SKIZOFRENIA PARANOID
Disusun Oleh:
Dokter Muda Stase Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Periode 29 Juli 2019 – 2 September 2019
Pembimbing:
dr. Bintang Arroyantri, Sp.KJ
Oleh:
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan sukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ilmiah dengan judul
“SKIZOFRENIA PARANOID” untuk memenuhi tugas ilmiah yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Departemen
Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit
Ernaldi Bahar Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
dr. Bintang Arroyantri, Sp.KJ selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan bimbingan dan masukan sehingga tugas ilmiah ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ilmiah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan tugas ilmiah
ini, semoga bermanfaat.
Tim Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. II
KATA PENGANTAR ......................................................................................... III
DAFTAR ISI ........................................................................................................ IV
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
BAB II STATUS PASIEN ................. ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 20
BAB IV ANALISIS KASUS ............................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 43
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
penyakit di atas usia 40 tahun. Hampir 90 persen pasien yang menjalani
pengobatan skizofrenia berusia antara l5 dan 55 tahun. Awitan skizofrenia di
bawah usia 10 tahun atau di atas usia 60 tahun sangat jarang.
Berdasarkan kriteria diagnostik DSM-IV-TR gangguan pada pasien
didiagnosis sebagai skizofrenia apabila pasien menunjukkan dua gejala yang
terdaftar scbagai gejala 3 sampai 5 pada kriteria A. Kriteria B membutuhkan
adanya hendaya fungsi, meski tidak menburuk, yang tampak selama fase aktif
penyakit. Gejala harus berlangsung selama paling tidak 6 bulan dan diagnosis
gangguan skizoafektif atau gangguan mood harus disingkirkan. Setidaknya salah
satu hal berikut harus ada: (l) gema pikiran (thought echo), insersi atau penarikan
pikiran, atau siar pikiran; atau (2) waham kendali, pengaruh, atau pasivitas: (3)
suara-suara halusinasi yang terus-menerus mengomentari perilaku pasien atau
saling mendiskusikan pasien. atau suara halusinasi lain yang berasal dari bagian
tubuh tertentu: dan (4) waham perisisten jenis lain yang secara budaya tidak
sesuai dan sangat tidak masuk akal (cth.. merasa mampu rrengendalikan cuaca
alau berkomunikasi dengan makhluk dari dunia lain).
Skizofrenia tipe paranoid ditandai dengan preokupasi terhadap satu atau
lebih waham atau halusinasi auditorik yang sering serta tidak adanya perilaku
spesilik yang sugestif untuk tipe hebefrenik atau kalatonik. Secara klasik,
skizofrenia tipe paranoid terutama ditandai dengan adanya waham kejar atau
kebesaran. Pasien skizofrenia paranoid biasanya mengalami episodc pertama
penyakit pada usia yang lebih tua dibanding pasien skizofrenia hebefrenik atau
katatonik. Pasien yang skizofrenianya terjadi pada usia akhir 20-an atau 30-an
biasanya telah memiliki kehidupan sosial yang mapan yang dapat membantu
mengatasi penyakitnya, dan sumber ego pasien paranoid cenderung lebih besar
dibanding pasien skizofrenia katatonik atau hebefrenik. Pasien skizofrenia tipe
paranoid menunjukkan regresi kemampuan mental, respons emosional. dan
perilaku yang lebih ringan dibandingkan pasien skizofrenia tipe lain. Pasien
skizofrenia paranoid biasanya tegang, mudah curiga, berjaga-jaga, berhati-hati,
dan terkadang bersikap bermusuhan atau agresif. Namun mereka kadang-kadang
2
dapat mengendalikan diri mereka secara adekuat pada situasi sosial. Intelegensi
mereka dalam area yang tidak dipengaruhi psikosisnya cenderung tetap utuh.
Semakin berkembangnya penyakit skizofrenia di masyarakat maka
diperlukan juga pengetahuan baik dokter maupun masyarakat mengenai
skizofrenia agar diagnosis dan tatalaksana skizofrenia dapat dilakukan secara tepat
serta dapat mengedukasi pasien serta keluarga pasien agar dapat bekerjasama
dalam menangani kasus khususnya skizofrenia paranoid. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk melaporkan salah satu kasus mengenai skizofrenia paranoid yang
terdapat di RS Ernaldi Bahar Palembang.
3
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : Tn. HM
Umur : 36 tahun, 21/10/1982
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Kawin
Suku/Bangsa : Sumatera selatan
Pendidikan : SMP (tamat)
Pekerjaan : Buruh perkebunan
Agama : Islam
Alamat : Banyu Asin
Datang ke RS : 26 Juli 2019
Cara ke RS : Diantar keluarga (Ayah)
Tempat Pemeriksaan : IGD RSUD Ernaldi Bahar
II. ANAMNESIS
AUTOANAMNESIS DAN ALLOANAMNESIS
Narasumber:
Nama : Tn. HM
Umur : 36 tahun, 21/10/1982
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Kawin
Suku/Bangsa : Sumatera selatan
Pendidikan : SMP (tamat)
Pekerjaan : Buruh perkebunan
Agama : Islam
Alamat : Banyu Asin
Datang ke RS : 26 Juli 2019
Cara ke RS : Diantar keluarga (Ayah)
4
Tempat Pemeriksaan : Bangsal Bangau
a. Sebab utama
Os di antar ke RS Ernaldi Bahar karena perubahan perilaku (marah-
marah), susah tidur, berbicara sendiri, mondat-mandir dan membakar
barang (kasur).
b. Keluhan utama
Os mendengar bisikan yang menyuruhnya membakar barang yang sudah
tidak berguna.
c. Riwayat perjalanan penyakit
Kurang lebih 1 bulan yang lalu, OS mengalami perubahan perilaku, OS
mudah tersinggung dan mulai marah-marah terhadap orang sekitarnya tanpa
sebab yang jelas, sering berbicara sendiri dan mondar-mandir keluar rumah.
