A. Pengertian
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding Rahim dengan syarat Rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009). Seksio sesaria adalah
persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen dan uterus yang masih utuh dengan
berat janin > 1000 gr atau kehamilan > 28 minggu (Manuaba, 2012). Seksio sesaria
adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui
dinding depan perut atau vagina atau seksio sesaria adalah suatu histerotomia untuk
melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar dalam manuaba, 2012).
Post partum adalah waktu dimana proses penyembuhan dan perubahan, waktu
sesudah melahirkan sampai sebelum hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya anggota
keluarga baru (Mitayani, 2009).
B. Etiologi
1. Indikasi Ibu
2. Panggul sempit absolute
3. Placenta previa
4. Ruptura uteri mengancam
5. Partus lama
6. Partus tak maju
7. Pre eklamsia, dan hipertensi
8. Indikasi Janin
9. Kelainan letak
a) Letak lintang. Bila terjadi kesempitan panggul, maka section caesaria adalah
jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang
janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang
harus ditolong dengan section caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul
sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
b) Letak belakang. Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang
bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
10. Gawat Janin
11. Janin Besar
12. Kontra Indikasi
13. Janin mati
14. Syok, anemia berat.
15. Kelainan congenital berat
F. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/ hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat lahir secara normal/ spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
lateralis, panggul sempit , disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus
lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi
tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Section Caesarea
(SC). Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilitas sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Dan pada saat dan setelah pembedahan pasien mengalami tindakan insisi pada dinding
abdomen yang menyebabkan pendarahan dan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang
bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi (Setiono, 2013)
G. Pathway
Sectio caesarea
Pasca operasi
Anestesi Insisi
Gangguan mobilitas fisik Gangguan rasa aman dan nyaman Penurunan suplai O2
I. Uji Laboratorium
1. Hitung darah lengkap : mengevaluasi cairan cerebrovaskuler
2. Panel Elektrolit
3. Skrining toksik, serum, dan urine
4. AGD
5. Kadar kalsium darah
6. Kadar natrium darah
7. Kadar magnesium darah.
K. Komplikasi
1. Infeksi Puerpuralis
a. Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi atau perut
sedikit kembung
c. Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai
pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartum karena
ketuban yang telah pecah terlalu lama.
2. Pendarahan disebabkan karena :
a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b. Atonia uteri
c. Pendarahan pada placenta bled
3. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonalisasi terlalu tinggi.
4. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi rupture uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
L. Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan. Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintravena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hiportemi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan
yang biasa diberikan biasnya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian
jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfuse darah
sesuai kebutuhan.
2. Diet. Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan
jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6-10 jam pasca operasi, berupa air
putih dan air the.
3. Mobilisasi
a. Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : miring kanan dan kiri dapat
dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi.
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur terlentang sedini
mungkin setelah sadar.
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur terlentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3
sampai hari ke-5 pasca operasi.
4. Kateterisasi. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24-48 jam atau lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
b. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan (supositoria :
ketopropen sup 2x/24 jam,
Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu)
c. Obat-obatan lain. Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita
dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
6. Perawatan luka. Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti
7. Perawatan rutin, Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi, dan pernafasan.
8. Perawatan Payudara. Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu
memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan
payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien dan penanggung jawab (nama, umur, pendidikan, suku bangsa,
pekerjaan, agama, alamat, status perkawinan dll)
2. Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan
a. Penyakit kronis atau menular dan menurun (penyakit jantung, hipertensi, DM,
TBC, hepatitis, penyakit kelainan atau abortus)
b. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat pada saat sebelum impart didapatkan cairan ketuban yang keluar
pervagina secara spontan kemudian tidak diikuti tanda-tanda persalinan
c. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, hipertensi, DM,
TBC, hepatitis, penyakit kelainan, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada klien.
4. Riwayat Obstetrik
a. Riwayat perkawinan
Untuk mengetahui lamanya perskawinan
b. Riwayat menstruasi
Teratur atau tidaknya haid untuk mengetahui HPHT
c. Riwayat Kesehatan sekarang
Untuk mengetahui riwayat gritenatal ibu apakah teratur atau tidak, apakah sudah
mendapat imunusasi TT, obat-obatan apa saja yang dikonsumsi ibu selama hamil
dan apakah terdapat keluhan ataupun penyakit penyerta kehamilan
d. Riwayat Kontrasepsi
Metode yang dipakai dan keluhan karena salah satu efek samping kontrasepsi
adalah haid yang tidak teratur/ tidak haid menimbulkan ketidaktepatan dalam
HPHT.
5. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana pola hidup sehat
b. Pola nutrisi dan metabolism
c. Pola aktivitas
d. Pola eliminasi
e. Iatirahat dan tidur
f. Pola hubungan dan peran
g. Pola penanggulangan stress
h. Pola sensori dan kognitif
i. Pola persepsi dan konsep diri
j. Pola reproduksi dan seksual
6. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Bentuk kepala, kebersihan, kadang terdapat adanya cloasma, gravidarum, dan
apakah ada benjolan
b. Leher (pemeriksaan kelenjar tiroid)
c. Mata
Konjungtiva, pembengkakan pada kelopakmata, sklera kuning (ada tanda
perdarahan)
d. Telinga
Bentuk telinga simetris atau tidak, kebersihan, ada cairan atau tidak
e. Hidung
Kebersihan hidung, ada polip atau tidak
f. Dada
Ada pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi aerola, mamae dan papilla
mamae.
g. Abdomen
Pada klien nifas abdomen kadang kendoer striae masih terasa nyeri, fundus uteri 3
hari dibawah pusat
h. Genetalia
Pengeluaran darah campur lender, air ketuban, bila terdapat pengeluaran
meconium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan ada
kelainan tata letak
i. Anus
Biasanya pada ibu nifas ada luka pada anus karena rupture
j. Ekstremitas
Pemeriksaan oedema untuk kelainan karena membesarnya uterus, karena pre
eklamsia, karena penyakit jantung/ginjal
k. Tanda-tanda vital
Apabila terjadi pendarahan postpartum, TD, N, RR meningkat datubuh turun suhu
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan insisi luka bedah
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
3. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan pendarahan
C. Intervensi keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan insisi luka bedah
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan nyeri akut dapat
berkurang dengan kriteria hasil
- Pasien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri maupun menggunakan
teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri
- Skala nyeri turun
Intervensi :
Intervensi :
-Kaji respon klien terhadap aktivitas
-Anjurkan klien untuk beristirahat
-Bantu dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari
-Tingkatkan aktifitas secara bertahap
-Mengajarkan pasien untuk melakukan rentang gerak sendi (ROM)
Intervensi :
-Anjurkan pasien untuk banyak minum
-Kolaborasi dengan dokter pemberian cairan infus
D. Implementasi
Melakukan tindakan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat
E. Evaluasi
Mengevaluasi implementasi yang telah dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, Ida Bagus. 2012. Teknik Operasi Obstetri dan Keluarga Berencana. Jakarta : CV.
Nurarif, A H dan Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis
Sarwono Prawiharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka