parsial. Timbulnya efusi pleura
atau asites berhubungan dengan prognosis yang buruk. Pembesaran simetris kelenjar
getah bening permukaan adalah tanda klinis yang paling sering dijumpai. Kelenjar
biasanya berbatas tegas dan tidak nyeri tekan. Salah satu pembesaran yang dijumpai
dapat berupa pemebesaran tonsil. Penderita trombositopenia mungkin memperlihatkan
adanya memar atau purpura.

Gambaran laboratorium yang sering ditemukan :


Limfositosis
Penentuan imunotipe limfosit menunjukkan bahwa limfosit tersebut adalah sel B (CD 19
pemukaan positif), yang mengekspresikan immunoglobulin permukaan (IgM atau IgD)
secara lemah. Immunoglobulin ini terbukti bersifat monoklonal .
Anemia normositik normokrom terdapat pada stadium lanjut akibat infiltrasi sumsum
tulang atau hipersplenisme.
Trombositopenia terjadi pada banyak pasien.
Pada aspirasi sumsum tulang menunjukkan adanya penggantian elemen sumsum tulang
oleh limfosit.
Kadar immunoglobulin serum menurun dan makin jelas dengan memburuknya penyakit.
Terkadang ditemukan paraprotein.
Empat kelainan kromosom yang paling lazim dijumpai adalah delesi 13q14, trisomi 12,
delesi pada 11q23, dan kelainan structural 17p yang melibatkan gen p53.
Gen VH sel B mengalami hipermutasi somatik di pusat-pusat germinal.

3
Kriteria diagnosis :
Tanda patognomonik LLK adalah peningkatan jumlah leukosit dengan limfositosis kecil
sekitar 95%. Untuk menegakkan diagnosis, sebaiknya dilakuakan pemeriksaan gambaran
darah tepi secara hati-hati dan cermat. Gambaran darah tepi tampak limfositosis dengan
gambaran limfositosis kecil matur dan smudge cell yang dominan; imunofenotip khas
limfosit (CD5+, CD19+, CD20+, CD23+, FMC7-/+, dan CD22-/+); dan infiltrasi limfosit
ke sumsum tulang bervariasi dalam 4 gambaran yaitu interstisial (33%), nodular (10%),
campuran intertisial dan nodular (25%) serta infiltrasi difus (25%). Meskipun telah
didapatkan limfositosis dan infiltrasi limfosit ke sumsum tulang belum berarti pasti LLK.
LLK dapat didiagnosis jikan ditemukan peningkatan absolute limfosit didalam darah
(>5000/uL) dan morfologi dan imunofenotipnya menunjukkan gamabaran khas.

Pengobatan yang dapat diberikan antara lain :


Klorambusil 0,1-0,3 mg/kg BB sehari per oral.
Kortikosteroid; sebaiknya baru diberikan bila terdapat AIHA atau trombositopenia atau
demam, tanpa sebab infeksi.
Radioterapi dengan menggunakan sinar X kadang-kadang menguntungkan bila ada
keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.1,4,5,6

Anemia Hemolitik : adalah suatu penyakit memendeknya umur sel darah merah yang
disebabkan oleh kelainan bawaan (herediter), maupun kelainan didapat (karena suatu
penyakit).Gejalanya adalah:
Demam
Menggigil
Perasaan melayang
Nyeri punggung dan nyeri lambung
Penurunan tekanan darah.
Sakit kuning (jaundice) dan air kemih yang berwarna gelap bisa terjadi karena bagian
dari sel darah merah yang hancur masuk ke dalam darah.
Limpa membesar karena menyaring sejumlah besar sel darah merah yang hancur,
sehingga sering menyebabkan nyeri perut.

Malaria : adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh plasmodium sp (vivax, falciparum,
dll). Gejalanya adalah:demam panas dingin, menggigil. nyeri otot, lesu dan lemas,
muntah. Pada penghitungan darah lengkap didapatkan plasmodium, sp