OS lalu dibawa keluarganya berobat ke bidan dan disuruh untuk berobat ke
puskesmas. Di puskesmas, OS diberi obat injeksi Halloperidol dan
Diazepam 2 mg 1 tab. OS dibawa berobat sebanyak dua kali.
Kurang lebih 1 minggu SMRS, gejala yang dialami OS meningkat. OS
semakin sering marah-marah, terutama kepada istrinya (sedang dalam masa
nifas kurang lebih 2 minggu) dan mulai membakar barang-barang
dirumahnya seperti kasur, bantal, dan pakaian. Setelah barang di rumah telah
habis, OS juga membakar kasur, bantal dan pakaian orang tuanya. OS sering
keluar pada malam hari, masuk ke rumah orang lain untuk meminta maaf
tanpa sebab yang jelas. OS juga semakin sulit tidur, dan terkadang tidak
tidur sama sekali. Makan dan minum seperti biasa, mandi juga terkadang iya
terkadang tidak. OS kemudian dibawa ke IGD RS Ernaldi Bahar dan dirawat
inap.
5
- Riwayat hipertensi : tidak ada
- Riwayat asma : tidak ada
- Riwayat alergi : tidak ada
- Riwayat penyakit jiwa : tidak ada
e. Riwayat pengobatan
OS pernah dibawa keluarganya berobat ke bidan dan disuruh untuk
berobat ke puskesmas. Di puskesmas, OS diberi obat injeksi
Halloperidol dan Diazepam 2 mg 1 tab. OS dibawa berobat sebanyak
dua kali.
f. Riwayat premorbid
- Lahir : lahir spontan, langsung menangis
- Bayi : tumbuh kembang baik
- Anak-anak : sosialisasi baik
- Remaja : sosialisasi baik, memiliki banyak teman
- Dewasa : sosialisasi baik, memiliki banyak teman
- Riwayat minum alkohol (-)
- Riwayat NAPZA (-)
g. Riwayat keluarga
- Os merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Os memiliki satu
orang kakak laki-laki, satu orang kakak perempuan, dan satu orang
adik laki-laki.
- Anggota keluarga dengan gangguan jiwa disangkal.
- Riwayat pada keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.
- Hubungan dengan anggota keluarga terjalin.
- Ibu merupakan seorang ibu rumah tangga yang bekerja sebagai
pembuat pempek, ibunya sosok yang penyabar, penyayang, dan tidak
pilih kasih terhadap anak anaknya.
6
- Os sudah menikah dan memiliki 3 orang anak. Saat ini os tinggal
bersama istri dan ketiga anaknya.
Keterangan:
= Laki-laki
= Perempuan
= Pasien
h. Riwayat pendidikan
SMP (tamat).
i. Riwayat pekerjaan
Buruh pertanian
k. Riwayat perkawinan
Pasien sudah menikah dan memiliki 3 orang anak bersama istrinya.
7
l. Keadaan sosial ekonomi
Pasien tinggal bersama keluarganya di rumah miliknya. Rumahnya
sederhana. Terdapat 1 ruang tamu, 1 kamar mandi, 1 dapur, dan 2 kamar
tidur. OS merupakan seorang bapak dengan tiga anak, anak terakhirnya
baru lahir dua minggu yang lalu
AUTOANAMNESIS
Wawancara dan observasi dilakukan pada Jumat, 26 Juli 2019 pukul 15.00
WIB di Bangsal Bangau Ernaldi Bahar Palembang. Pemeriksa dan pasien
berhadapan dengan posisi pasien duduk di kursi. Pasien memakai baju kaos
lengan pendek berwarna biru-kuning dan celana panjang berwarna hitam.
Wawancara dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa
Palembang. Pasien memiliki tingkat kesadaran compos mentis sehingga dapat
dianamnesis. Pasien berperawakan agak kurus, berambut botak, dan
berpenampilan sesuai usia.
8
“Umurnya berapa?” “Saya lahir tahun 1982, Daya ingat baik
berarti sekarang sekitar 36
tahun dok.”
“Kesini sama siapa”? “Waktu itu dengan bapak Orientasi orang baik
saya.”
“Pak Harminto sudah “Ada 3, yang paling besar Daya ingat baik
punya anak?”
sudah SMP, yang kedua
masih TK dan yang ketiga
baru lahir 2 minggu sebelum
saya dibawa kesini dok”
“Bapak kapan dibawa “hari jumat minggu lalu Orientasi waktu baik,
kesini pak?”
dokter” daya ingat baik.
“Bapak tau gak “tau dok, di rumah sakit Orientasi tempat baik.
sekarang kita
kan.”
dimana?”
“Kenapa pak (Menarik napas dalam) “Iya Discriminative insight
Harminto dibawa
dok, kemarin saya dibawa baik
berobat ke IGD?”
kesini oleh keluarga saya
Ekspresi pasien
karena, saya ini ada
tersenyum
gangguan kejiwaan”
9
akhir ini sering emosi,
marah-marah terus dok”
10
berpergian ke jawa dok,
kakak istri saya terutama.”
“Selain itu, ada “Kemarin itu dok, saya ada Pikiran autistik, pikiran
kejadian apa lagi
bakar-bakar barang” dereistik.
pak?”
“Kenapa bapak (menarik napas panjang) Discriminative judgement
membakar barang itu
“Iya dok, kan saya waktu itu terganggu.
pak? Barang apa
saja?” dengar pencerahan ya,
ceramah, kalau barang-
barang yang tidak berguna
lagi, daripada menganggur
saja kan, lebih baik dibakar
saja. Kemarin yang saya
bakar ada kasur, bantal,
pakaian, ya pokoknya yang
sudah tidak berguna lah
dok”
11
saya membakar barang. Kata
keluarga saya, saya sering
berbicara sendiri dok. Kalau
lihat yang orang tidak bisa
lihat sih tidak pernah.”
