A. Definisi
Bronkitis adalah suatu infeksi saluran pernafasan yang menyebabkan inflamasi yang
mengenai trakea, bronkus utama dan menengah yang bermanifestasi sebagai batuk, dan
biasanya akan membaik tanpa terapi dalam 2 minggu. Bronkitis umumnya disebabkan oleh
virus seperti Rhinovirus, RSV, virus influenza, virus parainfluenza, Adenovirus, virus
rubeola, dan Paramyxovirus dan bronchitis karena bakteri biasanya dikaitkan dengan
Mycoplasma pneumonia, Bordetella pertussis, atau Corynebacterium diphtheriae (Rahajoe,
2012). Bronkitis dibagi menjadi dua :
1. Bronkitis Akut
Merupakan infeksi saluran pernafasan akut bawah. Ditandai dengan awitan gejala yang
mendadak dan berlangsung lebih singkat. Paada bronkitis jenis ini, inflamasi (peradangan
bronkus biasanya disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri, dan kondisinya diperparah
oleh pemaparan terhadap iritan, seperti asap rokok, udara kotor, debu, asap kimiawi, dll).
2. Bronkitis Kronis
Ditandai dengan gejala yang berlangsung lama (3 bulan dalam setahun selama 2 tahun
berturut-turut). Pada bronkitis kronik peradangan bronkus tetap berlanjut selama beberapa
waktu dan terjadi obstruksi/ hambatan pada aliran udara yang normal didalam bronkus.
B. Etiologi
Bronkitis oleh virus seperti Rhinovirus, RSV, virus influenza, virus parainfluenza,
Adenovirus, virus rubeola, dan Paramyxovirus. Menurut laporan penyebab lainnya dapat
terjadi melalui zat iritan asam lambung seperti asam lambung atau polusi lingkungan dan
dapat ditemukan setelah pejanan yang berat, seperti saat aspirasi setelah muntah, atau
pejanan dalam jumlah besar yang disebabkan zat kimia dan menjadikan bronkitis kronis.
Bronkitis karena bakteri biasanya dikaitkan dengan Mycoplasma pneumonia yang dapat
menyebabkan bronkitis akut dan biasanya terjadi pada anak berusia diatas 5 tahun atau
remaja, Bordetella pertussis dan Corynebacterium diphtheria biasa terjadi pada anak yang
tidak diimunisasi dan dihubungkan dengan kejadian trakeobronkitis, yang selama stadium
kataral pertussis, gejala-gejala infeksi respiratori lebih dominan. Gejala khas berupa batuk
kuat berturut-turut dalam satu ekspirasi yang diikuti dengan usaha keras dan mendadak untuk
inspirasi, sehingga menimbulkan whoop. Batuk biasanya menghasilkan mucus yang kental
dan lengket (Rahajoe, 2012).
C. Manifestasi Klinis
1) Tanda dan gejala pada kondisi bronkitis akut : (Sibuea dkk, 2009)
- Batuk
- Terdengar ronki
- Suara yang berat dan kasar
- Wheezing
- Menghilang dalam 10-14 hari
- Demam
- Produksi Sputum
2) Tanda-tanda dan gejala bronkitis kronis :
- Batuk yang parah pada pagi hari dan pada kondisi lembab
- Sering mengalami infeksi saluran napas (seperti misalnya pilek dan flu) yang
dibarengi dengan batuk
- Gejala bronkitis akut lebih dari 2-3 minggu
- Demam tinggi
- Sesak napas jika saluran tersumbat
- Produksi dahak bertambah banyak berwarna kuning atau hijau
D. Patofisiologi
Penemuan patologis dari bronkitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa bronkus dan
peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan
gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus
tampaknya mempengaruhi bronchioles tersebut rusak dan dindingnya melebar.
Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara lain yang biasa terdapat pada
daerah industry. Polusi tersebut dapat memperlambat aktivitas silia dan pagositosis, sehingga
timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah. Mukus
yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel-sel penghasil mukus di bronkus. Selain itu, silia
yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.
Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu system
escalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar yang sulit
dikeluarkan dari saluran nafas.
E. Pathway
1. Rontgen thoraks
2. Analisa sputum
3. Tes fungsi paru
4. Pemeriksaan kadar gas darah arteri
G. Penatalaksanaan
1. Penyuluhan pada klien tentang bahaya merokok
2. Terapi antibiotic terutama pada musim dingin untuk mengurangi insiden infeksi
saluran napas bawah, karena setiap infeksi akan semakin meningkat pembentukan
mukus dan pembengkakan.
3. Peningkatan asupan cairan dan ekspekstorran untuk mengencerkan dahak.
4. Pengelolaan sehari-hari untuk mengurangi obstruksi jalan pernafasan dengan cara
pemberian bronkodilator.
5. Istirahat untuk mengurangi kebutuhan oksigen.
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas pasien, mencakup nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama,
status, pekerjaan, pendidikan, alamat, nomor rekam medis, dan diagnosa medis
b. Identitas penanggungjawab, mencakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,
pendidikan, alamat, dan hubungan dengan pasien.
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat penyakit keluarga
3. Pengkajian pola fungsi Gordon
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
b. Pola nutrisi
c. Pola eliminasi
d. Pola istirahat tidur
e. Pola personal hygiene
f. Pola aktivitas dan latihan
g. Pola hubungan dan peran
h. Pola kognitif dan persepsi
i. Pola seksual dan reproduksi
j. Pola koping dan toleransi stres
k. Pola nilai dan kepercayaan
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan tingkat kesadaran.
b. Tanda-tanda vital, mencakup tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu
c. Pemeriksaan head to toe
1) Kepala
2) Mata
3) Telinga
4) Hidung
5) Mulut
6) Leher
7) Dada
8) Abdomen
9) Ekstremitas atas dan bawah
10) Genetalia
5. Pemeriksaan penunjang
6. Program terapi yang diberikan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
4. Hipertermi b.d proses penyakit peradangan
5. Intoleransi aktivitas b.d kelelahan
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi:
Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda vital pasien
2) Auskultasi suara nafas, catat adanya nafas tambahan
3) Atur posisi semifowler
4) Berikan terapi oksigen kanul 3 lt/menit
5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian bronkodilator
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
1) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas/aktivitas.
2) Kaji kehilangan/gangguan keseimbangan gaya jalan dan kelemahan otot.
3) Monitor TTV sebelum dan sesudah aktivitas.
4) Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
5) Berikan lingkungan tenang, pertahankan tirah baring bila diindikasikan, batasi
pengunjung.
6) Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila nyeri dada, nafas
pendek, kelemahan, atau pusing.
D. Implementasi
Melakukan tindakan sesuai intervensi yang telah dibuat.
E. Evaluasi
1. Pola pernafasan menjadi efektif, Tidak ada dyspnea (mampu
bernafas dengan mudah), frekuensi pernafasan dalam batas normal
(tidak ada suara nafas abnormal).
2. Bersihan jalan nafas kembali efektif, pasien dapat
mendemonstrasikan batuk efektif dan pasien dapat mengeluarkan
sputum, frekuensi pernafasan dalam batas normal 16-20 x/menit.
3. Pemenuhan nutrisi terpenuhi
4. Suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada gejala infeksi
5. Memepertahankan/ berupaya kearah peningkatan tingkat aktivitas.
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam berbagai
Kasus Jilid 2. Jogjakarta : Mediaction