4
Working Diagnosis

Leukemia Granulositik Kronik : Chronic granulocytic leukemia dikenal juga dengan


nama leukemia myeloid kronik (chronic myeloid leukemia) merupakan suatu penyakit
mieloproliperatif dengan translokasi kromosom yang disebut dengan kromosom
Philadelphia, yang ditandai dengan produksi berlebihan dari seri granulosit yang relatif
matang (neutrofil, eosinofil dan basofil) dan akumulasi dari sel-sel ini di sirkulasi darah.
Fase perjalan penyakit
Fase Kronis  fase ini berjalan selama 2-5 tahun dan responsif terhadap kemoterapi.
Sekitar 85% pasien penderita LGK berada pada fase kronik saat didiagnosis
Fase Akselerasi :
Menurut WHO, fase akselerasi terjadi bila :
10-19% myeloblast pada darah atau sum-sum tulang
>20% basofil pada darah atau sum-sum tulang
Jumlah trombosit < 100.000, tidak berhubungan dengan terapi
Jumlah trombosit > 1.000.000, tidak merespon pada terapi
Perubahan sitogenetik dengan abnormalitas baru selain kromosom Philadelphia
Pertambahan splenomegali atau jumlah leukosit, tidak merespon pada terapi
Pasien dikatakan berada dalam fase terakselerasi jika terdapat salah satu keadaan diatas.

Krisis Blast
Krisis blast merupakan fase akhir dari LGK, dan terlihat seperti leukemia akut dengan
perkembangan sangat cepat. Krisis blast didiagnosis jika terdapat salah satu tanda berikut
pada pasien LGK :
20% myeloblast atau limfoblast pada darah atau sum-sum tulang
Persebaran luas sel-sel blast pada biopsi sum-sum tulang
Terjadi perkembangan kloroma (inti padat dari leukemia diluar sum-sum tulang)1,4

5
Etiologi

Menurut Markman (2009), Leukemia granulositik kronik adalah salah satu dari kanker
yang diketahui disebabkan oleh sebuah mutasi spesifik tunggal di lebih dari 90% kasus.
Transformasi leukemia mielositik kronik disebabkan oleh sebuah translokasi respirokal
dari gen BCR pada kromosom 22 dan gen ABL pada kromosom 9, menghasilkan
gabungan gen BCR-ABL yang dijuluki kromosom Philadelphia. Protein yang dihasilkan
dari gabungan gen tersebut, meningkatkan proliferasi dan menurunkan apoptosis dari sel
ganas.1

Epidemiologi

LGK merupakan 15-20% dari leukemia dan merupakan leukemia kronis yang paling
sering dijumpai di Indonesia, sedangkan di negara barat leukemia kronis lebih banyak
ditemui dalam bentuk LLK. Insiden LGK di negara barat adalah 1-1,4/100.000/tahun.
Umumnya LGK mengenai usia pertengahan dengan puncak pada usia 40-60 tahun. Pada
anak-anak dapat dijumpai bentuk juvenile LGK. Abnormalitas genetik yang disebut
kromosom philadelphia ditemukan pada 90-95% pasien dengan LGK.1,5

Patofisiologi

6
LGK merupakan keganasan yang dihubungkan dengan abnormalitas genetik secara
langsung, yaitu translokasi kromosomal yang dikenal dengan kromosom Philadelphia.
Pada translokasi ini, bagian dari 2 kromosom (9 dan 22) bertukar tempat. Akibatnya,
bagian dari gen BCR (breakpoint cluster region) dari kromosom 22 bercampur dengan
gen ABL dari kromosom 9. Dari penggabungan abnormal ini terjadi sintesis protein berat
p210 atau p185 (p merupakan ukuran berat protein selular). Karena ABL membawa
domain yang dapat menambahkan gugus phosphat ke residu tirosin (suatu tirosin kinase),
produk penggabungan gen BCR-ABL juga berupa tirosin kinase.

Protein gabungan BCR-ABL berinteraksi dengan subunit reseptor interleukin 3beta(c).


Transkrip BCR-ABL terus-menerus aktif dan tidak memerlukan pengaktifan oleh protein
selular lain. Hasilnya, BCR-ABL mengaktifkan kaskade protein yang mengontrol siklus
sel, mempercepat pembelahan sel. Lebih lagi, protein BCR-ABL menghambat perbaikan
DNA, mengakibatkan ketidakstabilan pada sistem gen dan membuat sel lebih rawan
mengalami abnormalitas genetik lain. Aktivitas dari protein BCR-ABL merupakan
penyebab patofisologis dari LGK. Gen BCR-ABL menyebabkan proliferasi yang
berlebihan sel pluripoten pada sistem hematopoiesis. Disamping itu, BCR-ABL juga
bersifat anti-apoptosis sehingga menyebabkan gen ini dapat bertahan hidup lebih lama
dibanding sel normal. Dampaknya adalah terbentuknya klon-klon abnormal yang
mendesak sistem hematopoiesis. Dengan berkembangnya pemahaman terhadap sifat-sifat
dari protein BCR-ABL dan aktivitasnya sebagai tirosin kinase, terapi spesifik telah
dikembangkan, yaitu dengan menghambat aktivitas protein BCR-ABL.