“Kalo yang bapak “Ya idak, kan sudah tidak Discriminative judgment
raso, jelek dak pak
berguna, daripada sayang terganggu
bakar bakar tadi?”
kan barangnya, mending
saya bakar saja, daripada
malah jadi mudarat.”
12
“dahulu bapak “Oh saya senang bergaul Tidak ada riwayat
orangnya bagaimana
dok, biasanya sering tuh premorbid
pak, sering bergaul?”
ngumpul-ngumpul dengan
teman sekampung hingga
malam”
“Mohon maaf pak, “Ya kalau minum, merokok, Riwayat merokok dan
ada merokok, minum
kalo lagi ngumpul ya masa minum alkohol
alkohol, obat-obatan
pak?” nggak kan, yang lain juga.
Kalau obat-obatan dok, wah
alhamdulillah saya ga
pernah dok. Memang saya
tau seperti sabu, heroin,
ganja, tapi alhamdulillah
belum pernah sama sekali
mencoba”
13
atas kerjasamanya, waalaikum salam”
semoga cepat sembuh
pak,
assalamualaikum”
III. PEMERIKSAAN
A. STATUS INTERNUS
1) Keadaan Umum
Sensorium : Compos Mentis
Frekuensi nadi : 94 x/menit
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Suhu : 36,70 C
Frekuensi napas : 20 x/menit
B. STATUS NEUROLOGIKUS
1) Urat syaraf kepala (panca indera) : tidak ada kelainan
2) Gejala rangsang meningeal : tidak ada kelainan
3) Mata:
Gerakan : baik ke segala arah
Persepsi mata : baik, diplopia tidak ada, visus normal
Pupil : bentuk bulat, sentral, isokor, Ø
3mm/3mm
Refleks cahaya : +/+
Refleks kornea : +/+
Pemeriksaan oftalmoskopi : tidak dilakukan
4) Motorik
Fungsi Motorik Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Normal
Kekuatan 5/5
Tonus Eutonik Eutonik Eutonik Eutonik
14
Klonus - - - -
Refleks + + + +
fisiologis
Refleks - - - -
patologis
5) Sensibilitas : normal
6) Susunan syaraf vegetatif : tidak ada kelainan
7) Fungsi luhur : tidak ada kelainan
8) Kelainan khusus : tidak ada
C. STATUS PSIKIATRIKUS
KEADAAN UMUM
a. Sensorium : Compos Mentis
b. Perhatian : Atensi adekuat
c. Sikap : Kooperatif
d. Inisiatif : Baik
e. Tingkah laku motorik : Normoaktif
f. Ekspresi fasial : Wajar, sesekali tersenyum
g. Verbalisasi : Jelas
h. Cara bicara : Lancar
i. Kontak psikis : adekuat
j. Kontak fisik : adekuat
k. Kontak mata : adekuat
l. Kontak verbal : adekuat
KEADAAN KHUSUS (SPESIFIK)
a. Keadaan afektif
Afek : Sesuai
Mood : Eutimik
b. Hidup emosi
Stabilitas : stabil
Dalam-dangkal : sedang
15
Pengendalian : terkendali
Adekuat-Inadekuat : adekuat
Echt-unecht : Echt
Skala diferensiasi : menyempit
Einfuhlung : bisa dirabarasakan
Arus emosi : normal
16
KEADAAN PROSES BERFIKIR
a. Arus pikiran
Flight of ideas : tidak ada
Inkoherensi : tidak ada
Sirkumstansial : ada
Tangensial : tidak ada
Terhalang (blocking) : tidak ada
Terhambat (inhibition) : tidak ada
Perseverasi : tidak ada
Verbigerasi : tidak ada
b. Isi Pikiran
Waham : ada
Pola Sentral : tidak ada
Fobia : tidak ada
Konfabulasi : tidak ada
Perasaan inferior : tidak ada
Kecurigaan : tidak ada
Rasa permusuhan : tidak ada
Perasaan berdosa : tidak ada
Hipokondria : tidak ada
Ide bunuh diri : tidak ada
Ide melukai diri : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
Pemilikan pikiran
Obsesi : tidak ada
Alienasi : ada
Bentuk pikiran
Autistik : Ada
Dereistik : Ada
Simbolik : Tidak ada
17
Paralogik : Tidak ada
Simetrik : Tidak ada
Konkritisasi : Tidak ada
Lain-lain
Neologisme : Tidak ada
c. Keadaan dorongan instinktual dan perbuatan
Hipobulia : tidak ada
Vagabondage : ada
Katatonia : tidak ada
Kompulsi : tidak ada
Raptus/Impulsivitas : ada
Mannerisme : tidak ada
Kegaduhan umum : tidak ada
Autisme : tidak ada
Deviasi seksual : tidak ada
Logore : tidak ada
Ekopraksi : tidak ada
Mutisme : tidak ada
Ekolalia : tidak ada
f. Dekorum
Kebersihan : cukup
Cara berpakaian : cukup
Sopan santun : cukup
18
D. PEMERIKSAAN LAIN
a. Pemeriksaan radiologi/ CT scan : tidak dilakukan
b. Pemeriksaan darah rutin : tidak dilakukan
c. Pemeriksaan laboratorium : tidak dilakukan
d. Pemeriksaan urin : tidak dilakukan
e. Pemeriksaan LCS : tidak dilakukan
V. DIAGNOSIS DIFFERENSIAL
1. F20.5 Skizofrenia Residual
2. F22.8 Keadaan Paranoid Involusional
3. F22.0 Paranoia
VI. TERAPI
a. Psikofarmaka
- Merlopam 1 x 0,5 mg
- Risperidone 2 x 1 mg
b. Psikoterapi
Suportif
- Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam menghadapi
penyakit.
- Memotivasi pasien agar minum obat secara teratur dengan cara
menjelaskan pada pasien bahwa obatnya memang bisa menyebabkan
rasa kantuk namun bisa diatur waktu meminumnya, misalnya dengan
19
dosis obat 2 kali sehari dimana bisa diminum 1 pada pagi hari dan 1
pada malam hari sebelum tidur agar tidak mengganggu aktivitas sehari-
hari.
- Mengajari pasien agar menarik napas dalam untuk mengatur emosinya.
Kognitif
- Menerangkan tentang gejala penyakit pasien yang timbul akibat cara
berpikir yang salah, mengatasi perasaan, dan sikapnya terhadap masalah
yang dihadapi.
Keluarga
- Memberikan pengertian kepada keluarga tentang penyakit pasien disertai
dorongan untuk merawat pasien setelah kembali dari rumah sakit
sehingga tercipta dukungan sosial dalam lingkungan yang kondusif dan
membantu penyembuhan pasien.
Religius
- Bimbingan keagamaan agar pasien selalu menjalankan ibadah sesuai
ajaran agama yang dianutnya.
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad malam
20
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizen” yang berarti “terpisah”
atau “pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya
atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Skizofrenia merupakan
suatu sindrom psikotik kronis yang ditandai oleh gangguan pikiran dan persepsi,
afek tumpul, anhedonia, deteriorasi, serta dapat ditemukan uji kognitif yang
buruk.1
Skizofrenia adalah istilah psikosis yang menggambarkan mispersepsi
pikiran dan persepsi yang timbul dari pikiran/imajinasi pasien sebagai kenyataan,
dan mencakup waham dan halusinasi.2 Emil Kraepelin membagi skizofrenia
dalam beberapa jenis, menurut gejala utama yang terdapat pada pasien, salah
satunya adalah skizofrenia paranoid.9 Skizofrenia paranoid merupakan subtipe
yang paling umum (sering ditemui) dan paling stabil, dimana waham dan
halusinasi auditorik jelas terlihat.1,2,7 Pada pasien skizofrenia paranoid, pasien
mungkin tidak tampak sakit jiwa sampai muncul gejala-gejala paranoid.6
3.2 Epidemologi
Skizofrenia ditemukan pada semua masyarakat dan area geografis dan
angka insidens serta prevalensinya secara kasar merata di seluruh dunia. Menurut
DSM-IV-TR, insidensi tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5 sampai 5,0 per
10.000 dengan beberapa variasi geografik.3 Skizofrenia yang menyerang kurang
lebih 1 persen populasi, biasanya bermula di bawah usia 25 tahun, berlangsung
seumur hidup, dan mengenai orang dari semua kelas sosial.3,7
Skizofrenia terjadi pada 15 - 20/100.000 individu per tahun, dengan risiko
morbiditas selama hidup 0,85% (pria/wanita) dan kejadian puncak pada akhir
masa remaja atau awal dewasa.2 Awitan skizofrenia di bawah usia 10 tahun atau
di atas usia 60 tahun sangat jarang. Laki-laki memiliki onset skizofrenia yang
21
lebih awal daripada wanita. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai
25 tahun, dan untuk wanita usia puncak onsetnya adalah 25 sampai 35 tahun.4,7
Sejumlah studi mengindikasikan bahwa pria lebih cenderung mengalami
hendaya akibat gejala negatif daripada wanita dan bahwa wanita lebih cenderung
memiliki kemampuan fungsi sosial yang lebih baik daripada pria sebelum awitan
penyakit. Secara umum, hasil akhir pasin skizofrenia wanita lebih baik
dibandingkan hasil akhir pasien skizofrenia pria.3
3.3 Patofisiologi
Ketidakseimbangan yang terjadi pada neurotransmiter juga diidentifikasi
sebagai penyebab skizofrenia. Ketidakseimbangan terjadi antara lain pada
dopamin yang mengalami peningkatan dalam aktivitasnya. Selain itu, terjadi juga
penurunan pada serotonin, norepinefrin, dan asam amio gamma-aminobutyric acid
(GABA) yang pada akhirnya juga mengakibatkan peningkatkan dopaminergik.
Neuroanatomi dari jalur neuronal dopamin pada otak dapat menjelaskan gejala-
gejala skizofrenia.
22
Terdapat lima jalur dopamin dalam otak, yaitu:12
a. Jalur Mesolimbik: berproyeksi dari area midbrain ventral
tegmental ke batang otak menuju nucleus akumbens di ventral
striatum. Jalur ini memiliki fungsi berhubungan dengan memori,
indera pembau, efek viseral automatis, dan perilaku emosional.
Hiperaktivitas pada jalur mesolimbik akan menyebabkan gangguan
berupa gejala positif seperti waham dan halusinasi;
23
dan kognitif pada skizofrenia. Jalur mesokortikal terdiri dari
mediasi gejala kognitif (dorsolateral prefrontal cortex / DLPFC )
dan gejala afektif (ventromedial prefrontal cortex / VMPFC)
skizofrenia.12
24
c. Jalur Nigrostriatal: sistem nigrostriatal mengandung sekitar 80%
dari dopamin otak. Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra ke
basal ganglia atau striatum (kauda dan putamen). Jalur ini berfungsi
menginervasi sistem motorik dan ekstrapiramidal. Dopamin pada
jalur nigrostriatal berhubungan dengan efek neurologis
(Ekstrapiramidal / EPS) yang disebabkan oleh obat-obatan
antipsikotik tipikal / APG-I (Dopamin D2 antagonis).
25
Gambar 5. Jalur tuberoinfundibular dopamin pada otak.12
Sumber : 12 Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential
Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 32.