Menurut Fadjari (2006), bahwa Gen BCR-ABL pada kromosom Ph (22q-) selalu terdapat
pada semua pasien leukemia mielositik kronik, tetapi gen BCR-ABL pada 9q+ hanya
terdapat pada 70% pasien leukemia mielositik kronik. Dalam perjalanan penyakitnya,
pasien dengan Ph+ lebih rawan terhadap adanya kelainan kromosom tambahan, hal ini
terbukti pada 60-80% pasien Ph+ yang mengalami fase krisis blas ditemukan adanya
trisomi 8, trisomi 19, dan isokromosom lengan panjang kromosom 17 i (17)q. Dengan
kata lain selain gen BCR-ABL, ada beberapa gen-gen lain yang berperan dalam
patofisiologi leukemia mielositik kronik atau terjadi abnormalitas dari gen supresor
tumor, seperti gen p53, p16 dan gen Rb.4,6,7

Gejala Klinis

Gejala Klinis LGK bergantung pada fase yang kita jumpai dari penyakit tersebut :
Fase Kronik
Sekitar 85% pasien penderita LGK berada pada fase kronik saat didiagnosis. Selama fase
ini, pasien seringkali asimptomatik atau hanya menderita gejala-gejala lemah yang
ringan, dan rasa tidak nyaman pada abdomen. Durasi dari fase kronik bervariasi dan
bergantung pada seberapa cepat penyakit didiagnosis dan seberapa efektif terapi yang
diberikan.
Fase Terakselerasi

7
Kriteria diagnosis perkembangan dari fase kronik ke fase terakselerasi yang paling umum
digunakan adalah kriteria dari M.D. Anderson Cancer Center dan kriteria WHO. Menurut
kriteria WHO, fase terakselerasi telah terjadi bila:
10-19% myeloblast pada darah atau sum-sum tulang
>20% basofil pada darah atau sum-sum tulang
Jumlah trombosit < 100.000, tidak berhubungan dengan terapi
Jumlah trombosit > 1.000.000, tidak merespon pada terapi
Perubahan sitogenetik dengan abnormalitas baru selain kromosom Philadelphia
Pertambahan splenomegali atau jumlah leukosit, tidak merespon pada terapi
Pasien dikatakan berada dalam fase terakselerasi jika terdapat salah satu keadaan diatas.
Krisis Blast
Krisis blast merupakan fase akhir dari LGK, dan terlihat seperti leukemia akut dengan
perkembangan sangat cepat. Krisis blast didiagnosis jika terdapat salah satu tanda berikut
pada pasien LGK:
> 20% myeloblast atau limfoblast pada darah atau sum-sum tulang
Persebaran luas sel-sel blast pada biopsi sum-sum tulang
Terjadi perkembangan kloroma (inti padat dari leukemia diluar sum-sum tulang)

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan LGK bergantung pada fase penyakit, yaitu :


Fase Kronis :
Busulphan (myleran)  dosis 0,1-0,2 mg/kgBB/hari, terapi dimulai jika leukosit naik
menjadi 50.000/mm3. Efek samping berupa aplasia sumsum tulang berkepanjangan,
fibrosis paru dan bahaya timbulnya leukemia akut.
Hidroksiurea  dosis dititrasi dari 500-max 2500 mg, kemudia diberikan dosis
pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000-15.000/mm3, efek sampingnya lebih
sedikit.
Interferon alfa  diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh hidroksiurea.

Fase akselerasi
Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respon sangat rendah
Transplantasi tulang
Memberikan harapan penyembuhan jangka panjang, terutama untuk penderita yang
berusia kurang dari 40 tahun. Penanganan yang umum diberikan adalah allogenic
peripheral blood stem cell transplantation.
Terapi dengan memakai prinsip biologi molekuler
Obat baru imatinib mesylate (Gleevac) yang dapat menekan aktivitas tyrosine kinase,
sehingga menekan proliferasi sel mieloid.8
Pencegahan

Kebanyakan anak dan orang dewasa dengan leukemia tidak memiliki faktor risiko yang
diketahui, sehingga tidak ada cara untuk menghindari perkembangan leukemia. Anak-
anak yang diketahui memiliki peningkatan risiko leukemia (misalnya, sindrom Down )
harus menjalani pemeriksaan rutin dan menyeluruh.