26
Gambar 6. Hipotesis dopamin pada skizofrenia.12
Sumber : 12Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential
Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 34.
27
menempatkan diri mereka sendiri secara adekuat di dalam situasi sosial.
Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan
tetap intak.4
Pada ICD-10, gambaran klinis pada pasien skizofrenia paranoid (F20.0)
didominasi oleh adanya gejala-gejala paranoid, seperti:6
Waham kejar (presecution), seperti memercayai bahwa orang lain
bersekutu melawan dia
Waham rujukan (reference), seperti bahwa orang asing atau
televisi, radio atau koran terutama mengarah kepada pasien; bila
tidak mencapai intensitas waham, isi pikiran tersebut dikenal
sebagai ideas of reference
Waham merasa dirinya tinggi/istimewa (exalted birth), atau
mempunyai misi khusus; misalnya, keyakinan bahwa dirinya
dilahirkan sebagai Mesias
Waham perubahan tubuh
Waham cemburu
Suara-suara halusinasi yang bersifat mengancam atau
memerintahkan pasien
Halusinasi pendengaran non-verbal, seperti tertawa, bersiul, dan
bergumam
Halusinasi bentuk lainnya, seperti penghiduan, pengecapan,
penglihatan, sensasi somatik seksual atau sensasi somatik lainnya
28
1. Pikiran bergema (thought echo), penarikan pikiran atau
penyisipan (thought withdrawal atau thought insertion), dan
penyiaran pikiran (thought broadcasting).
2. Waham dikendalikan (delusion of being controlled), waham
dipengaruhi (delusion of being influenced), atau “passivity”,
yang jelas merujuk pada pergerakan tubuh atau pergerakan
anggota gerak, atau pikiran, perbuatan atau perasaan
(sensations) khusus; waham persepsi (perception).
3. Halusinasi berupa suara yang berkomentar tentang perilaku
pasien atau sekelompok orang yang sedang mendiskusikan
pasien, atau bentuk halusinasi suara lainnya yang datang
dari beberapa bagian tubuh.
4. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut
budayanya dianggap tidak wajar serta sama sekali mustahil,
seperti misalnya mengenai identitas keagamaan atau politik,
atau kekuatan dan kemampuan “manusia super” (tidak
sesuai dengan budaya dan sangat tidak mungkin atau tidak
masuk akal, misalnya mampu berkomunikasi dengan
makhluk asing yang datang dari planit lain).
b. Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada
secara jelas:
1. Halusinasi yang menetap pada berbagai modalitas dari
panca indera mana saja, apabila disertai baik oleh waham
yang mengambang/melayang maupun yang setengah
berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh
ide-ide berlebihan (overvaluedideas) yang menetap, atau
apabila terjadi setiap hari selama berminggu- minggu atau
berbulan-bulan terus menerus
2. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan
(interpolasi) yang berakibat inkoheren atau pembicaraan
tidak relevan atau neologisme.
29
3. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah
(excitement), sikap tubuh tertentu (posturing), atau
fleksibilitas serea, negativism, mutisme, dan stupor.
4. Gejala-gejala negatif, seperti sikap masa bodoh (apatis),
pembicaraan yang terhenti, dan respons emosional yang
menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
c. Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik prodromal);
d. Perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
dari beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, tak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri (self
absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.
e. Tambahan: perjalanan gangguan skizofrenik dapat diklasifikasi
dengan menggunakan kode lima karakter sebagai berikut:
- F.20.x0 Berkelanjutan
- F.20.x1 Episodik dengan kemunduran progresif
- F.20.x2 Episodik dengan kemunduran stabil
- F.20.x3 Episodik berulang
- F.20.x4 Remisi tak sempurna
- F.20.x5 Remisi sempurna
- F.20.x8 Lainnya
- F.20.x9 Periode pengamatan kurang dari satu tahun
30
a. Dua atau lebih gejala berikut yang muncul dalam satu bulan (atau
kurang jika diobati dengan sukses). Salah satunya harus nomor 1, 2
atau 3;
1. Waham (cukup satu bila waham bizar)
2. Halusinasi (cukup satu bila halusinasi komentar atau
diskusi)
3. Bicara terdisorganisasi (kacau)
4. Perilaku terdisorganisasi (kacau) atau katatonik
5. Gejala negatif
b. Terdapat penurunan yang jelas dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau
mengurus diri pada porsi waktu yang signifikan sejak onset
gangguan;
c. Lama gangguan setidaknya enam bulan, dengan satu bulan
menunjukkan gejala yang jelas (atau kurang jika diobati dengan
sukses) yang memenuhi kriteria A (gejala fase aktif). Dan dapat
termasuk periode gejala prodromal atau residual;
d. Kriteria untuk gangguan skizoafektif dan episode depresi atau
bipolar dengan gejala psikotik tidak terpenuhi karena (1) tidak ada
gejala manik atau depresi selama fase aktif atau (2) jika episode
gangguan mood terjadi pada fase aktif, hanya muncul pada
minoritas kejadian gangguan mental.
e. Gangguan tidak disebabkan gangguan mental organik dan
gangguan akibat zat
f. Jika ada gejala Autism Spectrum Disrder atau gangguan
komunikasi pada onset masa kanak, diagnosis tambahan
skizofrenia hanya dibuat jika ada delusi dan halusinasi nyata, dalam
tambahan dengan gejala lain yang diperlukan untuk skizofrenia dan
muncul dalam satu bulan (atau kurang jika diobati dengan sukses).
Klasifikasi berikut ini hanya dapat digunakan setelah durasi 1 tahun pada
gangguan:
31
- Episode pertama, saat ini dalam episode akut: Manifestasi
pertama dari gangguan memenuhi gejala diagnostik yang
menentukan dan kriteria waktu. Episode akut adalah periode waktu
di mana kriteria gejala terpenuhi.
- Episode pertama, saat ini dalam remisi parsial: Remisi parsial
adalah periode waktu di mana perbaikan setelah episode
sebelumnya dipertahankan dan di mana kriteria mendefinisikan
gangguan hanya sebagian terpenuhi.
- Episode pertama, saat ini dalam remisi penuh: Remisi penuh
adalah periode waktu setelah episode sebelumnya di mana tidak
ada gejala spesifik gangguan.
- Multiple episodes, saat ini dalam episode akut
- Multiple episodes, saat ini dalam remisi parsial
- Multiple episodes, saat ini dalam remisi penuh
- Continuous: gejala-gejala yang memenuhi kriteria gejala
diagnostik dari kelainan tersebut tersisa untuk sebagian besar
perjalanan penyakit, dengan periode gejala subthreshold relatif
sangat singkat dibandingkan dengan keseluruhan perjalanan.
- Unspecified
32
2. Waham
3. Ilusi
5. Gejala katatonik
6. Perilaku abnormal lainnya
Diagnosis skizofrenia paranoid berdasarkan kriteria PPDGJ-III adalah
sebagai berikut:
Skizofrenia Paranoid (F20.0)
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati,
dan tak ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien
skizofrenik paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara
adekuat didalam situasi social. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh
kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.13
Pedoman Diagnostik Berdasarkan Kriteria PPDGJ III :
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
Sebagai tambahan :
- Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,
atau lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi
jarang menonjol.
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau “Passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.
33
berlangsung sekurang-kurangnya 1 bulan, tetapi kurang dari 6 bulan.3 Pada pasien
dengan skizofreniform, akan kembali ke fungsi normal ketika gangguan hilang.
Bila suatu sindrom manik atau depresif terjadi bersamaan dengan gejala utama
skizofrenia, maka hal itu adalah gangguan skizoafektif, yang mempunyai
gambaran baik skizofrenia maupun gangguan afektif (gangguan mood).3
3.7 Tatalaksana
Farmakoterapi
Trilafon Tab 2 - 4 - 8 mg
Haldol Tab. 2 - 5 mg
Govotil Tab. 2 - 5 mg
34
Lodomer Tab 2 - 5 mg
Non-Farmakoterapi
Terapi yang dapat membantu penderita skizofrenia adalah psikoterapi
suportif individual atau kelompok, serta bimbingan yang praktis dengan maksud
mengembalikan penderita ke masyarakat.9 Terapi perilaku kognitif (cognitive
behavioural therapy, CBT) seringkali bermanfaat dalam membantu pasien
mengatasi waham dan halusinasi yang menetap. Tujuannya adalah untuk
mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan, dan tidak secara langsung
menghilangkan gejala. Terapi keluarga dapat membantu mereka megurangi
ekspresi emosi yang berlebihan dan terbukti efektif mencegah kekambuhan.2
Terapi kerja adalah baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi
dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter.9 Hal ini dimaksudkan agar
pasien tidak mengasingkan diri dan terapi ini sangat penting dalam menjaga
kepercayaan diri dan kualitas hidupnya.2 Penting sekali untuk menjaga
komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarga.1
35
terutama untuk kasus-kasus baru, dengan menggunakan cognitif behavior therapy
tersebut. Rupanya ada gelombang besar optimisme akan kesembuhan
schizophrenia di dunia dengan terapi yang lebih komprehensif ini.
Selain itu, secara umum terapi ini juga bermaksud secara langsung
membentuk dan mengembangkan perilaku penderita schizophrenia yang lebih
sesuai, sebagai persiapan penderita untuk kembali berperan dalam masyarakat.
Paul dan Lentz menggunakan dua bentuk program psikososial untuk
meningkatkan fungsi kemandirian.
3.8 Prognosis
Dahulu, bila diagnosis skizofrenia telah dibuat, maka ini berarti bahwa
sudah tidak ada harapan lagi bagi orang yang bersangkutan, bahwa
kepribadiannya selalu akan menuju ke kemunduran mental (deteriorasi mental).9
Sekarang dengan pengobatan modern, ternyata bila penderita itu datang berobat
dalam tahun pertama setelah serangan pertama, maka kira-kira sepertiga dari
mereka akan sembuh sama sekali (full remission atau recovery). Sepertiga yang
lain dapat dikembalikan ke masyarakat walaupun masih didapati cacat sedikit
36
yang mereka masih harus sering diperiksa dan diobati selanjutnya (social
recovery).9
Skizofrenia bersifat kronis dan membutuhkan waktu yang lama untuk
menghilangkan gejala.1,7 Sekitar 90% dengan episode psikotik pertama, sehat
dalam waktu satu tahun, 80% mengalami episode selanjutnya dalam lima tahun,
dan 10% meninggal karena bunuh diri.2 Kira-kira 50 persen dari semua pasien
dengan skizofrenia mencoba bunuh diri sekurang satu kali selama hidupnya, dan
10 sampai 15 persen pasien skizofrenik meninggal karena bunuh diri selama
periode follow-up 20 tahun.4 Pasien skizofrenik laki-laki dan wanita sama-sama
mungkin untuk melakukan bunuh diri.
37
Gejala positif Gejala negatif
Riwayat penyerangan
38
BAB IV
ANALISIS KASUS
Penilaian diagnosis pada pasien dinilai secara multiaksial menurut PPDGJ III
yaitu:
1) Aksis I
Berdasarkan autoanamnesis dan alloanamnesis, pada pasien terdapat gejala
klinis yang bermakna yaitu pasien mudah tersinggung dan marah-marah,
mendengar bisikan dari seseorang untuk membakar barang yang sudah tidak
terpakai. Pasien juga tampak sering berbicara sendiri dan sering melamun. Hal ini
menimbulkan penderitaan dan hendaya bagi pasien dan orang lain (hendaya
sosial sehingga dapat dikatakan pasien mengalami gangguan jiwa).