8
Komplikasi

Masalah metabolik : Mengakibatkan terjadinya hiperurikemia, hiperkalemia dan


hiperfosfatemia. Hal tersebut harus di antisipasi, dan di terapi dengan pemberian cairan
yang cukup, alkalinisasi dan pemberian allupurinol.
Leukemia Meningeal : Leukemia meningeal pada LGK fase kronis sering tidak diketahui
dan jarang dijumpai pada stadium blas. Kejadian komplikasi ini akan meningkat bila
penderita bertahan hidup lama pada fase blas. Gejala yang dijumpai berupa paralysis
saraf pusat dan udema papil. Diagnosis dibantu dengan ditemukannya sel blas pada
cairan cerebrospinal. Terapi adalah dengan memberikan metotreksat, walaupun hasilnya
kurang memuaskan.
Myelofibrosis : LGK sering terjadi bersama-sama dengan myelofibrosis dan akan
meningkatkan produksi kolagen pada sumsum tulang atau terjadi penurunan degradasi
kolagen.2,4
Prognosis

Pada kebanyakan pasien akan mengalami leukemia akut dan biasanya resisten terhadap
terapi apa pun. Secara keseluruhan, pasien dapat bertahan selama 3 sampai 4 tahun.
Sebagian besar pasien LGK akan meninggal setelah memasuki fase akhir yang disebut
krisis blastik.1

Kesinpulan
Leukemia Mielositik (mieloid, mielogenous, granulositik, LMK) adalah suatu penyakit
dimana sebuah sel di dalam sumsum tulang berubah menjadi ganas dan menghasilkan
sejumlah besar granulosit (salah satu jenis sel darah putih)yang abnormal. Penyakit ini
bisa mengenai semua kelompok umur, baik pria maupun wanita; tetapi jarang ditemukan
pada anak-anak berumur kurang dari 10 tahun.

Sebagian besar granulosit leukemik dihasilkan di dalam sumsum tulang, tetapi beberapa
diantaranya dibuat di limpa dan hati. Pada LMK, sel-selnya terdiri dari sel yang sangat
muda sampai sel yang matang; sedangkan pada LMA hanya ditemukan sel muda.
Granulosit leukemik cenderung menggeser sel-sel normal di dalam sumsum tulang dan
seringkali menyebabkan terbentuknya sejumlah besar jaringan fibrosa yang
menggantukan sumsum tulang yang normal.

Selama perjalanan penyakit ini, semakin banyak granulosit muda yang masuk ke dalam
aliran darah dan sumsum tulang (fase akselerasi). Pada fase tersebut, terjadi anemia dan
trombositopenia (penurunan jumlah trombosit) dan proporsi sel darah putih muda (sel
blast) meningkat secara dramatis. Kadang granulosit leukemik mengalami lebih banyak
perubahan dan penyakit berkembang menjadi krisis blast. Pada krisis blast, sel stem yang
ganas hanya menghasilkan granulosit muda saja, suatu pertanda bahwa penyakit semakin
memburuk.

9
DAFTAR PUSTAKA
1. Handayani W., Haribowo A. S. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. 2008. Penerbit Salemba Medika.
2. Besa, E., C., 2010. Chronic Myelogenous Leukemia, Emedicine.
3. Fadjari, H., 2006. Ilmu Penyakit Dalam (4th ed), Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
4. Hoffbrand, A. V., Pettit, J. E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi, (4th
ed), EGC, Jakarta.
5. Markman, M., 2009. Chronic Myeloid Leukemia and BCR-ABL, Emedicine.
6. Price, S., A., Wilson, L., M., 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit (6th ed), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
7. Vardiman, J., W., 2009. Chronic Myelogenous Leukemia, BCR-ABL1+, American
Journal Clinical Pathology, 132, 248-249.
8. Nafrialdi, Gan, S., R., 2007. Farmakologi dan Terapi (5th ed), Balai Penerbit FKUI,
Jakarta.

10

Anda mungkin juga menyukai