Pada pemeriksaan status mental, ditemukan adanya hendaya dalam menilai
realita yaitu adanya halusinasi auditorik. Pada pemeriksaan status internus dan
neurologis tidak ditemukan adanya kelainan organobiologik sehingga
kemungkinan gangguan mental organik dapat disingkirkan dan pasien pada kasus
ini dapat dikatakan mengalami gangguan jiwa psikotik non organik.
Pada pasien, ditemukan adanya halusinasi auditorik, waham (tidak terlalu
khas), adanya sifatnya penarikan diri dari sosial yang merupakan beberapa gejala
khas dari skizofrenia. Berdasarkan PPDGJ-III dapat dinilai dengan kriteria
diagnosis berikut
Gejala Pasien Keterangan
Thought
Thought echo Tidak ada Pasien merasa yakin bahwa
keluarganya memintanya
Thought insertion or withdrawal Ada
berpergian meninggalkan
Thought broadcasting Tidak ada istrinya tanpa alasan, pasien
yakin bahwa barang-barang
yang dia bakar sudah tidak
berguna
Delusion
Delusion of control Tidak ada Pasien merasa diperintah oleh
39
Delusion of influence Ada suara seseorang untuk
Delusion of passivity Tidak ada membakar barang yang sudah
Delusion of perception Tidak ada tidak terpakai seperti kasur,
pakaian, dan bantal.
Halusinasi Auditorik Ada Pasien merasa mendengar
bisikan “pencerahan” yang
menyuruhnya untuk membakar
barang yang sudah tidak
digunakan.
Waham menetap Ada Waham curiga dimana pasien
menganggap keluarga istrinya
menyuruhnya berpergian tanpa
sebab yang jelas.
Gejala-gejala negatif Ada Respons emosional tidak
wajar, menarik diri dari
lingkungan sosial, sering
melamun
Gejala khas tersebut berlangsung Ada Sejak 1 bulan SMRS + 1
> 1 bulan minggu di dalam masa
perawatan
Berdasarkan tabel diatas terdapat beberapa gejala yang amat jelas pada
pasien seperti halusinasi auditorik (terutama yang bersifat perintah), waham
menetap, disfungsi sosial sehingga dapat memenuhi kriteria Skizofrenia (F.20).
Pada kasus ini terdapat dua diagnosis banding yang mendekati yaitu skizofrenia
paranoid dan residual. Pada Skizofrenia residual menurut PPDGJ III harus
terdapat semua gejala berupa gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol,
adanya riwayat satu episode psikotik dimasa lampau, sudah melampaui kurun
waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi waham dan halusinasi sangat
berkurang, dan tidak terdapat dementia atau panyakit gangguan otak organik
lainnya. Pada pasien ini hampir semua kriteria skizofrenia residual terpenuhi
40
namun diagnosis ini dapat disingkirkan karena berdasarkan anamnesis dan
autoanamnesis terdapat gejala negatif dan positif yang sama-sama menonjol pada
pasien ini, sedangkan untuk menegakkan diagnosis skizofrenia residual gejala
yang harusnya paling menonjol adalah gejala negatif sehingga pasien digolongkan
ke dalam Skizofrenia Paranoid (F20.0). Diagnosis banding lain yakni gangguan
waham menetap dapat disingkirkan dengan adanya halusinasi auditorik yang
menetap, sedangkan skizoafektif tipe campuran dapat disingkirkan karena
gangguan afektif tidak terlalu menonjol dibandingkan gejala skizofrenia.
2) Aksis II
Belum ada diagnosis
3) Aksis III
Tidak ada kelainan
4) Aksis IV
Pada aksis 4 didapatkan diagnosis yakni masalah sosial dan ekonomi,
dimana pasien sedang menghadapi ekonomi yang sulit sedangkan istrinya sudah
mau melahirkan. Aksis IV merupakan berbagai keadaan yang dapat menjadi
faktor penyebab seseorang mengalami gangguan kejiwaan. Keadaan-keadaan
tersebut misalnya masalah pada keluarga, lingkungan sosial, pendidikan,
pekerjaan, perumahan, ekonomi, akses ke pelayanan kesehatan, interaksi dengan
hukum/kriminal, dan psikososial atau lingkungan lain.
5) Aksis V
Saat pertama kali dibawa, pasien mengalami gejala berat (serious), dengan
GAF Scale 40-31. Pasien tergolong ke dalam GAF 40-31 karena pasien datang
dengan gejala positif yang cukup kuat yakni emosi, rasa permusuhan, dan
halusinasi auditorik sehingga pasien membakar kasur, bantal, dan pakaian. Secara
fungsional pasien terganggu dalam melakukan activity daily living (ADL). Pasien
juga susah dalam berinteraksi sosial dengan keluarganya.
Saat ini, pasien mengeluh gejala yang dialaminya seperti halusinasi sudah
tidak pernah didengar dan pasien sudah bisa mengatur emosinya, namun masih
dalam masa perawatan sehingga GAF scale pasien saat ini adalah 80-71.
41
Pengobatan yang dilakukan kepada pasien ini adalah dengan dua pengobatan.
Pengobatan psikoterapi dan juga dengan pengobatan farmakoterapi. Pengobatan
psikoterapi dapat berupa psikoterapi suportif seperti memberi dukungan dan
perhatian kepada pasien, mengingatkan pasien untuk meminum obat dan
pentingnya untuk rutin minum obat, psikoterapi kognitif dengan menerangkan
tentang gejala penyakit pasien yang timbul akibat cara berpikir yang salah,
psikoterapi keluarga dengan memberi perngertian kepada keluarga agar lebih
perhatian, dan psikoterapi religius dengan memberi bimbingan keagaman agar
pasien selalu menjalankan agama yang dianutnya, serta upaya dalam mengatasi
emosinya seperti mengatur napas dan menarik napas panjang, dan memukul
bantal jika ingin meluapkan amarah.
Pengobatan farmakoterapi yang diberikan oleh DPJP merupakan risperidone
2x2 mg dan Merlopam 1x0,5 mg. Risperidone merupakan antipsikosis yang dapat
digunakan untuk mengurangi gejala dari skizoprenia. Obat antipsikosis yang
tersedia dipasaran saat ini terdiri dari dua golongan yaitu antipsikosis generasi 1
(APG-I) dan antisikosis generasi 2 (APG-II).
Pemberian risperidone pada kasus digunakan sebagai antipsikosis untuk
pasien. Risperidone merupakan salah satu APG-II atau yang juga dikenal sebagai
antipsikotik golongan atipikal, disebut atipikal karna obat ini sedikit menyebabkan
reaksi ekstrapiramidal. Mekanisme kerja obat APG-II ini berafinitas terhadap
“Dopamine D2 Receptors” (sama seperti APG-I) dan juga berafinitas terhadap
“Serotonin 5 HT2 Receptors” (Serotonin-dopamine antagonist), sehingga efektif
terhadap gejala positif (waham, halusinasi, inkoherensi) maupun gejala negatif
(afek tumpul, proses pikir lambat, apatis, menarik diri). Apabila pada pasien
skizofrenia, gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, isi pikir miskin) lebih
menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara kacau), maka obat anti-
psikosis atipikal perlu dipertimbangkan, pada pasien gejala sosial juga lebih
menonjol seperti penarikan diri dan sering melamun, maka diberikan obat ini.
Merlopam juga diberikan dengan dosis minimal yaitu 0,5 mg perhari dengan
tujuan untuk mengambil efek sedasinya. Merlopam merupakan obat anti-anxietas
golongan benzodiazepine.
42
Prognosis pasien ini baik karena berdasarkan tabel prognosis pasien memiliki
faktor pencetus yang jelas, onset akut, riwayat sosial, pekerjaan, dan premorbid
yang baik, tidak ada perilaku menarik diri, tidak ada keluarga yang menderita
skizofrenia, sistem pendukung yang baik, dan gejala positif
Prognosis Baik Prognosis Buruk
Onset lambat Onset muda
Faktor pencetus yang jelas Tidak ada faktor pencetus
Onset akut Onset tidak jelas
Riwayat sosial, seksual, dan Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan
pekerjaan pramorbid yang baik pramorbid yang buruk
Gejala gangguan mood (terutama Perilaku menarik diri, autistik
gangguan depresif)
Menikah dan telah berkeluarga Tidak menikah, bercerai, atau
janda/duda
Riwayat keluarga gangguan mood Riwayat keluarga skizofrenia
(tidak ada keluarga yang menderita
skizofrenia)
Sistem pendukung yang baik Sistem pendukung yang buruk untuk
(terutama dari keluarga) untuk kesembuhan pasien
kesembuhan pasien
Gejala positif Gejala negative
Jenis kelamin perempuan Tanda dan gejala neurologis
Riwayat trauma perinatal
Tidak ada remisi dalam tiga tahun
Sering timbul relaps
Riwayat penyerangan
DAFTAR PUSTAKA
43
Katona, Claudia Cooper, dan Mary Robertson. Edisi 4. Jakarta : Erlangga.
2012:18-21.
3. Skizofrenia. Editor : Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan &
Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC. 2014:147-68.
4. Skizofrenia. Editor : I. Made Wiguna S. Kaplan - Sadock, Sinopsis
Psikiatri - Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Tanggerang :
Binarupa Aksara Publisher. 2010:699-744.
5. Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham : Skizofrenia
(F20). Editor : Rusdi Maslim. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan
Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2013:46-8.
6. Skizofrenia dan Gangguan Waham (Paranoid). Editor : Husny Muttaqin
dan Frans Dany. Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC. 2013:147-50.
7. Skizofrenia. Editor : Sylvia D. Elvira dan Gitayanti Hadisukanto. Buku
Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta : Badan Penerbit FK UI. 2013:173-98.
8. Obat Anti-psikosis. Editor : Rusdi Maslim. Penggunaan Klinis Obat
Psikotropik (Psychotropic Medication). Edisi 3. Jakarta : Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya (PT. Nuh Jaya). 2007:14-22.
9. Skizofrenia. Editor : Willy F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2.
Surabaya : Airlangga University Press. 2009:259-81.
10. Terapi Biologis - Antagonis Reseptor Dopamin : Antipsikotik Tipikal.
Editor : Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan & Sadock -
Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
2014:498-502.
11. Antipsychotic Agents. Stahl’s Essential Psychopharmacology. 4th Edition.
Diunduh dari : http://stahlonline.cambridge.org/essential_4th_chapter.jsf
12. Psychosis and Schizophrenia. Editor : Stahl, Stephen M. Antipsychotics
and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3rd Edition.
England : Cambridge University Press. 2008:26-34.
44
13. Maslim, R. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas
PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atmajaya.
14. Nevid R. Psikologi Abnormal Jilid II. 5th ed. Jakarta: Erlangga; 2005
15. Halgin, R. P. & Whitbourne, S. K., 2010. Psikologi Abnormal: Perspektif
Klinis pada Gangguan Psikologis. 6th penyunt. Jakarta: Salemba
Humanika
16. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of
mental disorders : DSM-5. 5th ed. Washington D. C.: American
Psychiatric Association; 2013. Hal. 87-122.
17. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan and Sadock’s Comprehensive
Textbook of Psychiatry. 9th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins; 2017
45